Siti Hartinah
Hj. Raden Ayu Siti Hartinah (23 Agustus 1923 – 28 April 1996), atau lebih dikenal dengan Ibu Tien Soeharto, adalah istri Presiden Indonesia kedua, Jenderal Besar Purnawirawan Soeharto.[1]
Siti Hartinah merupakan anak kedua pasangan KPH Soemoharjomo dan Raden Ayu Hatmanti Hatmohoedojo. Ia merupakan canggah Mangkunagara III dari garis ibu. Tien menikah dengan Soeharto pada tanggal 26 Desember 1947 di Surakarta.
Ibu Tien Soeharto dianugerahi gelar pahlawan nasional Indonesia tak lama setelah kematiannya.[2]
Masa kecil dan pendidikan
[sunting | sunting sumber]Tien lahir pada tanggal 23 Agustus 1923 dengan nama Fatimah Siti Hartinah. Waktu kecil, hidupnya berpindah-pindah mengikuti penempatan tugas bapaknya sebagai pamong praja, mulai dari Klaten ke Jumapolo, lalu ke Matesih, Solo, dan Kerjo. Ia juga sempat diadopsi oleh teman bapaknya, Abdul Rachman, tetapi karena sakit-sakitan, dikembalikan ke keluarga asal.[3]
Terkait pendidikan, Tien mengaku hanya mengikuti Sekolah Dasar Dua Tahun (Ongko Loro), tetapi sebenarnya masih mengikuti HIS Siswo hingga tahun 1933. Sambil sekolah, ia ikut les membatik dan mengetik. Saat tentara Jepang datang, ia ikut serta dalam Barisan Pemuda Putri di bawah Fujinkai. Setelah kemerdekaan, Barisan Pemuda Putri ini menjadi Laskar Putri Indonesia, di mana ia menjadi salah satu pelopornya. Ia ikut serta membantu perang kemerdekaan di dapur umum dan palang merah, yang menjadi alasan pengangkatannya sebagai pahlawan nasional pada 1996.[3]
Peran dalam karier Soeharto
[sunting | sunting sumber]Soeharto adalah pribadi yang sangat mempercayai keyakinan diri dan masukan keluarganya. Karena itu posisi Siti Hartinah sangat menentukan dalam beberapa keputusan penting. Antara lain saat Soeharto memutuskan terus menjadi tentara saat ia merasa mengalami badai fitnah pada tahun 1950-an. Soeharto nyaris berhenti dan ingin menjadi petani atau sopir taksi pada saat itu. Ia memberikan saran,
[3]“Saya dulu diambil istri oleh seorang prajurit dan bukan oleh supir taksi. Seorang prajurit harus dapat mengatasi setiap persoalan dengan kepala dingin walaupun hatinya panas,”.
Siti Hartinah juga berpengaruh dalam pelarangan poligami bagi pejabat di Indonesia. Sebagai penggerak Kongres Wanita Indonesia, ia mendesak perlunya larangan poligami yang akhirnya keluar dalam wujud Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1983 yang tegas melarang PNS untuk berpoligami dan juga UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan[4]
Soeharto sendiri menegaskan kesetiaan kepadanya
"Hanya ada satu Nyonya Soeharto dan tidak ada lagi yang lainnya. Jika ada, akan timbul pemberontakan yang terbuka di dalam rumah tangga Soeharto"
Ia juga mempengaruhi rencana sukses Soeharto pada akhir tahun 1990-an, dengan menyarankan petinggi Golkar agar tidak lagi mencalonkan suaminya.[5] Walaupun saran ini akhirnya terlambat dilakukan. Siti Hartinah meninggal pada tahun 1996 dan Soeharto kembali dicalonkan [3]
- Meski demikian ada peninggalan dan gagasannya yang terwujud untuk bangsa, sebagai contoh Taman Mini Indonesia Indah, Taman Buah Mekarsari, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, RSAB Harapan Kita, dan lainnya.[6]
Meninggal dunia
[sunting | sunting sumber]Berawal saat Siti Hartinah terbangun akibat sakit jantung yang menimpanya, lalu ia dilarikan ke RSPAD Gatot Subroto, Jakarta. Siti Hartinah meninggal dunia pada Minggu, 28 April 1996, jam 05.10 WIB yang bertepatan dengan peringatan Hari Raya Idul Adha 1416 Hijriyah.[9]
Keesokan harinya tepat pada 29 April 1996, sekitar pukul 14.30 WIB, Siti Hartinah dimakamkan di Astana Giri Bangun, Jawa Tengah. Upacara pemakaman tersebut dipimpin oleh inspektur upacara yaitu Ketua DPR/MPR saat itu, Wahono dan Komandan upacara Kolonel Inf Getson Manurung, Komandan Brigade Ifanteri 6 Kostrad saat itu.
Sedangkan sebelumnya saat pelepasan almarhumah, bertindak sebagai inspektur upacara, Letjen TNI (Purn) Achmad Tahir dan Komandan Upacara Kolonel Inf Sriyanto Muntasram, Komandan Grup 2 Kopassus Kartasura.
