Lompat ke isi

Wayang

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 22 Februari 2022 04.31 oleh Insekai (bicara | kontrib)
Teater Wayang
Pertunjukan wayang kulit oleh dalang terkenal Indonesia, Ki Manteb Soedharsono
NegaraIndonesia
KriteriaSeni pertunjukan, Kerajinan tradisional
Referensi063
KawasanAsia dan Pasifik
Sejarah Inskripsi
Inskripsi2008 (sesi ke-3rd)
DaftarDaftar Perwakilan

Wayang kulit, wayang klithik, dan wayang golek
Batara Guru (Siwa) dalam bentuk seni wayang Jawa.
Wayang Bali.

Wayang (berasal dari bahasa Jawa: ꦮꦪꦁ, translit. wayang, har. 'bayangan') adalah seni pertunjukkan tradisional asli Indonesia yang berasal dan berkembang pesat di pulau Jawa dan Bali.

UNESCO, lembaga yang membawahi kebudayaan dari PBB, pada 7 November 2003 menetapkan wayang sebagai pertunjukan boneka bayangan tersohor dari Indonesia, sebuah Warisan Mahakarya Dunia yang Tak Ternilai dalam Seni Bertutur (bahasa Inggris: Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity).[1][2][3]

Sampai saat ini, catatan awal yang bisa didapat tentang pertunjukan wayang berasal dari Prasasti Balitung pada Abad ke 4 yang berbunyi si Galigi mawayang.

Ketika agama Hindu masuk ke Indonesia dan menyesuaikan kebudayaan yang sudah ada, seni pertunjukan ini menjadi media efektif menyebarkan agama Hindu. Pertunjukan wayang menggunakan cerita Ramayana dan Mahabharata.

Para Wali Songo di Jawa, sudah membagi wayang menjadi tiga. Wayang Kulit di timur, wayang wong di Jawa Tengah dan wayang golek di Jawa Barat. Adalah Raden Patah dan Sunan Kali Jaga yang berjasa besar. Carilah wayang di Jawa Barat, golek ono dalam bahasa jawi, sampai ketemu wong nya isinya yang di tengah, jangan hanya ketemu kulit nya saja di Timur di wetan wiwitan. Mencari jati diri itu di Barat atau Kulon atau kula yang ada di dalam dada hati manusia. Maksud para Wali terlalu luhur dan tinggi filosofi nya. Wayang itu tulen dari Jawa asli, pakeliran itu artinya pasangan antara bayang bayang dan barang aslinya. Seperti dua kalimah syahadat. Adapun Tuhan masyrik wal maghrib itu harus diterjemahkan ke dalam bahasa jawa dulu yang artinya wetan kawitan dan kulon atau kula atau saya yang ada di dalam. Carilah tuhan yang kawitan pertama dan yang ada di dalam hati manusia. (sik)

Demikian juga saat masuknya Islam, ketika pertunjukan yang menampilkan “Tuhan” atau “Dewa” dalam wujud manusia dilarang, munculah boneka wayang yang terbuat dari kulit sapi, di mana saat pertunjukan yang ditonton hanyalah bayangannya saja. Wayang inilah yang sekarang kita kenal sebagai wayang kulit. Untuk menyebarkan Islam, berkembang juga wayang Sadat yang memperkenalkan nilai-nilai Islam.

Ketika misionaris Katolik, Bruder Timotheus L. Wignyosubroto, FIC pada tahun 1960 dalam misinya menyebarkan agama Katolik, ia mengembangkan Wayang Wahyu, yang sumber ceritanya berasal dari Alkitab.

Jenis-jenis wayang

Jenis-jenis wayang menurut bahan pembuatan

Wayang Kulit

Wayang Bambu

  1. Wayang Golek Langkung

Wayang Kayu

  1. Wayang Golek/Wayang Thengul
  2. Wayang Menak
  3. Wayang Papak/Wayang Cepak
  4. Wayang Klithik
  5. Wayang Timplong
  6. Wayang Potehi
  7. Wayang Golek Techno
  8. Wayang Ajen

Wayang Orang

  1. Wayang Gung
  2. Wayang Topeng

Wayang Motekar

Wayang potehi

Wayang Rumput

Wayang suket merupakan bentuk tiruan dari berbagai figur wayang kulit yang terbuat dari rumput (bahasa Jawa: suket). Wayang suket biasanya dibuat sebagai alat permainan atau penyampaian cerita perwayangan pada anak-anak di desa-desa Jawa.

Untuk membuatnya, beberapa helai daun rerumputan dijalin lalu dirangkai (dengan melipat) membentuk figur serupa wayang kulit. Karena bahannya, wayang suket biasanya tidak bertahan lama.

