Lompat ke isi

Bahasa Sunda Brebes

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Bahasa Sunda Brebes
Basa Sunda Brebes
ᮘᮞ ᮞᮥᮔ᮪ᮓ ᮘᮢᮨᮘᮨᮞ᮪
Basa Sunda Jama Déwék
ᮘᮞ ᮞᮥᮔ᮪ᮓ ᮏᮙ ᮓᮦᮝᮦᮊ᮪
Pengucapanbasa sʊnda ʙrəbəs
Dituturkan diIndonesia
Wilayah
Penutur
14% dari populasi Kabupaten Brebes atau ± 253.000 jiwa (2019)[3][4]
Lihat sumber templat}}
Posisi bahasa Sunda Brebes dalam dialek-dialek bahasa Sunda Sunting klasifikasi ini

Catatan:

Simbol "" menandai bahwa bahasa tersebut telah atau diperkirakan telah punah
Status resmi
Diakui sebagai
bahasa minoritas di
Kode bahasa
ISO 639-3
Glottologbreb1234
Status pemertahanan
Terancam

CRSingkatan dari Critically endangered (Terancam Kritis)
SESingkatan dari Severely endangered (Terancam berat)
DESingkatan dari Devinitely endangered (Terancam)
VUSingkatan dari Vulnerable (Rentan)
Aman

NESingkatan dari Not Endangered (Tidak terancam)
ICHEL Red Book: Not Endangered

Sunda Brebes diklasifikasikan sebagai bahasa aman ataupun tidak terancam (NE) pada Atlas Bahasa-Bahasa di Dunia yang Terancam Kepunahan

Referensi: [5][6]
Lokasi penuturan
Wilayah di kabupaten Brebes di mana dialek Brebes adalah mayoritas
Wilayah di kabupaten Brebes di mana dialek Brebes adalah minoritas
Artikel ini mengandung simbol fonetik IPA. Tanpa bantuan render yang baik, Anda akan melihat tanda tanya, kotak, atau simbol lain, bukan karakter Unicode. Untuk pengenalan mengenai simbol IPA, lihat Bantuan:IPA.
 Portal Bahasa
L • B • PW   
Sunting kotak info  Lihat butir Wikidata  Info templat

Bahasa Sunda Brebes (ᮘᮞ ᮞᮥᮔ᮪ᮓ ᮘᮢᮨᮘᮨᮞ᮪, basa Sunda Brebes) atau dialek Brebes[7] adalah sebuah dialek bahasa Sunda yang lazimnya dituturkan oleh penduduk bersuku Sunda di sebagian wilayah Kabupaten Brebes, Jawa Tengah khususnya di bagian selatan dan barat daya. Dalam rumpun bahasa Sunda, bahasa Sunda Brebes termasuk ke dalam rumpun dialek Sunda Timur Laut yang berkerabat dekat dengan bahasa Sunda Kuningan.[8][9] Bahasa ini diperkirakan mempunyai penutur sebanyak 14% dari keseluruhan penduduk Kabupaten Brebes.[3]

Meskipun secara fonologis bahasa Sunda Brebes sama dengan bahasa Sunda baku, bahasa Sunda Brebes memiliki keunikan tersendiri berupa kosakata, tata bahasa, dan intonasi yang berbeda dengan bentuk standar bahasa Sunda.

Wilayah penuturan

[sunting | sunting sumber]

Wilayah utama penutur bahasa Sunda Brebes meliputi kecamatan Salem, Bantarkawung, Ketanggungan, Banjarharjo, Tanjung (Sarireja dan Luwungbata), Larangan (Wlahar, Kamal, dan Pamulihan), dan kecamatan Kersana (Kradenan, Pende, dan Sindang Jaya).[10][11][12]

Bahasa Sunda juga digunakan dalam tingkat yang lebih rendah di beberapa desa di kecamatan Bumiayu (Pruwatan dan Laren), kecamatan Bantarkawung (Cinanas, Cibentang, Karang Pari, Pangebatan, Kebandungan, dan Bantarkawung), kecamatan Ketanggungan (Pamedaran, Baros, Kubangsari, Kubangjati, Dukuhbadag, dan Kubangwungu), Banjarharjo (Banjarharjo, Cimunding, Ciawi, Tegalreja, dan Banjar Lor), kecamatan Losari (Karang Junti, Dukuhsalam, dan Babakan), kecamatan Kersana (kubangpari), dan kecamatan Paguyangan (Kedungoleng).[13]

Bahasa Sunda Brebes juga digunakan di Kabupaten Tegal, tepatnya di desa Prupuk Selatan, kecamatan Margasari yang berada di sebelah timur Sungai Pemali. Dituturkan oleh sekitar 1.000 sebagai bahasa kedua, dimana bahasa ibu mereka adalah bahasa Jawa Tegal.[2]

Penggunaan

[sunting | sunting sumber]

Penutur bahasa Sunda di Kabupaten Brebes selalu menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa pengantar sehari-hari, baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan masyarakat setempat.[14] Di dalam kehidupan sehari-hari, seperti jual beli di pasar, ceramah agama di masjid, dan upacara adat (pernikahan, khitanan, syukuran, sedekah bumi), bahasa Sunda selalu digunakan sebagai bahasa pengantar. Meskipun begitu, bahasa Sunda di Kabupaten Brebes hanya digunakan dalam ragam lisan, bukan dalam ragam tulis dan sampai saat ini bahasa tersebut masih dipelihara dengan baik oleh masyarakat penuturnya.[11]

