Lompat ke isi

Rukun Islam

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Rukun Islam (bahasa Arab: أركان الإسلام, translit. arkān al-Islām) adalah lima hal dasar yang diajarkan dalam agama Islam. Lima hal tersebut antara lain mengucapkan dua kalimat syahadat, melaksanakan salat, melaksanakan puasa, membayar zakat, dan pergi haji (bagi yang mampu).[1] Kelima rukun itu disebut dalam hadits Jibril.[2]

Terminologi

Rukun Islam berasal dari dua kata yaitu "rukun" dan "Islam". Kata "rukun" merupakan kata yang digunakan oleh para ulama untuk menyebut sesuatu yang menjadi tiang sandaran atau tiang bangunan. Ulama juga menyepakati bahwa rukun ini ada lima berdasarkan pada jumlah sudut-sudut tiang yang ada di dalam Ka'bah yang berjumlah lima. Rukun juga diartikan sebagai keadaan berdampingan, berdekatan, bersanding atau menyatu dengan bagian lain. Kata "Islam" berarti berserah diri untuk memperoleh keselamatan dan kedamaian. Dari kedua makna kata tersebut, rukun Islam diartikan sebagai sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan berserah diri untuk memperoleh keselamatan dan kedamaian yang sifatnya saling berhubungan satu sama lain. Rukun Islam juga dapat diartikan sebagai sesuatu yang harus dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh pengakuan sebagai seorang muslim.[3]

Syahadat

Rukun pertama: Bersaksi tidak ada ilah yang berhak disembah secara hak melainkan Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.

Syahadat (persaksian) memiliki makna mengucapkan dengan lisan, membenarkan dengan hati lalu mengamalkannya melalui perbuatan. Adapun orang yang mengucapkannya secara lisan namun tidak mengetahui maknanya dan tidak mengamalkannya maka tidak ada manfaat sama sekali dengan syahadatnya.

  • Makna "La ilaha Illallah"

Yaitu; tidak ada yang berhak disembah secara haq di bumi maupun di langit melainkan Allah semata. Dialah ilah yang haq (benar). Sedangkan ilah (sesembahan) selain-Nya adalah batil (salah). Ilah maknanya ma’bud (yang diibadahi). Secara harfiah, La ilaha Illallah berarti "Tiada Tuhan selain Allah"

Orang yang beribadah kepada selain Allah adalah kafir dan musyrik terhadap Allah sekalipun yang dia sembah itu seorang nabi atau wali. Sebab orang-orang musyrik yang dulu menyelisihi Rasul, mereka tidak menyembah para nabi dan wali dan orang saleh melainkan dengan memakai alasan ini. Akan tetapi itu merupakan alasan batil lagi tertolak. Sebab mendekatkan diri kepada Allah ta’ala dan bertawasul kepada-Nya tidak boleh dengan cara menyelewengkan ibadah kepada selain Allah. Melainkan hanya dengan menggunakan nama-nama dan sifat-Nya, dengan perantaraan amal saleh yang diperintahkan-Nya seperti salat, shodaqah, zikir, puasa, jihad, haji, bakti kepada orang tua serta lainnya. Demikian pula dengan perantara doanya seorang mukmin yang masih hidup dan hadir di hadapannya ketika mendoakan.

Ibadah beraneka ragam:

Di antaranya doa yaitu memohon kebutuhan di mana hanya Allah yang mampu melakukannya seperti menurunkan hujan, menyembuhkan orang sakit, menghilangkan kesusahan yang tidak mampu dilakukan oleh makhluk. Begitu pula memohon surga dan selamat dari neraka, memohon keturunan, rezeki, kebahagiaan dan sebagainya.
Semua hal tersebut hanya dapat dimohonkan kepada Allah. Siapa yang memohon hal itu kepada makhluk baik masih hidup atau sudah mati berarti ia telah menyembahnya. Allah ta’ala berfirman memerintahkan hamba-hamba-Nya supaya berdoa hanya kepada-Nya berikut mengabarkan bahwa doa itu satu bentuk ibadah. Siapa yang menujukannya kepada selain Allah maka ia termasuk penghuni neraka. “Dan Robmu berfirman:

Berdoalah kepada-Ku, niscaya Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku (yakni berdoa kepada selain-Ku) akan masuk neraka dalam keadaan hina dina (Al Mukmin : 60)

Di antara macam ibadah: Menyembelih binatang, bernadzar dan mempersembahkan hewan kurban.

