Pengguna:Haikal FK 1705/Bak artikel: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(43 revisi perantara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{Teks Sunda}}{{Infobox Language
{{Infobox Bahasa
|name= Bahasa Sunda Klasik
|name = Bahasa Sunda Klasik
|nativename= ''{{lang|su|Basa Sunda Klasik}}''<br><span style="font-family:'Sundanese Unicode', 'crp v1';">ᮘᮞ ᮞᮥᮔ᮪ᮓ ᮊᮣᮞᮤᮊ᮪</span>
|nativename =
|altname = ''{{lang|su|Basa Sunda Klasik}}''<br><span style="font-family:'Sundanese Unicode', 'crp v1';">ᮘᮞ ᮞᮥᮔ᮪ᮓ ᮊᮣᮞᮤᮊ᮪</span><br>Bahasa Sunda Peralihan<br>''Basa Sunda Mangsa II''
|altname= Bahasa Sunda Peralihan
|familycolor = Bahasa Austronesia
|region = bagian barat pulau [[Jawa]]
|familycolor=Bahasa Austronesia
|era = Berkembang menjadi [[Bahasa Sunda pada masa Kolonial Belanda|bahasa Sunda Modern Awal]] menjelang [[abad ke-19]].
|region=Bagian barat dan tengah [[Jawa|pulau Jawa]]
|fam1 = [[rumpun bahasa Austronesia|Austronesia]]
|extinct=Berkembang menjadi [[Bahasa Sunda|bahasa Sunda moderen]] menjelang [[abad ke-19]].
|fam2 = [[Bahasa Melayu-Polinesia|Melayu-Polinesia]]
|fam1=[[rumpun bahasa Austronesia|Austronesia]]
|script = {{list|[[Aksara Sunda Kuno|Sunda Kuno]]|[[Abjad Pegon|Pegon]]|''Cacarakan''|[[Alfabet Latin|Latin]]}}
|fam2=[[Bahasa Melayu-Polinesia|Melayu-Polinesia]]
|iso2 =
|fam3=[[Bahasa Melayu-Polinesia Inti|Melayu-Polinesia inti]]
|iso3 =
|script=[[Aksara Sunda Kuno]]<br>[[Abjad Pegon]]<br>[[Cacarakan]]
|iso2=|iso3=|lingua=[http://www.hortensj-garden.org/index.php?tnc=1&tr=lsr&nid=31-MFN-aa 31-MFN-aa]|image=Carita_Waruga_Guru.jpg|imagecaption=Edisi faksimil naskah ''[[Carita Waruga Guru]]'', sebuah naskah Sunda pada periode transisi yang bernuansa [[Islam]], ditulis dengan [[aksara Sunda Kuno]]|notice=IPA}}
|lingua = [http://www.hortensj-garden.org/index.php?tnc=1&tr=lsr&nid=31-MFN-aa 31-MFN-aa]
|image = Carita_Waruga_Guru.jpg
|imagecaption = Edisi faksimil naskah ''[[Carita Waruga Guru]]'', sebuah naskah Sunda pada periode transisi yang bernuansa [[Islam]], ditulis dengan [[aksara Sunda Kuno]]
|notice =
|ancestor = [[Bahasa Sunda Kuno]]
'''Bahasa Sunda Klasik{{sfnp|Sumarlina|Permana|Darsa|2019|pp=277}}{{sfnp|Sumarlina|2009|pp=70}}''' atau '''Bahasa Sunda Peralihan{{sfnp|Sumarlina|Permana|Darsa|2019|pp=277}}''' adalah sebuah bentuk transisi bahasa Sunda antara [[bahasa Sunda Kuno]] dengan [[Bahasa Sunda|bahasa Sunda Modern]]. Bahasa Sunda Klasik lazimnya dapat ditemukan pada naskah-naskah Sunda berupa puisi yang ditulis pada abad ke-17 sampai ke-19.{{sfnp|Sumarlina|Permana|Darsa|2019|pp=277}}
}}

'''Bahasa Sunda Klasik{{sfnp|Sumarlina|Permana|Darsa|2019|pp=277}}{{sfnp|Sumarlina|2009|pp=70}}''' atau '''Bahasa Sunda Peralihan{{sfnp|Sumarlina|Permana|Darsa|2019|pp=277}}''' (juga disebut sebagai '''''Basa Sunda Mangsa II''''' atau dapat dialihbahasakan menjadi '''Bahasa Sunda Masa II'''){{sfnp|Prawirasumantri|1990|pp=13}} adalah sebuah bentuk transisi bahasa Sunda antara [[bahasa Sunda Kuno]] dengan [[Bahasa Sunda|bahasa Sunda Modern]]. Bahasa Sunda Klasik mulai dipertuturkan dan digunakan dalam penulisan naskah-naskah pada abad ke-17 hingga abad ke-18 (sekitar 1600-1800 Masehi).{{sfnp|Sumarlina|Permana|Darsa|2019|pp=277}}

