Gereja Katolik Roma
Gereja Katolik Roma (sering disebut singkatnya Gereja Katolik, silakan lihat Katolik untuk penjelasan yang lebih detil tentang "Gereja Katolik") adalah persekutuan Kristen yang dipimpin oleh Paus, Uskup Roma, dan percaya pada keyakinan yang dijelaskan dalam kredo dan keputusan yang dibuat oleh konsili Gereja awal.
Hal ini didasarkan pada kredo yang menyatakan "Aku percaya akan Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik yang didirikan oleh Yesus Kristus", dan bahwa "satu-satunya Gereja Kristus yang menurut Kredo kami percayai adalah Gereja yang satu, kudus, katolik, dan apostolik" hadir dalam bentuk "Gereja Katolik, yang dipimpin oleh pengganti Petrus dan oleh para uskup yang berada dalam satu komuni bersamanya" (Dekrit Konsili Vatikan II, Lumen Gentium, 8).
Yang dimaksudkan dengan "pengganti Petrus" ini adalah Uskup Roma, Paus, yang ditahbiskan tanpa terputus sejak masa Yesus Kristus pada abad pertama. Inilah identitas yang kelihatan dari Gereja Katolik.
Berdasarkan tata cara beribadahnya, Gereja Katolik Roma dapat digolongkan menjadi dua ritus: ritus Barat (atau Latin) dan ritus Timur. Gereja Katolik di Indonesia mengikuti ritus Barat.
Terminologi
Sepanjang sejarahnya, Gereja yang dijelaskan dalam artikel ini menggunakan banyak nama, antara lain "Gereja", "Gereja Katolik", dan "Gereja Katolik Roma". Nama "Gereja Katolik" digunakan untuk membedakannya dengan Gereja-Gereja lain yang tidak berada dalam persekutuan penuh (komuni penuh) dengan Uskup Roma, yakni Ortodoks Timur, Ortodoks Oriental, Anglikan, dan berbagai denominasi Protestan.
Nama "Gereja Katolik Roma" pertama kali digunakan oleh kaum Protestan untuk menyebut seluruh Gereja yang setia kepada Uskup Roma. Namun nama ini juga digunakan oleh umat Katolik sendiri sejak abad ke-17, baik dalam bahasa Inggris, bahasa Perancis, maupun bahasa Latin, untuk memperkenalkan iman mereka terutama dalam hal persekutuan mereka dengan tahta keuskupan Roma. Di kawasan Timur Tengah, sebutan Gereja Katolik Roma dapat pula berarti Gereja Melkit, atau Gereja katolik yang menggunakan Ritus Latin, atau bahkan bisa berarti Gereja Katolik di kota Roma, Italia.
Dalam hubungannya dengan Gereja-Gereja lain, nama "Gereja Katolik" yang dipergunakan, dan untuk urusan internal digunakan nama "Gereja". Sebagai contoh, dalam Katekismus Gereja Katolik, nama "Gereja" digunakan ratusan kali, sedangkan nama "Gereja Katolik" hanya digunakan 24 kali, bahkan nama "Gereja Katolik Roma" sama sekali tidak digunakan.
Penggunaan nama "Gereja Katolik" secara resmi diterima oleh beberapa Gereja Kristen lainnya, namun kebanyakan dari mereka menggunakan istilah "Gereja Katolik Roma" untuk menyebut Gereja ini. Meskipun demikian, dalam penggunaan secara informal, bahkan oleh anggota-anggota Gereja lainnya istilah "Gereja Katolik" difahami sebagai nama dari Gereja ini. Pada tahun 397 Masehi, Santo Agustinus menjelaskan bahwa nama tersebut bahkan difahami oleh mereka yang digolongkannya sebagai kaum bidaah:
… Nama itu, yakni Katolik, yang bukannya tanpa alasan, dengan dikelilingi begitu banyak bidaah, telah digunakan oleh Gereja; dengan demikian, meskipun semua kaum bidaah ingin disebut Katolik, namun jika ada orang asing bertanya dimanakah jemaat Katolik berkumpul, maka tak satupun kaum bidaah yang berani menunjuk kapel atau rumahnya sendiri.
Singkatnya, baik nama "Gereja Katolik", maupun "Gereja Katolik Roma" digunakan sebagai sebutan alternatif bagi seluruh gereja "yang dipimpin oleh pengganti Petrus dan oleh para uskup yang berada dalam satu komuni bersamanya."
Asal-muasal dan sejarah
Gereja Katolik didirikan oleh Yesus dan Keduabelas Rasul, dilanjutkan oleh para uskup sebagai penerus para rasul umumnya, dan Sri Paus sebagai penerus Santo Petrus khususnya.[1] Istilah "Gereja Katolik" diketahui pertama kali digunakan dalam surat dari Ignatius dari Antiokhia pada tahun 107, yang menulis bahwa: "Di mana ada uskup, hendaknya umat hadir di situ, sama seperti di mana ada Yesus Kristus, Gereja Katolik hadir di situ."[2]
Selain itu, para penulis Katolik memberikan daftar sejumlah kutipan dari para Bapa Gereja terdahulu yang mendukung bahwasanya Tahta Keuskupan Roma memiliki otoritas yurisdiksional atau primasi atas gereja-gereja lain,[3] di lain pihak para penulis Ortodoks menolak klaim tersebut yang merupakan salah satu dari pokok permasalahan di balik skisma Timur-Barat, dengan secara historis memandang Sri Paus sebagai primus inter pares (yang pertama di antara yang sederajat).[4]
Di pusat doktrin-doktrin Gereja Katolik ada Suksesi Apostolik, yakni keyakinan bahwa para uskup adalah para penerus spiritual dari Keduabelas Rasul mula-mula, melalui rantai konsekrasi yang tak terputus secara historis. Perjanjian Baru berisi peringatan-peringatan terhadap ajaran-ajaran yang sekedar bertopengkan Kristianitas,[5] dan menunjukkan bahwa para pimpinan Gereja diberi kehormatan untuk memutuskan manakah yang merupakan ajaran yang benar.[6] Gereja Katolik mengajarkan bahwa Gereja Katolik adalah keberlanjutan dari orang-orang tetap setia pada kepemimpinan apostolik (Rasuliah) dan episkopal (Keuskupan) serta menolak ajaran-ajaran palsu.
