Lompat ke isi

Ferry Tinggogoy

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Ferry Tinggogoy
Anggota Dewan Perwakilan Daerah
Masa jabatan
1 Oktober 2009 – 25 Oktober 2013
PresidenSusilo Bambang Yudhoyono
Pengganti
Sintje Sondakh Mandey
Sebelum
Daerah pemilihanSulawesi Utara
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Masa jabatan
7 November 1998 – 27 April 2001
PresidenB. J. Habibie
Abdurrahman Wahid
Grup parlemenTNI/Polri
Daerah pemilihanSulawesi Utara
Informasi pribadi
Lahir
Ferry Franciscus Xaverius Tinggogoy

(1944-02-29)29 Februari 1944
Bintauna, Bolaang Mongondow Utara, Sulawesi, Pendudukan Jepang di Indonesia
Meninggal25 Oktober 2013(2013-10-25) (umur 69)
RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, Indonesia
Partai politikPartai Kebangkitan Bangsa
Karier militer
Pihak Indonesia
Dinas/cabang TNI Angkatan Darat
Masa dinas1966—2001
Pangkat Mayor Jenderal TNI
SatuanInfanteri
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Mayor Jenderal TNI (Purn.) Ferry Franciscus Xaverius Tinggogoy (29 Februari 1944 – 25 Oktober 2013) adalah seorang perwira tinggi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat dan politikus yang menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari tahun 1998 hingga 2001 dan anggota Dewan Perwakilan Daerah dari tahun 2009 hingga 2013. Jabatan militer terakhirnya adalah sebagai Koordinator Staf Ahli Kepala Staf Angkatan Darat dari tahun 1997 hingga 1998.

Lahir pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, Tinggogoy menempuh pendidikan dasar dan menengah di Bitung sebelum merantau ke Jakarta untuk menempuh pendidikan kejuruan teknik mesin. Ia kemudian mendaftar di Akademi Militer Nasional Magelang dan lulus pada tanggal 10 Desember 1968. Ia memulai dinas militernya di Komando Daerah Militer (Kodam) XIV/Hasanuddin di Sulawesi Selatan sebelum dipindahtugaskan ke Bandung pada tahun 1974. Setelah memegang berbagai jabatan militer di Bandung selama beberapa tahun, ia dipromosikan untuk menempuh pendidikan militer lanjutan di Sekolah Staf dan Komando Singapura (SCSC). Tinggogoy merupakan perwira non-Singapura pertama yang pernah menempuh pendidikan di SCSC.

Setelah lulus dari SCSC pada tahun 1984, Tinggogoy meneruskan kariernya sebagai komandan batalyon hingga tahun 1986. Ia dimutasikan ke Prancis sebagai Atase Pertahanan pada tahun 1988 setelah berdinas di Markas Besar ABRI selama setahun. Ia diminta kembali ke Indonesia setelah tiga tahun menjabat sebagai atase pertahanan untuk mengemban jabatan sebagai Wakil Komandan Satuan Perwira Penghubung Militer dalam Misi Pendahuluan PBB di Kamboja. Dalam penugasannya tersebut, Tinggogoy secara aktif terlibat dalam proses perdamaian faksi-faksi yang telah bertikai semenjak Perang Saudara Kamboja. Ia memperoleh bintang pertamanya setelah bertugas dari Kamboja dan ditunjuk sebagai Kepala Pusat Bahasa Departemen Pertahanan Keamanan pada tahun 1995. Pangkatnya kembali naik dua tahun kemudian ketika menjabat sebagai Koordinator Staf Ahli Kepala Staf Angkatan Darat.

Tinggogoy memperoleh penugasan pertamanya di luar lingkup kemiliteran ketika ia ditunjuk sebagai anggota DPR dari fraksi TNI/Polri pada bulan November 1998. Selama lebih dari dua tahun menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ia terlibat dalam penanggulangan sejumlah konflik seperti Konflik Aceh dan Konflik Timor-Timur. Ia digantikan dari jabatannya sebagai anggota DPR pada bulan April 2001 karena kecenderungannya untuk menolak pemakzulkan Presiden Indonesia Abdurrahman Wahid. Ia pensiun dari militer beberapa saat kemudian.

Tinggogoy masuk ke Partai Kebangkitan Bangsa setelah pensiun dari dinas kemiliteran dan ditunjuk sebagai Ketua Dewan Pengurus Wilayah Partai Kebangkitan Bangsa (DPW PKB) Sulawesi Utara. Penunjukkannya menandai upaya partai tersebut dalam membuka dirinya bagi semua golongan dan menampung aspirasi kaum non-Muslim. Selaku Ketua DPW PKB Sulawesi Utara, Tinggogoy menyatakan dukungannya terhadap Wiranto dan Salahuddin Wahid dalam pemilihan presiden Indonesia tahun 2004, tetapi mengalihkan dukungannya ke Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla setelah pasangan calon Wiranto dan Wahid kalah dalam putaran pertama pemilihan presiden.

Kehidupan awal

Tinggogoy dilahirkan pada tanggal 29 Desember 1944 di Bintauna pada masa pendudukan Jepang di Indonesia. Ferry menempuh pendidikan dasarnya di Sekolah Rakyat Bitung pada tahun 1957 dan pendidikan menengahnya di Sekolah Menengah Pertama Bitung pada tahun 1960. Setelah lulus dari Sekolah Menengah Pertama, Tinggogoy pindah ke Jakarta dan menempuh pendidikan kejuruan dalam bidang teknik mesin di Sekolah Teknik Mesin 1 Budi Utomo, dan lulus pada tahun 1965.[1]

Karier militer

Penugasan sebagai perwira pertama dan menengah

Tinggogoy sebagai taruna di Akademi Militer Nasional, 1968.