Tidak sah seseorang melakukan taqarrub (mendekatkan diri kepada Allah) dengan cara menyembelih binatang atau mempersembahkan hewan kurban atau bernazar kecuali hanya ditujukan kepada Allah semata. Barangsiapa menyembelih karena selain Allah seperti orang yang menyembelih demi kuburan atau jin berarti ia telah menyembah selain Allah dan berhak mendapat laknat-Nya.

Di antara bentuk ibadah: Istighotsah (memohon bantuan), istianah (memohon pertolongan) dan istiadzah (memohon perlindungan).

Tidak ada yang boleh dimintai bantuan ataupun pertolongan ataupun perlindungan kecuali Allah saja. Allah ta’ala berfirman dalam Al Qur’an Al Karim:

Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan (Al Fatihah:4)

Katakanlah: Aku berlindung kepada Robb Yang Menguasai Subuh, dari kejahatan makhluk-Nya (Al Falaq:1-2)

Di antara bentuk ibadah: Tawakal, Roja (berharap) dan Khusyu'.

Manusia tidak boleh bertawakal selain kepada Allah, tidak boleh berharap selain kepada Allah, dan tidak boleh khusyu' melainkan kepada Allah semata.
Bentuk menyekutukan Allah di antaranya berdoa kepada selain Allah baik berupa orang-orang yang masih hidup lagi diagungkan atau kepada penghuni kubur. Melakukan thowaf di kuburan mereka dan meminta dipenuhi hajatnya kepada mereka. Ini merupakan bentuk peribadatan kepada selain Allah di mana pelakunya bukan lagi disebut sebagai seorang muslim sekalipun mengaku Islam, mengucapkan la ila illallah Muhammad rasulullah, mengerjakan salat, berpuasa dan bahkan haji ke baitullah.
  • Makna Syahadat “Muhammad Rasulullah”

Makna syahadat Muhammad Rasulullah adalah mengetahui dan meyakini bahwa Muhammad utusan Allah kepada seluruh manusia, dia seorang hamba biasa yang tidak boleh disembah, sekaligus rasul yang tidak boleh didustakan. Akan tetapi harus ditaati dan diikuti. Siapa yang menaatinya masuk surga dan siapa yang mendurhakainya masuk neraka. Selain itu anda juga mengetahui dan meyakini bahwa sumber pengambilan syariat sama saja apakah mengenai syiar-syiar ibadah ritual yang diperintahkan Allah maupun aturan hukum dan syariat dalam segala sektor maupun mengenai keputusan halal dan haram. Semua itu tidak boleh kecuali lewat utusan Allah yang bisa menyampaikan syariat-Nya. Oleh karena itu seorang muslim tidak boleh menerima satu syariatpun yang datang bukan lewat rasul. Allah ta’ala berfirman:

Apa yang diberikan rasul kepadamu maka terimalah ia dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah (Al Hasyr:7)

Maka demi Robbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuh hati (An Nisa’:65)

Makna kedua ayat:
  1. Pada ayat pertama Allah memerintahkan kaum muslimin supaya menaati Rasul-Nya Muhammad  pada seluruh yang diperintahkannya dan berhenti dari seluruh yang dilarangnya. Karena beliau memerintah hanyalah berdasarkan dengan perintah Allah dan melarang berdasar larangan-Nya.
  2. Pada ayat kedua Allah bersumpah dengan diri-Nya yang suci bahwa sah iman seseorang kepada Allah dan Rasul-Nya hingga ia mau berhukum kepada Rasul dalam perkara yang diperselisihkan antara dia dengan orang lain, kemudian ia puas keputusannya dan menerima dengan sepenuh hati. Rasul SAW bersabda:

Barangsiapa mengerjakan suatu amal yang tidak ada contohnya dari urusan kami maka ia tertolak. Diriwayatkan oleh Muslim dan lainnya Amalan yang dianggap termasuk agama namun tidak ada contohnya dari Rasul dikenal dengan istilah bid'ah.

