Salya: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
 
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(46 revisi perantara oleh 30 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{TMH Infobox|
[[Salya]], adalah seorang tokoh dari [[wiracarita]] [[Mahabharata]]. Beliau menjadi salah seorang pemimpin pasukan [[Korawa]] pada perang [[Bharatayuddha]] setelah [[Karna]] gugur.
| Image =
| Caption = Pengangkatan Salya (kiri) sebagai panglima pasukan Korawa. Ilustrasi dari kitab ''Mahabharata'' terbitan Gorakhpur Geeta Press.
| Nama = Salya
| Devanagari = शल्य
| Ejaan_Sanskerta = Śalya
| Nama_lain = Narasoma
| Senjata = Panah
| Kasta = kesatria
| Kitab = ''[[Mahabharata]]''
| Tokoh = ''Mahabharata''
| Gelar = Raja
| Asal = [[Kerajaan Madra]]
| Ayah = Artayana
}}
'''Salya''' {{Sanskerta|शल्य|Śalya}} adalah raja [[Kerajaan Madra]] dalam [[wiracarita]] ''[[Mahabharata]]''. Ia dikenal sebagai pemanah ulung dan kusir kereta yang handal. Salya merupakan kakak [[Madri]], istri [[Pandu]], ayah para [[Pandawa]]. Menjelang terjadinya [[perang di Kurukshetra|perang besar di Kurukshetra]] atau [[Bharatayudha]], ia ditipu pihak [[Korawa]] sehingga terpaksa berperang melawan para Pandawa. Salya akhirnya gugur pada hari ke-18 di tangan [[Yudistira]].


Menurut kitab ''[[Mahabharata]]'', Salya adalah putra Artayana. Setelah Artayana meninggal, Salya menggantikannya sebagai raja, sedangkan Madri menjadi istri kedua [[Pandu]] raja [[Hastinapura]], yang kemudian melahirkan [[Nakula]] dan [[Sahadewa]]. Merujuk pada nama ayahnya, Salya dalam ''Mahabharata'' sering pula disebut Artayani.
Salya adalah raja Madras dan ayah daripada Madri, istri kedua [[Pandu]]. Tetapi dalam perang Bharatayuddha ia berperang di pihak [[Korawa]].


== Keluarga ==
Akhirnya Salya pun gugur di tangan [[Yudistira]].
Versi ''[[Mahabharata]]'' menyebut Salya memiliki dua orang putra bernama [[Rukmarata]] dan [[Rukmanggada]]. Namun siapa nama istrinya atau ibu dari kedua anak tersebut tidak diketahui dengan jelas. Sementara itu, versi ''[[Bharatayuddha]]'', yaitu sebuah naskah berbahasa [[bahasa Jawa Kuna|Jawa Kuno]] menyebut nama istri Salya adalah Satyawati. Dari perkawinan itu kemudian lahir Rukmarata.


== Salya dalam pewayangan ==
[[image:Salya-kl.jpg|thumb|center|Salya]]
Dalam [[wayang|pewayangan]] [[Jawa]], Salya sering pula disebut dengan nama '''Prabu Salyapati''', sedangkan negeri yang ia pimpin disebut dengan nama [[Kerajaan Mandaraka]]. Secara garis besar, versi [[wayang|pewayangan]] [[Jawa]] tidak berbeda dengan versi ''Mahabharata''. Dalam versi ini raja Kerajaan Mandaraka semula bernama Mandrapati yang memiliki dua orang anak bernama Narasoma dan [[Madri]]m. Narasoma kemudian menjadi raja bergelar Salya, sedangkan Madrim menjadi istri kedua Pandu.


Versi [[wayang|pewayangan]] [[Jawa]] menyebut perkawinan Salya dan Setyawati melahirkan lima orang anak. Yang pertama adalah Erawati, istri [[Baladewa]]. Yang kedua adalah Surtikanti, istri [[Karna]]. Yang ketiga adalah Banowati istri [[Duryudana]], Mayuriwati istri Duryudana, Danowati istri Drestadyumna, Sudisinawati istri Wikarna. Yang keempat adalah [[Burisrawa]], sedangkan yang terakhir adalah Rukmarata. Tokoh Burisrawa dalam ''Mahabharata'' dan ''Bharatayuddha'' merupakan putra [[Somadata]]. Dalam pewayangan, Somadata disebut Somadenta, dan dianggap sama dengan Salya. Maka, Burisrawa versi Jawa pun dianggap sebagai putra Salya.
{{msg:stub}}