Tinggogoy mendaftar sebagai siswa di Akademi Militer Nasional Magelang dan diterima pada tahun 1965. Tinggogoy lulus tiga tahun kemudian dan dilantik sebagai letnan dua infanteri pada tanggal 10 Desember 1968. Setelah dilantik, Tinggogoy menempuh Kursus Dasar Kecabangan Infanteri (Sussar Cab If) dan ditugaskan ke Sulawesi Selatan sebagai Komandan Peleton di Batalyon Infanteri 722 pada tahun 1969.[1] Dua tahun kemudian, ia diberangkatkan ke Irian Jaya sebagai anggota Satgas 5 dari Komando Daerah Militer (Kodam) XIV/Hasanuddin. Ia bertugas sebagai perwira penghubung selama di Irian Jaya.[2]

Tinggogoy kembali ke Sulawesi Selatan pada tahun 1972 dan menjadi ajudan dari Panglima Kodam XIV/Hasanuddin saat itu, Brigadir Jenderal Abdul Azis Bustam. Setelah Bustam digantikan oleh Hasan Slamet pada tahun 1973, Tinggogoy dimutasi ke Komando Distrik Militer (Kodim) 1410 Jeneponto sebagai perwira di staf umum Kodim tersebut.[2] Tinggogoy bertugas di Kodim 1410 Jeneponto selama setahun karena pada tahun 1974 ia diperintahkan untuk menempuh Kursus Lanjutan Perwira di Kota Bandung. Setelah menyelesaikan kursus tersebut, Tinggogoy ditetapkan sebagai Wakil Komandan Detasemen Markas di Komando Pengembangan Pendidikan dan Latihan Angkatan Darat (Kobangdiklat, sekarang menjadi Komando Pembina Doktrin, Pendidikan dan Latihan Angkatan Darat) pada tahun yang sama. Tinggogoy dimutasi ke Jakarta pada tahun 1976 dan menjabat sebagai perwira urusan staf teritorial di Markas Besar TNI-AD.[1] Selama memegang jabatan tersebut, Tinggogoy bersama dengan Nurhadi Purwosaputro (nantinya menjabat sebagai Kepala Pusat Penerangan ABRI dan anggota MPR)[3] ditugaskan ke Taiwan selama dua minggu untuk mempelajari sistem militer di negara tersebut.[4] Selain itu, ia juga mengikuti kursus jabatan teritorial pada tahun 1977.[1]

Setahun kemudian, pada tahun 1978, Tinggogoy kembali bertugas di Kobangdiklat sebagai perwira untuk urusan pelatihan di Direktorat Latihan Kobangdiklat. Tinggogoy melatih di Kobangdiklat selama lima tahun dan pada tahun 1983 ia menempuh pendidikan militer lanjutan di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad).[1] Tinggogoy lulus dari Seskoad pada tahun yang sama dan ia menjadi Komandan Batalyon Infanteri 411/Pandawa di Salatiga dengan pangkat Letnan Kolonel.[5] Pada bulan Januari 1984, Tinggogoy diterima sebagai siswa angkatan ke-15 di Sekolah Staf dan Komando Singapura (SCSC).[6] Wakil Menteri Pertahanan Singapura pada saat itu, Yeo Ning Hong, menyebutkan bahwa penerimaan Tinggogoy merupakan permulaan dari penerimaan siswa asing di sekolah tersebut dan bahwa seluruh personel militer dari ASEAN juga dapat mengikuti pendidikan di SCSC.[7]

Tinggogoy lulus dari SCSC setelah menempuh kursus selama tujuh bulan pada tanggal 20 Juli 1984. Koran Singapore Monitor menyebut kelulusan Tinggogoy sebagai suatu "sejarah baru" karena ia merupakan siswa dari luar negeri pertama yang lulus dari SCSC.[8] Tinggogoy meneruskan jabatannya sebagai Komandan Batalyon Infanteri 411/Pandawa hingga tahun 1986[5] dan setelahnya dimutasi ke Markas Besar TNI-AD sebagai Perwira Pembantu Madya Urusan Operasi. Selama menjabat sebagai perwira pembantu, Tinggogoy mengikuti kursus terakhirnya, yakni dalam bidang intelijen strategis, pada tahun 1987.[1]

Penugasan di luar negeri

Pada tahun 1988, Tinggogoy dimutasi ke Kedutaan Besar Republik Indonesia di Perancis (KBRI Prancis) sebagai Atase Pertahanan.[2] Tiga tahun kemudian, Tinggogoy diperintahkan kembali ke Indonesia karena ditunjuk sebagai Wakil Komandan Satuan Perwira Penghubung Militer dalam Misi Pendahuluan PBB di Kamboja (UNAMIC, United Nations Advance Mission in Cambodia). Tinggogoy ditunjuk karena memenuhi sejumlah kriteria yang ditetapkan oleh PBB, di antaranya berasal dari kesatuan infanteri, memiliki kemampuan berdiplomasi dengan pihak Kamboja, dan mampu berbahasa Prancis dan Inggris. Tinggogoy terlebih dahulu berangkat ke Bangkok, Thailand, pada 7 November 1991 untuk melaksanakan hasil-hasil keputusan Konferensi Internasional Paris tentang Kamboja (PICC), mempersiapkan pembentukan Pemerintahan Transisi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Kamboja (UNTAC) dan memantau pelaksanaan gencatan senjata di Kamboja.[4]

