Melioidosis: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Hanamanteo (bicara | kontrib)
+
Tag: halaman dengan galat kutipan
Hanamanteo (bicara | kontrib)
+
Tag: halaman dengan galat kutipan
Baris 49: Baris 49:


=== Laten ===
=== Laten ===
Dalam infeksi laten, orang yang [[imunokompetensi|imunokompeten]] dapat menghilangkan infeksi tanpa menunjukkan gejala apa pun, tetapi kurang dari 5% dari semua kasus melioidosis memiliki aktivasi setelah periode laten.<ref name="Joost 2018"/> Pesakit melioidosis laten dapat saja symptom-free for decades.<ref name="Ngauy 2005"/> Initially, the longest period between presumed exposure and clinical presentation was thought to be 62 years in a [[Second World War]] [[prisoner of war]] in Burma-Thailand-Malaysia.<ref name="Ngauy 2005">{{cite journal | vauthors = Ngauy V, Lemeshev Y, Sadkowski L, Crawford G | title = Cutaneous melioidosis in a man who was taken as a prisoner of war by the Japanese during World War II | journal = Journal of Clinical Microbiology | volume = 43 | issue = 2 | pages = 970–2 | date = February 2005 | pmid = 15695721 | pmc = 548040 | doi = 10.1128/JCM.43.2.970-972.2005 }}</ref> Subsequent genotyping of the bacterial isolate from a [[Vietnam War]] veteran, though, showed that the isolate may not have come from [[Southeast Asia]], but from South America.<ref>{{cite journal | vauthors = Gee JE, Gulvik CA, Elrod MG, Batra D, Rowe LA, Sheth M, Hoffmaster AR | title = Phylogeography of Burkholderia pseudomallei Isolates, Western Hemisphere | journal = Emerging Infectious Diseases | volume = 23 | issue = 7 | pages = 1133–1138 | date = July 2017 | pmid = 28628442 | pmc = 5512505 | doi = 10.3201/eid2307.161978 }}</ref> This reinstates another report that put the longest latency period for melioidosis as 29 years.<ref>{{cite journal | vauthors = Chodimella U, Hoppes WL, Whalen S, Ognibene AJ, Rutecki GW | title = Septicemia and suppuration in a Vietnam veteran | journal = Hospital Practice | volume = 32 | issue = 5 | pages = 219–21 | date = May 1997 | pmid = 9153149 | doi = 10.1080/21548331.1997.11443493 }}</ref> The potential for prolonged incubation was recognized in US servicemen involved in the Vietnam War, and was referred to as the "Vietnam time-bomb".<ref name="Yi 2014"/><ref>{{Cite journal|last1=Brightman|first1=Christopher|last2=Locum|date=2020|title=Melioidosis: the Vietnamese time bomb|journal=Trends in Urology & Men's Health|language=en|volume=11|issue=3|pages=30–32|doi=10.1002/tre.753|issn=2044-3749|doi-access=free}}</ref> In Australia, the longest recorded latency period is 24 years.<ref name="Currie 2015"/> Various comorbidities such as diabetes, renal failure, and alcoholism can predispose to reactivation of melioidosis.<ref name="Yi 2014"/>
Dalam infeksi laten, orang yang [[imunokompetensi|imunokompeten]] dapat menghilangkan infeksi tanpa menunjukkan gejala apa pun, tetapi kurang dari 5% dari semua kasus melioidosis memiliki aktivasi setelah [[periode laten]].<ref name="Joost 2018"/> Pesakit melioidosis laten dapat saja bebas gejala selama beberapa dasawarsa.<ref name="Ngauy 2005"/> Awalnya, periode terlama antara dugaan paparan dan presentasi klinis diperkirakan selama 62 tahun di [[tahanan perang]] [[Perang Dunia II]] di Burma-Thailand-Malaysia.<ref name="Ngauy 2005">{{cite journal | vauthors = Ngauy V, Lemeshev Y, Sadkowski L, Crawford G | title = Cutaneous melioidosis in a man who was taken as a prisoner of war by the Japanese during World War II | journal = Journal of Clinical Microbiology | volume = 43 | issue = 2 | pages = 970–2 | date = February 2005 | pmid = 15695721 | pmc = 548040 | doi = 10.1128/JCM.43.2.970-972.2005 }}</ref> Genotipe isolat bakteri selanjutnya dari veteran [[Perang Vietnam]] menunjukkan bahwa isolat tersebut mungkin tidak berasal dari [[Asia Tenggara]], melainkan [[Amerika Selatan]].<ref>{{cite journal | vauthors = Gee JE, Gulvik CA, Elrod MG, Batra D, Rowe LA, Sheth M, Hoffmaster AR | title = Phylogeography of Burkholderia pseudomallei Isolates, Western Hemisphere | journal = Emerging Infectious Diseases | volume = 23 | issue = 7 | pages = 1133–1138 | date = July 2017 | pmid = 28628442 | pmc = 5512505 | doi = 10.3201/eid2307.161978 }}</ref> Laporan ini membalikkan laporan lain yang menempatkan periode laten terpanjang untuk melioidosis yaitu 29 tahun.<ref>{{cite journal | vauthors = Chodimella U, Hoppes WL, Whalen S, Ognibene AJ, Rutecki GW | title = Septicemia and suppuration in a Vietnam veteran | journal = Hospital Practice | volume = 32 | issue = 5 | pages = 219–21 | date = May 1997 | pmid = 9153149 | doi = 10.1080/21548331.1997.11443493 }}</ref> Potensi inkubasi yang berkepanjangan diakui oleh prajurit Amerika Serikat yang terlibat dalam Perang Vietnam, sehingga melioidosis disebut sebagai "bom waktu Vietnam".<ref name="Yi 2014"/><ref>{{Cite journal|last1=Brightman|first1=Christopher|last2=Locum|date=2020|title=Melioidosis: the Vietnamese time bomb|journal=Trends in Urology & Men's Health|language=en|volume=11|issue=3|pages=30–32|doi=10.1002/tre.753|issn=2044-3749|doi-access=free}}</ref> Di Australia, periode laten terpanjang yang tercatat adalah 24 tahun.<ref name="Currie 2015"/> Berbagai [[komorbiditas]] seperti diabetes, gagal ginjal, dan alkoholisme dapat menjadi predisposisi reaktivasi melioidosis.<ref name="Yi 2014"/>