Sebelum Abad Pertengahan
Sesudah melewati suatu periode awal yang diwarnai penganiayaan secara sporadik namun intens, Kristianitas menjadi legal pada abad ke-4, ketika Kaisar Konstantinus I mengeluarkan Edicta Milano (Edict of Milan) pada tahun 313. Konstantinus berperan penting dalam penyelenggaraan Konsili Nicea Pertama pada tahun 325, yang ditujukan untuk melawan bidaah Arianisme dan merumuskan Kredo Nicea yang digunakan oleh Gereja Katolik, Ortodoksi Timur, dan berbagai Gereja Protestan. Pada tanggal 27 Februari 380, Kaisar Theodosius I memberlakukan sebuah hukum yang menetapkan Kristianitas Katolik sebagai agama resmi Kekaisaran Romawi dan memerintahkan untuk menyebut yang lain dari pada itu sebagai bidaah.[7]
Setelah runtuhnya Kekaisaran Romawi, Gereja Katolik melewati suatu masa kegiatan dan ekspansi misi. Selama Abad Pertengahan Katolisisme menyebar di antara bangsa Jerman (pada awalnya bersaing dengan Arianisme), Viking, Polandia, Kroasia, Ceko, Slowakia, Hungaria, Lithuania, Latvia, Finlandia dan Estonia. Keberhasilan kehidupan monastik menumbuhkan berbagai pusat pembelajaran, teristimewa yang paling masyhur di Irlandia dan Gallia, serta berkontribusi bagi Abad Pencerahan Dinasti Carolingian (Carolingian Renaissance). Di kemudian hari yakni pada kurun waktu Abad Pertengahan, Sekolah-sekolah Katedral berkembang menjadi universitas-universitas (Universitas Paris, Universitas Oxford, dan Universitas Bologna), cikal bakal dari lembaga-lembaga pembelajaran Barat moderen.
Skisma besar
Dalam abad ke-11, melalui serentetan proses selama beberapa abad, Gereja mengalami skisma akbar di mana Gereja Katolik dan Gereja Ortodoks Timur terbelah akibat isu-isu administrasi, liturgi, dan doktrin, khususnya masalah klausa Filioque dan primasi jurisdiksi kepausan. Secara konvensional skisma ini berpenanggalan tahun 1054, ketika Patriark Konstantinopel dan Sri Paus mengeluarkan pernyataan saling mengucilkan. Baik Konsili Lyons II tahun 1274 maupun Konsili Basel tahun 1439 berusaha menyatukan kembali kedua Gereja, namun pihak Ortodoks menolak kedua konsili itu. Gereja Katolik dan Gereja Ortodoks Timur masih dalam keadaan skisma hingga hari ini, meskipun demikian dalam deklarasi bersama Katolik-Ortodoks tahun 1965 pernyataan pengucilan tersebut ditarik kembali baik oleh Roma maupun Konstantinopel, dan upaya-upaya mengakhiri skisma terus berlanjut. Beberapa Gereja Timur telah bersatu kembali dengan Gereja Katolik dengan menerima primasi kepausan, dan beberapa Gereja Timur lainnya mengaku tidak pernah keluar dari persekutuan dengan Sri Paus.
Perang Salib
Perang Salib adalah serangkaian perang militer sejak tahun 1092 di Tanah Suci dan tempat-tempat lain, direstui oleh kepausan, dimulai pada masa kepausan Urbanus II sebagai tanggapan terhadap permintaan bantuan dari Kaisar Byzantium melawan ekspansi Turki. Perang Salib ini serta perang-perang Salib selanjutnya akhirnya gagal meredakan agresi orang-orang Turki dan bahkan menimbulkan rasa benci antar umat Kristiani akibat penjarahan dan pendudukan kota Konstantinopel selama Perang Salib ke-4.
Reformasi
Sejak sekitar tahun 1184, dan berlanjut selama Reformasi Protestan, terjadi sejumlah kegiatan historis yang melibatkan Gereja Katolik, dan yang dikenal luas sebagai Inkuisisi, ditujukan untuk menyelamatkan kesatuan religius dan doktrinal dalam Kristianitas melalui pentobatan, dan kadang kala penganiayaan, orang-orang yang didakwa bidaah. Terbukti bidaah, yang dipandang sebagai pengkhianatan terhadap dunia Kristen, dapat mengakibatkan penerimaan hukuman yang berkisar dari hukuman ringan sampai hukuman mati (antara lain dibakar hidup-hidup) yang dilaksanakan oleh negara. Contoh dari langkanya pelaksanaan hukuman mati tersebut adalah, sejak tahun 1540 sampai 1700 dari semua perkara yang diajukan kepada Inkuisisi Spanyol hanya 2-3% yang berakhir dengan eksekusi mati, lebih rendah dari pada peradilan sekuler manapun secara virtual pada masa itu.[8] Menurut para sejarawan, Inkuisisi Abad Pertengahan, Inkuisisi Spanyol, Inkuisisi Roma, dan Inkuisisi Portugis adalah kejadian-kejadian (event) historis yang berbeda. Cakupan dari aktivitas Inkuisisi, dan khususnya angka kematian yang tepat, telah menjadi subyek dari propaganda di kemudian hari.
Keretakan kedua dalam sejarah Kristianitas terjadi saat Reformasi Protestan, yang dimulai di Jerman pada abad ke-16. Selama kurun waktu tersebut pelbagai kelompok masyarakat, seringkali dengan dukungan pemerintah lokal, menolak primasi Sri Paus, kewajiban selibat bagi klerus, serta berbagai doktrin dan praktek Katolik lainnya, sekaligus penyelewengan-penyelewengan (semisal praktek simoni/praktek pembelian jabatan gerejawi) yang umum terjadi pada masa itu. Para reformer dalam Gereja Katolik meluncurkan Kontra Reformasi atau Reformasi Katolik, suatu periode klarifikasi doktrin, perbaikan klerus dan liturgi, dan re-evangelisasi yang dimulai dengan Konsili Trente.
Konsili Trente dan perbaikan-perbaikannya menghasilkan tema sentral untuk 300 tahun ke depan dari sejarah Katolik. Periode tersebut menitikberatkan karya katekese dan misi, bidang yang menjadi keunggulan bagi ordo Yesuit dan Fransiskan. Katolisisme menyebar ke seluruh dunia, seiring dengan kolonialisme bangsa Eropa: ke Amerika, Asia, Afrika, dan Oseania.
Modernitas
Gereja pada abad ke-18 dan ke-19 tidak hanya harus berhadapan dengan ajaran-ajaran Protestantisme, namun juga dengan ajaran-ajaran Pencerahan (Enlightenment) dan Modernisme mengenai hakikat pribadi manusia, negara, dan moralitas. Dengan terjadinya Revolusi Industri, dan meningkatnya keprihatinan akan kondisi-kondisi para buruh urban, Paus-Paus abad ke-19 dan ke-20 mengeluarkan ensiklik-ensiklik (teristimewa Rerum Novarum) yang memaparkan Ajaran Sosial Katolik.
Konsili Vatikan Pertama (1869–1870) menegaskan doktrin infabilitas kepausan yang diyakini umat Katolik sebagai kontinuitas dengan sejarah Supremasi Petrus dalam Gereja.