Setelah beberapa hari di Thailand, Tinggogoy kemudian berangkat ke Kamboja. Di negara ini, tugas utamanya adalah menjalin hubungan antara UNTAC dengan keempat faksi yang bertikai semenjak Perang Saudara Kamboja dan akan memegang pemerintahan di Kamboja setelah PBB pergi. Tinggogoy memperkirakan bahwa tidak akan ada masalah yang menghambat koordinasi internasional dalam misi UNTAC. Menurutnya, bahaya yang tersisa di Kamboja adalah ranjau darat yang tersebar dalam jumlah banyak.[9] Tinggogoy menyatakan bahwa upaya pembersihan ranjau akan dilakukan selambat-lambatnya pada bulan Maret 1993.[10]

Tinggogoy mengakhiri tugasnya setelah UNTAC berhasil menyelenggarakan pemilihan umum dan mendirikan kerajaan Kamboja pada tahun 1993.[11] Sekembalinya dari Kamboja, Tinggogoy mengikuti Kursus Reguler Angkatan XXVI di Lembaga Ketahanan Nasional dan lulus pada tahun yang sama. Beberapa saat kemudian, Tinggogoy ditetapkan sebagai Perwira Pembantu Organisasi pada Asisten Operasi Markas Besar TNI.[1]

Penugasan sebagai perwira tinggi

Setelah bertugas di Markas Besar TNI, Tinggogoy dimutasikan ke Pusat Bahasa Departemen Pertahanan Keamanan sebagai kepala dari lembaga tersebut (Kapusbasa Hankam). Ia mulai menjabat pada tanggal 15 Agustus 1995[12] dan pangkatnya dinaikkan menjadi Brigadir Jenderal pada tanggal 29 September.[13] Tinggogoy kembali dimutasikan pada bulan Juli 1997 sebagai Koordinator Staf Ahli Kepala Staf Angkatan Darat[14] dan ia menanggalkan jabatannya sebagai Kapusbasa Hankam pada tanggal 16 September.[12] Sesuai dengan jabatan barunya, pangkatnya kembali dinaikkan menjadi Mayor Jenderal pada tanggal 4 Agustus di tahun yang sama.[15]

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat

Ferry Tinggogoy sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

Tinggogoy dilantik sebagai anggota tambahan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 1997–2002 dari fraksi TNI/Polri pada tanggal 7 November 1998.[16] Meskipun dewan ini dibubarkan pada tahun 1999, Tinggogoy tetap bertahan sebagai anggota DPR pada periode selanjutnya, yaitu 1999–2004.[2] Ia digantikan oleh Yahya Secawirya pada tanggal 27 April 2001.[17] Selama berkiprah di DPR, Tinggogoy duduk sebagai wakil ketua dalam Komisi I DPR yang membahas tentang pertahanan, luar negeri, komunikasi dan informatika, dan intelijen.[18]

Konflik Aceh

Selama Tinggogoy menjabat sebagai anggota DPR, muncul wacana mengenai penerapan status darurat sipil akibat aksi-aksi Sentra Informasi Referendum Aceh dan Gerakan Aceh Merdeka. Tinggogoy berpendapat bahwa status tersebut tidaklah relevan dan bahwa DPR sendiri berharap bahwa darurat sipil menjadi pilihan terakhir yang diambil pemerintah untuk mengatasi konflik di Aceh. Ia berharap bahwa pemerintah mengupayakan jalur damai dalam bentuk dialog dan kesepakatan serta melakukan penegakkan hukum yang tegas sebelum mempertimbangkan pilihan darurat sipil.[18][19] Meskipun begitu, ketika pemerintah akhirnya menetapkan status darurat pada tahun 2001, Tinggogoy mendukung kebijakan tersebut dan menyatakan bahwa operasi militer yang dilakukan dalam rangka status darurat tersebut "dilakukan demi menjaga persatuan dan kesatuan bangsa". Ia menolak keberadaan pengamat internasional untuk mengawasi penerapan hak asasi manusia dalam penerapan status darurat tersebut karena menurutnya masalah Aceh adalah masalah nasional Indonesia yang tidak perlu diurus oleh pihak internasional.[20]

Selain melalui jalur militer, pemerintah juga menghadapi permasalahan Aceh melalui jalur hukum. Komisi I yang dipimpin oleh Tinggogoy telah merumuskan sejumlah undang-undang mengenai permasalahan Aceh, seperti mengupayakan 10 butir rekomendasi panitia khusus (Pansus) mengenai masalah Aceh, perpanjangan landasan udara, serta Undang-Undang (UU) Pembentukan Daerah Perdagangan Bebas Sabang. Tinggogoy menyatakan bahwa rumusan undang-undang (RUU) tersebut sudah dibawa ke Presiden, tetapi tidak ada jaminan mengenai waktu penetapannya.[18] UU Pembentukan Daerah Perdagangan Bebas Sabang akhirnya ditetapkan sebagai undang-undang pada tanggal 21 Desember 2000, beberapa waktu setelah RUU tersebut diajukan ke presiden.[21][22]

Konflik Timor Timur

Setelah Timor Timur memisahkan diri dari Indonesia, sejumlah masyarakat Timor Timur mengungsi ke Kota Atambua di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Di tengah proses pengungsian, muncul isu bahwa sejumlah milisi Timor Timur ikut dalam rombongan pengungsi dan akan melancarkan serangan. Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa sendiri telah mengeluarkan Resolusi 1319 pada tanggal 7 September 2000 yang berisi pengutukan atas serangan yang dilakukan oleh milisi Timor Timur di Betun, Timor Barat, dan mendesak Pemerintah Indonesia untuk melucuti dan membubarkan milisi serta memulihkan dan menjamin keamanan di daerah Nusa Tenggara Timur. Sebagai tindak lanjut dari resolusi tersebut, Tinggogoy bersama dengan sejumlah pejabat eksekutif dan legislatif lainnya meninjau kamp-kamp pengungsi di Timor Timur dan menyaksikan pelucutan senjata para milisi.[23][24][25] Dalam perjalanan kerjanya di Timor Timur, Tinggogoy berdialog dengan Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) IX/Udayana Mayor Jenderal Kiki Syahnakri dan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) NTT Brigadir Jenderal John Lalo mengenai masuknya prajurit marinir Amerika Serikat ke Timor Timur.[26] Selain itu, ia juga menerima sejumlah permintaan dari pengungsi Timor Timur agar Pemerintah Indonesia menangani masalah secara serius dan menjamin akomodasi para pengungsi dengan mempercepat proses penempatan kembali para pengungsi.[27]