=== Kehidupan awal ===
----
[[Berkas:Salya-kl.jpg|200px|kiri|jmpl|Prabu Salya sebagai tokoh pewayangan Jawa.]]
Kembali ke:
Salya yang sewaktu muda bernama Narasoma pergi berkelana karena menolak dijodohkan oleh ayahnya. Di tengah jalan ia bertemu seorang [[brahmana]] [[raksasa]] bernama [[Resi Bagaspati]] yang ingin menjadikannya sebagai menantu. Bagaspati mengaku memiliki putri cantik bernama [[Pujawati]] yang mimpi bertemu Narasoma dan jatuh hati kepadanya. Narasoma menolak lamaran Bagaspati karena yakin Pujawati pasti juga berparas raksasa. Keduanya pun bertarung. Narasoma kalah dan dibawa Bagaspati ke tempat tinggalnya di Pertapaan Argabelah. Sesampainya di Argabelah, Narasoma terkejut mengetahui bahwa Pujawati ternyata benar-benar cantik. Ia pun berubah pikiran dan bersedia menikahi putri Bagaspati tersebut.
* [[Daftar Tokoh Wayang]]

Narasoma yang sombong merasa jijik memiliki mertua seorang raksasa. Pujawati yang lugu menyampaikan hal itu kepada Bagaspati. Bagaspati menyuruh putrinya itu memilih antara ayah atau suami. Ternyata Pujawati memilih suami. Bagaspati bangga mendengarnya dan mengganti nama Pujawati menjadi Setyawati. Setyawati menyampaikan kepada Narasoma bahwa ayahnya siap mati daripada mengganggu keharmonisan rumah tangga mereka. Bagaspati rela dibunuh asalkan Setyawati tidak dimadu. Setelah Narasoma bersedia, ia menusuk Bagaspati namun tidak mempan. Bagaspati sadar kalau memiliki ilmu kesaktian bernama ''Candabirawa''. Ia pun mewariskan ilmu tersebut kepada Narasoma terlebih dulu. Narasoma kemudian menusuk siku Bagaspati, titik kelemahannya sehingga Bagaspati tewas seketika. Narasoma kemudian membawa Setyawati pulang ke Mandaraka. Mandrapati menyambut kedatangan Narasoma dan Setyawati dengan gembira. Namun, ia berubah menjadi sedih begitu mendengar kematian Bagaspati yang ternyata merupakan sahabat baiknya. Mandrapati pun marah dan mengusir Narasoma pergi dari istana. [[Madri]]m yang masih rindu segera menyusul kepergian kakaknya itu.

Narasoma dan Madrim tiba di [[Kerajaan Mandura]], tempat sayembara untuk mendapatkan putri negeri tersebut yang bernama [[Kunti]]. Dengan mengerahkan Candabirawa, Salya berhasil mengalahkan semua pelamar dan memenangkan Kunti. [[Pandu]] pangeran dari [[Hastinapura]] datang terlambat dan memutuskan untuk pulang. Narasoma mencegah dan menantangnya. Namun Pandu tidak mau melayani tantangan itu karena Narasoma sudah ditetapkan sebagai pemenang. Narasoma yang sombong terus memaksa, bahkan menyerahkan Kunti dan Madrim sekaligus jika Pandu mampu mengalahkan dirinya. Pandu terpaksa melayani tantangan Narasoma. Narasoma pun mengerahkan ilmu Candabirawa. Dari jarinya muncul raksasa kerdil tetapi ganas, yang jika dilukai jumlahnya justru bertambah banyak. Pandu sempat terdesak, tetapi atas nasihat pembantunya yang bernama [[Semar]], ia pun mengheningkan cipta menyerahkan diri kepada [[Tuhan]]. Dengan cara tersebut, Candabirawa justru lumpuh dengan sendirinya. Narasoma menyerah kalah. Tujuannya ikut sayembara bukan karena menginginkan Kunti, tetapi hanya sekadar untuk mencoba keampuhan Candabirawa saja. Sesuai perjanjian, Kunti dan Madrim pun diserahkan kepada Pandu.