Bahasa Sunda Zaman Klasik (Peralihan) merupakan tahapan lanjutan dari bahasa Sunda Kuno.{{sfnp|Priyanto|2019|pp=40}} Hal ini dapat dilihat di antaranya dalam naskah ''[[Carita Waruga Guru]]''. Kosakata yang digunakan dalam naskah tersebut bukanlah [[wikt:Kategori:Kata bahasa Sunda kuno|kosakata yang arkais (kuno)]] sebagaimana terdapat dalam bahasa Sunda Kuno. Bahasa Sunda Klasik sangat dipengaruhi oleh bahasa Arab sebagai akibat dari dominasi [[agama Islam]] pada masyarakat Sunda masa itu.{{sfnp|Priyanto|2019|pp=42}}


== Sejarah ==
== Sejarah ==
=== Pra-Islam & Arab ===
Sebelum runtuhnya [[kerajaan Sunda]] ([[Pakwan Pajajaran|Pajajaran]]) pada tahun [[1579]], [[Bahasa Sunda Kuno|bahasa Sunda ''Buhun''/Kuno]] merupakan bahasa yang digunakan oleh masyarakat maupun orang-orang di lingkungan kerajaan untuk [[Komunikasi|berkomunikasi satu sama lain]] dan digunakan dalam berbagai bidang, mulai dari bidang kenegaraan, keagamaan, kesenian, serta komunikasi bagi kepentingan kehidupan sehari-hari.{{sfnp|Priyanto|2019|pp=41}} Namun, setelah keruntuhan kerajaan Pajajaran tersebut, penggunaan bahasa Sunda Kuno mulai tergeser dan [[Kosakata|kosakatanya]] bertambah dengan kosakata bahasa Arab dan bahasa Jawa. Penggunaan bahasa Sunda kuno yang dikatakan masih bersih hanya dijumpai di lingkungan [[Desa|pedesaan]] yang masih setia menggunakan bahasa tersebut. Sementara itu, di [[Pesantren|lingkungan pesantren]], bahasa Arab mulai tumbuh subur dan berkembang setelah berkuasanya kekuatan [[Islam]], sedangkan bahasa Jawa sendiri tumbuh di lingkungan [[sekolah]] dan lingkungan yang cenderung [[Feodalisme|feodal]].{{sfnp|Priyanto|2019|pp=41-42}}
Pengaruh Islam dan Arab setidaknya tidak pernah berkembang terlalu jauh sebelum [[kerajaan Sunda]] ([[Pakwan Pajajaran|Pajajaran]]), sebuah kerajaan bercorak [[Budaya Sunda|Sunda]]-[[Hindu]] runtuh pada tahun [[1579]]. Masa kerajaan ini merupakan masa [[bahasa Sunda Kuno]]. Pada waktu itu, bahasa Sunda Kuno merupakan bahasa yang digunakan oleh masyarakat maupun orang-orang di lingkungan kerajaan untuk [[Komunikasi|berkomunikasi satu sama lain]] dan digunakan dalam berbagai bidang, mulai dari bidang kenegaraan, keagamaan, kesenian, serta komunikasi bagi kepentingan kehidupan sehari-hari.{{sfnp|Priyanto|2019|pp=41}}


Agama Islam terlebih dahulu berkembang di wilayah tetangga Sunda, seperti di [[Sumatra]] dan di sebelah timur Sunda. Walaupun begitu, pada awal [[abad ke-16]], negeri-negeri Islam telah dikenal oleh para penganut agama [[Hindu]] di Kerajaan Sunda. Setidaknya mereka memiliki wawasan geografis dan hubungan ekonomi dengan negara-negara luar. Kitab ''[[Sanghyang Siksa Kandang Karesian]]'' yang selesai dikarang pada tahun [[1518]] mengonfirmasi hal tersebut melalui isinya yang menunjukkan pengetahuan luas tentang wilayah geografis mancanegara ([[bahasa Sunda Kuno]]: ''paranusa'') yang mencakup beberapa kawasan-kawasan di benua [[Asia]], disebutkan pula adanya profesi duta bahasa yang disebut ''jurubasa darmamurcaya'' yang dituntut untuk menguasai berbagai bahasa asing, ini sesuai dengan uraian berikut:{{sfnp|Gunawan|2016|pp=446}}
Periodisasi atau perkembangan bahasa Sunda dapat dibagi menjadi 3 periode, yaitu:{{sfnp|Priyanto|2019|pp=40}}


{{cquote|''Aya ma nu uraṅ dek cəta, ulah salah gəsan naña, lamun dek ñaho di carek para nusa ma, carek cina, kəliṅ, '''parasi''', '''məsir''', '''samudra''', baṅgala, makasar, pahaṅ, kalantən, baṅka, buwun, beten, tulaṅbawaṅ, səla, '''pasay''', parayaman, nagara dekan, '''dinah''', andələs, tego, maloko, badan, pego, malangkabo, '''məkah''', buretet, lawe, saksak, səmbawa, bali, jənggi, sabini, ṅogan, kanaṅən, kuməriṅ, simpaṅ tiga, gumantuṅ, manumbi, babu, ñiri, sapari, patukaṅan, surabaya, lampuṅ, jambudipa, seran, gədah, solot, solodoṅ, indragiri, tanjuṅ pura, sakampuṅ, cəmpa, baluk, jawa; sing sawatək para nusa ma saṅ jurubasa darmamurcaya taña.''
# Bahasa Sunda Zaman Bihari/''Buhun'' (Kuno)
# Bahasa Sunda Zaman Klasik/Peralihan
# Bahasa Sunda Zaman Kiwari/Masa Kini (Modern)