Tinggogoy mengkritik Resolusi 1319 yang diterbitkan oleh PBB dan meminta agar pemerintah administrasi sementara di Timor Timur, UNTAET, juga mendesak pelucutan senjata untuk kelompok-kelompok bersenjata yang masih berada di Timor Timur.[25] Permintaan yang sama juga disampaikan oleh Tinggogoy kepada komandan pasukan marinir Amerika Serikat di Timor Timur, Letnan Kolonel Anawalt, yang dikirimkan oleh UNTAET. Anawalt menyatakan bahwa ia akan menyampaikan permintaannya kepada atasannya di Dili, ibu kota Timor Timur. Ia juga menyetujui rencana Tinggogoy untuk melibatkan Carlos Filipe Ximenes Belo dan Jose Ramos Horta, dua penerima Nobel Perdamaian dari Timor Timur, dalam penyelesaian masalah pengungsi dan milisi bersenjata.[28] Namun, Tinggogoy kecewa karena UNTAET tidak mengirimkan pejabat UNTAET yang bisa mengambil keputusan dan malah mengirim Anawalt yang notabene hanya bertindak sebagai pengamat militer dan tidak bisa mengambil keputusan.[29]

NAMRU-2

NAMRU-2, sebuah laboratorium riset medis milik Amerika Serikat, ditempatkan di Indonesia untuk meneliti berbagai macam penyakit menular. Namun, pada tahun 2000, muncul polemik mengenai status diplomat yang digunakan oleh para peneliti dari NAMRU-2. Tinggogoy menolak untuk meneruskan status para peneliti sebagai diplomat karena dengan adanya status tersebut, Pemerintah Indonesia tidak dapat melaksanakan pengawasan terhadap para peneliti dan penelitian yang mereka lakukan dan tidak dapat mengenakan bea masuk terhadap mereka.[30]

Selain permasalahan status diplomat, Tinggogoy juga memperlihatkan kejanggalan-kejanggalan dalam kinerja NAMRU-2, seperti ketidakcocokkan antara jumlah peneliti yang berstatus diplomat di NAMRU-2 dan jumlah peneliti yang berasal dari Kedutaan Besar Amerika Serikat. Menurutnya, berdasarkan Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik, kedutaan besar tidak boleh melakukan penelitian dalam bentuk apa pun.[30]

Tinggogoy sendiri menyatakan bahwa proyek NAMRU-2 sejak awal telah banyak merugikan kedaulatan dan pertahanan Indonesia. Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono dan Menteri Luar Negeri Alwi Shihab telah meminta agar operasi NAMRU-2 dihentikan, tetapi tidak ada tindak lanjut dari NAMRU-2 mengenai permintaan tersebut. Tinggogoy meminta agar Dewan Perwakilan Rakyat secara aktif ikut dalam penyelesaian permasalahan dan meminta pemerintah untuk "memperkuat posisi dasar dengan memasukkan pasal untuk melindungi kepentingan nasional Republik Indonesia, khususnya yang menyangkut aspek keamanan nasional, dan kedudukan perwakilan kedutaan".[30]

Bakal calon Gubernur Sulawesi Utara

Beberapa saat setelah ia ditugaskan untuk menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat, nama Tinggogoy masuk ke dalam bursa calon Gubernur Sulawesi Utara. Ia digadang-gadang akan menggantikan E.E. Mangindaan yang akan mengakhiri masa jabatannya pada tanggal 1 Maret 2000. Meskipun begitu, nama Tinggogoy pada akhirnya tidak lolos sebagai calon gubernur.[31]

Pengunduran diri dari DPR

Akibat sejumlah tindakan Presiden Abdurrahman Wahid yang mencopot sejumlah pejabat tinggi TNI dan Polri yang tidak mendukung proses reformasi militer dan kepolisian, perwira-perwira tinggi TNI dan Polri yang duduk di Dewan Perwakilan Rakyat mulai menolak untuk bekerja sama dengan presiden. DPR lalu membentuk sebuah komisi khusus untuk menyelidiki keterlibatan presiden dalam kasus korupsi Buloggate dan Bruneigate dan dengan tujuan akhir untuk memakzulkannya. Meskipun begitu, pandangan-pandangan Wahid yang moderat dan pluralis dalam bidang keagamaan membuat sejumlah perwira TNI, termasuk Tinggogoy, menjadi bersimpati kepadanya. Sikap Tinggogoy yang cenderung menolak kepada upaya pemakzulan tersebut membuatnya diberhentikan dari jabatannya sebagai anggota dewan. Tinggogoy akhirnya mengundurkan diri dari jabatannya dan digantikan oleh Mayjen Yahya Secawirya pada tanggal 27 April 2001, beberapa saat sebelum pemungutan suara mengenai pemakzulan Wahid dilaksanakan.[17][32]