Konsili Vatikan II (1962–1965) diperhimpunkan oleh Paus Yohanes XXIII, terutama sebagai suatu konsili pastoral namun otoritatif,[9] untuk membuat ajaran-ajaran historis Gereja Katolik menjadi jelas bagi dunia moderen. Konsili ini mengeluarkan dokumen-dokumen mengenai sejumlah topik, termasuk hakikat Gereja, misi awam, dan kebebasan beragama. Konsili ini juga mengeluarkan pengarahan-pengarahan bagi revisi liturgi, termasuk izin bagi ritus liturgi Latin untuk menggunakan bahasa setempat di samping Bahasa Latin dalam Misa dan sakramen-sakramen lainnya.[10]
Skandal pelecehan seksual
Pada tahun 2002, Amerika Serikat dihebohkan oleh suatu skandal besar ketika serangkaian tuntutan, disertai bukti-bukti pendukung, ditujukan kepada para imam yang melakukan tindakan pelecehan secara seksual terhadap anak-anak sepanjang beberapa dasawarsa. Yang makin memparah keadaan adalah terungkapnya kenyataan bahwa Gereja mengetahui beberapa dari imam-imam pelaku pelecehan tersebut, dan pada mulanya memperlakukan mereka dengan cara menyangkal mengetahui kejahatan yang mereka lakukan dan memindahtugaskan mereka dari satu jemaat ke jemaat lain dari pada menindaki mereka. Skandal yang menjadi penyebab pengunduran diri Kardinal Bernard Law dari Keuskupan Agung Boston itu, merupakan pukulan yang menghancurkan citra Gereja di mata publik — Dalam salah satu survey sesudah mencuatnya skandal tersebut 64% dari responden setuju bahwa kebanyakan imam Katolik "kerap melakukan pelecehan terhadap anak-anak" (data mengindikasikan bahwa hanya 1,5-1,8% imam Katolik yang benar-benar telah dituntut karena melakukan pelecehan terhadap anak-anak.[11]).
Catholic News Service melaporkan:
Sekitar 4 persen dari para imam A.S. yang bekerja sejak tahun 1950 sampai 2002 dituduh melakukan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur, menurut studi nasional komprehensif menyangkut isu tersebut.
Studi tersebut mengatakan bahwa 4.392 rohaniwan—hampir semuanya imam—dituduh melakukan pelecehan terhadap 10.667 orang. 75 persen dari insiden-insiden tersebut terjadi antara tahun 1960 dan 1984.
Menurut studi tersebut, dalam kurun waktu yang sama terdapat 109.694 imam. Menurut studi yang telah dilakukan John Jay College of Criminal Justice di New York, biaya-biaya (cost) sehubungan dengan pelecehan seksual berjumlah total $573 juta. $219 juta dari jumlah itu ditalangi oleh perusahaan-perusahaan asuransi.
Studi tersebut menyusun daftar karakteristik-karakteristik utama dari insiden-insiden pelecehan seksual yang telah dilaporkan. Termasuk didalamnya:
-- Sebagian besar korban, yakni 81 persen, berjenis kelamin laki-laki. Korban paling lemah adalah anak-anak lelaki berusia 11 sampai 14 tahun, mewakili lebih dari 40 persen dari jumlah korban. Kenyataan ini melawan trend dalam masyarakat A.S. secara umum di mana masalah utama adalah pria dewasa mencabuli anak-anak perempuan.[12]
Kasus-kasus serupa telah muncul di negara-negara lain. Di Irlandia, sejumlah kasus pelecehan seksual yang mencuat pada anak-anak yang dilakukan oleh para imam dan biarawan Katolik, seperti yang dialami Andrew Madden, telah sangat memperlemah pengaruh Gereja pada beberapa tahun terakhir.
Sejak tahun 2001, kewenangan atas penyelesaian masalah pelecehan seksual yang dilakukan oleh klerus tidak lagi berada dalam kompetensi dari uskup setempat, akan tetapi diambil alih oleh Kongregasi Ajaran Iman di Roma, sesuai dengan isi Surat Apostolik Paus Yohanes Paulus II Sacramentorum sanctitatis tutela serta aturan-aturan pelengkapnya (kedua dokumen dalam Bahasa Latin). Di bawah Hukum Kanonik Gereja tahun 1983 klerus yang melakukan pelecehan seksual terhadap seorang anak di bawah umur dapat dikenai hukuman pencopotan status klerus ("laisisasi").[13]
Keyakinan
Katekesis Gereja Katolik mempergunakan Kredo Nicea dan Kredo para Rasul, yang merupakan rangkuman bagus dari poin-poin utama keyakinan Katolik. Katekismus Gereja Katolik menyajikan suatu "presentasi sistematis dari iman" dan suatu "paparan lengkap dari doktrin Katolik".[14] Kompendium Katekismus Gereja Katolik, yang pertama kali diterbitkan pada tahun 2005, merupakan suatu versi yang lebih singkat dari Katekismus tersebut, dalam bentuk tanya-jawab.
Selain poin-poin utama dari Kristianitas trinitarian ortodoks, umat Katolik secara khusus memberi tempat penting bagi Gereja sebagai suatu lembaga yang didirikan oleh Yesus dan dijaga dari kesalahan doktrinal oleh hadirat dan bimbingan Roh Kudus, dan sebagai sumber keselamatan bagi umat manusia. Ketujuh sakramen, terutama Ekaristi, adalah yang terpenting untuk memperoleh keselamatan.
Kitab Suci dan Tradisi
Sumber-sumber utama ajaran-ajaran Gereja Katolik adalah Kitab Suci (Alkitab), Tradisi Suci, dan Magisterium. Dalam surat ensiklikalnya yang dikeluarkan pada tahun 1943, Divino Afflante Spiritu, Paus Pius XII mendorong para sarjana Alkitab untuk giat mempelajari bahasa-bahasa asli kitab-kitab dalam Alkitab (Ibrani, Yunani, dan Aram untuk Perjanjian Lama; Yunani untuk Perjanjian Baru) serta bahasa-bahasa turunannya, sehingga dengan demikian dapat sampai kepada pengetahuan yang lebih dalam dan lebih penuh mengenai makna dari naskah-naskah tersebut, dengan mengungkapkan bahwa "naskah asli ... yang telah ditulis oleh sang penulis yang terilhami itu sendiri, memiliki otoritas yang lebih tinggi dan bobot yang lebih besar dari pada terjemahan manapun bahkan terjemahan yang paling baik sekalipun, baik yang kuno maupun yang moderen."[15] Daftar Kanonikal kitab-kitab suci, beserta isinya, yang diterima oleh Gereja Katolik adalah kitab-kitab yang terdapat dalam Alkitab Bahasa Latin kuno edisi Vulgata.[16]
Ada beragam sumber bagi pengetahuan akan Tradisi Suci, yang menurut ajaran Gereja telah diterima dari para Rasul dalam bentuk tradisi lisan. Banyak dari tulisan-tulisan para Bapa Gereja awal yang merefleksikan ajaran-ajaran dari Tradisi Suci,misalnya Suksesi Apostolik.
