Ikuanisme
Jenis | Way of Former Heaven sect |
---|---|
Penggolongan | Agama keselamatan Tiongkok |
Pendiri | Wang Jueyi |
Didirikan | akhir abad ke-19 Shandong |
Nama lain | Zhenli Tiandao (眞理天道), Tiandao (天道) |
Bagian dari seri tentang |
Buddhisme |
---|
Ikuanisme, Yi Guan Dao, I Kuan Tao (一貫道), juga dikenal sebagai Aliran Buddha Maitreya di Indonesia, adalah agama keselamatan Tiongkok yang bermula dari Republik Rakyat Tiongkok pada awal abad ke-20.[1] "I Kuan" berarti persatuan atau kesatuan, sementara "Tao" berarti jalan, kebenaran, atau juga Ketuhanan.
Menurut Dr. Sebastien Billioud, Ikuanisme dapat dilihat sebagai versi terbaru dari tradisi Tridharma (sinkretisme Konfusianisme, Taoisme, dan Buddhisme). Pada kasus Ikuanisme, ajaran agama Kristen dan Islam juga diadopsi menjadi satu kesatuan dari lima ajaran.[2] Seiring perkembangannya, terjadi perbedaan pendapat sehingga terbentuk aliran Ikuanisme baru seperti Maitreya Great Tao atau Mi Le Ta Tao (彌勒大道) yang memisahkan diri.
Di Indonesia, meskipun timbul beberapa kontroversi dari berbagai aliran arus utama Buddhisme,[3] Ikuanisme secara resmi diakui oleh Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) dan dikenal sebagai Aliran Buddha Maitreya dengan Jalan Ketuhanan di bawah naungan Majelis Agama Buddha I Kuan Tao Indonesia.[4] Selain itu, Maitreya Great Tao (彌勒大道) juga diakui di bawah naungan Majelis Pandita Buddha Maitreya Indonesia.[5] Ikuanisme di Indonesia berasal dari Taiwan sekitar tahun 1950-an. Akan tetapi, di Taiwan, Ikuanisme berdiri sendiri sebagai sebuah agama resmi yang diakui pemerintah dan terpisah dari agama Buddha.
Sejarah
I Kuan Tao menyatakan bahwa pencipta alam semesta, bumi, dan seluruh mahluk hidup adalah Tuhan Ilahi yang diibaratkan seorang Ibunda Suci yang disebut Lao Mu. Lingkaran hidup bumi dan alam semesta adalah 10.800 tahun, dan kita berada dalam zaman terakhir dimana manusia telah hidup 60 000 tahun. Manusia sebagai anak-anak dari Tuhan (Lao Mu) karena telah terlalu lama di bumi, tersesat dalam hidup duniawi, terjerumus dalam dosa menyebabkan mereka hidup dalam roda reinkarnasi dan tidak bisa kembali ke Surga. Lao Mu sangat merindukan anak-anaknya di bumi ini, dan mengutus 10 Buddha untuk menyelamatkan anak-anaknya di bumi. 7 Buddha pertama telah datang saat bermulanya kebudayaan manusia, dan 3 Buddha terakhir mengemban tugas penyelamatan. Sehingga dibagi 3 zaman: Zaman Pancaran Hijau, Pancaran Merah, dan Pancaran Putih. Buddha Dipankara diutus saat Zaman Pancaran Hijau (sekitar 3000 SM) sampai lahirnya Siddharta Buddha. Zaman Pancaran Merah bermula dengan diutusnya Siddharta Gautama. Zaman Pancaran Putih atau zaman terakhir bermula saat Buddha Maitreya diutus. Seperti sering diutarakan oleh para Sesepuh Yiguandao bahwa Buddha Maitreya telah datang ke dunia sebagai Guru ke-17 Lu Zhong I.