Seniman asal Tegal, Slamet Gundono, dikenal sebagai tokoh yang berusaha mengangkat wayang suket pada tingkat pertunjukan panggung.

Bahkan jika menyebut wayang suket, sekarang sudah lekat dengan pertunjukan wayangnya Slamet Gundono lulusan STSI Pedalangan yang kini menetap di Solo. Wayang Suket slamet Gundono, awalnya bermediakan wayang yang terbuat dari suket, tetapi Slamet Gundono lebih mengandalkan unsur teatrikal dan kekuatan berceritera. Dalam pementasan wayang suketnya, Slamet Gundono menggunakan beberapa alat musik yang terdiri dari gamelan, alat petik, tiup dan beberapa alat musik tradisi lainnya.

Slamet juga dibantu beberapa pengrawit, penari yang merangkap jadi pemain, untuk melengkapi pertunjukannya. Seting panggungnya berubah-ubah sesuai tema yang ditentukan.

Media bertutur Slamet Gundono tidak hanya wayang suket tetapi juga wayang kulit dan kadang memakai dedaunan untuk dijadikan tokoh wayang.

Kehebatan bertutur (pendongeng) dalang satu ini sudah tidak diragukan lagi. Banyak kalangan Dalang muda yang memuji kemampuan bertutur Slamet Gundono. Misalnya Ki Sigit Ariyanto; " Jangkan dengan wayang, dengan pecahan genteng atau serpihan plastik Gundono dapat mendalang dengan baik". Bahkan menurut Ki Bambang Asmoro, dengan media yang ada, Slamet Gundono bisa menuntun penonton ke dalam imajinasi yang lebih dalam, sehingga roh atau esensi wayang sebagai pertunjukan bayangan "wewayanganing aurip" menjadi lebih bermakna dan multi tafsir.

Wayang Motekar

Wayang Motekar adalah sejenis pertunjukan teater bayang-bayang atau di dalam kebudayaan Sunda, Jawa, dan Indonesia pada umumnya dikenal dengan sebutan wayang kulit.

Tapi, bedanya, jika wayang kulit atau seperti semua bentuk shadow puppet itu berupa pertunjukan bayang-bayang (shadow) satu warna hitam; sedangkan Wayang Motekar telah menemukan teknik baru sehingga bayang-bayang wayang itu bisa tampil dengan warna penuh. Kemungkinan itu terjadi karena prinsip dasar Wayang Motekar menggunakan bahan plastik, pewarna transparan, dan sistem cahaya dan layar khusus.

Wayang Motekar ditemukan dan dikembangkan oleh Herry Dim setelah melewati eksperimen lebih dari delapan tahun (1993 - 2001). Kali pertama dipentaskan di Bandung pada 30 Juni 2001, saat itu diberi nama oleh Arthur S Nalan dengan sebutan “gambar motekar,” dan pada perkembangan berikutnya Prof. Dr. Yus Rusyana menambahkan sebutan “teater kalangkang” sehingga menjadi “Teater Kalangkang Gambar Motekar.”

Kini, demi mendapatkan nama yang lebih singkat serta langsung terhubung kepada induk keseniannya, maka disebut Wayang Motekar. Pada awalnya adalah pertunjukan Meta Teater (1991-1992) yang antara lain menggunakan alat OHP (Overhead Projector). Setelah pertunjukan tersebut, Herry Dim melakukan uji-coba membuat sejumlah wayang untuk dimainkan di atas OHP.

Seluruh eksperimen berlangsung di Studio Pohaci, Bandung, bersama penggagas utamanya yaitu Herry Dim. Di kemudian hari, 1997, barulah eksperimen ini melibatkan pula M. Tavip hingga kemudian ditemukan moda “wayang motekar” seperti yang kita kenal sekarang, yaitu tidak menggunakan lagi OHP melainkan dengan lampu dan layar khusus.

Setelah ditemukan inilah kemudian kita mengenal “Wayang Tavip” yang dikembangkan oleh M. Tavip; wayang “Kakufi” (kayu, kulit, dan fiber) yang dikembangkan oleh Arthur S. Nalan; sementara Herry Dim bersama Studio Pohaci tetap menggunakan nama Wayang Motekar.*

Jenis-jenis wayang menurut asal daerah

Pertunjukan wayang kulit.

Beberapa seni budaya wayang selain menggunakan bahasa Jawa, bahasa Sunda, dan bahasa Bali juga ada yang menggunakan bahasa Melayu lokal seperti bahasa Betawi, bahasa Palembang, dan bahasa Banjar. Beberapa di antaranya antara lain:

Karakter

Lihat pula

Referensi

Pranala luar