Hakikat Allah
Dosa asal
Dosa asal merupakan dosa warisan Adam & Hawa yang menuruti kehendak diri sendiri yang buruk. Secara tidak langsung, setiap manusia yang lahir di dunia, menyetujui akan perbuatan Adam dan Hawa tsb dan melakukannya juga secara tidak sengaja.
Gereja
Gereja, sebagaimana yang dikatakan oleh Kitab Suci, adalah "tubuh Kristus,"[17] dan Gereja Katolik mengajarkan bahwa Gereja merupakan satu kesatuan tubuh dari umat beriman di dalam surga dan di atas bumi. Oleh karena itu hanya ada satu Gereja yang sejati, yang nampak dan yang bersifat fisik, bukannya beberapa Gereja. Dan bagi Gereja yang satu ini, yang awalnya didirikan oleh Yesus di atas Petrus dan para rasul, Yesus memberikan suatu mandat untuk menjadi pengajar dan penjaga yang berwenang dari iman.
Arti gereja secara luas adalah persekutuan umat beriman yang percaya dan mengimani Kristus. Dalam gereja, umat berkumpul dan Kristus hadir di tengah - tengah mereka. Setiap kelompok yang terdiri atas orang - orang yang bersatu untuk mengadakan kegiatan rohani dan sejenisnya, sudah dapat dikatakan sebagai gereja.
Keselamatan
Gereja Katolik mengajarkan bahwa keselamatan untuk kehidupan kekal adalah kehendak Allah bagi semua orang, dan bahwa Allah menganugerahkannya bagi para pendosa sebagai suatu anugerah yang cuma-cuma, suatu rahmat, melalui pengorbanan Kristus. "Sehubungan dengan Allah, sama sekali tidak ada hak atas kelayakan apapun di pihak manusia. Antara Allah dan kita terentang kesenjangan yang tak terkira, karena kita telah menerima segala sesuatu dari-Nya, Pencipta kita." [18] Allahlah yang membenarkan, yakni, yang membebaskan dari dosa dengan karunia kekudusan yang cuma-cuma (rahmat pengudusan, yang disebut juga sebagai rahmat habitual atau rahmat pengilahian). Kita dapat menerima anugerah yang dikaruniakan Allah melalui iman dalam Yesus Kristus[19] dan melalui pembaptisan,[20] ataupun menolaknya. Peran serta manusia diperlukan, sejalan dengan kemampuan baru untuk berpegang teguh pada kehendak ilahi yang disediakan Allah.[21] Iman seorang Kristiani bukannya tanpa perbuatan, karena tanpa perbuatan iman itu akan mati.[22] Dalam pengertian ini, "dengan perbuatan manusia dibenarkan, dan bukan dengan iman semata-mata,"[23] dan kehidupan kekal adalah, pada satu saat yang sama, rahmat dan upah dianugerahkan oleh Allah atas perbuatan baik dan kelayakan.[24] Iman, dan oleh karenanya perbuatan, merupakan hasil dari rahmat Allah - oleh karena itu, hanya karena rahmat maka orang beriman dapat dipandang "layak memperoleh" keselamatan.
Gereja Katolik mengajarkan bahwa melalui rahmat-rahmat yang diperoleh Yesus bagi umat manusia dengan mengorbankan dirinya sendiri di kayu salib, keselamatan dapat diterima bahkan oleh orang-orang yang berada di luar batas-batas yang nampak dari Gereja. Umat Kristiani dan bahkan non-Kristiani, jika dalam hidupnya mereka secara positif tanggap terhadap rahmat dan kebenaran yang disingkapkan Allah kepada mereka melalui belas kasihan Kristus, dapat diselamatkan (suatu sikap yang kerap disebut , dalam kasus umat non-Kristiani, sebagai "baptisan keinginan"). Hal ini kadangkala mencakup pula kesadaran akan kewajiban untuk menjadi bagian dari Gereja Katolik. Dalam kasus-kasus semacam itu, "maka barang siapa, yang mengetahui bahwa Gereja Katolik telah dijadikan perlu oleh Kristus, menolak untuk masuk atau tetap di dalamnya, tidak dapat diselamatkan."[25]
Kehidupan Katolik
Ajaran sosial
Nyawa manusia dan seksualitas
Liturgi
Gereja Katolik secara mendasar bersifat liturgis dalam peribadatannya. Liturgi berasal dari kata Yunani yang artinya "pekerjaan masyarakat." Konsili Vatikan II menyatakan "karena liturgi, yang melaluinya karya penebusan kita terselesaikan,' terutama dalam kurban ilahi Ekaristi, merupakan sarana-sarana terbaik bagi umat beriman untuk dapat mengekspresikan dalam kehidupannya, dan memanifestasikan bagi sesama, misteri Kristus dan hakikat sejati dari Gereja yang benar."[26]
Sakramen
Katekismus Gereja Katolik, 1131 mengajarkan: "Sakramen-sakramen adalah tanda-tanda yang berfaedah dari rahmat, yang dilembagakan oleh Kristus dan dipercayakan kepada Gereja, yang dengannya kehidupan ilahi disalurkan bagi kita. Ritus-ritus yang terlihat yang dengannya sakramen-sakramen dirayakan menandai dan menghadirkan rahmat-rahmat sesuai dengan tiap sakramen. Sakramen-sakramen berbuah dalam diri mereka yang menerimanya dalam keadaan yang seharusnya."
Ketujuh sakramen adalah:
- Pembaptisan
- Krisma
- Ekaristi
- Pengakuan dosa[27]
- Pengurapan orang sakit
- Imamat
- Pernikahan
Kehidupan devosional Gereja Katolik
Selain sakramen-sakramen, yang dilembagakan oleh Yesus, terdapat pula banyak sakramental, yaitu tanda-tanda suci (upacara-upacara atau benda-benda) yang beroleh kuasa dari doa Gereja. Sakramental-sakramental melibatkan doa dengan tanda salib atau tanda-tanda lainnya. Contoh-contoh penting adalah pemberkatan-pemberkatan (yang didalamnya diangkat pujian bagi Allah dan memohon karunia-karunia-Nya), konsekrasi orang-orang, dan penyucian benda-benda yang digunakan untuk menyembah Allah. Devosi-devosi populer bukan bagian dari liturgi, namun jika dinilai otentik, maka didukung oleh Gereja. Devosi-devosi mencakup penghormatan relikwi-relikwi orang-orang kudus, kunjungan-kunjungan ke tempat-tempat suci, ziarah-ziarah, perarakan-perarakan (termasuk perarakan Sakramen Maha Kudus), ibadat jalan salib, ibadat harian (Holy Hours), Penyembahan Sakramen Maha Kudus, Pemberkatan Sakramen Maha Kudus, dan doa Rosario.
