Sunan Ampel
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
As-Syekh Ali Rahmatullah ( Sunan Ampel ) | |
---|---|
Informasi pribadi | |
Lahir | Ali Rahmatullah |
Meninggal | 1481 |
Agama | Islam |
Pasangan | |
Anak | Pernikahan dengan Dewi Candrawati :
Pernikahan dengan Dewi Karimah :
|
Orang tua |
|
Denominasi | Sunni |
Dikenal sebagai | Wali Songo |
Pemimpin Muslim | |
Pendahulu | Sunan Gresik |
Penerus | Syekh Siti Jenar |
Ali Rahmatullah atau yang dikenal dengan Sunan Ampel adalah seorang wali yang menyebarkan ajaran Islam di Tanah Jawa. Ia lahir pada tahun 1401 di daerah Champa, Vietnam.
Sunan Ampel adalah Putra dari Syekh Maulana Ibrahim Asmoroqondi dengan Dewi Candrawulan. Sunan Ampel juga merupakan keponakan Dyah Dwarawati, istri Bhre Kertabhumi raja Majapahit.
Sejarah
Rekam Jejak
Sunan Ampel (Raden Rahmat) datang ke pulau Jawa pada tahun 1443, untuk menemui bibinya, Dyah Dwarawati. Dyah Dwarawati adalah seorang putri Champa yang menikah dengan raja Majapahit yang bergelar Bhre Kertabhumi.
Sunan Ampel yang makamnya terletak di kampung Ampel, kota Surabaya adalah anggota dewan Wali Songo tertua yang memiliki peranan besar dalam pengembangan dakwah Islam di Jawa dan tempat lain di Nusantara. Dalam historiografi lokal dituturkan bahwa Raden Rahmat datang ke Jawa bersama saudara tuanya yang bernama Ali Musada (Ali Murtadho) dan saudara sepupunya yang bernama Raden Burereh (Abu Hurairah). Menurut Lembaga Riset Islam Pesantren Luhur Sunan Giri Malang dalam Sejarah dan Dakwah Islamiyah Sunan Giri (1975), imam Rahmatullah bersama ayahnya datang ke Jawa dengan tujuan dakwah Islamiyah disertai saudaranya yang bernama Ali Murtadho dan kawannya bernama Abu Hurairah putra Raja Champa. Mereka mendarat di Tuban. Setelah tinggal di Tuban beberapa lama sampai ayahandanya wafat, imam Rahmatullah berangkat ke Majapahit menemui bibinya yang dikawin Raja Majapahit yang masih beragama Buddha. Sementara itu, menurut Djajadiningrat dalam Sejarah Banten (1983) dikisahkan bahwa Raden Rahmat ketika dewasa mendengar tentang peperangan di Jawa. Dengan tiga orang pandhita muda (ulama muda) lainnya, Burereh, Seh Salim, dan saudaranya yang tak di sebut namanya, Raden Rahmat berangkat ka Jawa. Setelah keempat orang tadi berangkat ke Jawa, Champa diruntuhkan oleh seorang kafir dari Sanggora.
Kedatangan Sunan Ampel ke Majapahit diperkirakan terjadi awal dasawarsa keempat abad ke-15, yakni saat Arya Damar sudah menjadi Adipati Palembang sebagaimana riwayat yang menyatakan bahwa sebelum ke Jawa, Raden Rahmat telah singgah ke Palembang. Menurut Thomas W. Arnold dalam The Preaching of Islam (1977), Raden Rahmat sewaktu di Palembang menjadi tamu Arya Damar selama dua bulan, dan dia berusaha memperkenalkan Islam kepada raja muda Palembang itu. Arya Damar yang sudah tertarik kepada Islam itu hampir saja diikrarkan menjadi Islam. Namun, karena tidak berani menanggung risiko menghadapi tindakan rakyatnya yang masih terikat pada kepercayaan lama, ia tidak menyatakan keislamannya di hadapan umum. Menurut cerita setempat, setelah memeluk Islam, Arya Damar memakai nama Ario Abdillah.
