Lompat ke isi

Dampak pandemi Covid-19 terhadap pariwisata

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Sebuah imbauan wisata pada masa pandemi Covid-19 di Sumatera Barat. Pemerintah setempat memberikan layanan uji usap gratis bagi wisatawan yang datang melalui Bandara Internasional Minangkabau.

Pandemi Covid-19 yang terjadi telah menyebar hingga ke seluruh dunia serta penyebarannya yang berlangsung sampai saat ini sejak kasus pertama diidentifikasi pada akhir Desember 2019. Pada tanggal 3 Agustus 2020 dilaporkan terdapat 18.219.002 (18,2 juta) kasus terinfeksi Covid-19 yang telah dikonfirmasi di seluruh dunia. Dari jumlah tersebut, telah terjadi 692.309 kematian dan 11.435.236 (11,4 juta) pasien telah dinyatakan sembuh dari virus Covid-19. Terdapat juga jumlah kasus aktif dalam tahap pengawasan dengan jumlah melebihi angka 6 juta kasus atau lebih tepatnya 6.091.457 (6,09 juta) kasus, dengan 6.025.656 (6,02 juta) kasus dalam kondisi ringan atau tidak mengalami gejala dan 65.801 dalam kondisi serius yang sedang dirawat di rumah sakit. Berdasarkan data, jumlah total kasus Covid-19 yang terjadi di Amerika Serikat adalah sebesar 4,8 juta kasus, kemudian terdapat juga negara Brazil, India, Rusia, dan Afrika Selatan. Hampir semua negara mengalami peningkatan dalam jumlah kasus Covid-19 termasuk Indonesia itu sendiri. Berdasarkan data bulan Agustus 2020 dari pemerintah Indonesia, didapatkan 1.519 kasus baru, sehingga total kasus Covid-19 yang telah tercatat di Indonesia menjadi 111.455 kasus. Selain itu, jumlah kasus kematian yang terjadi juga meningkat sebanyak 43 kasus dan menjadi total 5.236 kasus. Kemudian, jumlah total pasien yang telah dinyatakan sembuh dari Covid-19 setelah melakukan perawatan di rumah sakit adalah sebesar 68.975 orang.[1]

Dampak umum

[sunting | sunting sumber]

Adanya pandemi yang terjadi di seluruh dunia memberikan dampak pada aktivitas perekonomian secara global. Salah satu kegiatan ekonomi yang mengalami dampak paling parah menurut beberapa analis ekonomi adalah industri pariwisata. Diterapkannya kebijakan pembatasan sosial membuat mobilitas masyarakat menjadi sangat terbatas dari mulai dilarangnya melakukan perjalanan keluar kota dan berkumpul dalam jumlah besar menyebabkan banyak calon wisatawan yang membatalkan kunjungan ke Objek Daya Tarik Wisata (ODTW) di beberapa daerah tertentu. Pihak pengelola ODTW pun memilih untuk menutup tempatnya dari kunjungan wisatawan baik itu dari dalam maupun luar negeri sebagai usaha dalam membatasi bahkan memutus rantai penyebaran virus Covid-19. UNWTO (United Nation World Tourism Organization) telah memperkirakan kedatangan wisatawan internasional dapat turun 20% sampai 30% pada tahun 2020. Hal ini memberikan dampak berupa kerugian sebesar kurang lebih 300-450 miliar dolar AS dalam bentuk ekspor pariwisata internasional yang didapat secara global.[2]

Sektor pariwisata memiliki dampak yang sangat besar pada kehidupan masyarakat baik itu pada ekonomi, lingkungan alam, penduduk lokal di tempat tujuan, dan pada wisatawan itu sendiri. Berbagai macam dampak muncul mulai dari pembaruan dari proses produksi yang diperlukan untuk memproduksi barang dan jasa untuk pengunjung serta pihak yang memiliki kepentingan yang terlibat di sektor pariwisata menyebabkan perlunya melakukan pendekatan secara keseluruhan dalam hal pengembangan destinasi pariwisata, manajemen pariwisata maupun monitoring kegiatan pariwisata yang ada. Pendekatan ini sangat dianjurkan untuk diberlakukan pada kebijakan pariwisata nasional dan lokal serta perjanjian internasional.[3] Sektor pariwisata sangat berperan penting dalam mengembangkan ekonomi masyarakat dan sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk membangun ekonomi berkelanjutan di masa mendatang. Sektor pariwisata telah memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara yang meliputi tempat rekreasi, hotel, restoran, angkutan serta bentuk usaha yang mendukung pertumbuhan industri pariwisata lainnya.[4]

Dampak Covid-19 terhadap pariwisata terlihat pada penurunan kunjungan wisatawan luar negeri dan dalam negeri. Menurunnya sektor transportasi dan penyediaan akomodasi dan makan minum merupakan awal dari memburuknya kondisi ketenagakerjaan sektor pariwisata. Pengusaha yang bergerak di bidang pariwisata mengalami kesulitan dalam membiayai operasional usahanya karena mengalami penurunan pendapatan serta kerugian hingga bangkrut yang disebabkan tidak adanya pemasukan usaha. Aktivitas pada sektor pariwisata yang memiliki keterkaitan dengan banyak sektor penunjangnya sangat rentan dengan bencana seperti wabah penyakit atau pandemi.[5] Penurunan pada sektor pariwisata juga berdampak pada usaha UMKM dan lapangan kerja masyarakat. Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang paling banyak memberi lapangan kerja dan memberikan kesejahteraan pada masyarakat. Tidak beroperasinya salah satu aktivitas dalam sektor pariwisata membuat sebagian besar masyarakat menjadi kekurangan ekonomi.[6]