== Penyebab ==
== Penyebab ==

Revisi per 30 Oktober 2021 18.00

Melioidosis
Bisul melioidosis di perut
Informasi umum
SpesialisasiPenyakit menular Sunting ini di Wikidata
PenyebabBurkholderia pseudomallei spread by contact to soil or water[1]
Faktor risikoDiabetes mellitus, thalassaemia, alcoholism, chronic kidney disease[1]
Aspek klinis
Gejala dan tandaTiada, demam, radang paru-paru, beberapa bisul[1]
KomplikasiEncephalomyelitis, septic shock, acute pyelonephritis, septic arthritis, osteomyelitis[1]
Awal muncul1-21 hari setelah terjangkit[1]
DiagnosisMengembangkan bakteri di perantara kultur[1]
Kondisi serupaTuberculosis[2]
Tata laksana
PencegahanMencegah dari kontak dengan air yang terkontaminasi, profilaksis antibiotik[1]
PerawatanCeftazidime, meropenem, co-trimoxazole[1]
Distribusi dan frekuensi
Prevalensi165,000 orang tiap tahun[1]
Kematian89,000 orang tiap tahunr[1]

Melioidosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram-negatif bernama Burkholderia pseudomallei.[1] Kebanyakan orang yang dijangkiti Burkholderia pseudomallei tidak mengalami satupun gejala, tetapi mereka yang mengalami gejala memiliki tanda dan gejala dari gejala ringan seperti demam, perubahan kulit, radang paru-paru, dan bisul, hingga gejala berat seperti radang otak, radang sendi, dan tekanan darah rendah yang berbahaya yang menyebabkan kematian.[1] Sekitar 10% dari orang penderita melioidosis mengalami gejala yang berlangsung lebih dari dua bulan yang disebut melioidosis kronis.[1]