Bila kita hendak bertindak, jangan salah mencari tempat bertanya. Bila ingin tahu bahasa negara-negara lain, seperti: bahasa Cina, Keling, [[Dinasti Safawiyah|Parsi]], [[Kesultanan Mamluk (Kairo)|Mesir]], [[Kesultanan Samudera Pasai|Samudra]], Banggala, Makasar, Pahang, Kelantan, Bangka, Buwun, Beten, Tulangbawang, Sela, Pasay, Negara Dekan, [[Madinah]], Andalas, Tego, Maluku, Badan, Pego, Minangkabau, [[Makkah|Mekah]], Buretet, Lawe, Sasak, Sumbawa, Bali, Jenggi, Sabini; Ogan, Kanangen, Momering, Simpang Tiga, Gumantung, Manumbi, Babu, Nyiri, Sapari, Patukangan, Surabaya, Lampung, Jambudipa, Seran, Gedah, Solot, Solodong, Indragiri, Tanjung Pura, Sakampung, Cempa, Baluk, Jawa; segala macam (bahasa) negara-negara lain, tanyalah juru bahasa ''darmamurcaya''.”|5=''Sanghyang Siksa Kandang Karesian'' bab XX{{sfnp|Gunawan|2016|pp=446-447}}}}
Bahasa Sunda Zaman Klasik (Peralihan) merupakan tahapan lanjutan dari bahasa Sunda Kuno. Hal ini dapat dilihat di antaranya dalam naskah ''Carita Waruga Guru''. Kosakata yang digunakan dalam naskah tersebut bukanlah kosakata yang arkais (kuno) sebagaimana terdapat dalam bahasa Sunda Kuno. Bahasa Sunda Klasik sangat dipengaruhi oleh bahasa Jawa dan bahasa Melayu. Sebaliknya, banyak pula kosakata bahasa Sunda Zaman Peralihan yang diadopsi oleh kedua bahasa tersebut, baik untuk kepentingan agama maupun pemerintahan. Namun dominasi pengaruh terhadap bahasa Sunda Zaman Peralihan dalam bidang agama, tetaplah dimiliki oleh bahasa Arab.{{sfnp|Priyanto|2019|pp=42}}


Dari uraian di atas, dapat dilihat pada nama-nama negeri dan kota yang dicetak tebal merupakan negeri dan kota Islam dan menjadi pusat penyebaran agama Islam.{{sfnp|Gunawan|2016|pp=447}} Manuskrip lain dari masa Sunda Kuno yang menyebutkan wilayah Islam yaitu ''Pendakian Sri Ajñana'', yang menyebutkan [[Makkah|''Buana Mekah'']], salah satu pusat dan kota suci bagi [[Muslim|umat Islam]] sebagai tempat yang disinggahi oleh tokoh utama dalam teks tersebut tatkala mencari kekasihnya di [[Kahyangan]], selengkapnya dapat dibaca pada kutipan berikut:{{sfnp|Gunawan|2016|pp=447-448}}
== Ciri-ciri ==
[[Struktur]] [[Bahasa|kebahasaan]] bahasa Sunda Klasik atau peralihan sangat dipengaruhi oleh [[bahasa asing]], seperti contohnya [[bahasa Arab]], [[bahasa Melayu]], dan [[bahasa Jawa]].{{sfnp|Sumarlina|Permana|Darsa|2019|pp=275}} Hal ini dapat dilihat dari penggunaan [[abjad Pegon]] (Arab-Sunda){{sfnp|Sumarlina|Permana|Darsa|2019|pp=276}} dan [[Cacarakan|aksara Cacarakan]] dalam naskah Sunda [[abad 17]] dan [[Abad 18|18]] serta mulai masuknya [[Tatakrama bahasa Sunda|''unggah-ungguh basa'' atau ''undak usuk basa'']] (sistem tingkatan berbahasa dalam bahasa Sunda) ke dalam bahasa Sunda.{{sfnp|Sumarlina|Permana|Darsa|2019|pp=277}}


{{Cquote|''Saləmpaṅ saṅ Sri Ajñana, diri ti sorga kancana, milaṅ-milaṅ kasorgaan, kaliwat na caturloka, katukaṅ buana '''Məkah''', eta kasorgaan Siak.''
Naskah yang ditulis dalam aksara Cacarakan yang berbentuk [[puisi]] yang berjenis ''[[Geguritan|guguritan]]'' dan ''[[wawacan]]'', yakni puisi yang digubah dalam bentuk ''dangding'' atau [[lagu]], memiliki aturan ''gurulagu'', ''guruwilangan'', dan ''gurugatra'' dalam setiap ''pada'' 'bait' dan ''padalisan'' 'baris'. Sementara itu, [[Naskah|naskah-naskah]] dalam abjad Pegon sangat dipengaruhi oleh bahasa Arab dan bahasa Melayu serta ditulis menggunakan jenis [[syair]] atau puisi ''pupujian''.{{sfnp|Sumarlina|Permana|Darsa|2019|pp=277}}