Sejarah resmi I Kuan Tao membagi perkembangan Tao dalam 3 periode. Periode pertama disebut sebagai 18 Sesepuh Pertama dari Timur, yang bermula dari awal adanya manusia. Sesepuh pertama adalah Fu Si, tokoh dari Tiongkok, pencipta Pa Kwa (8 triagram). Kemudian berlanjut ke Shen Nong (penemu pertanian), Huang Ti (Kaisar Kuning), diteruskan ke raja-raja Tiongkok, sampai Kong Hu Cu, dan terakhir Lau Ce (Penulis Tao Te Ching). Dikatakan bahwa karena perang saudara di daratan Tiongkok, menyebabkan Lau Ce membawa Tao ke India dan meneruskan ke Siddharta Gautama. Di sini bermula periode ke-2 yang disebut 28 Sesepuh dari Barat, bermula dari Siddharta Gautama, diteruskan ke Mahakassapa, dan menurut aliran Zen sampai terakhir Bodhidharma. Bodhidharma dikatakan membawa Tao kembali ke Tiongkok, dan bermulalah periode ke-3: 18 Sesepuh Terakhir dari Timur. Bermula dari Bodhidharma sampai sesepuh ke-6 Hui Neng (sama seperti aliran Zen). Dari sesepuh ke-7 bermula nama-nama dari sekte atau aliran bawah tanah Tiongkok. Guru ke-9 yang bernama Huang Te Hui 黃德輝 (1624-1690) adalah juga pendiri sekte "Shien Thien Tao" 先天道 (atau Jalan Surga Pertama). Aliran Shien Thien Tao masih ada di Indonesia dalam bentuk kelenteng kelenteng yang dipegang oleh Bhiksuni (Chai Ma). Sehingga disebutlah I Kuan Tao bercabang dari Shien Thien Tao. Dokumen dinasti Ching yang ditemukan belakangan ini menunjukkan bahwa Wang Cue Yi 王覺一, sesepuh ke-15, mendirikan aliran "I Kuan Ciao" (Agama I Kuan) pada zaman dinasti Ching (sekitar tahun 1850). Sejarah I Kuan Tao menunjuk ke sesepuh ke-17 Lu Chong I 路中一 sebagai inkarnasi Buddha Maitreya, merupakan awal Zaman Pancaran Putih (zaman terakhir) pada tahun 1905.
I Kuan Tao mulai berkembang pesat saat sesepuh ke-18 Chang Thien Ran 張天然 memegang pemimpin. Sesepuh Chang lahir tahun 1889 pada tanggal Imlek 19 bulan 7, di Ji Ning, provinsi Shan Tong. Sesepuh Chang mengikuti aliran I Kuan Tao sejak tahun 1914. Sesepuh ke-17 Lu Zhong I yang dipercaya adalah inkarnasi Buddha Maitreya melihat talenta Sesepuh Chang. Dan setelah meninggalnya sesepuh ke-17 tahun 1925, Sesepuh Chang diangkat menjadi sesepuh ke-18 tahun 1930. Sesepuh Chang dikatakan sebagai inkarnasi Buddha Ci Kung, atau disebut Buddha Hidup Ci Kung. Sesepuh Chang Thien Ran disebut sebagai Se Cun 師尊 (Bapak Guru Agung). Sesepuh Chang dikatakan atas mandat Lao Mu, bersama (tidak menikah) Sesepuh Sun Su Chen 孫素真 yang disebut sebagai inkarnasi Bodhisatwa Yek Huei 月慧菩薩 (Dewi Bulan Bijaksana). Sesepuh Sun Su Chen besama Sesepuh Chang Tien Jan menjabat sebagai sesepuh ke-18 I Kuan Tao. Sun dihormati sebagai Se Mu 師母 (Ibu Guru Suci).
I Kuan Tao menyebar pesat dari tahun 1930 sampai 1936. Dari tahun 1937-1947 selama kekuasaan Jepang, I Kuan Tao juga berhasil menarik penganut dari utara, tengah sampai selatan Tiongkok. Sesepuh Chang Tien Ran meninggal tahun 1947 saat komunis mulai berkuasa di Tiongkok.
Dengan meninggalnya Sesepuh Chang, dan berkembangnya komunis di China, I Kuan Tao tidak dalam keadaan yang bersatu. Para muridnya secara tersendiri terpencar ke Hong Kong dan Taiwan. Sesepuh Sun Su Cen (Se Mu) mengambil alih kedudukan dan membawa ajaran Yiguandao ke Hong Kong dan Taiwan. Dari Taiwan I Kuan Tao berkembang pesat dan menyebar ke Asia Tenggara (Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand). Sementara itu, para murid Sesepuh Chang secara individual menyebarkan ajaran I Kuan Tao, sehingga muncul kelompok-kelompok Yiguandao dengan sesepuh atau pemimpin yang berbeda-beda. Di Taiwan, I Kuan Tao mulai resmi diakui pemerintah sejak tahun 1987. Di Indonesia, aliran kepercayaan I Kuan Tao berada di bawah naungan wadah agama Buddha di Indonesia (WALUBI).