Keterangan dari Hikayat Hasanuddin yang dikupas oleh J. Edel (1938) menjelaskan bahwa pada waktu Kerajaan Champa ditaklukkan oleh Raja Koci, Raden Rahmat sudah bermukim di Jawa. Itu berarti Raden Rahmat ketika datang ke Jawa sebelum tahun 1446 Masehi, yakni pada tahun jatuhnya Champa akibat serbuan Vietnam. Hal itu sejalan dengan sumber dari Serat Walisana yang menyatakan bahwa Prabu Brawijaya, Raja Majapahit mencegah Raden Rahmat kembali ke Champa karena Champa sudah rusak akibat kalah perang dengan Kerajaan Koci (myang katuju ing warta/ lamun ing Champa nagari/ mangkya manggih karisakan/ kaser prang lan Nateng Koci//). Penempatan Raden Rahmat di Surabaya dan saudaranya di Gresik, tampaknya memiliki kaitan erat dengan suasana politik di Champa, sehingga dua bersaudara tersebut ditempatkan di Surabaya dan Gresik dan dinikahkan dengan perempuan setempat.
Babad Ngampeldenta menuturkan bahwa pengangkatan resmi Raden Rahmat sebagai imam di Surabaya dengan gelar sunan dan kedudukan wali di Ngampeldenta dilakukan oleh Raja Majapahit. Dengan demikian, Raden Rahmat lebih dikenal dengan sebutan Sunan Ngampel. Menurut sumber legenda Islam yang dicatat H.J. De Graaf & Th.G.Th. Pigeaud dalam Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa: Peralihan dari Majapahit ke Mataram (1986), Raden Rahmat diangkat menjadi imam Masjid Surabaya oleh pejabat Pecat Tandha di Terung bernama Arya Sena. Penempatan Raden Rahmat di Surabaya, selain dilakukan secara resmi oleh Pecat Tandha di Terung juga disertai oleh keluarga-keluarga yang dipercayakan Kerajaan Majapahit untuk dipimpinnya. Menurut Lembaga Riset Islam Pesantren Luhur Sunan Giri Malang (1975), karena hubungan baik dengan Raja Majapahit, Raden Rahmat diberi izin tinggal di Ampel disertai keluarga-keluarga yang diserahkan oleh Raja Majapahit. [1]
Nasab
Berikut Nasab lengkapnya menurut Kajian manuskrip kuno oleh Dzurriyah Walisongo dan isbat nasab oleh Naqobah Internasional nasab Sunan Gunung Jati yang bersambung ke Syekh Jumadil Kubro (Iraq & Uzbekistan):
- Rasulullah SAW.
- Fatimah Az-Zahra
- Husain bin Ali
- Ali Zainal Abidin
- Muhammad al-Baqir
- Ja’far ash-Shadiq
- Musa Al Kadzim
- Ali Ar Ridho
- Muhammad Al Jawad At Taqi
- Ali An Naqi Al Hadi
- Ja'far Az Zaki
- Ali Al Asyqori
- Abdullah
- Ahmad
- Mahmud
- Muhammad
- Ja'far
- Ali
- Husein Jalaluddin Al Bukhori
- Ahmad Al Kabir
- Jalaluddin Husein
- Mahmud Nasiruddin Mahmudinil Kubro
- Jamaluddin Akbar (Jumadil Kubro)
- Ibrahim Asmoroqondi (Samarkand & Tuban)
- Raden Ali Rahmatullah Sunan Ampel
Sumber Silsilah :
- Manuskrip Bangkalan 1624 M
- Manuskrip Tapal Kuda 1650 M
- Manuskrip Pamekasan 1700 M
- Manuskrip Syekh Hasan Muhyi 1787 M
- Tinjauan Kritis Sejarah Banten 1913 M
Berikut Nasab lengkapnya menurut Kitab Tarikh Aulia dari KH Bisri Mustofa [2][3] dan Kitab Syamsu Dzahirah[4]:
- Rasulullah SAW.