=== Raja Mandaraka ===
Narasoma kembali ke Mandaraka dan dikejutkan oleh kematian ayahnya. Konon, Mandrapati sangat sedih atas kematian Bagaspati yang tewas dibunuh Narasoma. Ia merasa telah gagal menjadi ayah yang baik dan memutuskan untuk bunuh diri menyusul sahabatnya itu. Narasoma kemudian menggantikan kedudukan Mandrapati sebagai [[raja]], bergelar Salya. Pemerintahannya didampingi Tuhayata sebagai [[patih]]. Dalam masa pemerintahannya, ia langsung menerima lamaran [[Duryodana]], raja [[Hastinapura]] —yang merupakan raja terkaya di dunia saat itu— untuk menikahi Erawati, putri sulungnya. Namun, Erawati kemudian hilang diculik orang. Erawati berhasil diselamatkan oleh [[Baladewa]] yang saat itu menyamar sebagai pendeta muda. Menurut perjanjian, seharusnya Erawati diserahkan kepada Baladewa. Namun hal itu ditunda-tunda karena Salya lebih suka memiliki menantu seorang raja. Setelah ia tahu bahwa Baladewa adalah raja [[Kerajaan Mandura]], Erawati pun diserahkan kepadanya. Salya kembali menerima lamaran Duryudana untuk Surtikanti. Namun putri keduanya itu diculik dan dinikahi [[Karna]]. Duryudana merelakannya karena Karna banyak berjasa kepadanya. Ia kemudian menikahi putri Salya yang lain, yaitu Banowati dan Danowati.

== Salya dalam ''Bharatayudha'' ==
''[[Mahabharata]]'' bagian kelima atau ''[[Udyogaparwa]]'' mengisahkan Salya membawa pasukan besar menuju Upaplawya untuk menyatakan dukungan terhadap [[Pandawa]] menjelang meletusnya [[perang di Kurukshetra|perang besar di Kurukshetra]] atau [[Baratayuda]]. Di tengah jalan rombongannya singgah beristirahat dalam sebuah perkemahan lengkap dengan segala jenis hidangan. Salya menikmati jamuan itu karena mengira semuanya berasal dari pihak Pandawa. Tiba-tiba para [[Korawa]] yang dipimpin [[Duryodana]] muncul dan mengaku sebagai pemilik perkemahan tersebut beserta isinya. Duryodana meminta Salya bergabung dengan pihak Korawa untuk membalas jasa. Sebagai seorang raja yang harus berlaku adil, Salya pun bersedia memenuhi permintaan itu. Salya kemudian menemui para keponakannya, yaitu Pandawa Lima untuk memberi tahu bahwa dalam perang kelak, dirinya harus berada di pihak musuh. Para Pandawa terkejut dan sedih mendengarnya. Namun Salya menghibur dengan memberikan restu kemenangan untuk mereka.

=== Pertempuran pada hari pertama ===
Pada hari yang telah ditentukan, perang [[Baratayuda]] pun meletus. ''[[Mahabharata]]'' bagian keenam atau ''[[Bhismaparwa]]'' mengisahkan Salya bertempur di pihak [[Korawa]] dengan gagah berani. Pada hari pertama ia menewaskan [[Utara (Mahabharata)|Utara]] putra [[Wirata]], salah satu sekutu utama [[Pandawa]]. Saudara Utara yang bernama [[Sweta (Mahabharata)|Sweta]] berusaha keras menyerang Salya. Salya terdesak namun berhasil diselamatkan oleh [[Kretawarma]]. Rukmarata putra Salya mencoba melindungi ayahnya. Namun ia segera tumbang tak sadarkan diri terkena senjata Sweta. Sementara itu menurut versi ''[[Kakawin Bharatayuddha]]'', Rukmarata tidak sekadar pingsan tetapi tewas di tangan Sweta.

=== Posisi sebagai kusir Karna ===
''[[Mahabharata]]'' bagian kedelapan atau ''[[Karnaparwa]]'' mengisahkan [[Karna]] diangkat sebagai panglima pasukan [[Korawa]]. Musuh besar Karna adalah [[Arjuna]] yang mengendarai kereta dengan [[Kresna]] sebagai kusirnya. Untuk mengimbangi, Karna meminta Salya bertindak sebagai kusir keretanya. Salya memenuhi permintaan Karna namun diam-diam ia juga membantu Arjuna. Ketika Karna membidik leher Arjuna dengan panah pusakanya, Salya memberi isyarat kepada Kresna supaya menggerakkan kereta. Akibatnya, panah Karna pun meleset dari sasaran utamanya.