Aliran Buddha Maitreya di Indonesia
I Kuan Tao bermula di Indonesia pada tahun 1949 di Malang oleh seorang pengikut I Kuan Tao dari Taiwan bernama Tan Pik Ling (Hokkian) atau Chen Po Ling (陳伯齡) atau dikenal sebagai Maitreyawira (Indonesia). Tan adalah seorang dokter gigi, pertama sekali datang ke Indonesia sejak tahun 1930. Ia dikatakan diutus oleh Se Mu (Ibu Guru Suci) dan Pan Hua Ling (潘華齡) pemimpin Kelompok Pau Kuang (寶光組). Sejarah lain dari kelompok Pau Kuang Cien Te (寶光建德) mengatakan bahwa sesepuh Li Su Ken (呂樹根) mengutus Tan Pik Ling ke Indonesia. Vihara Maitreya pertama didirikan di Malang bernama Chiao Kuang pada tahun 1950. Vihara ini adalah Fo Tang (佛堂) pertama yang berdiri di luar China dan Taiwan. Di bawah pimpinan Tan, ajaran Yiguandao (Buddha Maitreya) berkembang pesat ke Surabaya, Jakarta, Medan, Bagansiapi-api, Pontianak, dll, dengan perkataan lain mencakup hampir ke seluruh wilayah Indonesia. Tan meninggal pada tahun 1985. Di Indonesia, I Kuan Tao menempel sebagai agama Buddha, karena pemerintah hanya mengakui 5 agama resmi. Sehingga di Indonesia Buddha Maitreya muncul sebagai aliran agama Buddha, membentuk Majelis Pandita Buddha Maitreya Indonesia (MAPANBUMI) dan bernaung di bawah Walubi.
Se Mu (師母) yang artinya Ibu Suci, sewaktu di Taiwan berada di bawah asuhan Wang Hao Te (王好德) atau sesepuh Ong selama 11 tahun, Wang sendiri adalah pengikut kelompok Pao Kuang (寶光組). Dengan meninggalnya Se Mu 4 April 1975, Wang Hao Te meneruskan sebagai penerus asli Yiguandao yang diangkat oleh Se Mu. Hanya melalui dia Kuasa Firman Tuhan Tien Ming dapat diberikan, Sesepuh Ong meneruskan sebagai penerus Benang Emas yang sejati. Banyak kelompok I Kuan Tao yang tidak terima sehingga Wang Hao Te meneruskan aliran sendiri yang disebut Tao Agung Maitreya atau Maha Tao Maitreya (彌勒大道). Tan Pik Ling di Indonesia yang juga pengikut kelompok Pao Kuang memutuskan untuk bergabung dengan Wang Hao Te.
Yiguandao membentuk organisasi sendiri dengan kantor pusat di El Monte, California, pada tahun 2000 membentuk organisasi Majelis I Kuan Tao Indonesia (dari kelompok Pau Kuang Cien Te).
Aliran Buddha Maitreya berkembang sebagai satuan dari agama Buddha di Indonesia. Aliran ini mengadopsi istilah-istilah bahasa Indonesia dari bahasa Sanskerta. Disebabkan juga oleh tekanan pemerintah Orde Baru yang melarang penggunaan bahasa Mandarin, liturgi dan upacara keagamaan juga menggunakan Bahasa Indonesia. Dalam era reformasi sekarang, vihara Maitreya kembali lebih bebas menggunakan bahasa Mandarin. Vihara Maitreya di Indonesia berciri khas tercantum kalimat "Tuhan Maha Esa", mengikuti perayaan Buddha seperti Waisak, Kathina, dan menggantungkan gambar Buddha Siddharta . Aliran Buddha Maitreya menggajarkan kepada umatnya untuk menghormati umat agama lainnya, bagi orang awam yang belum mengenal doktrinnya sering beranggapan mereka diajarkan pantang-pantang atau larangan yang tidak bisa diterima oleh umumnya. Berbagai doktrin dan filosofi dipelajari serta diajarkan kepada umatnya, termasuk ajaran Siddharta Gaotama, falsafah Konfusius dan filosofi/akhlak kehidupan seperti San Zi Jing (三字经/三字經). Pengikutnya diajarkan untuk menghormati kepercayaan dan penganut Agama lainnya. Aliran Maitreya juga diterima baik dan sangat dihormati oleh kalangan masyarakat di Amerika Serikat.