Doa pribadi
Selain itu, banyaknya varietas dari spiritualitas Katolik memungkinkan umat Katolik untuk berdoa sendiri dengan berbagai macam cara. Bagian ke-4 dan terakhir dari Katekismus meringkas tanggapan Katolik terhadap misteri iman: "Oleh sebab itu, misteri ini, mengharuskan supaya umat beriman meyakininya, supaya mereka merayakannya, dan supaya mereka hidup darinya dalam suatu hubungan yang bersifat vital dan pribadi dengan Allah yang hidup dan sejati. Hubungan itu adalah doa."[28]
Gereja tertentu dalam Gereja Katolik
Tidak seperti Gereja-Gereja lain yang melihat diri mereka sebagai Gereja yang berdiri sendiri dan terpisah satu sama lainnya, Gereja katolik menganggap persekutuan mereka sebagai satu Gereja tunggal. Seperti yang dijelaskan dalam Surat kepada Uskup Gereja Katolik dalam beberapa aspek Gereja tentang persekutuan, tertanggal 28 Mei 1992.
Gereja Tertentu atau Gereja Partikuler menurut Hukum Kanonik adalah komunitas-komunitas gerejawi tersendiri yang berada dalam persekutuan penuh dengan Roma dan yang merupakan bagian dari Gereja Katolik seutuhnya. Gereja Tertentu adalah Gereja-Gereja lokal yakni Keuskupan-Keuskupan, dan Setara Keuskupan (Prelatur Teriterritorial, Kerahiban Teritorial, Vikariat Apostolik, Prefektur Apostolik, Administrasi Apostolik Permanen) [1]. Gereja Tertentu dapat berarti Gereja-Gereja lokal yang memiliki tradisi liturgis, teologis, dan kanonik tertentu misalnya Gereja Latin (Gereja pengguna ritus Latin) dan Gereja-Gereja Timur (Gereja-Gereja pengguna ritus-ritus Timur) atau Gereja-Gereja Timur yang disebut-sebut dalam dekrit Konsili Vatikan II tentang Gereja-Gereja Timur Katolik Orientalium Ecclesiarum, [2] yang disebut "Gereja-Gereja atau ritus-ritus tertentu" dan yang juga disebut Gereja-Gereja tertentu otonom ("sui iuris").
Gereja-Gereja Tertentu, adalah bagian yang tak terpisahkan dari Gereja Kristus yang tunggal, karena dalam setiap Gereja Tertentu 'Gereja Kristus yang satu, kudus, katolik dan apostolik itu benar-benar hadir dan aktif' , karena itu Gereja Katolik bukanlah sekedar himpunan dari Gereja-Gereja Tertentu, atau suatu perserikatan (federasi) dari Gereja-Gereja Tertentu [3].
Hubungan dengan umat Kristiani lainnya
Meskipun mengaku sebagai Gereja yang didirikan oleh Yesus, Gereja Katolik mengakui bahwa banyak unsur-unsur keselamatan dalam Injil terdapat pula di dalam Gereja-Gereja dan komunitas-komunitas gerejawi lainnya. Dokumen Konsili Vatikan II, Lumen Gentium mengajarkan bahwa "Gereja Kristus yang esa yang dalam kredo dimaklumkan sebagai "yang satu, kudus, katolik dan apostolik..." terdapat dalam (Lumen Gentium menggunakan kata Latin "Subsistit in") Gereja Katolik, yang dipimpin oleh penerus Petrus dan oleh para uskup dalam persekutuan dengan beliau, meskipun banyak unsur-unsur pengudusan dan kebenaran terdapat di luar dari strukturnya yang tampak.[29] Dengan demikian, dokumen tersebut meneguhkan doktrin Extra Ecclesiam Nulla Salus[30] (tidak ada keselamatan di luar Gereja).
Sejak Konsili Vatikan II, Gereja Katolik telah menjangkau badan-badan Kristiani, mengusahakan rekonsiliasi yang semaksimal mungkin. Kesepakatan-kesepakatan penting telah dicapai mengenai Pembaptisan, Pelayanan, dan Ekaristi bersama para teolog Anglikan. Dengan badan-badan Lutheran telah dicapai kesepakatan serupa mengenai teologi pembenaran (justifikasi). Dokumen-dokumen penting ini telah makin mempererat ikatan persaudaraan dengan komunitas-komunitas gerejawi tersebut. Meskipun demikian, perkembangan-perkembangan terbaru, semisal pentahbisan wanita dan penerimaan terhadap pasangan homoseksual, menghadirkan hambatan-hambatan baru bagi rekonsiliasi dengan Gereja Lutheran, Gereja-Gereja Reformasi, dan khususnya Gereja Anglikan, .
Konsekuensinya, pada beberapa tahun terakhir, Gereja katolik memusatkan upayanya pada rekonsiliasi dengan Gereja-Gereja Ortodoks Timur, yang perbedaan teologisnya dengan Gereja Katolik tidaklah sedemikian besar. Hubungan-hubungan dengan Gereja-Gereja Ortodoks Rusia mengalami keretakan pada tahun 1990-an sehubungan dengan masalah-masalah properti di negara-negara bekas Uni soviet, masalah-masalah tersebut belum terselesaikan (khususnya paroki-paroki milik Gereja Katolik-Yunani Ukraina), sekalipun hubungan-hubungan persaudaraan dengan Gereja-Gereja Timur lainnya terus mengalami kemajuan.
Keanggotaan Gereja Katolik
Menurut Hukum Kanonik, seseorang menjadi anggota Gereja Katolik dengan cara dibaptis dalam Gereja Katolik atau dengan cara diterima ke dalam Gereja Katolik (dengan membuat suatu pernyataan iman, jika yang bersangkutan telah dibaptis).[31]
Apabila atas kemauan sendiri seseorang hendak memutuskan ikatan yuridis dengan Gereja Katolik, maka disyaratkan adanya suatu tindakan formal secara tertulis di hadapan Pejabat Gereja setempat atau imam paroki dari yang bersangkutan, yang akan menilai apakah tindakan tersebut tergolong murtad, bidaah atau skisma; tanpa tindakan keluar secara resmi ini, "bidaah (baik formal maupun material), skisma dan murtad tidak dengan sendirinya merupakan suatu tindakan keluar secara resmi, jika tidak secara eksternal diwujudnyatakankan dan dimanifestasikan kepada otoritas gerejawi dengan cara-cara yang disyaratkan."[32]
Mereka yang tidak melakukan tindakan ini dianggap masih terikat dengan Gereja Katolik dan "terus terikat oleh hukum-hukum gerejawi belaka." Seseorang yang keluar dari keanggotaan Gereja Katolik dapat diterima kembali di kemudian hari, setelah yang bersangkutan membuat suatu pernyataan iman.