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa

Setelah mengundurkan diri dari keanggotaan DPR, Tinggogoy ditunjuk Abdurrahman Wahid sebagai Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) dan Dewan Tanfidz Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) untuk wilayah Sulawesi Utara. Meskipun PKB dikenal secara umum sebagai partai Islam dan Tinggogoy adalah seorang non-Islam, penunjukkan Tinggogoy merupakan salah satu upaya Abdurrahman Wahid untuk membuat PKB menjadi lebih terbuka bagi semua golongan.[33] Lebih lanjut, Abdurrahman Wahid juga menyatakan bahwa partainya adalah partai sekuler dan membutuhkan suara kelompok non-Muslim dan minoritas agar dapat memenangkan pemilihan umum Indonesia pada tahun 2004.[34] Meskipun pada masa itu terjadi dualisme partai antara PKB besutan Abdurrahman Wahid dengan Matori Abdul Djalil, kubu Matori tetap mengakomodasi suara non-Muslim seperti halnya Abdurrahman Wahid.[33]

Dalam Muktamar Luar Biasa PKB pada bulan Juli 2003, Tinggogoy ditunjuk sebagai salah satu formatur untuk Dewan Tanfidz DPP PKB.[35][36] Dalam formatur yang terdiri dari tujuh orang itu, Tinggogoy mewakili PKB dari wilayah Indonesia Timur dan golongan non-Muslim.[37] Dalam pemilihan presiden pada tahun 2004, Tinggogoy mendukung pasangan Wiranto dan Salahuddin Wahid setelah calon yang diajukan PKB, Abdurrahman Wahid dan Marwah Daud Ibrahim, tidak lolos karena faktor kesehatan.[38] Setelah Wiranto dan Salahuddin Wahid kalah dalam putaran pertama, Tinggogoy mewakili DPW PKB se-Indonesia Timur mendukung Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden.[39]

Tinggogoy dicalonkan sebagai anggota DPR dari Partai Kebangkitan Bangsa untuk daerah pemilihan Sulawesi Utara dalam pemilihan umum legislatif Indonesia 2004. Tinggogoy memperoleh 13.745 suara dalam pemilihan umum tersebut dan ia tidak lolos ambang batas suara untuk menjadi anggota DPR.[40]

Pemilihan Gubernur Sulawesi Utara 2005

Gugatan terhadap Undang-Undang Pemerintahan Daerah

Dalam Pemilihan Gubernur Sulawesi Utara tahun 2005, Tinggogoy menjadi salah satu bakal calon. Pada awal pemilihan gubernur, Tinggogoy memiliki sedikit pendukung di Sulawesi Utara dan hanya didukung oleh partainya, Partai Kebangkitan Bangsa, yang notabene tidak memiliki kursi di DPRD Sulawesi Utara. Sesuai dengan penjelasan Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang berlaku saat itu, partai politik yang bisa mencalonkan kepala daerah adalah partai yang memiliki kursi di DPRD,[a] sehingga partai Tinggogoy tidak dapat mencalonkannya sebagai gubernur. Namun, pada Februari 2005, Tinggogoy mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap penjelasan dalam undang-undang tersebut karena dianggap bertentangan dengan Pasal 59 itu sendiri.[42] Menurutnya, penjelasan undang-undang tersebut hanya menguntungkan tiga partai besar pada masa Orde Baru saja[43] dan akan menutup kesempatan bagi orang-orang berkompetensi di luar partai tersebut untuk mengikuti pemilihan gubernur.[44]

Dalam sidang uji materi pertama yang diadakan pada tanggal 8 Maret 2005, Tinggogoy menghadirkan mantan Menteri Otonomi Daerah Ryaas Rasyid sebagai saksi ahli. Ryaas menyatakan bahwa pasal dalam UU tersebut "membatasi hak-hak konstitusi warga negara, baik sebagai pribadi maupun badan hukum partai politik untuk mencalonkan dan dicalonkan sebagai kepala daerah".[45] Pada tanggal 22 Maret, MK menyatakan bahwa penjelasan Pasal 59 ayat (1) dalam UU No. 32 Tahun 2004 bertentangan dengan hak konstitusional untuk dipilih dan membatalkan penjelasan Pasal 59 ayat (1) tersebut.[42]

Kampanye dan hasil pemilihan

Penghapusan penjelasan pasal tersebut memungkinkan partai-partai kecil non-DPRD untuk bergabung dan mengusulkan calonnya sendiri. Tinggogoy memperoleh dukungan dari 17 partai kecil di Sulawesi Utara, di antaranya Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Bulan Bintang. Tinggogoy memilih Hamdi Paputungan, seorang bankir dari Bolaang Mongondow, sebagai calon wakil gubernurnya.[46] Kampanye-kampanye Tinggogoy dalam pemilihan gubernur tersebut menekankan keterlibatannya dalam misi PBB ke Bosnia Herzegovina dan Kambodia dan keterlibatannya sebagai juru damai di Filipina pada tahun 2005. Meskipun begitu, Tinggogoy dianggap tidak memiliki peluang menang melawan Sinyo Harry Sarundajang, calon terpopuler dalam pemilihan gubernur tersebut.[47]

Pemilihan gubernur digelar pada tanggal 20 Juni 2005.[48] Dalam rapat pleno rekapitulasi perhitungan suara yang dilakukan pada tanggal 29 Juni,[49] Ferry Tinggogoy dan Hamdi Paputungan menempati urutan kedua dengan 240.919 suara atau 20,89 persen dari total suara keseluruhan.[50] Tinggogoy melakukan gugatan terhadap hasil yang ditetapkan KPU, tetapi gugatan ini ditolak oleh Mahkamah Agung (MA) karena gugatan lebih berfokus pada proses penyelenggaraan pemilihan dan bukan proses pemungutan suara.[51] Tinggogoy menyatakan kekecewaannya terhadap putusan tersebut karena MA tidak mempertimbangkan kesalahan formulir penetapan gubernur/wakil gubernur terpilih yang dilaporkan olehnya.[52]