== Kisah Kematian ==
Setelah [[Karna]] tewas di tangan [[Arjuna]] pada hari ke-17, Salya pun diangkat sebagai panglima baru pihak [[Korawa]]. Kisah kematiannya terdapat dalam ''[[Mahabharata]]'' bagian kesembilan atau ''[[Salyaparwa]]''. Ia dikisahkan mati di tangan pemimpin para [[Pandawa]], yaitu [[Yudistira]].

Kematian Salya diuraikan pula dalam ''[[Kakawin Bharatayuddha]]''. Ketika ia diangkat sebagai panglima, [[Aswatama]] yang menjadi saksi kematian [[Karna]] mengajukan keberatan karena Salya telah berkhianat, yaitu diam-diam membantu Arjuna. Namun, [[Duryodana]] justru menuduh Aswatama bersikap lancang dan segera mengusirnya. Salya maju perang menggunakan senjata Rudrarohastra. Muncul raksasa-raksasa kerdil namun sangat ganas yang jika dilukai justru bertambah banyak. [[Kresna]] mengutus [[Nakula]] supaya meminta dibunuh Salya saat itu juga. Nakula pun berangkat dan akhirnya tiba di hadapan Salya. Tentu saja Salya tidak tega membunuh keponakannya tersebut. Ia sadar kalau itu semua hanyalah siasat Kresna. Salya pun dengan jujur mengatakan, Rudrarohastra hanya bisa ditaklukkan dengan jiwa yang suci. Kresna pun meminta Yudistira yang terkenal berhati suci untuk maju menghadapi Salya. Rudrarohastra berhasil dilumpuhkannya. Ia kemudian melepaskan pusaka [[Kalimahosaddha]] ke arah Salya. Pusaka berupa kitab itu kemudian berubah menjadi tombak yang melesat menembus dada Salya.

Dalam versi [[wayang|pewayangan]] [[Jawa]], Rudrarohastra disebut dengan nama Candabirawa. Ilmu ini bisa dilumpuhkan oleh Yudistira dengan cara mengheningkan cipta. Bahkan, sejak itu Candabirawa justru berbalik mengabdi kepada Yudistira, yang merupakan [[reinkarnasi]] dari [[Resi Bagaspati]], pemilik sebenarnya. Yudistira kemudian melepaskan pusaka [[Jamus Kalimasada]] yang berhasil menewaskan Salya.

Baik versi ''Bharatayuddha'' ataupun versi pewayangan Jawa mengisahkan setelah Salya tewas, istrinya yaitu Setyawati datang menyusul ke medan pertempuran untuk melakukan ''bela pati''. Setyawati dan pembantunya yang bernama Sugandika kemudian bunuh diri menggunakan keris.

== Lihat pula ==
* [[Salyaparwa]]
* [[Salyaparwa]]
* ''[[Kakawin Bharatayuddha]]''

== Daftar pusataka ==
* {{citation|url=http://www.sacred-texts.com/hin/m08/index.htm |first=Kisari Mohan |last=Ganguli| chapter=Karna Parva| title=The Mahabharata of Krishna Dwaipayana Vyasa |date=1883–1896}}
* {{citation|url=http://www.sacred-texts.com/hin/m09/index.htm |first=Kisari Mohan |last=Ganguli| chapter=Shalya Parva| title=The Mahabharata of Krishna Dwaipayana Vyasa |date=1883–1896}}
* {{citation| first=Ramesh |last=Menon | title=The Mahabharata: A Modern Rendering | year=2006 | place=New York |publisher=iUniverse, Inc. |isbn=9780595401888}}

{{Tokoh Mahabharata}}

[[Kategori:Tokoh Mahabharata]]
[[Kategori:Raja dalam mitologi Hindu]]

Revisi terkini sejak 10 Desember 2023 11.22

Salya
शल्य
Tokoh Mahabharata
NamaSalya
Ejaan Dewanagariशल्य
Ejaan IASTŚalya
Nama lainNarasoma
GelarRaja
Kitab referensiMahabharata
AsalKerajaan Madra
Kastakesatria
SenjataPanah
AyahArtayana

Salya (Dewanagari: शल्य; ,IASTŚalya, शल्य) adalah raja Kerajaan Madra dalam wiracarita Mahabharata. Ia dikenal sebagai pemanah ulung dan kusir kereta yang handal. Salya merupakan kakak Madri, istri Pandu, ayah para Pandawa. Menjelang terjadinya perang besar di Kurukshetra atau Bharatayudha, ia ditipu pihak Korawa sehingga terpaksa berperang melawan para Pandawa. Salya akhirnya gugur pada hari ke-18 di tangan Yudistira.