Manusia dijangkiti Burkholderia pseudomallei melalui kontak dengan air yang tercemar. Bakteri ini masuk ke dalam tubuh melalui luka, tarikan napas, atau penelanan. Penularan dari manusia ke manusia atau dari hewan ke manusia sangat jarang terjadi.[1] Infeksi ini masih ada di Asia Tenggara, khususnya di timur laut Thailand dan utara Australia.[1] Di negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika Serikat, kasus melioidosis umumnya diimpor dari negara-negara tempat melioidosis lebih sering terjadi.[3] Tanda dan gejala melioidosis menyerupai tuberkulosis dan sering terjadi kesalahan diagnosis.[4][2] Diagnosis biasanya dikonfirmasi oleh pertumbuhan Burkholderia pseudomallei dari darah atau cairan tubuh orang yang dijangkiti lainnya.[1] Mereka yang menderita melioidosis pertama-tama diobati dengan antibiotik intravena "fase intensif" (paling sering seftazidima) diikuti dengan pengobatan kotrimoksazol selama beberapa bulan.[1] Bahkan jika dirawat dengan cermat, sekitar 10% penderita melioidosis meninggal karenanya. Jika tidak ditangani dengan cermat, tingkat kematian bisa melonjak hingga 40%.[1]

Upaya pencegahan melioidosis antara lain memakai alat pelindung diri saat menangani air yang terkontaminasi, membiasakan kebersihan tangan, minum air matang, dan menghindari kontak langsung dengan tanah, air, atau hujan lebat. Antibiotik kotrimoksazol hanya digunakan sebagai pencegahan untuk individu yang berisiko tinggi terkena melioidosis setelah terpapar bakteri. Tiada vaksin untuk melioidosis yang telah disetujui.[1]

Sekitar 165 ribu orang dijangkiti melioidosis tiap tahun dan menewaskan 89 ribu orang. Diabetes adalah faktor risiko utama penyakit melioidosis dengan lebih dari setengah kasus melioidosis terjadi pada penderita diabetes.[1] Peningkatan curah hujan dikaitkan dengan lonjakan jumlah kasus melioidosis di daerah endemi.[2] Melioidosis pertama kali dideskripsikan oleh Alfred Whitmore pada tahun 1912 di wilayah yang saat ini bernama Myanmar.[5]

Tanda dan gejala

Akut

Schematic depiction of the signs of melioidosis
Chest X-ray showing opacity of the left middle and lower zones of the lung.
CT and MRI scans showing lesion of the right frontal lobe of the brain.
Septic arthritis of the left hip with joint destruction

Pajanan terhadap Burkholderia pseudomallei biasanya dapat menyebabkan antibodi diproduksi untuk melawan bakteri itu tanpa gejala apapun. Dari pasien yang menderita infeksi klinis, 85% pasien mengalami gejala akut dari pemerolehan bakteri terkini.[1][6][7] Masa inkubasi rata-rata melioidosis akut adalah 9 hari (kisaran 1–21 hari).[1] Walau begitu, gejala melioidosis dapat muncul dalam 24 jam bagi mereka yang dijangkiti saat hampir tenggelam di air yang terkontaminasi.[7] Mereka yang terkena melioidosis akan memunculkan gejala sepsis (terutama demam) dengan atau tanpa radang paru-paru, atau bisul atau fokus infeksi lainnya. Adanya tanda dan gejala yang tidak spesifik yang menyebabkan melioidosis dijuluki "peniru ulung".[1]