- Fatimah Az-Zahra
- Husain bin Ali
- Ali Zainal Abidin
- Muhammad al-Baqir
- Ja’far ash-Shadiq
- Ali Al Uraidhi
- Muhammad an-Naqib
- Isa ar-Rumi
- Ahmad al-Muhajir
- Sayyid Muhammad
- Sayyid Alwi
- Ali Khali’ Qasam
- Muhammad Shahib Mirbath
- Muhammad al-Faqih Muqaddam
- Abdul Malik bin Alwi
- Sayyid Abdullah Azmatkhan
- Husein Jalaluddin Al Bukhori
- Ahmad Al Kabir
- Jalaluddin Husein
- Mahmud Nasiruddin Mahmudinil Kubro
- Jamaluddin Akbar (Jumadil Kubro)
- Ibrahim Asmoroqondi (Samarkand & Tuban)
- Raden Ali Rahmatullah Sunan Ampel
Keturunan
Istri pertama adalah Dyah Candrawati alias Nyai Ageng Manila binti Arya Teja Al-Abbasyi, berputera:
- Maulana Mahdum Ibrahim/Raden Mahdum Ibrahim/( Sunan Bonang )
- Syarifuddin/Raden Qasim/( Sunan Drajat )
- Siti Syari’ah/ Nyai Ageng Maloka/ Nyai Ageng Manyuran
- Siti Muthmainnah
- Siti Hafsah
Istri kedua adalah Dyah Karimah binti Ki Kembang Kuning, melahirkan beberapa anak yaitu [butuh rujukan]:
- Dewi Murtashiyah yang menjadi istri Sunan Giri.[5]
- Dewi Asyiqah/ Dewi Murthasimah Istri Raden Patah
- Raden Husamuddin (Sunan Lamongan)
- Raden Zainal Abidin (Sunan Demak)
- Pangeran Tumapel / Pangeran Lamongan/ Sayyid Maulana Hamzah.
- Raden Faqih ( Sunan Ampel 2 )
Ajaran
Moh limo Mohlimo atau Molimo, Moh (tidak mau), limo (lima), adalah falsafah dakwah Sunan Ampel untuk memperbaiki kerusakan akhlak di tengah masyarakat pada zaman itu yaitu:
- Moh Mabok: tidak mau minum minuman keras, khamr dan sejenisnya.
- Moh Main: tidak mau main judi, togel, taruhan dan sejenisnya.
- Moh Madon: tidak mau berbuat zina, homoseks, lesbian dan sejenisnya.
- Moh Madat: tidak mau memakai narkoba dan sejenisnya.
- Moh Maling: tidak mau mencuri, korupsi, merampok dan sejenisnya.
Makam
Pada tahun 1479, Sunan Ampel mendirikan Mesjid Agung Demak. Dan yang menjadi penerus untuk melanjutkan perjuangan dakwah dia di Kota Demak adalah Raden Zainal Abidin yang dikenal dengan Sunan Demak, dia merupakan putra dia dari istri dewi Karimah.Sehingga Putra Raden Zainal Abidin yang terakhir tercatat menjadi Imam Masjid Agung tersebut yang bernama Raden Zakaria (Pangeran Sotopuro).
Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun 1481 di Demak.[butuh rujukan] Namun, ia dimakamkan di Kota Surabaya, Jawa Timur.[6] Lokasi makamnya berada di Masjid Ampel.[butuh rujukan]
Kutipan
- ^ Sunyoto, Agus (Juni 2016). Atlas Wali Songo. Tangerang Selatan: Pustaka IIMaN dan Lesbumi PBNU. hlm. 191–205. ISBN 978-602-8648-18-9.
- ^ https://jurnalnu.com/index.php/as/article/download/267/128
- ^ https://www.scribd.com/document/412157659/Silsilah-Wali-Songo-Berdasar-Kitab-Tarikh-Al-Auliya-Karya-KH-Mustofa-Bisri
- ^ https://www.laduni.id/kitab/post/read/692/kitab-syamsu-dzahirah
- ^ Mursidi, A., dan Soetopo, D. (Juli 2021). Andriyanto, ed. Toponimi Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Pendekatan Historis (PDF). Klaten: Penerbit Lakeisha. hlm. 112. ISBN 978-623-6322-59-8.
- ^ Sukandar, dkk. (Desember 2016). Profil Desa Pesisir Provinsi Jawa Timur Volume 1 (Utara Jawa Timur) (PDF). Surabaya: Bidang Kelautan, Pesisir, dan Pengawasan, Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur. hlm. 2.
Referensi
- Ahmad Asep Abdul Aziz, Hikayat Banjar terjemahan dalam Bahasa Malaysia oleh Siti Hawa Salleh, Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, Lot 1037, Mukim Perindustrian PKNS - Ampang/Hulu Kelang - Selangor Darul Ehsan, Malaysia 1990.