Menurut kitab Mahabharata, Salya adalah putra Artayana. Setelah Artayana meninggal, Salya menggantikannya sebagai raja, sedangkan Madri menjadi istri kedua Pandu raja Hastinapura, yang kemudian melahirkan Nakula dan Sahadewa. Merujuk pada nama ayahnya, Salya dalam Mahabharata sering pula disebut Artayani.

Keluarga[sunting | sunting sumber]

Versi Mahabharata menyebut Salya memiliki dua orang putra bernama Rukmarata dan Rukmanggada. Namun siapa nama istrinya atau ibu dari kedua anak tersebut tidak diketahui dengan jelas. Sementara itu, versi Bharatayuddha, yaitu sebuah naskah berbahasa Jawa Kuno menyebut nama istri Salya adalah Satyawati. Dari perkawinan itu kemudian lahir Rukmarata.

Salya dalam pewayangan[sunting | sunting sumber]

Dalam pewayangan Jawa, Salya sering pula disebut dengan nama Prabu Salyapati, sedangkan negeri yang ia pimpin disebut dengan nama Kerajaan Mandaraka. Secara garis besar, versi pewayangan Jawa tidak berbeda dengan versi Mahabharata. Dalam versi ini raja Kerajaan Mandaraka semula bernama Mandrapati yang memiliki dua orang anak bernama Narasoma dan Madrim. Narasoma kemudian menjadi raja bergelar Salya, sedangkan Madrim menjadi istri kedua Pandu.

Versi pewayangan Jawa menyebut perkawinan Salya dan Setyawati melahirkan lima orang anak. Yang pertama adalah Erawati, istri Baladewa. Yang kedua adalah Surtikanti, istri Karna. Yang ketiga adalah Banowati istri Duryudana, Mayuriwati istri Duryudana, Danowati istri Drestadyumna, Sudisinawati istri Wikarna. Yang keempat adalah Burisrawa, sedangkan yang terakhir adalah Rukmarata. Tokoh Burisrawa dalam Mahabharata dan Bharatayuddha merupakan putra Somadata. Dalam pewayangan, Somadata disebut Somadenta, dan dianggap sama dengan Salya. Maka, Burisrawa versi Jawa pun dianggap sebagai putra Salya.

Kehidupan awal[sunting | sunting sumber]

Prabu Salya sebagai tokoh pewayangan Jawa.

Salya yang sewaktu muda bernama Narasoma pergi berkelana karena menolak dijodohkan oleh ayahnya. Di tengah jalan ia bertemu seorang brahmana raksasa bernama Resi Bagaspati yang ingin menjadikannya sebagai menantu. Bagaspati mengaku memiliki putri cantik bernama Pujawati yang mimpi bertemu Narasoma dan jatuh hati kepadanya. Narasoma menolak lamaran Bagaspati karena yakin Pujawati pasti juga berparas raksasa. Keduanya pun bertarung. Narasoma kalah dan dibawa Bagaspati ke tempat tinggalnya di Pertapaan Argabelah. Sesampainya di Argabelah, Narasoma terkejut mengetahui bahwa Pujawati ternyata benar-benar cantik. Ia pun berubah pikiran dan bersedia menikahi putri Bagaspati tersebut.

Narasoma yang sombong merasa jijik memiliki mertua seorang raksasa. Pujawati yang lugu menyampaikan hal itu kepada Bagaspati. Bagaspati menyuruh putrinya itu memilih antara ayah atau suami. Ternyata Pujawati memilih suami. Bagaspati bangga mendengarnya dan mengganti nama Pujawati menjadi Setyawati. Setyawati menyampaikan kepada Narasoma bahwa ayahnya siap mati daripada mengganggu keharmonisan rumah tangga mereka. Bagaspati rela dibunuh asalkan Setyawati tidak dimadu. Setelah Narasoma bersedia, ia menusuk Bagaspati namun tidak mempan. Bagaspati sadar kalau memiliki ilmu kesaktian bernama Candabirawa. Ia pun mewariskan ilmu tersebut kepada Narasoma terlebih dulu. Narasoma kemudian menusuk siku Bagaspati, titik kelemahannya sehingga Bagaspati tewas seketika. Narasoma kemudian membawa Setyawati pulang ke Mandaraka. Mandrapati menyambut kedatangan Narasoma dan Setyawati dengan gembira. Namun, ia berubah menjadi sedih begitu mendengar kematian Bagaspati yang ternyata merupakan sahabat baiknya. Mandrapati pun marah dan mengusir Narasoma pergi dari istana. Madrim yang masih rindu segera menyusul kepergian kakaknya itu.

