Lompat ke isi

George III dari Britania Raya

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
George III dari Britania Raya
Full-length portrait in oils of a clean-shaven young George in eighteenth century dress: gold jacket and breeches, ermine cloak, powdered wig, white stockings, and buckled shoes.
Foto penobatan, 1762
Berkuasa25 Oktober 1760–29 Januari 1820
Penobatan22 September 1761
PendahuluGeorge II
PenerusGeorge IV
RegenGeorge, Pangeran Wales (1811–1820)
Kelahiran(1738-06-04)4 Juni 1738 [NS][c]
Norfolk House, St James's Square, London, Inggris
Kematian29 Januari 1820(1820-01-29) (umur 81)
Kastel Windsor, Berkshire, Inggris
Pemakaman16 Februari 1820
Pasangan
(m. 1761; meninggal 1818)
Keturunan
Nama lengkap
George William Frederick
WangsaHanover
AyahFrederick, Pangeran Wales
IbuPutri Augusta dari Saxe-Gotha
AgamaAnglikanisme
Tanda tanganHandwritten "George" with a huge leading "G" and a large capital "R" at the end for "Rex"

George III (George William Frederick; 4 Juni 1738 – 29 Januari 1820) adalah Raja Britania Raya dan Irlandia dari tanggal 25 Oktober 1760 hingga kematiannya pada tahun 1820. Undang-Undang Penyatuan 1800 mempersatukan Kerajaan Britania Raya dan Irlandia menjadi Kerajaan Bersatu Britania Raya dan Irlandia, dengan George sebagai raja pertamanya. Ia juga bertindak sebagai Adipati dan Pangeran-elektor Hanover di Kekaisaran Romawi Suci, kemudian dinobatkan sebagai Raja Hanover pada tanggal 12 Oktober 1814. Ia berasal dari Wangsa Hanover, yang tidak seperti kedua pendahulunya, lahir di Britania Raya, menuturkan bahasa Inggris sebagai bahasa pertamanya,[1] dan tidak pernah berkunjung ke Hanover.[2]

George lahir pada masa pemerintahan kakeknya, Raja George II. Ia adalah putra pertama dari pasangan Frederick, Pangeran Wales dengan Putri Augusta dari Saxe-Gotha. Setelah ayahnya mangkat pada tahun 1751, Pangeran George menjadi pewaris takhta sekaligus menyandang gelar Pangeran Wales. Ia naik takhta setelah George II mangkat pada tahun 1760. Setahun kemudian, ia menikah dengan Putri Charlotte dari Mecklenburg-Strelitz, dan dikaruniai 15 orang anak. Masa pemerintahan dan kehidupan George III ditandai oleh serangkaian konflik bersenjata yang terjadi di kerajaannya, sebagian besar wilayah Eropa lainnya, dan di tanah jajahan Britania Raya di Afrika, Amerika, dan Asia. Pada awal pemerintahannya, Britania Raya mengalahkan Prancis dalam Perang Tujuh Tahun, menjadikannya sebagai kekuatan Eropa yang berpengaruh di Amerika Utara dan India. Namun, Britania Raya kehilangan tiga belas jajahannya di Amerika Utara dalam Perang Kemerdekaan Amerika. Perang selanjutnya melawan Napoleon Prancis yang berlangsung sejak tahun 1793 berhasil mengalahkan Napoleon dalam Pertempuran Waterloo pada tahun 1815. Pada tahun 1807, perdagangan budak lintas Atlantik dihapuskan di Imperium Britania.

Menjelang akhir hayatnya, George mengidap penyakit mental yang sering kambuh dan pada akhirnya permanen. Jenis penyakit mental tersebut tidak diketahui secara jelas, tetapi para sejarawan dan pakar medis menduga bahwa gejala dan ciri-ciri perilakunya sesuai dengan gangguan bipolar atau porfiria. Pada tahun 1810, penyakit mental George kambuh untuk terakhir kalinya, dan putra sulungnya, Pangeran Wales, diangkat menjadi Pangeran Regen setahun kemudian. George wafat pada usia 81 tahun, dan putranya menggantikannya sebagai Raja dengan nama George IV. Masa pemerintahan George III bertepatan dengan Era George dan Regensi. Pada saat kematiannya, George adalah raja Britania Raya yang umurnya paling panjang dan berkuasa paling lama, yang memerintah selama 59 tahun dan 96 hari. Sampai saat ini, ia masih menjadi raja yang paling panjang usianya dan paling lama berkuasa dalam sejarah Britania Raya.

