Lompat ke isi

Gatotkaca

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Berkas:Gathotkaca-kl.jpg
Gatotkaca sebagai tokoh wayang kulit Jawa

Gatotkaca atau Gatutkaca (Sansekerta: Ghaṭotkaca घटोत्कच) adalah seorang tokoh dalam wiracarita Mahabharata. Ia adalah putra Bima (Werkodara) dan Hidimbī. Karena menurun dari wujud ibunya, maka separuh badannya merupakan raksasa yang mana hal ini banyak memberi kesaktian dan membuat dirinya menjadi seorang ksatria penting di medan Kuru (medan perang) pada saat terjadinya Bharatayuddha.

Arti nama

Nama Gatotkaca sebenarnya merupakan julukan. Kata ini diambil dari bahasa Sansekerta ghaṭam yang berarti "buli-buli" atau "kendi", karena sewaktu lahir kepalanya dianggap mirip dengan benda ini.

Keluarga

Gatotkaca adalah putra dari Bima dan Hidimbī. Ia sendiri menikah dengan Ahilawatī dan memiliki anak bernama Barbarika.

Gatotkaca dalam budaya pewayangan Jawa

Dalam khazanah pewayangan Jawa Baru, tokoh Gatotkaca juga sangat populer. Gatotkaca dikatakan bahwa ia memiliki kesaktian yang sanggup terbang dan mempunyai "otot kawat baja dan tulang besi". Nama lain Gatotkaca yang juga populer dalam khazanah sastra Jawa Baru adalah Tutuka atau Tetuka.

Gathotkaca mempunyai pusaka berupa Keris Kalanadhah yang didapat dari pamannya, Arjuna. Selain itu, pakaiannya merupakan pemberian dari para Dewa, antara lain: pakaian Caping Basunandho (tidak akan kehujanan ataupun kepanasan), pakaian Kotang Ontokusumo (bisa terbang), Trumpah (sandal) Probokacermo (tidak akan terganggu jika melalui jalan/ tempat yang angker).

Masa kecil

Pada masa kecil Gatotkaca, yang bernama Bambang Tetuka, dijadikan jago para Dewa untuk menghadapi penyerang kahyangan (nirwana), yakni Patih Sekipu Montro. Gatotkaca lalu dimasukkan oleh batara Narada ke kawah Candradimuka bersama dengan berbagai pusaka baja kahyangan, sehingga saat keluar dari kawah Candradimuka, Gatotkaca kecil (Bambang Tetuka) yang tadinya masih berwujud raksasa (buto bajang), sekarang telah menjadi ksatriya yang gagah dan pilih tanding. Dari sinilah, kemudian, Gatotkaca menjadi berotot kawat dan bertulang besi. Gatotkaca juga diberi berbagai macam pusaka serta diberi nama Raden Krincing Wesi (nama Gatotkaca pun di peroleh dari sini, sebagai pemberian dari Dewa).

Raden Gatotkaca lalu menjadi raja menggantikan ibunya Dewi Arimbi di negara Pringgondani. Negara ini kemudian menjadi bagian dari negara Amarta/Indraprasta, dan Raden Krincing Wesi ini mengambil gelar Prabu Anom Gathutkaca.

Masa dewasa

Gatotkaca memiliki beberapa ajian di antaranya: Aji Narantaka, Aji Brajadenta,Aji Brajamusti. Selain itu, dia menjadi penanggungjawab keamanan udara di kerajaan amarta, karena kemampuannya yang bisa terbang. Di angkasa ini, Gathotkaca mempunyai markas yang disebut Mego Malang (awan yang melintang).

Gathotkaca juga mempunyai kendaraan berupa sepasang burung Garuda: bernama Wilmuka (yang dulu ketika masih kecil ditaruh di atas kepala pangeran Palasara saat sedang bertapa), dan burung garuda satunya bernama Arimuka yang dimiliki oleh Prabu Bomanarakasura (raja Trajutresno/putra Prabu Kresna) yang secara kebetulan juga menjadi musuh bebuyutan dari Gathotkaca.

Pada masa dewasanya Gatotkaca memperistri Dewi Pergiwa, dan terpilih menjadi senopati negara amarta pada perang Baratayuda, dan setelah menerima wahyu Jayaningrat serta Topeng Wojo.

Dalam cerita wayang dengan nama lakon "Gathotkaca Gugur", pada saat perang Baratayudha, diceritakan bahwa Adipati Karno (dari keluarga Astina) berangkat perang pada waktu malam hari, dan hanya Gathotkaca yang dianggap bisa menandinginya, karena dada Gathotkaca bisa bersinar akibat dari daya kotang Ontokusumo (baju yang dimiliki).

Namun, akhirnya Gatotkaca kalah dalam perang melawan Adipati Karno ini, karena Adipati Karno memiliki Pusaka ampuh bernama, Kuntawijayadanu yang warangkanya masih tertanam di pusar Raden Gatotkaca sendiri, sejak dia lahir (dipakai untuk mengiris tali pusatnya?). Sebenarnya pusaka atau senjata Kuntawijayandanu ini tidak sampai menyentuh ke tubuh Gathotkaca, tetapi Kolobendono (roh paman dari Gatotkaca) membawa senjata ini sampai ke pusar Gathotkaca (sebagai balas dendam karena dahulu Gathotkaca telah membunuhnya).

Sebelum mati Gathotkaca mempunyai permintaan, yaitu bersedia mati tetapi harus diganti dengan kematian dari 1000 prajurit musuh. Tubuh Gathotkaca lalu jatuh dari angkasa karena terkena pusaka Kunta (wijayandanu) tersebut, kemudian, tepat mengenai kereta Adipati Karno (lawan perangnya). Sebagai akibatnya, pecahan kereta ini menciderai 1000 prajurit Astina sehingga semuanya tewas seketika.

Lihat pula