Orang yang menderita diabetes melitus atau pajanan bakteri secara teratur berada pada peningkatan risiko menderita melioidosis. Penyakit ini harus dipertimbangkan pada mereka yang tinggal di daerah endemi yang mengalami demam, radang paru-paru, atau bisul di hati, limpa, prostat, atau kelenjar parotid mereka. Manifestasi klinis penyakit ini dapat membentang dari perubahan kulit yang sederhana hingga masalah organ yang parah.[1] Perubahan kulit dapat berupa bisul atau tukak nonspesifik.[8] Di utara Australia, 60% dari anak-anak yang terjangkit hanya menunjukkan lesi kilit, sedangkan 20% dari anak-anak yang terjangkit menunjukkan radang paru-paru.[3] Organ yang paling sering terkena melioidosis adalah hati, limpa, paru-paru, prostat, dan ginjal. Di antara tanda-tanda klinis yang paling umum adalah adanya bakteri dalam darah (dalam 40% sampai 60% kasus), radang paru-paru (50%), dan syok septik (20%).[1] Orang yang hanya mengalami radang paru-paru pneumonia mungkin mengalami batuk yang menonjol dengan dahak dan sesak napas. Namun, mereka yang mengalami syok septik bersama dengan radang paru-paru mungkin mengalami batuk yang minimal.[2] Hasil sinar-X dada dapat membentang dari infiltrat nodular difus pada mereka yang mengalami syok septik hingga pemadatan paru-paru progresif di lobus atas pada mereka yang hanya mengalami radang paru-paru. Kelebihan cairan di rongga pleura dan pengumpulan nanah di dalam rongga lebih sering terjadi pada melioidosis yang memengaruhi lobus bawah paru-paru.[2] Dalam 10% kasus, orang menderita radang paru-paru sekunder yang disebabkan oleh bakteri lain setelah infeksi primer.[3]

Manifestasi parah lainnya terjadi bergantung pada perjalanan infeksi. Sekitar 1% hingga 5% dari mereka yang terjangkit mengalami radang otak dan penutup otak atau kumpulan nanah di otak, 14% hingga 28% mengalami peradangan bakteri pada ginjal, bisul ginjal atau bisul prostat, 0% sampai 30% mengalami bisul leher atau kelenjar ludah, 10% hingga 33% mengalami bisul hati, limpa, atau paraintestinal, dan 4% sampai 14% mengalami artritis septik dan osteomielitis.[1] Manifestasi yang langka di antaranya penyakit kelenjar getah bening yang menyerupai tuberkulosis,[9] massa mediastinum, pengumpulan cairan di penutup jantung,[3] dilatasi abnormal pembuluh darah karena infeksi,[1] dan radang pankreas.[3] Di Australia, hingga 20% dari pria yang terjangkit mengalami bisul prostat yang ditandai dengan nyeri saat buang air kecil, kesulitan buang air kecil, dan retensi urin yang memerlukan kateterisasi.[1] Pemeriksaan rektum menunjukkan peradangan prostat.[3] Di Thailand, 30% dari anak-anak yang terjangkit mengalami bisul parotid.[1] Ensefalomielitis dapat terjadi pada orang sehat tanpa faktor risiko. Mereka yang menderita ensefalomielitis melioidosis cenderung memiliki pindaian tomografi terkomputasi normal, tetapi sinyal T2 oleh pencitraan resonansi magnetik sehingga meluas ke batak otak dan sumsum tulang belakang. Tanda-tanda klinis yaitu kelemahan anggota gerak neuron motorik atas unilateral, tanda-tanda serebelar, dan kelumpuhan saraf kranial (kelumpuhan saraf VI, VII, dan kelumpuhan bulbar). Beberapa kasus hanya mengalami kelumpuhan kulai.[3] Di utara Australia, semua kasus melioidosis beserta ensefalomielitis mengalami peningkatan sel darah putih dalam cairan serebrospinal (CSF), sebagian besar sel mononuklir dengan protein CSF yang meningkat.[9]

Kronis

Melioidosis kronis biasanya ditandai dengan gejala yang berlangsung lebih dari dua bulan dan terjadi pada sekitar 10% pesakit.[1] Penyajian klinis yaitu demam, penurunan berat badan, dan batuk berkelanjutan dengan atau tanpa dahak berdarah, yang mungkin menyerupai tuberkulosis. Selain itu, bisul di beberapa bagian tumbuh yang berlangsung lama juga dapat timbul.[2] Tuberkulosis harus diwaspadai jika kelenjar getah bening membesar di akar paru-paru. Melioidosis kronis dapat muncul dengan kavitasi radang paru-paru menyerupai tuberkulosis paru kronis.[10] Tidak seperti tuberkulosis, radang paru-paru yang disebabkan oleh melioidosis jarang menyebabkan jaringan parut dan pengapuran paru-paru, tidak seperti tuberkulosis.[9]