Sebuah karya seni yang menggambarkan 5 Rukun Islam

Salat

Salat lima waktu sehari semalam yang Allah syariatkan adalah sarana interaksi antara Allah dengan seorang muslim di mana ia bermunajat dan berdoa kepada-Nya. Salat juga untuk menjadi sarana pencegah bagi seorang muslim dari perbuatan keji dan mungkar sehingga ia memperoleh kedamaian jiwa dan badan yang dapat membahagiakannya di dunia dan akhirat.

Allah mensyariatkan dalam salat, suci badan, pakaian, dan tempat yang digunakan untuk salat. Maka seorang muslim membersihkan diri dengan air suci dari semua barang najis seperti air kecil dan besar dalam rangka menyucikan badannya dari najis lahir dan hatinya dari najis batin.

Salat merupakan tiang agama. Ia sebagai rukun terpenting Islam setelah dua kalimat syahadat. Seorang muslim wajib memeliharanya semenjak usia balig (dewasa) hingga mati. Ia wajib memerintahkannya kepada keluarga dan anak-anaknya semenjak usia tujuh tahun dalam rangka membiasakannya. Allah Ta’ala berfirman:

''Sesungguhnya Salat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman (An Nisa: 103)"

Salat wajib bagi seorang muslim dalam kondisi apapun hingga pada kondisi ketakutan dan sakit. Seseorang menjalankan Salat sesuai kemampuannya baik dalam keadaan berdiri, duduk maupun berbaring. Bila ia tidak mampu kecuali sekadar dengan isyarat mata atau hatinya, maka ia boleh Salat dengan isyarat. Rasul SAW mengabarkan bahwa orang yang meninggalkan Salat itu bukanlah seorang muslim entah laki atau perempuan. Ia bersabda:

“Perjanjian antara kami dengan mereka adalah Salat. Siapa yang meninggalkannya berarti telah kafir” (HR.Turmudzi, Nasa'i, Ibnu Majah, dan Ahmad)[4]

Salat lima waktu itu adalah Salat Shubuh, Salat Dhuhur, Salat Ashar, Salat Maghrib dan Salat Isya’.

Waktu Salat Shubuh dimulai dari munculnya Fajar Sadik di ufuk timur dan berakhir saat terbit matahari. Tidak boleh menunda sampai akhir waktunya. Waktu Salat Dhuhur dimulai dari condongnya matahari hingga sesuatu sepanjang bayang-bayangnya. Waktu Salat Ashar dimulai setelah habisnya waktu Salat Dhuhur hingga matahari menguning dan tidak boleh menundanya hingga akhir waktu. Akan tetapi ditunaikan selama matahari masih putih cerah. Waktu Maghrib dimulai setelah terbenamnya matahari dan berakhir dengan lenyapnya senja merah dan tidak boleh ditunda hingga akhir waktunya. Sedang waktu Salat Isya’ dimulai setelah habisnya waktu maghrib hingga akhir malam dan tidak boleh ditunda setelah itu.

Seandainya seorang muslim menunda-nunda sekali salat saja dari ketentuan waktunya hingga keluar waktunya tanpa alasan yang dibenarkan syariat di luar keinginannya maka ia telah melakukan dosa besar. Ia harus bertaubat kepada Allah dan tidak mengulangi lagi.

Puasa

Puasa yang wajib dilaksanakan umat Muslim adalah Puasa pada bulan Ramadan yaitu bulan kesembilan dari bulan hijriyah.
Sifat puasa:

Seorang muslim berniat puasa sebelum waktu shubuh (fajar) terang. Kemudian menahan dari makan, minum dan jima’ (mendatangi istri) hingga terbenamnya matahari kemudian berbuka. Ia kerjakan hal itu selama hari bulan Ramadhan. Dengan itu ia menghendaki ridho Allah ta’ala dan beribadah kepada-Nya.

Dalam puasa terdapat beberapa manfaat tak terhingga. Di antara yang terpenting:

  1. Merupakan ibadah kepada Allah dan menjalankan perintah-Nya. Seorang hamba meninggalkan syahwatnya, makan dan minumnya demi Allah. Hal itu di antara sarana terbesar mencapai takwa kepada Allah ta’ala.
  2. Adapun manfaat puasa dari sudut kesehatan, ekonomi, sosial maka amat banyak. Tidak ada yang dapat mengetahuinya selain mereka yang berpuasa atas dorongan akidah dan iman.