Kebiasaan yang menarik yang dilakukan oleh sebagian masyarakat di Kecamatan Losari, Banjarharjo, dan beberapa kecamatan di daerah Brebes selatan adalah adanya kecenderungan masyarakat dalam melakukan hampir seluruh aktivitasnya, seperti bersekolah, berobat, berbelanja, atau keperluan lain lebih cenderung melakukannya ke Kecamatan Ciledug, yakni kecamatan yang ada di sebelah timur Kabupaten Cirebon daripada ke kota Brebes itu sendiri. Hal ini disebabkan karena lebih mudahnya mendapatkan sarana transportasi ke arah Ciledug daripada ke Brebes juga dipengaruhi oleh faktor masyarakat yang sebahasa yang menjadikan mudahnya berkomunikasi dan ikatan satu bahasa.[15]

Karakteristik

[sunting | sunting sumber]

Perbedaan bahasa Sunda Brebes dengan bahasa Sunda standar tampak menonjol pada intonasi dan beberapa kosakata, sedangkan dalam tataran frasa dan kalimat tidak terjadi perbedaan. Dalam tataran frasa, misalnya adalah:[16]

  • imah bapa = rumah bapak
  • peti suluh = peti kayu
  • budak bandel = anak nakal
  • hayang héés/pineuh = ingin tidur
  • ngakan/nyatu kéjo = makan nasi
  • gedé ujur = besar sekali
  • jenuk/bera budak = banyak anak.

Kalimat bahasa Sunda Brebes contohnya adalah:[16]

  • Misah/ambih lulus ujian nyanéh kudu di ajar = Agar lulus ujian kamu harus belajar;
  • Iraha nyanéh mangkat = Kapan kamu pergi;
  • Naha nyanéh telat = Mengapa kamu terlambat?;
  • Mih balik ti pasar = Ibu pulang dari pasar;
  • Kakak geus indit = kakak sudah pergi.

Yang menarik adalah sebagian kosakata bahasa Sunda standar yang termasuk kosakata netral (tidak kasar dan juga tidak halus) di dalam bahasa Sunda Brebes selalu diaggap lebih halus. Misalnya, frasa;[16]

  • Hayang saré = ingin tidur
  • dahar sangu = makan nasi

Di dalam bahasa Sunda Brebes dianggap halus, padahal di dalam bahasa Sunda Standar kedua frasa itu bermakna netral. Frasa yang bermakna ingin tidur dan makan nasi di dalam bahasa Sunda Brebes adalah hayang héés dan ngakan kéjo. Selain "héés" untuk mengungkapkan kata "tidur", juga digunakan kata "pineuh" di bantarkawung sebagai padanannya.

Tabel perbandingan Bahasa Sunda Brebes dan Bahasa Sunda Standar[12][17][16]

Bahasa Sunda Brebes Bahasa Sunda Standar Arti
pocor ucur alir / mengalir
api seuneu api
hiber ngambang apung / mengapung
apik/hade alus baik
ula oray ular
jegu mentul tumpul
dolog kendor rendah
lésang leueur licin
rupit heurin sempit
weureu mabok mabuk
jenuk loba banyak
ngaréngkol ngagolér berbaring
buburuh moro berburu
ngacoblok ngomong berbicara
gulung gelut berkelahi
ruag bongkar bongkar
pineuh saré tidur
rubiah pamajikan istri
mungkal batu batu
suluh kai kayu
bugang bangké bangkai
jenu tuba racun ikan
kédé kénca kiri
dingding bilik dinding
goah dapur dapur
talang golodog beranda
gendeng hateup atap
paranjé kandang embé kandang domba
kaso/usuk/layeus kaso-kaso kasau
epyan lalangit langit-langit
samak lampit tikar
budin sampeu singkong
réngkol golér baring
hawangan walungan sungai
doyong déngdék miring
balimbing balingbing belimbing
sabrang cabé cabai
gandul gedang pepaya
delima dalima delima
albi jeungjing Sengon
gendul botol botol

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Wahyuni (2010), hlm. 72.
  2. ^ a b F., Hanafi (2014). "Penggunaan Bahasa Sunda Dimasyarakat Cianjur". Antropologi Budaya (G10E.060201). Sumedang, Indonesia: Universitas Padjadjaran. Diakses tanggal 9 Oktober 2024. 
  3. ^ a b Susanto (2019).
  4. ^ BPS Kabupaten Brebes (2019).
  5. ^ "UNESCO Interactive Atlas of the World's Languages in Danger" (dalam bahasa bahasa Inggris, Prancis, Spanyol, Rusia, and Tionghoa). UNESCO. 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 April 2022. Diakses tanggal 26 Juni 2011. 
  6. ^ "UNESCO Atlas of the World's Languages in Danger" (PDF) (dalam bahasa Inggris). UNESCO. 2010. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 31 Mei 2022. Diakses tanggal 31 Mei 2022. 
  7. ^ Hammarström, Forkel & Haspelmath (2021).
  8. ^ Suyanto (2018), hlm. 210.
  9. ^ Junawaroh (2010), hlm. 102.
  10. ^ Rosyadi (2018), hlm. 8.
  11. ^ a b Junawaroh (2020), hlm. 143.
  12. ^ a b Choeri Apriany (2020), hlm. 4.
  13. ^ Bighoviq (2020), hlm. 4.
  14. ^ Sutrisno (2021), hlm. 99-100.
  15. ^ Is Rhosyantina (2014), hlm. 32.
  16. ^ a b c d Tjatur Wisnu Sasangka (1999), hlm. 46.
  17. ^ Wahya (2016), hlm. 132.

Daftar pustaka

[sunting | sunting sumber]

Bacaan selanjutnya

[sunting | sunting sumber]

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]