Narasoma dan Madrim tiba di Kerajaan Mandura, tempat sayembara untuk mendapatkan putri negeri tersebut yang bernama Kunti. Dengan mengerahkan Candabirawa, Salya berhasil mengalahkan semua pelamar dan memenangkan Kunti. Pandu pangeran dari Hastinapura datang terlambat dan memutuskan untuk pulang. Narasoma mencegah dan menantangnya. Namun Pandu tidak mau melayani tantangan itu karena Narasoma sudah ditetapkan sebagai pemenang. Narasoma yang sombong terus memaksa, bahkan menyerahkan Kunti dan Madrim sekaligus jika Pandu mampu mengalahkan dirinya. Pandu terpaksa melayani tantangan Narasoma. Narasoma pun mengerahkan ilmu Candabirawa. Dari jarinya muncul raksasa kerdil tetapi ganas, yang jika dilukai jumlahnya justru bertambah banyak. Pandu sempat terdesak, tetapi atas nasihat pembantunya yang bernama Semar, ia pun mengheningkan cipta menyerahkan diri kepada Tuhan. Dengan cara tersebut, Candabirawa justru lumpuh dengan sendirinya. Narasoma menyerah kalah. Tujuannya ikut sayembara bukan karena menginginkan Kunti, tetapi hanya sekadar untuk mencoba keampuhan Candabirawa saja. Sesuai perjanjian, Kunti dan Madrim pun diserahkan kepada Pandu.

Raja Mandaraka[sunting | sunting sumber]

Narasoma kembali ke Mandaraka dan dikejutkan oleh kematian ayahnya. Konon, Mandrapati sangat sedih atas kematian Bagaspati yang tewas dibunuh Narasoma. Ia merasa telah gagal menjadi ayah yang baik dan memutuskan untuk bunuh diri menyusul sahabatnya itu. Narasoma kemudian menggantikan kedudukan Mandrapati sebagai raja, bergelar Salya. Pemerintahannya didampingi Tuhayata sebagai patih. Dalam masa pemerintahannya, ia langsung menerima lamaran Duryodana, raja Hastinapura —yang merupakan raja terkaya di dunia saat itu— untuk menikahi Erawati, putri sulungnya. Namun, Erawati kemudian hilang diculik orang. Erawati berhasil diselamatkan oleh Baladewa yang saat itu menyamar sebagai pendeta muda. Menurut perjanjian, seharusnya Erawati diserahkan kepada Baladewa. Namun hal itu ditunda-tunda karena Salya lebih suka memiliki menantu seorang raja. Setelah ia tahu bahwa Baladewa adalah raja Kerajaan Mandura, Erawati pun diserahkan kepadanya. Salya kembali menerima lamaran Duryudana untuk Surtikanti. Namun putri keduanya itu diculik dan dinikahi Karna. Duryudana merelakannya karena Karna banyak berjasa kepadanya. Ia kemudian menikahi putri Salya yang lain, yaitu Banowati dan Danowati.

Salya dalam Bharatayudha[sunting | sunting sumber]

Mahabharata bagian kelima atau Udyogaparwa mengisahkan Salya membawa pasukan besar menuju Upaplawya untuk menyatakan dukungan terhadap Pandawa menjelang meletusnya perang besar di Kurukshetra atau Baratayuda. Di tengah jalan rombongannya singgah beristirahat dalam sebuah perkemahan lengkap dengan segala jenis hidangan. Salya menikmati jamuan itu karena mengira semuanya berasal dari pihak Pandawa. Tiba-tiba para Korawa yang dipimpin Duryodana muncul dan mengaku sebagai pemilik perkemahan tersebut beserta isinya. Duryodana meminta Salya bergabung dengan pihak Korawa untuk membalas jasa. Sebagai seorang raja yang harus berlaku adil, Salya pun bersedia memenuhi permintaan itu. Salya kemudian menemui para keponakannya, yaitu Pandawa Lima untuk memberi tahu bahwa dalam perang kelak, dirinya harus berada di pihak musuh. Para Pandawa terkejut dan sedih mendengarnya. Namun Salya menghibur dengan memberikan restu kemenangan untuk mereka.