Masa kecil

Conversation piece in oils: Ayscough dressed in black with a clerical collar stands beside a settee on which the two boys sit, one wearing a grey suit the other a blue one. He holds a sheet of paper; the boys hold a book.
Pangeran George (kanan), adiknya Pangeran Edward, dan tutor mereka, Francis Ayscough (kelak menjadi Dekan Bristol), karya Richard Wilson, ca 1749

George lahir di Norfolk House di St James's Square, London, pada tanggal 4 Juni 1738.[c] Ia adalah cucu dari Raja George II dan putra sulung pasangan Frederick, Pangeran Wales dengan Augusta dari Saxe-Gotha. George lahir prematur dua bulan lebih awal dan diperkirakan tidak akan selamat. Oleh sebab itu, ia dibaptis pada hari itu juga oleh Thomas Secker, Rektor Gereja St James, Piccadilly dan Uskup Oxford.[3][4] Satu bulan kemudian, ia kembali dibaptis di depan khalayak di Norfolk House oleh Uskup yang sama. Wali baptisnya adalah Raja Frederick I dari Swedia (diwakili oleh Lord Baltimore), pamannya Frederick III, Adipati Saxe-Gotha (diwakili oleh Lord Carnarvon), dan bibi buyutnya, Sophia Dorothea, Ratu Prusia (diwakili oleh Lady Charlotte Edwin).[5]

George tumbuh menjadi anak yang sehat, pendiam dan pemalu. Keluarganya lalu pindah ke Leicester Square, tempat George dan adiknya, Edward (kelak menjadi Adipati York dan Albany) belajar secara privat. Surat-surat yang ditulis keluarganya menunjukkan bahwa saat berusia delapan tahun, ia bisa membaca dan menulis dalam bahasa Inggris dan Jerman, serta kerap mengomentari peristiwa politik yang terjadi pada saat itu.[6] Ia adalah raja Britania Raya pertama yang mempelajari sains secara teratur.[7]

Selain kimia dan fisika, ia juga mempelajari astronomi, matematika, sejarah, musik, geografi, perdagangan, pertanian, hukum tata negara, bahasa Perancis dan Latin, serta belajar olahraga dan bersosialisasi seperti dansa, anggar, dan berkuda. Pendidikan agama yang dipelajarinya adalah Anglikan.[7] Pada usia 10 tahun, George ikut serta dalam pementasan drama Cato karya Joseph Addison.[8][9]

Raja George II tidak menyukai Pangeran Frederick dan tidak terlalu tertarik pada cucu-cucunya. Namun, pada tahun 1751, Frederick meninggal dunia secara tak terduga akibat cedera paru-paru pada usia 44 tahun, dan putranya, George, menjadi pewaris takhta dan mewarisi gelar Adipati Edinburgh dari ayahnya. Raja George II kemudian mulai memperhatikan cucunya dan mengangkatnya menjadi Pangeran Wales tiga minggu kemudian.[10][11]

Head-and-shoulders portrait of a young clean-shaven George wearing a finely-embroidered jacket, the blue sash of the Order of the Garter, and a powdered wig.
Potret pastel George sebagai Pangeran Wales karya Jean-Étienne Liotard, 1754

Pada musim semi 1756, saat George hampir berulang tahun kedelapan belas, Raja menawarinya sebuah bangunan megah di Istana St James, tetapi George menolak tawaran tersebut atas keputusan ibu dan orang kepercayaannya, Lord Bute, yang kelak menjadi perdana menteri.[12] Ibunda George, yang sekarang bergelar Janda Putri Wales, lebih memilih untuk mendidik George di rumah agar ia bisa mengawasinya secara ketat.[13][14]

