Lompat ke isi

Korupsi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Definisi korupsi menurut Transparency International adalah perilaku pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.

Dari sudut pandang hukum, perbuatan korupsi mencakup unsur-unsur:

  • melanggar hukum yang berlaku
  • penyalahgunaan wewenang
  • merugikan negara
  • memperkaya pribadi/diri sendiri

Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalah gunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti literalnya pemerintahan oleh pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.

Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotik, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kejahatan.

Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.

Kondisi yang Mendukung Munculnya Korupsi

  • Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di regim-regim yang bukan demokratik.
  • Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah
  • Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal.
  • Proyek yang melibatkan uang rakyak dalam jumlah besar.
  • Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan network "teman lama".
  • Lemahnya ketertiban hukum.
  • Lemahnya profesi hukum.
  • Kurangnya kebebasan berbicara atau kebebasan media massa.
  • Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
  • Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian yang cukup ke pemilihan umum.
  • Ketidak-adaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau "sumbangan kampanye".

Bentuk-Bentuk Penyalahgunaan

Korupsi mencakup penyalahgunaan oleh pejabat pemerintah seperti penggelapan dan nepotisme, juga penyalahgunaan yang menghubungkan sektor privat dan pemerintahan seperti penyogokan, pemerasan, campuran tangan, dan penipuan.

Penyogokan: Pesogok dan Penerima Sogokan

Korupsi memerlukan dua pihak yang korup: pemberi sogokan (penyogok) dan penerima sogokan. Di beberapa negara, budaya penyogokan mencakup semua aspek hidup sehari-hari, meniadakan kemungkinan berbisnis tanpa terlibat penyogokan.

Negara-negara yang paling sering memberikan sogokan pada umumnya tidak sama dengan negara-negara yang paling sering menerima sogokan.

12 negara yang paling kurang korupsinya, menurut survey persepsi oleh Transparansi Internasional di tahun 2001 adalah sebagai berikut (disusun menurut abjad):

Australia,Kanada,Denmark,Finlandia,Iceland,Luxemburg,Belanda,Selandia Baru,Norwegia,Singapura,Swedia,Swiss

Menurut survey yang sama, 13 negara yang paling korup adalah (disusun menurut abjad):

Azerbaijan,Bangladesh,Bolivia,Kamerun,Indonesia,Kenya,Nigeria,Pakistan,Filipina,Rusia,Tanzania,Uganda,Ukrania

Namun demikian, nilai dari survey tersebut masih diperdebatkan karena ini dilakukan berdasarkan persepsi subyektif dari para peserta survey tersebut.

Sumbangan Kampanye dan "Uang Lembek"

Di arena politik, sangatlah sulit untuk membuktikan korupsi, namun lebih sulit lagi untuk membuktikan ketidak-adaannya. Maka dari itu, sering banyak ada gosip menyangkut politisi.

Politisi terjebak di posisi lemah karena keperluan mereka untuk meminta sumbangan finansial untuk kampanye mereka. Sering mereka terlihat untuk bertindak hanya demi keuntungan mereka yang telah menyumbang uang, yang akhirnya menyebabkan munculnya tuduhan korupsi politis.

Tuduhan Korupsi Sebagai Alat Politik

Sering terjadi dimana politisi mencari cara untuk mencoreng lawan mereka dengan tuduhan korupsi. Di Republik Rakyat Cina, fenomena ini digunakan oleh Zhu Rongji, dan yang terakhir, oleh Hu Jintao untuk melemahkan lawan-lawan politik mereka.

Mengukur Korupsi

Mengukur korupsi - dalam artian statistik, untuk membandingkan beberapa negara, secara alami adalah tidak sederhana, karena para pelakunya pada umumnya ingin bersembunyi. Transparansi Internasional, LSM terkemuka di bidang anti korupsi, menyediakan tiga tolok ukur, yang diterbitkan setiap tahun: Index Persepsi Korupsi (berdasarkan dari pendapat para ahli tentang seberapa korup negara-negara ini); Barometer Korupsi Global (berdasarkan survey pandangan rakyat terhadap persepsi dan pengalaman mereka dengan korupsi); dan Survey Pemberi Sogok, yang melihat seberapa rela perusahaan-perusahaan asing memberikan sogok. Transparansi Internasional juga menerbitkan Laporan Korupsi Global; edisi tahun 2004 berfokus kepada korupsi politis. Bank Dunia mengumpulkan sejumlah data tentang korupsi, termasuk sejumlah Indikator Kepemerintahan.

Referensi

Axel Dreher, Christos Kotsogiannis, Steve McCorriston (2004), Corruption Around the World: Evidence from a Structural Model.

Lihat pula

Pranala Luar Resmi