Pertempuran pada hari pertama[sunting | sunting sumber]

Pada hari yang telah ditentukan, perang Baratayuda pun meletus. Mahabharata bagian keenam atau Bhismaparwa mengisahkan Salya bertempur di pihak Korawa dengan gagah berani. Pada hari pertama ia menewaskan Utara putra Wirata, salah satu sekutu utama Pandawa. Saudara Utara yang bernama Sweta berusaha keras menyerang Salya. Salya terdesak namun berhasil diselamatkan oleh Kretawarma. Rukmarata putra Salya mencoba melindungi ayahnya. Namun ia segera tumbang tak sadarkan diri terkena senjata Sweta. Sementara itu menurut versi Kakawin Bharatayuddha, Rukmarata tidak sekadar pingsan tetapi tewas di tangan Sweta.

Posisi sebagai kusir Karna[sunting | sunting sumber]

Mahabharata bagian kedelapan atau Karnaparwa mengisahkan Karna diangkat sebagai panglima pasukan Korawa. Musuh besar Karna adalah Arjuna yang mengendarai kereta dengan Kresna sebagai kusirnya. Untuk mengimbangi, Karna meminta Salya bertindak sebagai kusir keretanya. Salya memenuhi permintaan Karna namun diam-diam ia juga membantu Arjuna. Ketika Karna membidik leher Arjuna dengan panah pusakanya, Salya memberi isyarat kepada Kresna supaya menggerakkan kereta. Akibatnya, panah Karna pun meleset dari sasaran utamanya.

Kisah Kematian[sunting | sunting sumber]

Setelah Karna tewas di tangan Arjuna pada hari ke-17, Salya pun diangkat sebagai panglima baru pihak Korawa. Kisah kematiannya terdapat dalam Mahabharata bagian kesembilan atau Salyaparwa. Ia dikisahkan mati di tangan pemimpin para Pandawa, yaitu Yudistira.

Kematian Salya diuraikan pula dalam Kakawin Bharatayuddha. Ketika ia diangkat sebagai panglima, Aswatama yang menjadi saksi kematian Karna mengajukan keberatan karena Salya telah berkhianat, yaitu diam-diam membantu Arjuna. Namun, Duryodana justru menuduh Aswatama bersikap lancang dan segera mengusirnya. Salya maju perang menggunakan senjata Rudrarohastra. Muncul raksasa-raksasa kerdil namun sangat ganas yang jika dilukai justru bertambah banyak. Kresna mengutus Nakula supaya meminta dibunuh Salya saat itu juga. Nakula pun berangkat dan akhirnya tiba di hadapan Salya. Tentu saja Salya tidak tega membunuh keponakannya tersebut. Ia sadar kalau itu semua hanyalah siasat Kresna. Salya pun dengan jujur mengatakan, Rudrarohastra hanya bisa ditaklukkan dengan jiwa yang suci. Kresna pun meminta Yudistira yang terkenal berhati suci untuk maju menghadapi Salya. Rudrarohastra berhasil dilumpuhkannya. Ia kemudian melepaskan pusaka Kalimahosaddha ke arah Salya. Pusaka berupa kitab itu kemudian berubah menjadi tombak yang melesat menembus dada Salya.

Dalam versi pewayangan Jawa, Rudrarohastra disebut dengan nama Candabirawa. Ilmu ini bisa dilumpuhkan oleh Yudistira dengan cara mengheningkan cipta. Bahkan, sejak itu Candabirawa justru berbalik mengabdi kepada Yudistira, yang merupakan reinkarnasi dari Resi Bagaspati, pemilik sebenarnya. Yudistira kemudian melepaskan pusaka Jamus Kalimasada yang berhasil menewaskan Salya.

Baik versi Bharatayuddha ataupun versi pewayangan Jawa mengisahkan setelah Salya tewas, istrinya yaitu Setyawati datang menyusul ke medan pertempuran untuk melakukan bela pati. Setyawati dan pembantunya yang bernama Sugandika kemudian bunuh diri menggunakan keris.

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Daftar pusataka[sunting | sunting sumber]