Penahbisan dan pernikahan

Pada tahun 1759, George jatuh hati pada Lady Sarah Lennox, adik perempuan Charles Lennox, Adipati Richmond ke-3, tetapi Lord Bute menentang perjodohan tersebut, dan George mulai berhenti memikirkan pernikahan. "Saya dilahirkan demi kebahagiaan atau kesengsaraan bangsa besar ini," tulisnya, "dan akibatnya perbuatan saya sering kali bertentangan dengan hasrat saya."[15] Meskipun demikian, George dan ibunya menolak upaya Raja untuk menikahkan George dengan Putri Sophie Caroline dari Brunswick-Wolfenbüttel.[16] Sophie Caroline kemudian menikah dengan Frederick, Margrave Bayreuth.[17]

Setahun kemudian, pada usia 22 tahun, George naik takhta ketika kakeknya, George II, meninggal dunia mendadak pada tanggal 25 Oktober 1760, pada usia 76 tahun. Pencarian calon istri yang cocok untuk George semakin intensif. Setelah mempertimbangkan sejumlah putri kerajaan Jerman yang beragama Protestan , Ibu George mengutus Kolonel David Graeme untuk melamar Putri Charlotte dari Mecklenburg-Strelitz atas nama putranya, dan Charlotte menerimanya. Saat keluarga dan staf kerajaan berkumpul menanti kedatangan Charlotte di London, Lord Harcourt, Kepala Kavaleri kerajaan, mengawal Charlotte dari Strelitz ke London. Charlotte tiba pada sore hari tanggal 8 September 1761 dan upacara pernikahan diselenggarakan pada malam harinya di Chapel Royal, Istana St James.[18][d] Penobatan George dan Charlotte diselenggarakan di Westminster Abbey dua minggu kemudian pada tanggal 22 September. George tidak pernah memiliki gundik (berbeda dengan kakek dan putra-putranya), dan pasangan tersebut menjalani kehidupan pernikahan yang bahagia sampai George terserang penyakit mental.[1][8]

Raja dan Ratu memiliki 15 anak—sembilan putra dan enam putri. Pada tahun 1762, George membeli Buckingham House (di lokasi yang saat ini berdiri Istana Buckingham) untuk dimanfaatkan sebagai tempat peristirahatan bagi keluarganya.[20] Ia juga mendiami Istana Kew dan Kastel Windsor. Istana St James dipergunakan sebagai pusat pemerintahan resmi. George jarang bepergian dan menghabiskan seluruh hidupnya di Inggris selatan. Pada tahun 1790-an, Raja dan keluarganya berlibur di Weymouth, Dorset,[21] yang kemudian tersohor sebagai salah satu sanggraloka tepi laut pertama di Inggris.[22]

Pemerintahan

Awal pemerintahan

Dalam pidato penahbisannya, George menyatakan: "Lahir dan dididik di negara ini, saya berbangga atas nama Britania."[23] Ia menyisipkan kalimat tersebut ke dalam pidatonya, yang ditulis oleh Lord Hardwicke, demi menunjukkan hasratnya untuk menjauhkan diri dari leluhurnya yang berdarah Jerman, yang selama ini dianggap lebih peduli pada Hanover ketimbang Inggris.[24] Pada masa pemerintahannya, Britania Raya adalah sebuah negara monarki konstitusional, yang dijalankan oleh para menteri dan tokoh-tokoh terkemuka di parlemen.[25] Meskipun penahbisannya awalnya disambut baik oleh politikus dari semua partai,[e] tahun-tahun pertama pemerintahannya ditandai dengan ketidakstabilan politik, terutama berkaitan dengan ketidaksetujuan atas Perang Tujuh Tahun.[27] George dianggap lebih menyukai menteri dari faksi Tory, sehingga ia dikritik oleh faksi Whig sebagai seorang autokrat.[1]

Pada saat George naik takhta, pendapatan dari tanah Kerajaan tidak terlalu besar. Sebagian besar pendapatan diperoleh melalui pajak dan bea cukai. George menyerahkan pengelolaan Lahan Kerajaan ke tangan Parlemen dengan imbalan anuitas belanja negara untuk menyokong kebutuhan rumah tangganya dan biaya pemerintahan.[28] Anggapan bahwa ia menggunakan pendapatan negara untuk menyuap para pendukungnya dibantah oleh para sejarawan, yang mengungkapkan bahwa tuduhan tersebut "hanyalah kebohongan yang dilontarkan oleh lawan yang tidak puas".[29][30] Utang sebesar lebih dari £3 juta semasa pemerintahan George dibayar oleh Parlemen, dan anuitas belanja negara terus meningkat dari tahun ke tahun.[31] George membantu Royal Academy of Arts dengan menghibahkan kekayaan pribadinya dalam jumlah besar,[32] dan ia diduga telah menyumbangkan lebih dari separo kekayaan pribadinya untuk kepentingan amal.[33] Koleksi seninya yang paling terkemuka adalah lukisan Lady at the Virginals karya Johannes Vermeer dan sejumlah lukisan karya Canaletto. Ia dikenal sebagai pengoleksi buku.[34] King's Library dibuka bagi para pelajar dan menjadi cikal bakal perpustakaan nasional yang baru.[35]

