Lompat ke isi

Butriyah

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Versi yang bisa dicetak tidak lagi didukung dan mungkin memiliki kesalahan tampilan. Tolong perbarui markah penjelajah Anda dan gunakan fungsi cetak penjelajah yang baku.

Butriyah (Arab: البترية, al-Butriyah) adalah suatu firqah (sekte) dari mazhab Syi'ah Zaidiyah,[1] yang merujuk pada Katsir al-Nawwa al-Abtar sebagai tokoh pemula ajaran ini.[2] Penganut Zaidiyah pada awal hingga pertengahan abad ke-8 terutama pemegang ajaran Butriyah,[2] sementara pada akhir abad ke-9 sebagian besar telah menjadi pemegang ajaran Jarudiyah.[1]

Ajaran Butriyah berpendapat bahwa Nabi Muhammad hanya menunjuk Ali bin Abi Thalib secara implisit sebagai penggantinya, sehingga mungkin saja terjadi kekeliruan memilih oleh para Sahabat Nabi meskipun mereka berniat baik.[1] Meskipun tetap menganggap Ali sebagai yang terbaik (al-afdal), Butriyah tidak menganggap kesalahan memilih Abu Bakar ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab yang bukan terbaik (al-mafdul) tidak membuat mereka menjadi kafir, melainkan tetap Muslim yang taat.[1][2][3] Tidak adanya penolakan resmi dari Ali atas pemerintahan Abu Bakar dan Umar, menandakan ia menyetujuinya dan tidak ada landasan bagi umat Islam untuk menolak keduanya pula.[1] Butriyah berpendapat pemerintahan keduanya tetap sah, sedangkan mengenai pemerintahan Utsman bin Affan, sebagian tidak berkomentar,dan sebagian lagi menyalahkan 6 tahun terakhir kekhalifahannya karena nepotisme meskipun ia tidak sampai dihukumi kafir.[1][2] Demikian pula para Sahabat Nabi yang berperang melawan Ali bin Abi Thalib, meskipun dianggap salah, namun juga tetap dianggap sebagai Muslim.[1] Ajaran tersebut berbeda sekali dengan banyak kelompok Syi'ah awal lainnya, yang menghukumi murtad (keluar dari Islam) bagi mereka yang menentang kepemimpinan Ali tersebut.[1]

Dalam hal syariah (hukum dasar agama) dan fiqih (hukum kehidupan sehari-hari), Batriyah berpendapat bahwa otoritas keagamaan dapat dipegang oleh siapa saja dari kalangan umat Islam.[1] Para keturunan Ali diperbolehkan belajar ilmu agama dari para ulama non keturunan Ali, demikian pula sebaliknya.[1][3] Para Sahabat Nabi dianggap pada dasarnya memiliki moral yang baik.[1][3] Dalam hal aqidah (theologi), Batriyah menolak secara keras konsep-konsep raja'ah, taqiyah, dan bada'a yang banyak dianut kelompok-kelompok Syi'ah di Kufah lainnya pada masa itu.[1]

Ajaran Butriyah memiliki kedekatan dengan ajaran para ahli hadits proto-Sunni di Kufah, dan seiring dengan semakin terkonsolidasinya mazhab Sunni pada abad ke-9, ajaran Butriyah Zaidiyah surut menghilang.[2]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ a b c d e f g h i j k l Haider, Najam (2014). Shi'i Islam: An Introduction. New York: Cambridge University Press. ISBN 9781107031432. 
  2. ^ a b c d e Daftary, Farhad (2013). A Histori of Shi'i Islam. London: I.B.Tauris & Co. Ltd. ISBN 9780857735249. 
  3. ^ a b c Crone, Patricia (2014). Medieval Islamic Political Thought. Edinburgh: Edinburgh University Press. ISBN 9780748696505. 

Pranala luar