Peranan Gereja Katolik dalam peradaban
Doktrin Gereja Dan ilmu pengetahuan
Para ahli sejarah ilmu pengetahuan, termasuk yang bukan beragama Katolik seperti J.L. Heilbron,[33] Alistair Cameron Crombie, David C Lindberg,[34] Edward Grant, Thomas Goldstein,[35] dan Ted Davis, berpendapat bahwa Gereja Katolik memiliki pengaruh positif yang penting terhadap perkembangan peradaban. Mereka yakin bahwa, bukan saja para biarawanlah yang menyelamatkan dan membudidayakan the remnants of peradaban kuno selama invasi-invasi kaum barbar, melainkan juga bahwasanya Gereja Katoliklah yang mendorong pembelajaran dan ilmu pengetahuan melalui dukungannya terhadap banyak universitas yang, di bawah kepemimpinannya, bertumbuh cepat di Eropa pada abad ke-11 dan ke-12. St. Thomas Aquinas, "teolog model" Gereja Katolik, tidak saja berpendapat bahwa akal budi itu bersesuaian dengan iman, beliau bahkan mengakui bahwa akal budi dapat berkontribusi bagi pemahaman wahyu Illahi, dan dengan demikian mendorong perkembangan intelektual. [36] Para imam-ilmuwan Gereja Katolik, yang kebanyakan adalah para Yesuit, dan yang merupakan para pelopor dalam ilmu astronomi, genetika, geomagnetisme, meteorologi, seismologi, and fisika matahari, menjadi "bapak-bapak" ilmu-ilmu pengetahuan tersebut. Perlu kiranya untuk disebutkan di sini, nama-nama para rohaniwan Katolik semisal Abbas Ordo St. Agustinus Gregor Mendel (pelopor dalam studi genetika) dan pastur Belgia Georges Lemaître (orang pertama yang mengedepankan teori Big Bang).
Kenyataan ini merupakan suatu kebalikan dari pandangan yang dipertahankan oleh beberapa filsuf abad pencerahan, bahwa doktrin-doktrin Gereja Katolik bersifat tahayul dan menghalang-halangi kemajuan peradaban.
Salah satu contoh terkenal yang diajukan oleh para kritikus tersebut adalah Galileo Galilei, yang pada tahun 1633, dikutuk karena berpegang teguh pada ajaran jagad raya yang heliosentris (jagad raya berpusat pada matahari), teori yang pertama kali dicetuskan oleh Nicolaus Copernicus, seorang imam Katolik. Setelah bertahun-tahun diinvestigasi, berkonsultasi dengan Paus, berjanji kemudian dilanggar oleh Galileo sendiri, dan akhirnya suatu pengadilan oleh Tribunal Inkuisisi Romawi dan Universal, Galileo didapati "dituduh sebagai bidaah" - bukan bidaah, sebagaimana yang seringkali secara keliru disebut-sebut. Meskipun ilmu pengetahuan moderen membuktikan bahwa dua dari empat thesis ilmiah yang dikedepankan oleh Galileo sebenarnya keliru, yakni bahwasanya Matahari adalah pusat jagad raya, dan bahwasanya Bumi mengitari Matahari dalam orbit berbentuk lingkaran sempurna, Paus Yohanes Paulus II secara terbuka mengungkapkan penyesalan atas tindakan-tindakan orang-orang Katolik yang memperlakukan Galileo dengan buruk dalam pengadilan pada tanggal 31 Oktober 1992.[37] Sebuah abstraksi dari tindakan-tindakan dalam proses pengadilan terhadap Galileo dapat dijumpai di Arsip Rahasia Vatikan (Vatican Secret Archives), yang mereproduksi sebahagian arsip tersebut dalam situs web-nya. Kardinal John Henry Newman, pada abad ke-19, berkata bahwa orang-orang yang menyerang Gereja Katolik hanya mampu menunjukkan kasus Galileo, yang bagi banyak sejarawan tidaklah membuktikan adanya oposisi Gereja terhadap ilmu pengetahuan karena justru banyak rohaniwan Katolik pada masa itu yang didorong oleh Gereja untuk meneruskan penelitian mereka.[38]
Saat ini, Gereja Katolik telah dikritik karena ajarannya bahwa penelitian sel induk embrio manusia (embryonic stem cell research) merupakan suatu bentuk dari eksperimentasi pada manusia, dan mengakibatkan pembunuhan seorang manusia, dengan alasan bahwa ajaran ini menghalangi penelitian ilmiah. Gereja Katolik sebaliknya berpendapat bahwa kemajuan dalam ilmu pengobatan dapat terjadi tanpa perlu ada penghancuran manusia (yang masih dalam tahap kehidupan embrio); misalnya, dengan menggunakan sel induk dewasa (adult stem cell) atau sel induk tali pusat (umbilical stem cell) sebagai ganti sel induk embrio.
Gereja, seni, dan karya sastra
Beberapa ahli sejarah menilai Gereja Katolik berjasa atas kegemilangan dan keagungan seni Barat. Mereka mengacu pada perlawanan gereja terhadap ikonoklasme (suatu gerakan yang menentang penggambaran visual dari yang ilahi), kegigihan Gereja dalam membangun gedung-gedung yang mendukung peribadatan, kutipan ayat Alkitab oleh Agustinus dari Hippo - dari kitab Kebijaksanaan 11:20 (Allah "menyuruh segala sesuatu diukur, dihitung, dan ditimbang") yang menuntun kepada konstruksi-konstruksi geometris dari arsitektur Gothik, sistem-sistem ilmiah yang koheren dari kaum Skolastik yang disebut Summa Theologiae yang mempengaruhi tulisan-tulisan yang konsisten secara ilmiah dari Dante, theologi penciptaan dan sakramental Gereja yang telah mengembangkan suatu imajinasi Katolik yang mempengaruhi para penulis seperti J. R. R. Tolkien[39], C.S. Lewis, dan William Shakespeare,[40] dan akhirnya, perlindungan yang diberikan para paus di masa Renaissance bagi karya-karya agung para seniman Katolik seperti Michelangelo, Raphael, Bernini, Borromini, dan Leonardo da Vinci.