Setelah Sri Ajnyana pergi, Berangkat dari surga kencana, dia melihat-lihat surga, Caturloka telah terlewati, buana Mekah telah dilalui, itulah surga bangsa Siak.|5=''Sri Ajñana'', 916-921{{sfnp|Gunawan|2016|pp=447-448}}}}
Contoh penggunaan bahasa Sunda klasik dapat dilihat pada naskah-naskah seperti ''[[Carita Waruga Guru]]'',<ref>{{Cite news|last=Pleyte|first=C.M.|date=1923|title=Tjarita Waroega Goeroe|url=https://wikisource.org/wiki/File:Poesaka_Soenda_1923-03-1(09).pdf|work=Poesaka Soenda|access-date=}}</ref> ''Carita Waruga Jagat''<ref>{{Cite web|title=Lontar, Kropak 20|url=https://eap.bl.uk/archive-file/EAP280-1-1-4|website=British Library}}</ref> dan [[Kai Raga#Wirid Nur Muhammad|''Wirid Nur Muhammad'']].<ref>{{Cite web|url=https://www.kairaga.com/2016/12/06/wirid-nur-muhammad.html|title=Wirid Nur Muhammad – Kairaga.com|language=id-ID|accessdate=2020-06-15|archive-date=2020-06-15|archive-url=https://web.archive.org/web/20200615221130/https://www.kairaga.com/2016/12/06/wirid-nur-muhammad.html|dead-url=yes}}</ref>

Kutipan di atas secara jelas menunjukkan bahwa kedudukan ''Mekah'' dan ''Siak'' (sebutan untuk orang-orang yang telah memeluk Islam) diposisikan bersama-sama dengan ruang pikiran masyarakat Sunda-Hindu.{{sfnp|Gunawan|2016|pp=448}} Naskah Sunda Kuno bernuansa Hindu lain yang cukup terkenal, ''[[Sewaka Darma (Sunda Kuno)|Sewaka Darma]]'' juga menyebutkan [[Makkah|''Buana Mekah'']] sebagai tempat di [[kahyangan]]. Berikut adalah petikannya:

{{Cquote|''Mojarkən babu pərtiwi, ṅagapay tarajeəmas, dataṅ ka wəkasniṅ sabda, dina sunya liwat taya, hələt bəraṅ hələt pətiṅ, dataṅ ka '''banua məkah''', ngadoṅkap ka catur loka, luput ti pada buana, dataṅ kana manarawaṅ, kateñjo para dewata.''

Mengisahkan Ibu Pertiwi, meniti tangga emas, sampai pada akhir ucapan, dalam keadaan hampa melampaui ketiadaan, siang dan malam berselang, tibalah di benua Mekah, datang ke empat dunia, yang terlepas dari dunia, datang lalu memandang jauh, terlihat para dewata.|5=''Sewaka Darma'', naskah B, fol. 46{{sfnp|Gunawan|2016|pp=448-449}}}}

Dari pembahasan mengenai tiga naskah di atas, dapat dipahami bahwa pengetahuan mengenai Islam dan Arab telah masuk ke dalam khazanah masyarakat Sunda-Hindu, terutama dari kalangan agamawan, sehingga kedudukannya cukup mendapat tempat tersendiri, meski bukan sesuatu hal yang diutamakan.{{sfnp|Gunawan|2016|pp=449}}

=== Pasca-Pajajaran ===
Jika pada bagian di atas telah dipaparkan mengenai pengetahuan Islam yang mendapatkan tempat istimewa dalam ruang batin masyarakat Hindu-Sunda, hal ini menemui titik balik tatkala Kerajaan Sunda (Pajajaran) menuju masa kehancuran. Kronik ''[[Carita Parahiyangan]]'' merekam peristiwa demi peristiwa peperangan yang selalu berakhir dengan kekalahan pihak Sunda dan negara-negara bawahannya. Berikut adalah rangkaian peristiwa yang terekam dengan dramatis:{{Sfnp|Gunawan|2016|pp=450-451}}

{{Cquote|''Disilihan ku nusia mulya, lawasnya ratu sadəwidasa, təmbəy dataṅ na prəbeda, bwana alit sumurup riṅ ganal, mətu saṅhara ti '''səlam''', praṅ ka rajagaluh, eleh na rajagaluh, praṅ ka kalapa, eleh na pakwan, praṅ ka galuh, praṅ ka datar, praṅ ka madiri, praṅ ka patege; praṅ ka jawakalapa, eleh na jawakalapa; prang ka gəgəlang, ñabraṅ, praṅ ka salajo, pahi eleh ku səlam, kitu, kawisesa ku dəmak dəng ti cirəbon, pun.''