Laten

Dalam infeksi laten, orang yang imunokompeten dapat menghilangkan infeksi tanpa menunjukkan gejala apa pun, tetapi kurang dari 5% dari semua kasus melioidosis memiliki aktivasi setelah periode laten.[1] Pesakit melioidosis laten dapat saja bebas gejala selama beberapa dasawarsa.[11] Awalnya, periode terlama antara dugaan paparan dan presentasi klinis diperkirakan selama 62 tahun di tahanan perang Perang Dunia II di Burma-Thailand-Malaysia.[11] Genotipe isolat bakteri selanjutnya dari veteran Perang Vietnam menunjukkan bahwa isolat tersebut mungkin tidak berasal dari Asia Tenggara, melainkan Amerika Selatan.[12] Laporan ini membalikkan laporan lain yang menempatkan periode laten terpanjang untuk melioidosis yaitu 29 tahun.[13] Potensi inkubasi yang berkepanjangan diakui oleh prajurit Amerika Serikat yang terlibat dalam Perang Vietnam, sehingga melioidosis disebut sebagai "bom waktu Vietnam".[2][14] Di Australia, periode laten terpanjang yang tercatat adalah 24 tahun.[3] Berbagai komorbiditas seperti diabetes, gagal ginjal, dan alkoholisme dapat menjadi predisposisi reaktivasi melioidosis.[2]

Penyebab

Bakteri

B. pseudomallei with bipolar Gram staining showing safety-pin appearance

Melioidosis disebabkan oleh bakteri Gram-negatif, motil, saprofit bernama Burkholderia pseudomallei.[1] The bacterium can also be an opportunistic, facultative intracellular pathogen.[1] It is also aerobic and oxidase test positive.[2] A vacuole at the centre of the bacterium makes it resemble a “safety pin” when Gram stained.[2] The bacteria emit a strong soil smell after 24 to 48 hours of growth in culture. B. pseudomallei produces a glycocalyx polysaccharide capsule that makes it resistant to many types of antibiotics.[15] It is generally resistant to gentamicin and colistin, but sensitive to amoxicillin/clavulanic acid (co-amoxiclav). B. pseudomallei is a biosafety level 3 pathogen, which requires specialized laboratory handling.[2] In animals, another similar organism named Burkholderia mallei is the causative agent of the disease glanders.[1] B. pseudomallei can be differentiated from another closely related, but less pathogenic species, B. thailandensis, by its ability to assimilate arabinose.[9] B. pseudomallei is highly adaptable to various host environments ranging from inside mycorrhizal fungi spores to amoebae.[2] Its adaptability may give it a survival advantage in the human body.[1]

The genome of B. pseudomallei consists of two replicons: chromosome 1 encodes housekeeping functions of the bacteria such as cell wall synthesis, mobility, and metabolism; chromosome 2 encodes functions that allow the bacteria to adapt to various environments. Horizontal gene transfer among bacteria has resulted in highly variable genomes in B. pseudomallei. Australia has been suggested as the early reservoir for B. pseudomallei because of the high genetic variability of the bacteria found in this region. Bacteria isolated from Africa and Central and South America seem to have a common ancestor that lived in the 17th to 19th centuries.[1] B. mallei is a clone of B. pseudomallei that has lost substantial portions of its genome as it adapted to live exclusively in mammals.[3]

