Lompat ke isi

Megono

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Megono
Sajian khas Megono
SajianHidangan utama
Tempat asalIndonesia
DaerahJawa Tengah
Suhu penyajianPanas atau hangat
Bahan utamaNangka muda, kelapa parut, bawang merah, bawang putih, ketumbar, kemiri, terasi, kencur, cabai merah, serai, bunga kecombrang, daun melinjo, daun salam, lengkuas, daun jeruk dan aneka bumbu rempah (opsional)
VariasiMegono Pekalongan, Megonobbanjarnegara, Megono Temanggung
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Megono (bahasa Jawa: ꦩꦼꦒꦤ, translit. Mêgana) adalah sebuah hidangan khas Jawa Tengah yang terbuat dari potongan nangka muda dengan perpaduan kelapa parut yang dibumbui sehingga menciptakan rasa gurih.[1] Megono awalnya berasal dari Kabupaten Pekalongan di pesisir utara Jawa.[1] Kemudian berkembang di Kota Pekalongan, Kabupaten Batang, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Wonosobo, dan Kabupaten Temanggung. Megono biasanya disajikan dengan nasi, mendoan, cumi masak hitam, telur balado, tempe orek, mentimun, dan sambal.

Asal-usul

[sunting | sunting sumber]

Nilai sejarah dan budaya mengawali terciptanya megono sebagai hidangan para pejuang. Megono berasal dari kata bahasa Jawa merga (karena) dan ana (ada).[1] Makanan ini berawal dari sajian yang diberikan untuk para pasukan Kesultanan Mataram di bawah pimpinan Bahureksa yang hendak berperang melawan VOC di Batavia pada tahun 1628.[2]

Kondisi perang yang menyebabkan sulitnya perekonomian rakyat pada kala itu berdampak pada minimnya kebutuhan sandang dan pangan. Suatu ketika, rombongan pasukan Mataram memasuki wilayah Kabupaten Pekalongan untuk beristirahat di perkampungan penduduk dalam kondisi kelelahan dan lapar. Penduduk setempat bersimpatik dan tak tinggal diam melihat kondisi pasukan Mataram tersebut. Mereka saling bahu-membahu dan membantu mengumpulkan makanan dari rumah setiap penduduk untuk diberikan secara sukarela. Namun, dengan kondisi yang serba terbatas para penduduk hanya mendapatkan kerak nasi tanpa adanya sayur.[1]

Inisiatif untuk mencari sayur pun muncul. Hingga diperoleh nangka muda yang banyak ditanam oleh penduduk di Pekalongan. Nangka muda itu pun kemudian diolah dengan singkat hingga menjadi cacahan nangka muda yang terpotong kecil-kecil dan dibumbui kelapa parut. Semenjak itu makanan ini disebut dengan megono yang merupakan akronim merga ana, dalam bahasa Jawa berarti karena ada. Karena hanya ada nangka muda tersebut yang dapat dijadikan sayur sebagai hidangan untuk pasukan Mataram.[1]

Meskipun makanan sederhana berbahan dasar nangka muda, mengonsumsi nangka muda dapat memperkuat imunitas tubuh dan sumber antioksidan yang baik guna memperkuat ketahanan fisik. Oleh sebab itu, pasukan Mataram disajikan nangka muda tersebut.[1]

Pembuatan

[sunting | sunting sumber]
Nangka muda yang telah dikelupas kulitnya.

Megono terbuat dari nangka muda yang masih mentah dan kulitnya telah dikupas, nangka muda itu kemudian dicincang atau diiris halus terlebih dahulu menjadi potongan kecil-kecil. Kemudian potongan tersebut di masukkan ke dalam wadah yang tahan panas. Selanjutnya tambahkan irisan halus bunga kecombrang, kelapa parut, bawang merah, bawang putih, ketumbar, kemiri, terasi, kencur, cabai merah, serai, daun melinjo, daun salam, daun jeruk, dan bumbu rempah ke dalam wadah nangka muda dan diaduk hingga tercampur merata. Setelah itu, kukus nangka muda yang telah tercampur dengan bumbu sekitar 45 menit–1 jam hingga nangka menjadi lunak dan bumbunya telah meresap.[3]

Warna megono yang dihasilkan biasanya berwarna kuning kecokelatan. Warna kematangan megono dipengaruhi oleh bumbu rempah yang digunakan. Bumbu rempah ini yang memberikan cita rasa utama pada megono. Sedangkan rasa gurih yang dihasilkan dipengaruhi dari kelapa parut yang diberikan.[3]

Megono hadir dalam berbagai warna dan variasi. Variasi hidangan megono menjadi jenis tersendiri bagi megono tersebut. Selain di Pekalongan megono memiliki variasi lain di Wonosobo. Ciri khas megono Wonosobo adalah adanya tambahan irisan kubis hijau, parutan kelapa, dan ebi. Bumbu megono Wonosobo sendiri terdiri dari bawang merah, bawang putih, garam, dan cabai. Parutan kelapa dan ebi tersebut yang memberikan rasa gurih.[4]

Penyajian

[sunting | sunting sumber]
Megono umumnya disajikan dengan nasi yang dibungkus daun pisang per satu porsi pincuk.

Megono merupakan jenis hidangan vegetarian atau sayuran, karena hanya terdiri dari nangka muda, parutan kelapa dengan paduan bumbu rempah lainnya. Namun, megono biasanya disajikan dengan tambahan lauk seperti cumi, daging ayam, atau ikan.

Megono umumnya disajikan dengan nasi putih dan cumi yang dimasak hitam, telur rebus balado, mendoan, tempe orek, mentimun, dan sambal. Megono biasanya dikemas dengan daun pisang untuk menguatkan aromanya menjadi wangi dan lebih enak.

Penjualan

[sunting | sunting sumber]

Di pesisir pantai utara Jawa Tengah, megono merupakan hidangan populer di warung makan, restoran dan jajanan kaki lima. Megono umumnya dijajakan dalam warung makan, lesehan, hingga menggunakan mobil khusus untuk berjualan.

Megono juga ada yang dijual sebagai makanan kalengan, megono kaleng biasanya berisi megono setengah matang yang dilengkapi dengan bumbu rempah. Namun, ada pula megono kaleng yang hanya berupa nangka muda dan harus dimasak sendiri.[5]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c d e f K., Triya; K., Haning; Sutrusmi (April 2012). "Megono Instan Pemasaran Budaya Kuliner Khas Pekalongan". Jurnal Ilmiah Mahasiswa. 2 (1): 42–44. 
  2. ^ Soekmono, R. (1981). Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3, 2nd ed (edisi ke-2003). Yogyakarta: Penerbit Kanisius. ISBN 9794132918. 
  3. ^ a b W.S., Odilia (2021-08-19). "Resep Nasi Megono Pekalongan yang Sedap Bumbunya". detikcom. detikFood. Diakses tanggal 2022-06-30. 
  4. ^ Lustiono, Dhimas Raditya (2020-12-21). "Selain Pekalongan, Wonosobo Juga Punya Nasi Megono yang Tak Kalah Nylekamin". Mojok. Diakses tanggal 2022-06-30. 
  5. ^ W., Indar; Hartati; A., Zaenal (2018). "Kemasan Makanan Kuliner Tradisonal Megono Sebagai Upaya Memperpanjang Waktu Simpan dan Daya Saing Produk". Jurnal Litbang Pekalongan. 15: 17–25.