Kebijakan dan politik

Quarter-length portrait in oils of a clean-shaven young George in profile wearing a red suit, the Garter star, a blue sash, and a powdered wig. He has a receding chin and his forehead slopes away from the bridge of his nose making his head look round in shape.
Lukisan karya Allan Ramsay, 1762

Pada bulan Mei 1762, faksi berkuasa Whig yang dipimpin oleh Thomas Pelham-Holles, Adipati Newcastle ke-1, digantikan oleh faksi Tory pimpinan Lord Bute. Lawan-lawan Bute berupaya menghadang dengan menyebarkan fitnah bahwa ia berselingkuh dengan ibu Raja, dan dengan menggalakkan sentimen anti-Skotlandia di kalangan rakyat Inggris.[36] Seorang anggota parlemen bernama John Wilkes menerbitkan The North Briton, yang bertujuan menghasut dan memfitnah dengan mengecam Bute dan pemerintah. Wilkes akhirnya ditangkap atas tuduhan menyebarkan fitnah hasutan, tetapi ia melarikan diri ke Prancis untuk menghindari hukuman. Wilkes dikeluarkan dari Dewan Rakyat Britania Raya dan dinyatakan bersalah secara in absentia atas pemfitnahan dan penghasutan.[37] Pada tahun 1763, setelah menandatangani Perjanjian Paris yang mengakhiri Perang Tujuh Tahun, Lord Bute mengundurkan diri, dan dengan demikian, Whig di bawah pimpinan George Grenville kembali berkuasa. Hasil perjanjian ini sangat menguntungkan Britania dengan diserahkannya Florida Barat. Britania Raya mengembalikan pulau-pulau gula di Hindia Barat kepada Prancis, termasuk Guadeloupe dan Martinik. Prancis menyerahkan Kanada kepada Britania, termasuk seluruh wilayah di sepanjang Pegunungan Allegheny dan Sungai Mississippi, kecuali New Orleans, yang diserahkan kepada Spanyol.[38]

Proklamasi Kerajaan 1763 membatasi perluasan koloni Amerika ke arah barat dan mendirikan Reservasi Indian. Proklamasi tersebut bertujuan untuk mengalihkan perluasan koloni ke arah utara (Nova Scotia) dan selatan (Florida), serta melindungi perdagangan bulu hewan antara Britania dengan suku Indian.[39] Perbatasan yang diciptakan tidak dipermasalahkan oleh mayoritas petani, tetapi tidak didukung oleh kalangan minoritas yang vokal. Ketidakpuasan ini pada akhirnya turut memicu terjadinya konflik antara para kolonis dengan pemerintah Britania.[40] Para kolonis di Amerika tidak terbebani oleh pajak Britania, sehingga pemerintah menganggap bahwa mereka pantas untuk membayar pajak demi mempertahankan koloni dari pemberontakan penduduk asli dan kemungkinan serangan dari Prancis.[f]

Permasalahan utama bagi para kolonis bukanlah besaran pajak, tetapi kelayakan Parlemen untuk memungut pajak tanpa persetujuan rakyat Amerika, karena tidak ada kursi bagi rakyat Amerika di Parlemen Britania.[43] Rakyat Amerika memprotes bahwa seperti halnya rakyat Britania lainnya, mereka mempunyai hak untuk "menolak pajak tanpa perwakilan rakyat". Pada tahun 1765, Grenville memperkenalkan Undang-Undang Stempel, yang memungut bea meterai bagi setiap dokumen di koloni Britania di Amerika Utara. Surat kabar harus dicetak di atas kertas bermeterai, sehingga paling terdampak oleh kebijakan tersebut, padahal surat kabar adalah media yang paling efektif untuk menyebarkan propaganda dalam menentang pajak.[44]