Zakat

Allah telah memerintahkan setiap muslim yang memiliki harta mencapai nisab untuk mengeluarkan zakat hartanya setiap tahun. Ia berikan kepada yang berhak menerima dari kalangan fakir serta selain mereka yang zakat boleh diserahkan kepada mereka sebagaimana telah diterangkan dalam Al Qur’an.

Nisab emas sebanyak 20 mitsqal. Nisab perak sebanyak 200 dirham atau mata uang kertas yang senilai itu. Barang-barang dagangan dengan segala macam jika nilainya telah mencapai nisab wajib pemiliknya mengeluarkan zakatnya manakala telah berlalu setahun. Nisab biji-bijian dan buah-buahan 300 sha’. Rumah siap jual dikeluarkan zakat nilainya. Sedang rumah siap sewa saja dikeluarkan zakat upahnya. Kadar zakat pada emas, perak dan barang-barang dagangan 2,5% setiap tahunnya. Pada biji-bijian dan buah-buahan 10% dari yang diairi tanpa kesulitan seperti yang diairi dengan air sungai, mata air yang mengalir atau hujan. Sedang 5% pada biji-bijian yang diairi dengan susah seperti yang diairi dengan alat penimba air.

Di antara manfaat mengeluarkan zakat menghibur jiwa orang-orang fakir dan menutupi kebutuhan mereka serta menguatkan ikatan cinta antara mereka dan orang kaya.

Haji

Rukun Islam kelima adalah haji (ziarah) ke Baitullah, Mekkah sekali seumur hidup. Bila lebih dari sekali maka merupakan sunnah. Dalam ibadah haji terdapat manfaat tak terhingga:

  1. Pertama, haji merupakan bentuk ibadah kepada Allah ta’ala dengan ruh, badan dan harta.
  2. Kedua, ketika haji kaum muslimin dari segala penjuru dapat berkumpul dan bertemu di satu tempat. Mereka mengenakan satu pakaian dan menyembah satu Robb dalam satu waktu. Tidak ada perbedaan antara pemimpin dan yang dipimpin, kaya maupun miskin, kulit putih maupun kulit hitam. Semua merupakan makhluk dan hamba Allah. Sehingga kaum muslimin dapat bertaaruf (saling kenal) dan taawun (saling tolong menolong). Mereka sama-sama mengingat pada hari Allah membangkitkan mereka semuanya dan mengumpulkan mereka dalam satu tempat untuk diadakan hisab (penghitungan amal) sehingga mereka mengadakan persiapan untuk kehidupan setelah mati dengan mengerjakan ketaatan kepada Allah ta’ala.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Hambali, Muh. (2017). Rusdianto, ed. Panduan Muslim Kaffah Sehari-Hari: Dari Kandungan hingga Kematian. Yogyakarta: Laksana. hlm. 18. ISBN 978-602-407-185-1. 
  2. ^ "Pillars of Islam". Encyclopædia Britannica. Diakses tanggal 2 Mei 2007. 
  3. ^ Ghafur, Wahyono Abdul (2018). Syatibi, Ibi, ed. Tafsir Rukun Islam: Menyelami Makna Spiritual dan Kontekstual Syahadat dan Shalat (PDF). Yogyakarta: Semesta Aksara. hlm. 1. ISBN 978-602-52582-7-5. 
  4. ^ "الموسوعة الحديثية". dorar.net (dalam bahasa Arab). Diakses tanggal 2022-06-14. 

Bacaan lanjutan

  • Syarah Arba’in An Nawawiyah, Syaikh Shalih bin Abdil ‘Aziiz Alu Syaikh
  • Taisir Wushul Ilaa Nailil Ma’mul bi Syarhi Tsalatsatil Ushul, Syaikh Nu’man bin Abdil Kariim Al Watr
  • Al Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil ‘Aziiz Syaikh Abdul ‘azhim Badawi
  • Syarah Aqidah al Wasithiyyah (Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin)

Pranala luar