Aliran Maitreya berkembang paling pesat di antara aliran Buddha di Indonesia. Para pengikut aliran Maitreya tidak dipaksa untuk menjadi vegetarian, namun diajarkan untuk menghormati kehidupan makhluk seperti halnya di Amerika Serikat, dengan demikian teman-temannya suka menyebarkan ajaran ini dengan membawa teman atau saudara untuk memohon jalan ke-Tuhan-an.
Sejarah lengkap dapat dilihat di [http://en.wiki-indonesia.club/wiki/I-Kuan_Tao. Bagi yang tertarik akan "Aspects of Chinese Sectarianism in Taiwan," makalah ini dapat ditemukan dalam penelitian antropologi dari Amerika dan Eropa. Makalah terlengkap oleh David Jordan dalam bukunya "The Flying Phoenix".
David K. Jordan adalah seorang Professor Emeritus di University of California, San Diego sejak 2004. He menerima gelar Ph.D. dari University of Chicago tahun 1969. Jordan lebih terkenal dalam ajarannya [citation needed]. Dia juga menyandang berbagai jabatan di berbagai Universitas, termasuk Chair for the Department of Anthropology, Director for the Program of Chinese Studies, Provost of Earl Warren College, Interim Provost of Sixth College, juga salah satu Founders dari UCSD Department of Anthropology dengan psychological anthropologist Melford Spiro. Belakangan ini dia berpartisipasi di Komite Senat Akademi Universitas termasuk UCSD Graduate Council dan Council of Provosts. Sejarah lengkap dia dapat dibaca di http://en.wiki-indonesia.club/wiki/David_K._Jordan
Penerimaan WALUBI
Aliran kepercayaan I Kuan Tao berada di bawah naungan Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI). Tujuan Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI) adalah mengayomi dan membina seluruh umat Buddha di Indonesia serta berperan aktif melaksanakan kegiatan sosial kemanusiaan untuk membantu masyarakat, bangsa dan negara sebagai bentuk Dharma Negara, tidak memandang aliran-aliran Buddha tertentu, dan saling merangkul dibawah naungan WALUBI. Inti dari semua ajaran Agama Buddha adalah tidak saling membenci satu sama lain dikarenakan ajaran agama Buddha mengajarkan saling mengasihi, mencintai semua mahkluk hidup, tidak mengenal pertikaian, dan tidak mengenal konfrontasi dan non-provocative.
I Kuan Tao merupakan sebuah ajaran yang mengajarkan kebaikan, cinta kasih, mencintai semua makhluk hidup, dan akhlak baik kepada masyarakat tanpa membedakan agama yang dianut oleh pemeluk agama lain, dan tidak menyudutkan ajaran agama lainnya.
Referensi
- ^ Lu, Yunfeng (2008). The transformation of Yiguan Dao in Taiwan: adapting to a changing religious economy. Lanham, Md.: Lexington Books. ISBN 978-0-7391-1719-4.
- ^ Billioud, Sebastien (2020). Reclaiming the Wilderness: Contemporary Dynamics of the Yiguandao. Oxford and New York: Oxford University Press. hlm. 3.
- ^ Shi Wen Du. BAGAIMANA SAYA MELEPASKAN DIRI DARI YI KUAN TAO (PDF). Diterjemahkan oleh Wijaya, Tjahyono.
- ^ RI, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha-Kementerian Agama. "20 Tahun Majelis I Kuan Tao, Caliadi Ajak Bersinergi Program dan Layanan | Ditjen Bimas Buddha Kemenag RI". Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha - Kementerian Agama RI. Diakses tanggal 2024-05-22.
- ^ "Sejarah Pendirian | Maha Vihara Maitreya". Diakses tanggal 2024-05-22.
Lihat pula
- Kepercayaan tradisional Tionghoa
- Taoisme
- Konfusianisme
- Agama Buddha
- Perwakilan Umat Buddha Indonesia
- Tridharma
- Maitreyawira
Daftar pustaka
- Iem Brown, 1990, 'Agama Buddha Maitreya: A Modern Buddhist Sect in Indonesia.' di Contributions to Southeast Asian Etnography 9:113-124.
Pranala luar
- (Inggris) World Yiguandao Headquarters Diarsipkan 2005-11-08 di Wayback Machine.
- Walubi dan wacana Buddha Maitreya Diarsipkan 2005-12-16 di Wayback Machine.
- Maha Tao Maitreya Indonesia Diarsipkan 2005-10-23 di Wayback Machine.
- Keluarga Vegetarian Maitreya Indonesia Diarsipkan 2006-05-01 di Wayback Machine.
- Majalah Maitreya Indonesia Diarsipkan 2005-12-18 di Wayback Machine.