Sekretaris Jenderal APPSI

Tinggogoy terpilih sebagai Sekretaris Jenderal Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) untuk periode 2003–2007 dalam Musyawarah Nasional APPSI di Hotel Horison, Bandung, pada tanggal 27 Mei 2003.[53] Selama menjabat sebagai Sekjen, Tinggogoy memulai kerjasama antara APPSI dengan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dalam bidang informasi konstitusi, sosialisasi tentang peranan, tugas dan wewenang MK, penelitian tentang kehidupan berkonstitusi warga negara, dan pengkajian tentang berbagai isu ketatanegaraan dan konstitusi melalui diskusi, seminar maupun lokakarya.[54] Salah satu hasil yang dicapai melalui kerjasama ini adalah penerjemahan undang-undang dasar Republik Indonesia ke dalam bahasa-bahasa daerah di Indonesia.[55]

Anggota Dewan Perwakilan Daerah

Tinggogoy sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Daerah.

Tinggogoy mencalonkan dirinya sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari daerah pemilihan Sulawesi Utara pada pemilihan umum legislatif Indonesia tahun 2009. Dalam pemilihan umum tersebut, Tinggogoy ditetapkan sebagai calon nomor 7.[56] Tinggogoy memperoleh 124.323 suara yang menempatkannya sebagai peringkat ketiga dalam pemilihan tersebut. Ia pun dinyatakan terpilih sebagai anggota DPD periode 2009–2014.[57]

Beberapa saat setelah dilantik sebagai anggota DPD, Tinggogoy masuk ke dalam Badan Kehormatan (BK) DPD dan terpilih sebagai ketua dari badan tersebut.[58] Ia berpindah tugas dari BK DPD ke Komisi I DPD setahun kemudian dan terpilih sebagai wakil ketua dari komisi tersebut.[59] Setelah berkiprah selama setahun di komisi tersebut, Tinggogoy kembali ke BK DPD sebagai anggota biasa.[60]

Kasus Ahmad Farhan Hamid

Ahmad Farhan Hamid, seorang anggota DPD yang merupakan mantan anggota Partai Amanat Nasional, mencalonkan dirinya sebagai Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat dari unsur DPD dan didukung oleh anggota DPR dari bekas partainya tersebut. Pencalonannya tersebut menimbulkan kontroversi dikalangan anggota lainnya karena tidak adanya restu dari pimpinan DPD. DPD sendiri telah mencalonkan dua nama sebagai wakil ketua, yakni Aksa Mahmud dan Djan Faridz. Meskipun pada akhirnya Farhan terpilih sebagai Wakil Ketua MPR dari unsur DPD, banyak anggota DPD yang mengkritiknya. Tinggogoy, selaku anggota DPD, meminta agar Farhan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Wakil Ketua MPR.[61] Kalangan DPD menyatakan menolak pengangkatan Hamid sebagai Wakil Ketua MPR karena bertentangan dengan tata tertib DPD. Akibatnya, Farhan kemudian dilaporkan kepada Badan Kehormatan (BK) DPD yang diketuai oleh Tinggogoy pada saat itu.[62] Namun, laporan itu beberapa hari kemudian ditolak karena, menurut Tinggogoy, berkas yang diberikan kepadanya kurang lengkap.[63]

Wafat

Tinggogoy wafat pada pukul 15.30 tanggal 25 Februari 2013 di RSPAD Gatot Subroto.[64] Sebelum meninggal, Tinggogoy telah menjalani cuci darah sejak September 2012. Ia dibawa ke ICU pada tanggal 20 Februari dikarenakan komplikasi ginjal. Menurut anaknya, Tinggogoy meninggal karena pendarahan di usus dan gagal ginjal.[65] Jenazahnya disemayamkan di Gedung Nusantara DPD RI pada tanggal 27 Februari dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata di hari yang sama.[64]

Keluarga

Tinggogoy menikah dengan Lenny Helena Makalew. Pasangan tersebut memiliki tiga orang anak yang bernama Andy Tinggogoy, Anna Tinggogoy, dan Rinny Tinggogoy.[2]

Catatan

  1. ^ Pasal 59 ayat (1) berbunyi, "Peserta pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah pasangan calon yang diusulkan secara berpasangan oleh partai politik atau gabungan partai politik." Sementara itu, penjelasan Pasal 59 ayat (1) berbunyi, "Partai politik atau gabungan partai politik dalam ketentuan ini adalah partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi di DPRD."[41]