Sementara itu, George gusar atas upaya Grenville untuk mengurangi hak prerogatif Raja, dan berupaya membujuk William Pitt untuk menerima jabatan perdana menteri, tetapi tidak berhasil.[45] George kemudian menunjuk Lord Rockingham untuk membentuk pemerintahan dan memecat Grenville.[46]

Patung dada karya John van Nost the younger, 1767

Dengan dukungan Pitt dan Raja, Lord Buckingham mencabut Undang-Undang Stempel Grenville yang tidak mendapat dukungan rakyat. Pemerintahan Rockingham lemah, dan ia digantikan sebagai perdana menteri pada tahun 1766 oleh Pitt, yang diangkat oleh George dengan gelar Earl Chatham. Tindakan Lord Chatham dan George III dalam menghapuskan Undang-Undang Stempel sangat didukung oleh rakyat Amerika, sehingga patung mereka berdua didirikan di New York City.[47] Lord Chatham jatuh sakit pada tahun 1767, dan Augustus FitzRoy, Adipati Grafton ke-3, mengambil alih pemerintahan. Grafton secara resmi menjadi perdana menteri pada tahun 1768. Pada tahun tersebut, John Wilkes kembali ke Inggris dan mencalonkan diri sebagai salah seorang kandidat dalam pemilihan umum. Ia berhasil menduduki peringkat teratas dalam jajak pendapat di daerah pemilihan Middlesex . Wilkes lagi-lagi dikeluarkan dari Parlemen. Ia terpilih kembali dan dikeluarkan dua kali lagi, akhirnya Dewan Rakyat memutuskan bahwa pencalonannya tidak sah dan menyatakan Henry Luttrell, Earl Carhampton ke-2 sebagai pemenangnya.[48] ​​Pemerintahan Grafton bubar pada tahun 1770, sehingga faksi Tory yang dipimpin oleh Lord North kembali berkuasa.[49]

Masalah keluarga dan ketidakpuasan di Amerika

Three-quarter length seated portrait of a clean-shaven George with a fleshy face and white eyebrows wearing a powdered wig.
Potret oleh Johan Zoffany, 1771

George sangat taat dan menghabiskan waktu berjam-jam untuk berdoa,[50] tetapi ketaatannya tidak diikuti oleh adik-adiknya. George merasa ngeri dengan kebobrokan moral adik-adiknya. Pada tahun 1770, adiknya, Pangeran Henry, Adipati Cumberland dan Strathearn, terungkap sebagai seorang pezina. Setahun kemudian, Henry menikah dengan seorang janda muda bernama Anne Horton. Raja menganggap Anne tidak pantas sebagai pengantin kerajaan, ia berasal dari kelas sosial rendah dan hukum Jerman melarang anak yang lahir dari pasangan tersebut menjadi pewaris takhta Hanover.[51]

George bersikeras meloloskan undang-undang baru yang melarang anggota keluarga kerajaan menikah secara sah tanpa persetujuan dari penguasa. RUU berikutnya tidak disetujui oleh Parlemen, termasuk oleh para menteri George sendiri, tetapi akhirnya disahkan sebagai Undang-Undang Pernikahan Kerajaan 1772. Tidak lama kemudian, adik ketiga George, Pangeran William Henry, Adipati Gloucester dan Edinburgh, mengungkapkan bahwa ia diam-diam telah menikah dengan Maria, Countess Waldegrave, putri tidak sah Sir Edward Walpole. Kabar tersebut membuktikan bahwa keputusan George benar dalam menerapkan undang-undang tersebut, karena Maria berkerabat dengan salah seorang lawan politiknya.[51]

Pemerintahan Lord North prihatin dengan ketidakpuasan para kolonis di Amerika. Untuk meredakan ketidakpuasan tersebut, sebagian besar bea masuk dicabut, kecuali bea teh, yang menurut George adalah "pajak untuk mempertahankan hak [untuk memungut pajak]".[52] Pada tahun 1773, kapal teh yang ditambatkan di Pelabuhan Boston diambil alih oleh para kolonis dan teh dibuang ke laut, peristiwa yang kelak dikenal sebagai Pesta Teh Boston. Di Britania, tindakan para kolonis ini sangat ditentang, dan Chatham sepakat dengan North bahwa pemusnahan teh adalah "tindakan kriminal terang-terangan".[53]

