Lompat ke isi

Berhala (Islam)

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 29 September 2009 01.59 oleh 125.165.83.132 (bicara)

Berhala adalah patung yang berbentuk makhluk hidup atau benda yang didewakan untuk disembah, dipuja dan bukan atas perintah Tuhan. Dibuat oleh tangan manusia terbuat dari batu, emas, kayu atau bahan baku yang lainnya.

Kata kerja dari memberhalakan berarti memuja dan mendewakan, bisa pula dijadikan menjadi kata kerja yang artinya berbeda lagi, seperti memberhalakan sesuatu tidak selalu berarti bahwa pemujanya mengatakan “inilah tuhan yang harus disembah”. Tidak juga berarti bahwa ia mesti bersujud dihadapannya. Pada dasarnya, menyembah berhala dapat berarti rasa suka seseorang terhadap sesuatu melebihi rasa sukanya kepada Allah. Misalnya, lebih takut kepada seseorang/benda dibanding rasa takut kepada Allah, atau lebih mencintai seseorang/benda dibanding cintanya kepada Allah.

Di setiap masa, selalu ada manusia yang meduakan Allah, mengambil tuhan lain dan menyembah pujaannya atau patung. Terutama di zaman jahiliyah banyak manusia yang membuat berhala untuk mereka puja dan pada saat ini masih ada pula sebagian etnis yang membuat berhala untuk disembah, sebagai simbol, bahkan hanya sekedar untuk dipajang sebagai barang koleksi.

Berhala Masa Jahiliyah dan Masa Sebelumnya

Arab Jahiliyah (Pra Islam)

Sebelum datangnya Islam banyak orang Arab yang mendewakan berhala dan di sekitar Kaabah ada berkisar 360 berhala. Berhala yang disembah Arab Jahiliyah itu biasanya diberi nama dengan nama-nama perempuan atau lelaki yaitu:

  • Hubal
    Berhala yang dibawa oleh 'Amr bin Luhay dari Ma'arib suatu daerah di Balqa'. Menurut kisah dari Ibnu Hisyam, ia berkata bahwa salah seorang dari orang berilmu berkata kepadaku bahwa orang yang pertama mendatangkan Berhala ke Makkah adalah 'Amr bin Luhay.
  • Latta
    Berhala berupa batu yang dipahat, yang dibangun sebuah rumah di atasnya. Zaman dahulu Latta adalah seorang lelaki yang shalih yang biasa mengadon tepung untuk memberi makan jama’ah haji. Ketika dia meninggal, orang-orang pun membangun sebuah rumah di atas kuburannya dan menutupinya dengan tirai-tirai.
  • Uzza
    Berhala pohon dari Sallam yang terletak di lembah Nakhlah yang terletak antara Mekkah dan Tha’if. Di sekitarnya terdapat bangunan, dan tirai-tirai. Berhala ini juga mempunyai pelayan-pelayan (penjaga-penjaga). Uzza ini adalah berhala milik suku Quraisy, penduduk Mekkah serta suku-suku yang ada di sekitarnya.
  • Manaat
    Berhala berupa batu besar yang terletak tak jauh di Gunung Qudaid diantara Mekkah dan Madinah. Berhala ini adalah milik suku Khuza’ah, Aus, dan Khazraj. Jika sedang berhaji, mereka berihram di sisinya, dan mereka menyembahnya.

Sebenarnya keempat berhala ini hanyalah orang saleh yang pernah hidup pada zaman Nabi Ibrahim. Sesudahnya mereka meninggal, beberapa orang membuat berhala untuk menghormati orang-orang soleh itu secara berlebihan. Mereka menganggapnya sebagai anak-anak Tuhan.

Kisah Yunus

Yunus diutus Allah untuk berdakwah di sebuah tempat bernama Ninawa, dimana penduduknya menyembah berhala, sesuai dengan ajaran turun-temurun sejak zaman nenek moyangnya. Ajaran-ajaran Yunus itu bagi para penduduk Ninawa merupakan hal yang baru yang belum pernah mereka dengar sebelumnya. Karenanya mereka tidak dapat menerimanya untuk menggantikan ajaran dan kepercayaan nenek moyang mereka, yang sudah menjadi adat kebiasaaan mereka. Mereka menantang Yunus untuk menimpakan azab terhadap mereka, pada akhirnya Yunus pergi dengan marah sambil meminta Allah menghukum mereka.

Sepeninggal Yunus, kaum Ninawa gelisah, karena cuaca dikota mendung gelap, binatang peliharaan gelisah, wajah mereka pucat pasi, dan angin bertiup kencang yang membawa suara bergemuruh. Mereka takut ancaman Yunus benar-benar terjadi menimpa mereka. Akhirnya mereka sadar bahwa Yunus adalah orang yang benar dan ajarannya berasal dari Allah, kemudian menyesali perbuatan mereka. Mereka lari tunggang langgang dari kota mencari Yunus sambil berteriak meminta pengampunan Allah atas dosa mereka. Allah akhirnya mengampuni mereka dan segera seluruh keadaan pulih seperti sedia kala. Penduduk Ninawa kemudian tetap berusaha mencari Yunus agar ia bisa mengajari agama dan menuntun mereka di jalan yang benar.