Referensi

  1. ^ a b c d e f g "Gubernur Sulut melayat Ferry Tinggogoy". Antara. 26 Februari 2013. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 April 2021. Diakses tanggal 29 April 2021. 
  2. ^ a b c d e Buku lampiran XII Pemilihan Umum 1999: Ringkasan Riwayat Hidup dan Riwayat Perjuangan Anggota DPR/MPR Hasil Pemilihan Umum Tahun 1999. Jakarta: Komisi Pemilihan Umum. 1999. hlm. 467. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 April 2021. Diakses tanggal 29 April 2021. 
  3. ^ "Kapuspen Jadi Anggota MPR". Tempo. 1 Oktober 1988. Diarsipkan dari versi asli tanggal 22 Mei 2021. Diakses tanggal 8 Juni 2021. 
  4. ^ a b "Dua Perwira Indonesia Berangkat ke Bangkok". Kompas. 8 November 1991. hlm. 1. Diakses tanggal 29 April 2021. 
  5. ^ a b "Pejabat Komandan Yonif Mekanis Raider 411/Pandawa". Yonif Mekanis Raider 411. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 April 2021. Diakses tanggal 29 April 2021. 
  6. ^ SAFTI 50 (PDF). Singapore City: SAFTI Military Institute. 2016. hlm. 106. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 29 April 2021. Diakses tanggal 29 April 2021. 
  7. ^ "Dr Yeo calls for stronger Asean to deter aggression". The Straits Times. 21 Juli 1984. hlm. 1. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 April 2021. Diakses tanggal 30 April 2021. 
  8. ^ "History made at SAF course as two foreigners graduate". Singapore Monitor. 21 Juli 1984. hlm. 3. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 April 2021. Diakses tanggal 30 April 2021. 
  9. ^ "Tugas UNAMIC Bisa Lebih dari Setahun". Kompas. Jakarta. 11 November 1991. hlm. 9. Diakses tanggal 30 April 2021. 
  10. ^ "Army Mineclearing Task Force Sent to Cambodia". Bangkok Post. Bangkok. 3 Februari 1992. hlm. 1. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 April 2021. Diakses tanggal 30 April 2021. 
  11. ^ "UNTAC HISTORY". Diarsipkan dari versi asli tanggal 14 September 2009. Diakses tanggal 16 July 2010. 
  12. ^ a b "Badan Pendidikan dan Pelatihan Kemhan RI". Kementerian Pertahanan RI. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 April 2021. Diakses tanggal 29 April 2021. 
  13. ^ "27 Pati ABRI Naik Pangkat". Kompas. 30 September 1995. hlm. 11. Diakses tanggal 30 April 2021. 
  14. ^ "ABRI Lakukan Validasi Organisasi: 298 Perwira Tinggi Dimutasikan". Kompas. 19 Juli 1997. hlm. 1. Diakses tanggal 30 April 2021. 
  15. ^ "Seluruh Pangdam agar Tindak Prajurit Tidak Berdisiplin". Kompas. 5 Agustus 1997. hlm. 14. Diakses tanggal 30 April 2021. 
  16. ^ "Edi Sudradjat dan Prabowo Dilepas dari MPR". Kompas. 9 November 1998. hlm. 6. Diakses tanggal 30 April 2021. 
  17. ^ a b "TNI Membantah Pergantian Anggota Fraksi TNI/Polri Dadakan". Liputan 6. 28 April 2001. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 April 2021. Diakses tanggal 30 April 2021. 
  18. ^ a b c "Ferry Tinggogoy: Status Darurat Sipil Hanya Wacana". Liputan 6. 26 November 2000. Diakses tanggal 5 Juni 2021. 
  19. ^ "Serambi Mekah Berkalang Tanah". Liputan 6. 27 November 2000. Diakses tanggal 5 Juni 2021. 
  20. ^ "Operasi Militer untuk Merangkul Aceh". Liputan 6. 21 Maret 2001. Diakses tanggal 5 Juni 2021. 
  21. ^ "Nasib Aceh di Tangan Tujuh Presiden: Perang dan Damai, Lalu Apa?". Kumparan. 19 Oktober 2019. Diarsipkan dari versi asli tanggal 10 Juni 2021. Diakses tanggal 20 Juni 2021. 
  22. ^ Pemerintah Indonesia (21 Desember 2000), Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang menjadi Undang-Undang (PDF), Jakarta: Sekretariat Kabinet 
  23. ^ "DPR Meninjau Pengungsi Timtim di Atambua". Liputan 6. 22 September 2000. Diakses tanggal 8 Juni 2021. 
  24. ^ "Pelucutan Senjata Milisi Sempat Memanas". Liputan 6. 24 September 2000. Diakses tanggal 8 Juni 2021. 
  25. ^ a b "RI Seyogianya Komplain Balik ke PBB". Kompas. Kupang. 22 September 2000. Diakses tanggal 8 Juni 2021. 
  26. ^ "Marinir AS Masuk: TNI Tingkatkan Kewaspadaan di Sekitar Timtim". Kompas. 20 September 2000. hlm. 6. Diakses tanggal 8 Juni 2021. 
  27. ^ "Warga Timtim Minta Pemerintah Serius Tangani Pengungsi: Sudah 642 Tewas". Kompas. 20 September 2000. hlm. 10. Diakses tanggal 8 Juni 2021. 
  28. ^ "Penyelesaian Masalah Pengungsi Timtim: Uskup Belo dan Ramos Horta Harus Jadi Motor". Kompas. 19 September 2000. hlm. 6. Diakses tanggal 8 Juni 2021. 
  29. ^ "Falintil Juga Harus Dilucuti". Kompas. 21 September 2000. hlm. 6. Diakses tanggal 8 Juni 2021. 
  30. ^ a b c "Status Diplomat Peneliti AS di NAMRU-2". Kompas. 12 September 2000. hlm. 11. Diakses tanggal 8 Juni 2021. 
  31. ^ "Ramai, Bursa Calon Gubernur Sulut". Kompas. 18 September 1999. hlm. 19. Diakses tanggal 7 Juni 2021. 
  32. ^ Nainggolan, Poltak (2011). "The Indonesian military response to reform in democratic transition: a comparative analysis of three civilian regimes 1998-2004". Albert-Ludwigs Universität Freiburg. Breisgau: 178, 240. 
  33. ^ a b "Ferry Tinggogoy: PKB Kuningan Demokratis dan Terbuka". Liputan 6. 19 Januari 2002. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 April 2021. Diakses tanggal 30 April 2021. 