Dengan dukungan nyata dari Parlemen, Lord North memperkenalkan langkah-langkah, yang disebutnya Undang-Undang Tak Termaklumi bagi para kolonis. Pelabuhan Boston ditutup dan piagam Massachusetts dirombak dengan ditunjuknya majelis tinggi legislatif oleh Kerajaan, bukannya dipilih oleh majelis rendah.[54] Menurut pendapat Profesor Peter Thomas, "harapan George bertumpu pada solusi politik, dan ia selalu tunduk pada pendapat kabinetnya meskipun ia skeptis terhadap keberhasilannya. Bukti rinci dari tahun 1763 sampai 1775 cenderung membebaskan George III dari segala tanggung jawab nyata atas pecahnya Revolusi Amerika."[55] Meskipun sejarawan Amerika dan Britania menganggap George sebagai seorang tiran, pada tahun-tahun ini ia bertindak sebagai raja konstitusional yang mendukung prakarsa para menterinya.[56]

Catatan

  1. ^ Raja Britania Raya dari 1 Januari 1801, setelah Undang-Undang Penyatuan 1800
  2. ^ Raja dari 12 Oktober 1814
  3. ^ a b Semua tanggal dalam artikel ini menggunakan kalender Gregorian Gaya Baru. George lahir pada tanggal 24 Mei dalam kalender Julian Gaya Lama yang digunakan di Britania Raya sampai tahun 1752.
  4. ^ George was falsely said to have married Hannah Lightfoot, a Quaker, on 17 April 1759, prior to his marriage to Charlotte, and to have had at least one child by her. However, Lightfoot had married Isaac Axford in 1753, and had died in or before 1759, so there could have been no legal marriage or children. The jury at the 1866 trial of Lavinia Ryves, the daughter of imposter Olivia Serres who pretended to be "Princess Olive of Cumberland", unanimously found that a supposed marriage certificate produced by Ryves was a forgery.[19]
  5. ^ For example, the letters of Horace Walpole written at the time of the accession defended George but Walpole's later memoirs were hostile.[26]
  6. ^ An American taxpayer would pay a maximum of sixpence a year, compared to an average of twenty-five shillings (50 times as much) in England.[41] In 1763, the total revenue from America amounted to about £1 800, while the estimated annual cost of the military in America was put at £225 000. By 1767, it had risen to £400 000.[42]