Diganti oleh [[Raga Mulya|Nusia Mulya]], lamanya menjadi raja dua belas tahun. Mulai muncul perubahan. Dunia halus tenggelam oleh kasar, muncul prahara dari Islam. [Mereka] berperang ke Rajagaluh, kalah Rajagaluh; perang ke Kalapa, kalah Pakuan, perang ke Datar, perang ke Madiri, perang ke Patege, perang ke Jawakalapa, kalah Jawakalapa; perang ke Gegelang. Lalu menyeberang, perang ke Salajo. Semua kalah oleh Islam. Begitulah. [Semua] dikuasai oleh Demak dan Cirebon. Tamat.|5=''Carita Parahiyangan'', 28a-29a{{Sfnp|Gunawan|2016|pp=450-451}}}}

Terlihat dengan jelas dari rangkaian peristiwa di atas, ''səlam'' ([[Islam]]) dianggap sebagai ancaman dan musuh yang menyebabkan munculnya perubahan yang menyengsarakan.{{Sfnp|Gunawan|2016|pp=450}}

== Ciri-ciri ==
Keruntuhan kerajaan Pajajaran membuat dimulainya periode transisi Hindu ke Islam yang membuat kosakata dalam bahasa Sunda pada masa itu mengalami perubahan, dari yang tadinya dibumbui dengan kosakata [[bahasa Sanskerta]], menjadi digeser dan diisi oleh kosakata [[bahasa Arab]], sehingga hal ini juga mempengaruhi struktur bahasa Sunda itu sendiri.{{sfnp|Sumarlina|Permana|Darsa|2019|pp=275}} Penggunaan bahasa Sunda kuno yang dikatakan masih bersih hanya dijumpai di lingkungan [[Desa|pedesaan]] yang masih setia menggunakan bahasa tersebut. Sementara itu, di [[Pesantren|lingkungan pesantren]], bahasa Arab mulai tumbuh subur dan berkembang.{{sfnp|Priyanto|2019|pp=41-42}} Selain dalam kosakata dan struktur bahasa, dampak perkembangan Islam juga terlihat dari sistem tulisan yang mulai digantikan oleh penggunaan [[abjad Pegon]] (Arab-Sunda){{sfnp|Sumarlina|Permana|Darsa|2019|pp=276}} dalam naskah-naskah Sunda pada masa selanjutnya.{{sfnp|Sumarlina|Permana|Darsa|2019|pp=277}}


== Catatan kaki ==
== Catatan kaki ==
Baris 35: Baris 62:


== Daftar pustaka ==
== Daftar pustaka ==
* {{Cite journal|last=Arisandi|first=I.B.|last2=Ma'mun|first2=T.N.|last3=Darsa|first3=U.A.|year=2021|title=Babad Awak Salira: Intertekstualitas Naskah Sunda Islami|url=https://www.researchgate.net/publication/352059687_Babad_Awak_Salira_Intertekstualitas_Naskah_Sunda_Islami|journal=Jurnal Manuskrip Nusantara|publisher=Program Studi Ilmu Sastra Bidang Kajian Utama Filologi, Universitas Padjadjaran|volume=12|issue=1|pages=35-52|doi=10.37014/jumantara.v12i1.1151|issn=2087-1074|ref=harv|url-status=live|doi-access=free}}
* {{Cite conference|conference=Prosiding Seminar Nasional Arkeologi 2019|title=Teks Dan Konteks Dalam Jejak Budaya Takbenda Studi Kasus: ''Babasan'' dan 'Paribasa' Sunda|first=Yayat|doi-access=|url-status=live|volume=|last=Priyanto|location=[[Bandung]]|publisher=Pasundan University|ref=harv|year=2019|url=http://prosidingbalarjabar.kemdikbud.go.id/index.php/seminar/article/view/24|type=Paper|oclc=|volume=3|issue=1|pages=37-48|doi=10.24164/prosiding.v3i1.24|isbn=|url-status=live|doi-access=free}}
* {{Cite journal|last=Gunawan|first=A.|last2=Kurnia|first2=A.|year=2016|title=Naskah-naskah Islam dari Kabuyutan|url=https://ejournal.perpusnas.go.id/jm/article/view/00700220160X|journal=Jurnal Manuskrip Nusantara|volume=7|issue=2b|pages=437-468|doi=10.37014/jumantara.v7i2b.295|ref=harv|url-status=live|doi-access=free}}
* {{Cite conference|conference=Proceedings of the Fifth International Conference on Language, Literature, Culture, and Education (ICOLLITE 2021)|last=D.|first=Koswara|last2=Isnendes|first2=R.|last3=Hyangsewu|first3=P.|last4=Suherman|first4=A.|title=Character Literature Learning Model Based on Classical Sundanese Literature Carita Pantun Mundinglaya di Kusumah (CPMdK) A Structural, Semiotic, and Ethno-pedagogic Study|volume=595|location=[[Bandung]]|publisher=Department of Sundanese Language Education, Universitas Pendidikan Indonesia|ref=harv|year=2021|url=https://www.atlantis-press.com/proceedings/icollite-21/125963423|type=Paper|oclc=|issue=|pages=185-192|isbn=978-94-6239-459-9|issn=2352-5398|ref=harv|doi=10.2991/assehr.k.211119.029|doi-access=free|url-status=live}}
* {{Cite book|last=Koswara|first=D.|year=2021|url=https://www.google.co.id/books/edition/Sastra_Sunda_klasik/S9erzgEACAAJ?hl=id|title=Sastra Sunda klasik|location=[[Bandung]]|publisher=UPI Press|isbn=9786236988336|oclc=1269216280|url-status=live}}
* {{Cite book|last=Prawirasumantri|first=A.|year=1990|url=https://www.google.co.id/books/edition/Kamekaran_adegan_jeung_kandaga_kecap_Bas/sh4SAAAAMAAJ|title=Kamekaran, Adegan, jeung Kandaga Kecap Basa Sunda|location=Bandung|publisher=Geger Sunten|oclc=222208971|ref=harv|url-status=live}}
* {{Cite conference|conference=Prosiding Seminar Nasional Arkeologi 2019|title=Teks Dan Konteks Dalam Jejak Budaya Takbenda Studi Kasus: ''Babasan'' dan 'Paribasa' Sunda|first=Yayat|doi-access=free|url-status=live|volume=3|last=Priyanto|location=[[Bandung]]|publisher=Pasundan University|ref=harv|year=2019|url=http://prosidingbalarjabar.kemdikbud.go.id/index.php/seminar/article/view/24|type=Paper|oclc=|issue=1|pages=37-48|doi=10.24164/prosiding.v3i1.24|isbn=|ref=harv}}
* {{Cite book|last=Ruhailah|year=2018|url=https://www.google.co.id/books/edition/Wawacan/lZd0DwAAQBAJ?hl=id&gbpv=0|title=Wawacan Sebuah Genre Sastra Sunda|location=[[Bandung]]|publisher=Dunia Pustaka Jaya|isbn=9789794194966|oclc=1057673447|url-status=live}}
* {{Cite book|last=Sumarlina|first=E.S.N.|last2=Permana|first2=R.S.M.|last3=Darsa|first3=U.A.|year=2019|url=https://books.google.co.id/books?id=xB0oEAAAQBAJ&pg=PA277&dq=bahasa+sunda+peralihan&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwjEl8y5--j3AhWZIbcAHfZnCHoQ6AF6BAgFEAI#v=onepage&q=bahasa%20sunda%20peralihan&f=false|title=The Role of Sundanese Letters as the One of Identity and Language Preserver|location=Surakarta|publisher=European Alliance for Innovation|pages=273-279|url-status=live|ref=harv}}
* {{Cite book|last=Sumarlina|first=E.S.N.|last2=Permana|first2=R.S.M.|last3=Darsa|first3=U.A.|year=2019|url=https://books.google.co.id/books?id=xB0oEAAAQBAJ&pg=PA277&dq=bahasa+sunda+peralihan&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwjEl8y5--j3AhWZIbcAHfZnCHoQ6AF6BAgFEAI#v=onepage&q=bahasa%20sunda%20peralihan&f=false|title=The Role of Sundanese Letters as the One of Identity and Language Preserver|location=Surakarta|publisher=European Alliance for Innovation|pages=273-279|url-status=live|ref=harv}}
* {{Cite book|last=Sumarlina|first=E.S.N.|year=2009|url=https://books.google.co.id/books?id=E90MAQAAMAAJ&q=|title=Mengungkap kearifan lokal budaya Sunda yang tercermin dalam naskah dan prasasti|publisher=Bandung|oclc=680676827|url-status=live|ref=harv}}
* {{Cite book|last=Sumarlina|first=E.S.N.|year=2009|url=https://books.google.co.id/books?id=E90MAQAAMAAJ&q=|title=Mengungkap kearifan lokal budaya Sunda yang tercermin dalam naskah dan prasasti|publisher=Bandung|oclc=680676827|url-status=live|ref=harv}}

== Pustaka lanjutan ==
* {{Cite journal|last=森山|first=幹弘|year=1996|title=Discovering the ‘Language’ and the ‘Literature’ of West Java: An Introduction to the Formation of Sundanese Writing in 19th Century West Java|url=https://www.jstage.jst.go.jp/article/tak/34/1/34_KJ00000131913/_article/-char/ja/|journal=Southeast Asian Studies|volume=34|issue=1|pages=151-183|doi=10.20495/tak.34.1_151|url-status=live|doi-access=free}}
* {{Cite journal|last=森山|first=幹弘|year=1995|title=Language Policy in the Dutch Colony: On Sundanese in the Dutch East Indies|url=https://www.jstage.jst.go.jp/article/tak/32/4/32_KJ00000131831/_article/-char/ja/|journal=Southeast Asian Studies|volume=32|issue=4|pages=446-454|doi=10.20495/tak.32.4_446|url-status=live|doi-access=free|author-mask=5}}