Kisah Ilyas

Ilyas diutus oleh Allah kepada kaumnya, yang menyembah berhala bernama Ba'al. Ilyas berulang kali memperingatkan kaumnya, namun mereka tetap ingkar. Karena itulah Allah menurunkan musibah kekeringan selama bertahun-tahun, sehingga mereka baru tersadar bahwa seruan Ilyas itu benar. Setelah kaumnya tersadar, Ilyas berdoa kepada Allah agar musibah kekeringan itu dihentikan. Namun setelah musibah itu berhenti dan perekonomian mereka memulih, mereka kembali durhaka kepada Allah. Akhirnya kaum Ilyas kembali ditimpa musibah yang lebih berat daripada sebelumnya, yaitu gempa bumi yang dahsyat sehingga mereka mati bergelimpangan.

Kisah Musa

Salah seorang umat Musa yang memiliki ilmu sihir Samiri, pernah membuat patung anak sapi betina terbuat dari emas, ia buat untuk bani Israel, selama Musa pergi untuk mendapatkan wahyu. Oleh Samiri dimasukkan segumpal tanah, tanah itu bekas dilalui tapak kaki kuda malaikat Jibril ketika Musa dan pengikutnya menyeberangi Laut Merah. Sehingga mulut sapi betina itu bisa mengeluarkan suara.

Samiri membuat patung tersebut terpengaruh oleh agama/budaya Mesir Kuno, ia meniru dewa Hathor, adalah salah satu dewi Mesir kuno, disembah sebagai sapi dewata dari akhir 2700 S.M. selama dinasti kedua.[1]

Kisah Ibrahim

Pada zaman Babilonia yang dipimpin oleh Raja Namrudz banyak sekali terdapat berhala-berhala untuk di sembah. Pada saat itu Ibrahim menghancurkan berhala dengan kapaknya. Dan masih banyak kisah-kisah yang lainnya. Ironisnya ayah Ibrahim yang bernama Azar adalah seorang pembuat berhala.

Kisah Hud

Hud di utus di tengah suku Aad, mereka suka membuat patung-patung dan mereka beri nama Shamud dan Alhattar. Patung-patung itu yang disembah sebagai tuhan mereka, yang menurut kepercayaan mereka, dapat memberi kebahagiaan, kebaikan dan keuntungan serta dapat menolak kejahatan, kerugian dan segala musibah. Kenikmatan hidup yang mereka terima, dianggap sebagai karunia dari berhala tersebut. Tanah yang subur dan menghasilkan hasil tanaman yang melimpah ruah. Karenanya mereka tidak putus-putus bersujud kepada berhala itu dan mensyukurinya sambil memohon perlindungannya dari segala bahaya dan mushibah berupa penyakit atau kekeringan.

Kisah Nuh

Awal mula munculnya penyembahan terhadap berhala, yaitu pada zaman Nuh, kaum Nuh lah yang pertama kali memuja berhala, pemujaan hanya terhadap orang-orang shaleh dan pengkeramatan terhadap kuburan-kuburan mereka. Setelah bertahun-tahun kemudian beberapa generasi telah berganti, mulailah dibuat patung-patung mereka (orang-orang shaleh) untuk disembah dan pada akhirnya berkembanglah pemujaan terhadap berhala di masyarakat.

Pada masa Nuh berhala yang disembah adalah:[2]

Asal muasal nama-nama berhala itu diambil dari nama-nama ulama mereka yang pernah hidup bersama mereka sebelumnya. Dengan dalih untuk mengenang jasa-jasa mereka dan untuk mengingatkan semangat peribadatan umat ketika itu, maka dibuatlah patung, gambar, simbol-simbol visualisasi fisik mereka. Namun lambat laun dengan bergantinya generasi, patung-patung itu justru disembah dan dijadikan tuhan. Dalam hadits shahih Imam Bukhari dikatakan bahwa Berhala-berhala yang ada pada zaman Nuh akan menjadi berhala bagi Bangsa Arab setelahnya.

Kepercayaan para musyrikin didalam Al Qur'an

Allah mengumpamakan kepercayaan orang-orang musyrik terhadap kekuatan berhala-berhala yang disembahnya sama dengan kepercayaan laba-laba terhadap kekuatan sarangnya, seperti termaktub dalam surah Al 'Ankabuut (laba-laba) pada ayat 41 surat ini, dimana Allah mengumpamakan penyembah-penyembah berhala-berhala itu, dengan laba-laba yang percaya kepada kekuatan rumahnya sebagai tempat ia berlindung dan tempat ia menjerat mangsanya, jikalau dihembus angin atau ditimpa oleh suatu barang yang kecil saja, sarang itu akan hancur. Surah Al 'Ankabuut: 41.

Catatan kaki

  1. ^ Cerita mendalam tentang Kabbalah
  2. ^ Hadits riwayat Imam Bukhari no. 4920.

Referensi

Lihat pula