Referensi

  1. ^ a b c "George III". Official website of the British monarchy. Royal Household. 31 December 2015. Diakses tanggal 18 April 2016. 
  2. ^ Brooke, p. 314; Fraser, p. 277.
  3. ^ Hibbert, p. 8.
  4. ^ The Third Register Book of the Parish of St James in the Liberty of Westminster For Births & Baptisms. 1723–1741. 24 May 1738.
  5. ^ "No. 7712". The London Gazette. 20 June 1738. hlm. 2. 
  6. ^ Brooke, pp. 23–41.
  7. ^ a b Brooke, pp. 42–44, 55.
  8. ^ a b Cannon, John (September 2004). "George III (1738–1820)". Oxford Dictionary of National Biography (edisi ke-online). Oxford University Press. doi:10.1093/ref:odnb/10540.  berlangganan atau keanggotan Perpustakaan Umum Britania Raya diperlukan (Subscription required).
  9. ^ Sedgwick, pp. ix–x.
  10. ^ "No. 9050". The London Gazette. 16 April 1751. hlm. 1. 
  11. ^ Hibbert, pp. 3–15.
  12. ^ Brooke, pp. 51–52; Hibbert, pp. 24–25.
  13. ^ Bullion, John L. (2004). "Augusta, princess of Wales (1719–1772)". Oxford Dictionary of National Biography. Oxford University Press. DOI:10.1093/ref:odnb/46829. Retrieved 17 September 2008 (Subscription required): "George III adopted the moral standards she tried to teach."
  14. ^ Ayling, p. 33.
  15. ^ Ayling, p. 54; Brooke, pp. 71–72.
  16. ^ Ayling, pp. 36–37; Brooke, p. 49; Hibbert, p. 31.
  17. ^ Benjamin, p. 62.
  18. ^ Hadlow, Janice (2014). A royal experiment : the private life of King George III. New York: Holt. hlm. 139–148. ISBN 978-0805096569. 
  19. ^ "Documents relating to the case". The National Archives. Diakses tanggal 14 October 2008. 
  20. ^ Ayling, pp. 85–87.
  21. ^ Ayling, p. 378; Cannon and Griffiths, p. 518.
  22. ^ Watson, p. 549.
  23. ^ Brooke, p. 391: "There can be no doubt that the King wrote 'Britain'."
  24. ^ Brooke, p. 88; Simms and Riotte, p. 58.
  25. ^ Baer, George III (1738–1820), 22 December 2021
  26. ^ Butterfield, pp. 22, 115–117, 129–130.
  27. ^ Hibbert, p. 86; Watson, pp. 67–79.
  28. ^ "Our history". The Crown Estate. 2004. Diarsipkan dari versi asli tanggal 13 November 2017. Diakses tanggal 7 November 2017. 
  29. ^ Kelso, Paul (6 March 2000). "The royal family and the public purse". The Guardian. Diakses tanggal 4 April 2015. 
  30. ^ Watson, p. 88; this view is also shared by Brooke (see for example p. 99).
  31. ^ Medley, p. 501.
  32. ^ Ayling, p. 194; Brooke, pp. xv, 214, 301.
  33. ^ Brooke, p. 215.
  34. ^ Ayling, p. 195.
  35. ^ Ayling, pp. 196–198.
  36. ^ Brooke, p. 145; Carretta, pp. 59, 64 ff.; Watson, p. 93.
  37. ^ Brooke, pp. 146–147.
  38. ^ Willcox & Arnstein (1988), pp. 131–132.
  39. ^ Chernow, p. 137.
  40. ^ Watson, pp. 183–184.
  41. ^ Cannon and Griffiths, p. 505; Hibbert, p. 122.
  42. ^ Cannon and Griffiths, p. 505.
  43. ^ Black, p. 82.
  44. ^ Watson, pp. 184–185.
  45. ^ Ayling, pp. 122–133; Hibbert, pp. 107–109; Watson, pp. 106–111.
  46. ^ Ayling, pp. 122–133; Hibbert, pp. 111–113.
  47. ^ Ayling, p. 137; Hibbert, p. 124.
  48. ^ Ayling, pp. 154–160; Brooke, pp. 147–151.
  49. ^ Ayling, pp. 167–168; Hibbert, p. 140.
  50. ^ Brooke, p. 260; Fraser, p. 277.
  51. ^ a b Brooke, pp. 272–282; Cannon and Griffiths, p. 498.
  52. ^ Hibbert, p. 141.
  53. ^ Hibbert, p. 143.
  54. ^ Watson, p. 197.
  55. ^ Thomas, p. 31.
  56. ^ Ayling, p. 121.

Daftar pustaka

Bacaan lanjutan

Pranala luar

George III dari Britania Raya
Cabang kadet Wangsa Welf
Lahir: 4 Juni 1738 Meninggal: 29 Januari 1820
Gelar kebangsawanan
Didahului oleh:
George II
Raja Britania Raya dan Irlandia
25 Oktober 1760 – 31 Desember 1800
Akta Penyatuan 1800
Adipati Brunswick-Lüneburg
25 Oktober 1760 – 12 Oktober 1814
Kongres Wina
Akta Penyatuan 1800 Raja Britania Raya
1 Januari 1801 – 29 Januari 1820
Diteruskan oleh:
George IV
Kongres Wina Raja Hanover
12 Oktober 1814 – 29 Januari 1820
Britania
Didahului oleh:
Frederick
Pangeran Wales
1751–1760
Lowong
Selanjutnya dijabat oleh
George (IV)
Bangsawan Britania Raya
Didahului oleh:
Pangeran Frederick
Adipati Edinburgh
ke-1
1751–1760
Bergabung dengan Kerajaan
Hanya gelar saja
Didahului oleh:
George II
— TITULER —
Raja Prancis
25 Oktober 1760 – 31 Desember 1800
Gelar dihapus