Referensi

  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad ae af ag ah ai aj Wiersinga WJ, Virk HS, Torres AG, Currie BJ, Peacock SJ, Dance DA, Limmathurotsakul D (February 2018). "Melioidosis". Nature Reviews. Disease Primers. 4 (17107): 17107. doi:10.1038/nrdp.2017.107. PMC 6456913alt=Dapat diakses gratis. PMID 29388572. 
  2. ^ a b c d e f g h i j k l Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Yi 2014
  3. ^ a b c d e f g h i Currie BJ (February 2015). "Melioidosis: evolving concepts in epidemiology, pathogenesis, and treatment". Seminars in Respiratory and Critical Care Medicine. 36 (1): 111–25. doi:10.1055/s-0034-1398389alt=Dapat diakses gratis. PMID 25643275. 
  4. ^ Brightman, Christopher; Locum (2020). "Melioidosis: the Vietnamese time bomb". Trends in Urology & Men's Health (dalam bahasa Inggris). 11 (3): 30–32. doi:10.1002/tre.753alt=Dapat diakses gratis. ISSN 2044-3749. 
  5. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Whitmore 1912
  6. ^ Currie BJ, Ward L, Cheng AC (2010). "The epidemiology and clinical spectrum of melioidosis: 540 cases from the 20 year Darwin prospective study". PLOS Negl Trop Dis. 4 (11): e900. doi:10.1371/journal.pntd.0000900. PMC 2994918alt=Dapat diakses gratis. PMID 21152057. 
  7. ^ a b Bennett JE, Raphael D, Martin JB, Currie BJ (2015). "223". Mandell, Douglas, and Bennett's Principles and Practice of Infectious Diseases (edisi ke-Eighth). Elsevier. hlm. 2541–2549. ISBN 978-1-4557-4801-3. 
  8. ^ Fertitta L, Monsel G, Torresi J, Caumes E (February 2019). "Cutaneous melioidosis: a review of the literature". International Journal of Dermatology. 58 (2): 221–227. doi:10.1111/ijd.14167. hdl:11343/284394alt=Dapat diakses gratis. PMID 30132827. 
  9. ^ a b c d Gassiep I, Armstrong M, Norton R (March 2020). "Human Melioidosis". Clinical Microbiology Reviews. 33 (2). doi:10.1128/CMR.00006-19. PMC 7067580alt=Dapat diakses gratis. PMID 32161067. 
  10. ^ Brightman, Christopher; Locum (2020). "Melioidosis: the Vietnamese time bomb". Trends in Urology & Men's Health (dalam bahasa Inggris). 11 (3): 30–32. doi:10.1002/tre.753alt=Dapat diakses gratis. ISSN 2044-3749. 
  11. ^ a b Ngauy V, Lemeshev Y, Sadkowski L, Crawford G (February 2005). "Cutaneous melioidosis in a man who was taken as a prisoner of war by the Japanese during World War II". Journal of Clinical Microbiology. 43 (2): 970–2. doi:10.1128/JCM.43.2.970-972.2005. PMC 548040alt=Dapat diakses gratis. PMID 15695721. 
  12. ^ Gee JE, Gulvik CA, Elrod MG, Batra D, Rowe LA, Sheth M, Hoffmaster AR (July 2017). "Phylogeography of Burkholderia pseudomallei Isolates, Western Hemisphere". Emerging Infectious Diseases. 23 (7): 1133–1138. doi:10.3201/eid2307.161978. PMC 5512505alt=Dapat diakses gratis. PMID 28628442. 
  13. ^ Chodimella U, Hoppes WL, Whalen S, Ognibene AJ, Rutecki GW (May 1997). "Septicemia and suppuration in a Vietnam veteran". Hospital Practice. 32 (5): 219–21. doi:10.1080/21548331.1997.11443493. PMID 9153149. 
  14. ^ Brightman, Christopher; Locum (2020). "Melioidosis: the Vietnamese time bomb". Trends in Urology & Men's Health (dalam bahasa Inggris). 11 (3): 30–32. doi:10.1002/tre.753alt=Dapat diakses gratis. ISSN 2044-3749. 
  15. ^ Cheng AC, Currie BJ (April 2005). "Melioidosis: epidemiology, pathophysiology, and management". Clinical Microbiology Reviews. 18 (2): 383–416. doi:10.1128/CMR.18.2.383-416.2005. PMC 1082802alt=Dapat diakses gratis. PMID 15831829. 

Pranala luar

Klasifikasi
Sumber luar

Templat:Infeksi kulit bakteri