Pariwisata dunia dalam pandemi Covid-19

[sunting | sunting sumber]

Organisasi pariwisata dunia (UNWTO) pada bulan Maret 2020 telah mengumumkan bahwa dampak pandemi Covid-19 akan terasa di seluruh dunia dalam sektor pariwisata. Dalam merespon pandemi Covid-19, UNWTO telah mengubah prospek pertumbuhan wisatawan internasional yang turun sebesar 70% sampai 100%. Hal ini berdampak pada menurunnya penerimaan atau mengalami kerugian sebesar 30 miliar USD sampai dengan 50 miliar USD yang menyebabkan banyaknya perusahaan yang bergerak di sektor pariwisata mengalami bangkrut. Sebelum munculnya pandemi Covid-19, wisatawan internasional diperkirakan mengalami pertumbuhan sebesar 3-4%. Asia dan Pasifik merupakan wilayah yang paling besar terkena dampak dari adanya pandemi Covid-19, dengan penurunan kedatangan wisatawan yang diperkirakan antara 9-12%.[7]

Pariwisata Indonesia dalam pandemi Covid-19

[sunting | sunting sumber]

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, tercatat bahwa kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Indonesia pada awal tahun 2020 mengalami penurunan. Kunjungan wisman pada Januari 2020 mencapai sebanyak 1,27 juta kunjungan, angka ini telah merosot sebanyak 7,62 persen bila dibandingkan jumlah kunjungan wisatawan pada Desember 2019 yaitu sebanyak 1,37 juta kunjungan. Penurunan yang terjadi pada kunjungan turis asing ke Indonesia disebabkan oleh semakin luasnya penyebaran Covid-19 yang terjadi pada pekan terakhir pada Januari 2020. Hal ini terlihat dari dari data turis mancanegara yang datang melalui pintu masuk udara (bandara). Penurunan yang terjadi melalui bandara pada Januari 2020 sebesar 95,01 persen jika dibandingkan dengan kunjungan pada Desember 2019.[8]

Kondisi pandemi yang terjadi di Indonesia membuat industri pada sektor pariwisata khusunya di Bali memasuki low season. Penurunan kunjungan yang terjadi karena diberlakukan penutupan sementara pada penerbangan langsung dari dan ke China sejak Februari 2020. Hal ini memengaruhi aktivitas pariwisata seperti beberapa perhotelan yang mulai tutup dikarenakan kurangnya pengguna layanan kamar hotel. Tingkat hunian kamar hotel berbintang di Bali turun dari 85,98 persen pada Februari 2020 menjadi 60,41 persen pada Maret 2020. Penurunan yang terjadi pada sektor pariwisata tersebut lapangan usaha lain yang terkait juga mengalami penurunan yang sangat drastis.[9]

Pada 31 Juli 2020, Bali telah membuka akses pariwisata domestiknya atas izin pemerintah provinsi Bali. Langkah yang diambil oleh pemerintah setempat guna untuk membuka lokasi pariwisata dengan harapan mulai adanya kunjungan tamu-tamu dari luar negeri ke Bali. Meskipun di lapangan masih banyak hotel atau objek pariwisata yang merumahkan karyawannya tetapi rasa optimisme masyarakat untuk kebangkitan pariwisata mulai tumbuh di Bali.[10] Berdasarkan laporan dari Harian Nusa Bali dijelaskan bahwa Bali akan dibuka untuk wisatawan nusantara secara resmi pada, Jumat 31 Juli 2020. Setelah dibuka untuk wisatawan nusantara, pariwisata Bali juga akan dibuka kembali untuk wisatawan mancanegara yang direncanakan, Jumat 11 September 2020.[11]

Strategi baru dalam pandemi Covid-19 di Indonesia

[sunting | sunting sumber]

Dalam menghadapi kondisi pandemi saat ini pada sektor pariwisata, Indonesia telah menyiapkan beberapa strategi yang digunakan untuk bangkit dan bertahan. Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif telah mempersiapkan berbagai infrastruktur dasar yang berkaitan dengan konektivitas di sejumlah destinasi wisata yang diberi tanda sebagai prioritas daerah tertentu, membuat ulang desain dan sistem terkait strategi pariwisata di sejumlah destinasi wisata di Indonesia yang banyak di kunjungi oleh wisatawan dalam atau luar negeri, dan mengadakan pelatihan bagi para pekerja di sektor pariwisata untuk digunakan atau diterapkan saat memandu wisatawan yang menggunakan jasa tour guide.[12]

Dalam proses adaptasi aturan baru dari pemerintah, beberapa perusahaan yang bergerak di bidang pariwisata membuat aturan yang dapat mencegah penyebaran virus Covid-19 agar lokasi wisata yang dikelola dapat beroperasi kembali. Bentuk pencegahan yang dilakukan, seperti membatasi jumlah wisatawan setiap hari, melakukan pengecekan suhu badan dan menghimbau wisatawan untuk menggunakan masker, memberi tanda untuk menjaga jarak dengan wisatawan lain, dan menyediakan tempat untuk mencuci tangan pada pintu masuk dan keluar wisatawan. Pencegahan yang dilakukan untuk membantu menekan jumlah korban yang terjangkit virus Covid-19.[13]

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Daftar pustaka

[sunting | sunting sumber]