Gereja dan perkembangan ekonomi
Francisco de Vitoria, seorang murid dari Thomas Aquinas dan seorang pemikir Katolik yang mempelajari hal-hal seputar hak-hak azasi manusia dari rakyat pribumi jajahan, diakui Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai seorang Bapak hukum internasional, dan kini juga diakui oleh para ahli sejarah ekonomi dan demokrasi sebagai cahaya terdepan bagi demokrasi Barat dan percepatan ekonomi.[41]
Joseph Schumpeter, seorang ahli ekonomi dari abad ke-20, menunjuk pada kaum skolastik, ketika menulis bahwa, "merekalah yang paling layak lebih dari kelompok manapun juga untuk disebut sebagai ‘pendiri’ ilmu ekonomi yang ilmiah."[42] Ahli-ahli ekonomi dan sejarah lainnya, seperti Raymond de Roover, Marjorie Grice-Hutchinson, dan Alejandro Chafuen, juga telah mengeluarkan pernyataan serupa. Sejarawan Paul Legutko dari Universitas Stanford mengatakan bahwa Gereja Katolik "berada pada pusat perkembangan nilai-nilai, gagasan-gagasan, ilmu pengetahuan, hukum, dan lembaga-lembaga yang membentuk apa yang kita sebut peradaban Barat."[43]
Keadilan sosial, keperawatan, dan sistem rumah sakit
Menurut ahli sejarah rumah sakit, Guenter Risse, Gereja Katolik telah memberi sumbangsih bagi masyarakat melalui doktrin sosialnya (ajaran sosial Gereja) yang telah menuntun para pemimpin untuk mempromosikan keadilan sosial dan dengan membentuk sistem rumah sakit di Eropa abad pertengahan, yakni suatu sistem yang berbeda dengan keramah-tamahan dari masyarakat Yunani dan kewajiban-kewajiban berasaskan keluarga dari masyarakat Romawi. Rumah-rumah sakit tersebut didirikan untuk menyediakan pelayanan bagi kelompok masyarakat tertentu yang tersisihkan akibat kemiskinan, penyakit, dan usia lanjut."[44]
James Joseph Walsh menulis tentang kontribusi Gereja Katolik bagi sistem rumah sakit, sebagai berikut:
Selama abad ke-13 sejumlah besar rumah-rumah sakit [ini] didirikan. Kota-kota Italia merupakan pemimpin-pemimpin dari gerakan itu. Milan memiliki tidak kurang dari selusin rumah sakit dan Florence sebelum akhir abad ke-14 memiliki sekitar 30 rumah sakit. Beberapa diantaranya merupakan bangunan-bangunan yang sangat indah. Di Milan sebagian dari bangunan rumah sakit umum dirancang oleh Donato Bramante dan sebagiannya lagi dirancang oleh Michelangelo. Rumah sakit kaum tak berdosa di Florence untuk menampung anak-anak terlantar merupakan sebuah permata arsitektur. Rumah sakit di Sienna, yang didirikan sebagai penghormatan kepada Santa Katerina dari Siena, sejak semula sudah tersohor. Di seluruh Eropa gerakan rumah sakit ini menyebar di mana-mana. Virchow, Pathologis besar dari Jerman, dalam sebuah artikel mengenai rumah-rumah sakit, menunjukkan bahwa tiap kota di Jerman yang berpenduduk 5000 jiwa memiliki rumah sakit. Ia menelusuri gerakan rumah sakit ini sampai kepada Paus Innosentius III, dan meskipun bukan seorang pendukung kepausan, Virchow tanpa ragu-ragu memberikan pujian tertinggi bagi Paus tersebut untuk segala sesuatu yang telah dilakukannya demi kebaikan anak-anak dan umat manusia yang menderita.[45]
Keindahan dan efisiensi rumah-rumah sakit Italia bahkan mengilhami sebagian orang yang justru mengkritik Gereja Katolik. Sejarawan Jerman Ludwig von Pastor mengutip kembali kata-kata Martin Luther yang, tatkala melakukan perjalanan ke Roma saat musim dingin tahun 1510-1511, berkesempatan mengunjungi beberapa dari rumah-rumah sakit tersebut:
Di Italia, menurutnya, rumah-rumah sakit didirikan dengan megah, dan sungguh mengagumkan bahwa rumah-rumah sakit itu diperlengkapi dengan makanan dan minuman yang sangat baik, perhatian yang seksama dan tabib-tabib yang terpelajar. Tempat-tempat tidur dan perlengkapan tempat tidurnya bersih, dan dinding-dinding ditutupi dengan lukisan-lukisan. Bilamana seorang pasien dibawa masuk, pakaian-pakaiannya dilepaskan di hadapan seorang notaris yang menginventarisirnya dengan cermat, kemudian pakaian-pakaian itu disimpan dengan aman. Sehelai smock (jubah pasien) putih dikenakan padanya dan ia dibaringkan di atas sebuah dipan yang nyaman, dialasi linen yang bersih. Ada dua orang dokter yang mendatanginya, dan para pelayan membawakannya makanan dan minuman dalam gelas-gelas yang bersih, yang memperlihatkan padanya segala perhatian yang dapat diberikan.[46]
Gereja Katolik sebagai opus proprium, sebut Benediktus XVI dalam Deus Caritas Est, telah melaksanakan selama berabad-abad sejak awal mulanya dan terus melaksanakan berbagai pelayanan kasih — antara lain, rumah-rumah-sakit, sekolah-sekolah, dan program-program pemberantasan kemiskinan.
Catatan kaki
- ^ "Catechism of the Catholic Church". Diakses tanggal 1 Januari 2007.
881. The Lord made Simon alone, whom he named Peter, the "rock" of his Church. He gave him the keys of his Church and instituted him shepherd of the whole flock. 'The office of binding and loosing which was given to Peter was also assigned to the college of apostles united to its head.'This pastoral office of Peter and the other apostles belongs to the Church's very foundation and is continued by the bishops under the primacy of the Pope.
- ^ Ignatius of Antioch. "Letter to the Smyrnaeans". para. 8.
- ^ "The Authority of the Pope: Part I". Catholic Answers.
Primacy of the Apostolic See, Corunum Catholic Apologetic Web Page, retreived Nov. 30, 2006 - ^ Ware, Kallistos. "The Great Schism". The Orthodox Church. Diakses tanggal 2006-12-02.
The east acknowledged the Pope as the first bishop in the Church, but saw him as the first among equals.
- ^ 2 Corinthians:11:13-15; 2 Peter:2:1-17; 2 John:7-11; [[]] Jude:4-13
- ^ [[|]] Acts:15:1-2
- ^ "It is our desire that all the various nations which are subject to our clemency and moderation should continue to the profession of that religion which was delivered to the Romans by the divine Apostle Peter, as it has been preserved by faithful tradition and which is now professed by the Pontiff Damasus and by Peter, Bishop of Alexandria, a man of apostolic holiness. ... We authorize the followers of this law to assume the title Catholic Christians; but as for the others, since in our judgment they are foolish madmen, we decree that they shall be branded with the ignominious name of heretics, and shall not presume to give their conventicles the name of churches." Halsall, Paul (1997). "Theodosian Code XVI.i.2". Medieval Sourcebook: Banning of Other Religions. Fordham University. Diakses tanggal 2006-09-19.