==Pranala luar==
==Pranala luar==
=== Bahasa Sunda Klasik ===
* [[Berkas:Wiktionary-logo-en-v2.svg|16px|class=noviewer]] [[wikt:Kategori:Kata bahasa Sunda kuno|Daftar lema bahasa Sunda kuno]] di [[Wiktionary]]
* [https://www.kairaga.com/category/naskah-sunda-klasik/ Naskah Sunda Klasik] di Kairaga.com
* [https://indomedieval.medium.com/old-sundanese-101-part-i-background-88eef219588e Old Sundanese 101: Part I — Background] di Medium.com


=== Bahasa Sunda Umum ===
{{Bahasa Sunda/Pranala luar}}
{{Bahasa Sunda}}
{{Bahasa Sunda}}
{{Bahasa-stub}}


[[:Kategori:Bahasa Sunda]]
[[:Kategori:Bahasa Sunda]]

Revisi terkini sejak 27 April 2024 04.29

Bahasa Sunda Klasik
Basa Sunda Klasik
ᮘᮞ ᮞᮥᮔ᮪ᮓ ᮊᮣᮞᮤᮊ᮪
Bahasa Sunda Peralihan
Basa Sunda Mangsa II
Edisi faksimil naskah Carita Waruga Guru, sebuah naskah Sunda pada periode transisi yang bernuansa Islam, ditulis dengan aksara Sunda Kuno
Wilayahbagian barat pulau Jawa
EraBerkembang menjadi bahasa Sunda Modern Awal menjelang abad ke-19.
Bentuk awal
Sunda Kuno  •  Pegon  •  Cacarakan  •  Latin
Kode bahasa
ISO 639-3
Linguasfer31-MFN-aa
Status pemertahanan
Terancam

CRSingkatan dari Critically endangered (Terancam Kritis)
SESingkatan dari Severely endangered (Terancam berat)
DESingkatan dari Devinitely endangered (Terancam)
VUSingkatan dari Vulnerable (Rentan)
Aman

NESingkatan dari Not Endangered (Tidak terancam)
ICHEL Red Book: Extinct

Bahasa Sunda Klasik diklasifikasikan sebagai bahasa yang telah punah (EX) pada Atlas Bahasa-Bahasa di Dunia yang Terancam Kepunahan

Referensi: [1][2]
 Portal Bahasa
L • B • PW   
Sunting kotak info  +  Info templat



Bahasa Sunda Klasik[3][4] atau Bahasa Sunda Peralihan[3] (juga disebut sebagai Basa Sunda Mangsa II atau dapat dialihbahasakan menjadi Bahasa Sunda Masa II)[5] adalah sebuah bentuk transisi bahasa Sunda antara bahasa Sunda Kuno dengan bahasa Sunda Modern. Bahasa Sunda Klasik mulai dipertuturkan dan digunakan dalam penulisan naskah-naskah pada abad ke-17 hingga abad ke-18 (sekitar 1600-1800 Masehi).[3]

Bahasa Sunda Zaman Klasik (Peralihan) merupakan tahapan lanjutan dari bahasa Sunda Kuno.[6] Hal ini dapat dilihat di antaranya dalam naskah Carita Waruga Guru. Kosakata yang digunakan dalam naskah tersebut bukanlah kosakata yang arkais (kuno) sebagaimana terdapat dalam bahasa Sunda Kuno. Bahasa Sunda Klasik sangat dipengaruhi oleh bahasa Arab sebagai akibat dari dominasi agama Islam pada masyarakat Sunda masa itu.[7]

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Pra-Islam & Arab[sunting | sunting sumber]

Pengaruh Islam dan Arab setidaknya tidak pernah berkembang terlalu jauh sebelum kerajaan Sunda (Pajajaran), sebuah kerajaan bercorak Sunda-Hindu runtuh pada tahun 1579. Masa kerajaan ini merupakan masa bahasa Sunda Kuno. Pada waktu itu, bahasa Sunda Kuno merupakan bahasa yang digunakan oleh masyarakat maupun orang-orang di lingkungan kerajaan untuk berkomunikasi satu sama lain dan digunakan dalam berbagai bidang, mulai dari bidang kenegaraan, keagamaan, kesenian, serta komunikasi bagi kepentingan kehidupan sehari-hari.[8]

Agama Islam terlebih dahulu berkembang di wilayah tetangga Sunda, seperti di Sumatra dan di sebelah timur Sunda. Walaupun begitu, pada awal abad ke-16, negeri-negeri Islam telah dikenal oleh para penganut agama Hindu di Kerajaan Sunda. Setidaknya mereka memiliki wawasan geografis dan hubungan ekonomi dengan negara-negara luar. Kitab Sanghyang Siksa Kandang Karesian yang selesai dikarang pada tahun 1518 mengonfirmasi hal tersebut melalui isinya yang menunjukkan pengetahuan luas tentang wilayah geografis mancanegara (bahasa Sunda Kuno: paranusa) yang mencakup beberapa kawasan-kawasan di benua Asia, disebutkan pula adanya profesi duta bahasa yang disebut jurubasa darmamurcaya yang dituntut untuk menguasai berbagai bahasa asing, ini sesuai dengan uraian berikut:[9]