Penghargaan
[sunting | sunting sumber]Tanda Kehormatan[10]
[sunting | sunting sumber]Dalam Negeri
- Bintang Republik Indonesia Adipradana (10 Maret 1973)[11]
- Bintang Gerilya (3 Maret 1987)[12]
- Bintang Budaya Parama Dharma (17 Juni 1992)[13]
Luar Negeri
- Brunei:
- Darjah Kerabat Laila Utama Yang Amat Dihormati (DK) (1970)
- Kamboja:
- Grand Cross of the Royal Order of Sowathara (1968)
- Malaysia:
- Darjah Utama Seri Mahkota Negara (DMN) (1988)
- Filipina:
- Grand Collar of the Order of the Golden Heart (GCGH) (1968)
- Thailand:
- Dame Grand Cross of the Most Illustrious Order of Chula Chom Klao (DGC) (1970)
- Austria:
- Grand Star (Groß-Stern) of the Decoration of Honour for Services to the Republic of Austria (1973)
- Belanda:
- Dame Grand Cross of the Order of the Crown (1970)
- Kekaisaran Etiopia:
- Grand Cordon of the Order of the Queen of Sheba (1968)
- Jepang:
- Grand Cordon of the Order of the Precious Crown (1968)
- Jerman:
- Grand Cross Special Class (Sonderstufe des Großkreuzes) of the Order of Merit of the Federal Republic of Germany (1970)
- Kuwait:
- First Class of the Order of Kuwait (1977)
- Korea Selatan:
- Grand Order of Mugunghwa (1981)
- Mesir:
- Supreme Class of the Order of the Virtues (Nishan al-Kamal) (1977)
- Prancis:
- Grand Cross of the National Order of Merit (Ordre national du Mérite) (1972)
- Rumania:
- Spanyol:
- Dame Grand Cross of the Order of Isabella the Catholic (gcYC) (1980)[14]
- Suriah:
- Member 1st Class of the Order of the Umayyads (1977)
- Venezuela:
- Grand Cordon with Collar of the Order of the Liberator (1988)
- Yordania:
- Grand Cordon of the Supreme Order of the Renaissance (1986)
- Yugoslavia:
- Yugoslav Star with Sash of the Order of the Yugoslav Star (1975)
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ "Profil - Fatimah Siti Hartinah Soeharto". Merdeka.com. Diakses tanggal 2020-01-20.
- ^ Natalia (2019-08-22). "Mengenang Kembali Jasa Ibu Tien Soeharto". JPNN.com. Diakses tanggal 2019-10-24.
- ^ a b c d Ibu Tien Sang Pilar Penopang Soeharto. dari situs berita Kumparan
- ^ Ibu Tien di Balik Larangan Poligami. dari situs Kumparan
- ^ Ibu Tien Tidak Ingin Suharto Maju di Pemilu 1996. dari situs berita Tribun
- ^ Fakta Istri Pak Harto.
- ^ https://indonesiainside.id/news/nasional/2019/08/23/mengenal-51-tahun-warisan-ibu-tien-dan-yayasan-harapan-kita/amp/
- ^ https://m.jpnn.com/amp/news/sejarawan-museum-harusnya-layak-jadi-lokasi-swafoto-dan-instagramable
- ^ "Misteri Penyebab Kematian Mantan Ibu Negara Tien Soeharto". hot.grid.id. 2019-05-27. Diakses tanggal 2019-11-4.
- ^ "Inilah 23 Tanda Kehormatan untuk Bu Tien Soeharto, Termasuk dari 20 Negara Lain". Tribunsolo.com. Diakses tanggal 2023-08-14.
- ^ "Daftar WNI yang Menerima Tanda Kehormatan Republik Indonesia Tahun 1959–sekarang" (PDF). Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia. 7 Januari 2020. Diakses tanggal 2023-08-14.
- ^ Library, Soeharto (2017-11-06). "IBU TIEN DAPAT BINTANG GERILYA". HM Soeharto. Diakses tanggal 2023-08-14.
- ^ "DAFTAR PEMILIK BINTANG BUDAYA PARAMA DHARMA TAHUN 1988 – 2003" (PDF). Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia. 7 Januari 2020. Diakses tanggal 2023-08-14.
- ^ "Bollettino Ufficiale di Stato" (PDF).
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- (Indonesia) Biografi di SoehartoReview.com Diarsipkan 2004-06-15 di Wayback Machine.
- (Indonesia) Biografi di TokohIndonesia.com Diarsipkan 2006-11-21 di Archive.is
Gelar kehormatan | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Fatmawati Hartini (pj.) |
Ibu Negara Republik Indonesia 1967—1996 |
Diteruskan oleh: Siti Hardijanti Rukmana (plt.) |
- Kelahiran 1923
- Kematian 1996
- Meninggal usia 73
- Pahlawan nasional Indonesia
- Pasangan Presiden Indonesia
- Soeharto
- Tokoh Jawa
- Tokoh Jawa Tengah
- Tokoh Karanganyar
- Tokoh dari Kecamatan Jaten
- Tokoh dari Surakarta
- Tokoh Orde Baru
- Tokoh Angkatan 45
- Penerima Bintang Republik Indonesia Adipradana
- Penerima Bintang Gerilya
- Kematian akibat penyakit jantung
- Penerima Bintang Budaya Parama Dharma