- ^ MacCulloch, Diarmaid (2003). The Reformation: A History. Penguin Group. hlm. 412. ISBN 978-0-7139-9370-7.; MacCulloch adds "admittedly, that might not have been much consolation to those burned at the stake."; see also Kamen, Henry (1999). The Spanish Inquisition: A Historical Revision. Yale University Press. hlm. 59–60, 189–90, 203, 301. ISBN 0-300-07880-3.
- ^ "In view of the pastoral nature of the Council, it avoided any extraordinary statement of dogmas that would be endowed with the note of infallibility, but it still provided its teaching with the authority of the supreme ordinary Magisterium. This ordinary Magisterium, which is so obviously official, has to be accepted with docility, and sincerity by all the faithful, in accordance with the mind of the Council on the nature and aims of the individual documents" (Pope Paul VI, atGeneral Audience of 12 January 1966
- ^ "The use of the Latin language, with due respect of particular law, is to be preserved in the Latin rites. But since the use of the vernacular, whether in the Mass, the administration of the sacraments, or in other parts of the liturgy, may fequently be of great advantage to the people, a wider use may be made of it, especially in ... It is for the competent territorial ecclesiastical authority ... to decide whether, and to what extent, the vernacular language is to be used" (Sacrosanctum Concilium, 36).
- ^ Catholic League for Religious and Civil Rights (2004). "Sexual Abuse in Social Context: Catholic Clergy and Other Professionals". Diakses tanggal 2006-09-16.
- ^ Bono, Agostino. "John Jay Study Reveals Extent of Abuse Problem". Catholic News Service.
- ^ "Canon 1395". Code of Canon Law. Vatican.
- ^ John Paul II, Apostolic Letter Laetamur Magnopere
- ^ Pope Pius XII. "Divino Afflante Spiritu". Vatican. para. 16.
- ^ Council of Trent Session IV; here an "edition" should not be confused with a "translation"
- ^ [[|]] Ephesians:1:22-23-NRSV; cf. [[|]] Romans:12:4-5-NRSV
- ^ Catechism of the Catholic Church, 2007
- ^ [[|]] Romans:3:22
- ^ [[|]] Romans:6:3-4
- ^ Pontifical Council for Promoting Christian Unity. "Response of the Catholic Church to the Joint Declaration of the Catholic Church and the Lutheran World Federation on the Doctrine of Justification, 2–3". Vatican. Diakses tanggal 2006-09-15.
- ^ [[]] James:2:26
- ^ [[]] James:2:24-RSV
- ^ Catechism of the Catholic Church, 1987–2016
- ^ Pope Paul VI (1964). "Lumen Gentium (Dogmatic Constitution on the Church), 14". Vatican. Diakses tanggal 2006-09-15.
- ^ Pope Paul VI (1963). "Sacrosanctum Concilium, 2". Vatican. Diakses tanggal 2006-09-15. ; Catechism of the Catholic Church 1068-69
- ^ Catechism of the Catholic Church, 1423-1424
- ^ Catechism of the Catholic Church 2558
- ^ Lumen Gentium §8
- ^ Lumen Gentium §26
- ^ cf. Code of Canon Law, canon 11
- ^ Circular Letter 10279/2006 of 13 March 2006 from the Pontifical Council for Legislative Texts to Presidents of Episcopal Conferences (Canon Law Society of America)
- ^ "J.L. Heilbron". London Review of Books. Diakses tanggal 2006-09-15.
- ^ Lindberg, David (2003). When Science and Christianity Meet. University of Chicago Press. ISBN 0-226-48214-6.
- ^ Goldstein, Thomas (1995). Dawn of Modern Science: From the Ancient Greeks to the Renaissance. Da Capo Press. ISBN 0-306-80637-1.
- ^ Pope John Paul II (1998). "Fides et Ratio (Faith and Reason), IV". Diakses tanggal 2006-09-15.
- ^ Choupin, Valeur des Decisions Doctrinales du Saint Siege
- ^ "How the Catholic Church Built Western Civilization". Catholic Education Resource Center. 2005.
- ^ Boffetti, Jason (2001). "Tolkien's Catholic Imagination". Crisis Magazine. Morley Publishing Group.
- ^ Voss, Paul J. (2002). "Assurances of faith: How Catholic Was Shakespeare? How Catholic Are His Plays?". Crisis Magazine. Morley Publishing Group.
- ^ de Torre, Fr. Joseph M. (1997). "A Philosophical and Historical Analysis of Modern Democracy, Equality, and Freedom Under the Influence of Christianity". Catholic Education Resource Center.
- ^ Schumpeter, Joseph (1954). History of Economic Analysis. London: Allen & Unwin.
- ^ "Review of How the Catholic Church Built Western Civilization by Thomas Woods, Jr". National Review Book Service. Diakses tanggal 2006-09-16.
- ^ Risse, Guenter B (1999). Mending Bodies, Saving Souls: A History of Hospitals. Oxford University Press. hlm. 59. ISBN 0-19-505523-3.
- ^ Walsh, James Joseph (1924). The world's debt to the Catholic Church. The Stratford Company. hlm. 244.
- ^ von Pastor, Ludwig (1891). The History of the Popes from the Close of the Middle Ages (Volume V). B. Herder. hlm. 65. cf. Luther, Martin. (1967). Luther's Works, American Edition, 55 vols. Helmut T. Lehmann, Theodore G. Tappert, editors, Concordia Publishing House and Fortress Press, Table Talk, vol. 54, p.296, No. 3930, ( recorded by Anthony Lauterbach, August 1, 1538 ). ISBN 0-8006-0354-0
Pranala luar
- (Inggris) Vatican: the Holy See situs web resmi Vatikan
- (Inggris) Catholic Hierarchy Informasi mengenai para uskup Katolik dan keuskupan-keuskupan
- (Inggris) The Cardinals of the Holy Roman Church Informasi mengenai para Kardinal Gereja Katolik
- (Inggris) Global Catholic Statistics: 1905 and Today oleh Albert J. Fritsch, SJ, PhD
- (Inggris) Catholic Answers Salah satu dari apostolat-apostolat apologetika dan evangelisasi Katolik terbesar yang dikelola oleh umat awam
- (Inggris) Mary Foundation CD gratis berisi ringkasan ajaran Gereja Katolik mengenai Misa, Maria, dst.
- (Inggris) American Catholic Pertanyaan-pertanyaan Gereja Katolik - FAQ mengenai Katolisisme
- (Inggris) Catholic Wiki - Sebuah situs orthodox wiki yang dibaktikan bagi pengumpulan limpahan informasi mengenai Gereja Katolik
- (Inggris) MassTimes -Sebuah database komprehensif dari semua Gereja dan Misa Katolik di seluruh dunia
- (Inggris) ParishesOnline - U.S. directory of the Catholic Church.