  34. ^ Siboro, Tiarma (7 Februari 2004). "PKB Looking For Support of Minority, Non-Muslims". Jakarta Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 April 2021. Diakses tanggal 30 April 2021. 
  35. ^ "Alwi Shihab Ketua Umum DPP PKB". Tempo (dalam bahasa Inggris). 16 Juli 2003. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 April 2021. Diakses tanggal 30 April 2021. 
  36. ^ "Alwi Shihab Ketua Umum PKB Kuningan". Liputan 6. 20 Januari 2002. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 April 2021. Diakses tanggal 30 April 2021. 
  37. ^ Gus Dur, santri par excellence: teladan sang guru bangsa. Penerbit Buku Kompas. 2010. hlm. 305. ISBN 978-979-709-461-4. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 April 2021. Diakses tanggal 30 April 2021. 
  38. ^ "Rakor DPW PKB Pertanyakan Dukungan ke Wiranto". Detik News. 29 Mei 2004. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 April 2021. Diakses tanggal 30 April 2021. 
  39. ^ "PKB Indonesia Timur dan Jatim Dukung SBY-Kalla". Detik News. 31 Agustus 2004. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 April 2021. Diakses tanggal 30 April 2021. 
  40. ^ "Perolehan Suara Caleg per Daerah Pemilihan per Parpol". Komisi Pemilihan Umum. 2004. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 Oktober 2005. Diakses tanggal 30 April 2021. 
  41. ^ Pemerintah Indonesia (2004), Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (PDF), Jakarta: Sekretariat Negara 
  42. ^ a b "MK Hapus Penjelasan Pasal yang Membatasi Hak Mengajukan Calon Peserta Pilkada". Hukum Online. 22 Maret 2005. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 April 2021. Diakses tanggal 30 April 2021. 
  43. ^ "UU Pilkada Hanya Untungkan 3 Parpol Orba". Detik News. 24 Februari 2005. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 April 2021. Diakses tanggal 30 April 2021. 
  44. ^ "Pasal 59 UU Pemerintahan Daerah Hanya Untungkan Partai Besar". Hukum Online. 26 Februari 2005. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 April 2021. Diakses tanggal 30 April 2021. 
  45. ^ "UU Pemda Batasi Kesempatan Warga Menjabat Kepala Daerah". Tempo (dalam bahasa Inggris). 8 Maret 2005. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 April 2021. Diakses tanggal 30 April 2021. 
  46. ^ "KPUD Tetapkan 5 Pasang Calon Gubernur Sulut". Detik News. 25 April 2005. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 April 2021. Diakses tanggal 29 April 2021. 
  47. ^ Bunte, Marco; Ufen, Andreas (21 Agustus 2008). Democratization in Post-Suharto Indonesia (dalam bahasa Inggris). Routledge. hlm. 129, 136, 140, 142. ISBN 978-1-134-07088-6. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 April 2021. Diakses tanggal 30 April 2021. 
  48. ^ "Pemilihan Gubernur Sulut Digelar, Ribuan Warga Tak Terdaftar". Detik News. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 April 2021. Diakses tanggal 30 April 2021. 
  49. ^ "Partai Golkar Tumbang di Sulawesi Utara". Tempo. 29 Juni 2005. Diakses tanggal 8 Juni 2021. 
  50. ^ "Pimpin Sulawesi Utara 2009-2010". Tokoh Indonesia. 5 Juli 2005. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 April 2021. Diakses tanggal 30 April 2021. 
  51. ^ "MA Tolak Keberatan Pilkada Sulawesi Utara". Tempo. 29 Juli 2005. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 April 2021. Diakses tanggal 30 April 2021. 
  52. ^ "MA Menolak Permohonan Keberatan Pilkada Sulut". Hukum Online. 28 Juli 2005. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 April 2021. Diakses tanggal 30 April 2021. 
  53. ^ "Dewan Pengurus Baru APPSI". APPSI. Bandung. 2003. Diakses tanggal 8 Juni 2021. 
  54. ^ "MK Teken Surat Perjanjian Kerjasama dengan APPSI". Detik News. Diakses tanggal 8 Juni 2021. 
  55. ^ "UUD Versi Bahasa Daerah Disosialisasikan". Detik News. Diakses tanggal 8 Juni 2021. 
  56. ^ "Sulawesi Utara". Viva. 13 Maret 2009. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 April 2021. Diakses tanggal 30 April 2021. 
  57. ^ "Daftar Terpilih Anggota Dewan Perwakilan Daerah Pemilihan Umum Tahun 2009" (PDF). Komisi Pemilihan Umum. 2009. hlm. 26. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 11 April 2021. Diakses tanggal 30 April 2021. 
  58. ^ "Farhan Hamid Disoraki di Paripurna DPD". Kompas. 21 Oktober 2009. Diakses tanggal 9 Juni 2021. 
  59. ^ "DPD Rombak Pimpinan Alat Kelengkapan". JPNN. 21 Agustus 2010. Diakses tanggal 9 Juni 2021. 
  60. ^ "FX Tinggogoy Meninggal, DPD Berduka". Berita Satu. Diakses tanggal 9 Juni 2021. 
  61. ^ "DPD wants Farhan Hamid `to be a gentleman'". The Jakarta Post (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 9 Juni 2021. 
  62. ^ "Farhan Dilaporkan Ke BK DPD Besok". Detik News. Diakses tanggal 9 Juni 2021. 
  63. ^ "BK DPD Belum Proses Farhan Hamid". JPNN. 21 Oktober 2009. Diakses tanggal 9 Juni 2021. 
  64. ^ a b "Senator Asal Sulut Tutup Usia, DPD Gelar Upacara Sebelum Pemakaman". Detik News. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 April 2021. Diakses tanggal 30 April 2021. 
  65. ^ "Anggota DPD Asal Sulut Meninggal Akibat Gagal Ginjal". JPNN. 26 Februari 2013. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 April 2021. Diakses tanggal 30 April 2021.