Dari uraian di atas, dapat dilihat pada nama-nama negeri dan kota yang dicetak tebal merupakan negeri dan kota Islam dan menjadi pusat penyebaran agama Islam.[11] Manuskrip lain dari masa Sunda Kuno yang menyebutkan wilayah Islam yaitu Pendakian Sri Ajñana, yang menyebutkan Buana Mekah, salah satu pusat dan kota suci bagi umat Islam sebagai tempat yang disinggahi oleh tokoh utama dalam teks tersebut tatkala mencari kekasihnya di Kahyangan, selengkapnya dapat dibaca pada kutipan berikut:[12]

Kutipan di atas secara jelas menunjukkan bahwa kedudukan Mekah dan Siak (sebutan untuk orang-orang yang telah memeluk Islam) diposisikan bersama-sama dengan ruang pikiran masyarakat Sunda-Hindu.[13] Naskah Sunda Kuno bernuansa Hindu lain yang cukup terkenal, Sewaka Darma juga menyebutkan Buana Mekah sebagai tempat di kahyangan. Berikut adalah petikannya:

Dari pembahasan mengenai tiga naskah di atas, dapat dipahami bahwa pengetahuan mengenai Islam dan Arab telah masuk ke dalam khazanah masyarakat Sunda-Hindu, terutama dari kalangan agamawan, sehingga kedudukannya cukup mendapat tempat tersendiri, meski bukan sesuatu hal yang diutamakan.[15]

Pasca-Pajajaran[sunting | sunting sumber]

Jika pada bagian di atas telah dipaparkan mengenai pengetahuan Islam yang mendapatkan tempat istimewa dalam ruang batin masyarakat Hindu-Sunda, hal ini menemui titik balik tatkala Kerajaan Sunda (Pajajaran) menuju masa kehancuran. Kronik Carita Parahiyangan merekam peristiwa demi peristiwa peperangan yang selalu berakhir dengan kekalahan pihak Sunda dan negara-negara bawahannya. Berikut adalah rangkaian peristiwa yang terekam dengan dramatis:[16]

Terlihat dengan jelas dari rangkaian peristiwa di atas, səlam (Islam) dianggap sebagai ancaman dan musuh yang menyebabkan munculnya perubahan yang menyengsarakan.[17]

Ciri-ciri[sunting | sunting sumber]

Keruntuhan kerajaan Pajajaran membuat dimulainya periode transisi Hindu ke Islam yang membuat kosakata dalam bahasa Sunda pada masa itu mengalami perubahan, dari yang tadinya dibumbui dengan kosakata bahasa Sanskerta, menjadi digeser dan diisi oleh kosakata bahasa Arab, sehingga hal ini juga mempengaruhi struktur bahasa Sunda itu sendiri.[18] Penggunaan bahasa Sunda kuno yang dikatakan masih bersih hanya dijumpai di lingkungan pedesaan yang masih setia menggunakan bahasa tersebut. Sementara itu, di lingkungan pesantren, bahasa Arab mulai tumbuh subur dan berkembang.[19] Selain dalam kosakata dan struktur bahasa, dampak perkembangan Islam juga terlihat dari sistem tulisan yang mulai digantikan oleh penggunaan abjad Pegon (Arab-Sunda)[20] dalam naskah-naskah Sunda pada masa selanjutnya.[3]

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ "UNESCO Interactive Atlas of the World's Languages in Danger" (dalam bahasa bahasa Inggris, Prancis, Spanyol, Rusia, and Tionghoa). UNESCO. 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 April 2022. Diakses tanggal 26 Juni 2011. 
  2. ^ "UNESCO Atlas of the World's Languages in Danger" (PDF) (dalam bahasa Inggris). UNESCO. 2010. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 31 Mei 2022. Diakses tanggal 31 Mei 2022. 
  3. ^ a b c d Sumarlina, Permana & Darsa (2019), hlm. 277.
  4. ^ Sumarlina (2009), hlm. 70.
  5. ^ Prawirasumantri (1990), hlm. 13.
  6. ^ Priyanto (2019), hlm. 40.
  7. ^ Priyanto (2019), hlm. 42.
  8. ^ Priyanto (2019), hlm. 41.
  9. ^ Gunawan (2016), hlm. 446.
  10. ^ Gunawan (2016), hlm. 446-447.
  11. ^ Gunawan (2016), hlm. 447.
  12. ^ a b Gunawan (2016), hlm. 447-448.
  13. ^ Gunawan (2016), hlm. 448.
  14. ^ Gunawan (2016), hlm. 448-449.
  15. ^ Gunawan (2016), hlm. 449.
  16. ^ a b Gunawan (2016), hlm. 450-451.
  17. ^ Gunawan (2016), hlm. 450.
  18. ^ Sumarlina, Permana & Darsa (2019), hlm. 275.
  19. ^ Priyanto (2019), hlm. 41-42.
  20. ^ Sumarlina, Permana & Darsa (2019), hlm. 276.

Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]

Pranala luar[sunting | sunting sumber]

Bahasa Sunda Klasik[sunting | sunting sumber]

Bahasa Sunda Umum[sunting | sunting sumber]


Kategori:Bahasa Sunda Kategori:Bahasa di Indonesia Kategori:Bahasa mati