Syiah: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
[revisi tidak terperiksa][revisi terperiksa]
Konten dihapus Konten ditambahkan
A154 (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 126: Baris 126:
Namun terdapat pula kaum Syiah yang tidak membenarkan anggapan Sunni tersebut. Golongan [[Zaidiyyah]] Batriyah misalnya, tetap menghormati sahabat Nabi yang menjadi khalifah sebelum [[Ali bin Abi Thalib]]. Mereka juga menyatakan bahwa terdapat riwayat-riwayat Sunni yang menceritakan pertentangan di antara [[Sahabat Nabi|para sahabat]] mengenai masalah imamah [[Abu Bakar]] dan [[Umar bin Khattab|Umar]].<ref>Baca al-Ghadir, al-Muroja'ah, Akhirnya Kutemukan Kebenaran, dll</ref>
Namun terdapat pula kaum Syiah yang tidak membenarkan anggapan Sunni tersebut. Golongan [[Zaidiyyah]] Batriyah misalnya, tetap menghormati sahabat Nabi yang menjadi khalifah sebelum [[Ali bin Abi Thalib]]. Mereka juga menyatakan bahwa terdapat riwayat-riwayat Sunni yang menceritakan pertentangan di antara [[Sahabat Nabi|para sahabat]] mengenai masalah imamah [[Abu Bakar]] dan [[Umar bin Khattab|Umar]].<ref>Baca al-Ghadir, al-Muroja'ah, Akhirnya Kutemukan Kebenaran, dll</ref>


=== Istilah [[Rafidhah]] ===
=== Istilah Rafidhah ===
Sebutan Rafidhah erat kaitannya dengan sebutan Imam [[Zaid bin Ali]] yaitu anak dari Imam [[Ali Zainal Abidin]], yang bersama para pengikutnya memberontak kepada Khalifah Bani Umayyah [[Hisyam bin Abdul-Malik]] bin Marwan pada tahun 121 H.<ref>Badzlul Majhud, 1/86</ref>
Sebutan [[rafidhah]] erat kaitannya dengan sebutan Imam [[Zaid bin Ali]] yaitu anak dari Imam [[Ali Zainal Abidin]], yang bersama para pengikutnya memberontak kepada Khalifah Bani Umayyah [[Hisyam bin Abdul-Malik]] bin Marwan pada tahun 121 H.<ref>Badzlul Majhud, 1/86</ref>


* Syaikh [[Abu al-Hasan al-Asy'ari|Abul Hasan Al-Asy'ari]] berkata: "Zaid bin Ali adalah seorang yang melebihkan [[Ali bin Abu Thalib]] atas seluruh [[Sahabat Nabi|shahabat Rasulullah]], mencintai [[Abu Bakar]] dan [[Umar bin Khattab|Umar]], dan memandang bolehnya memberontak terhadap para pemimpin yang jahat. Maka ketika ia muncul di [[Kufah]], di tengah-tengah para pengikut yang membai'atnya, ia mendengar dari sebagian mereka celaan terhadap [[Abu Bakar]] dan [[Umar bin Khattab|Umar]]. Ia pun mengingkarinya, hingga akhirnya mereka (para pengikutnya) meninggalkannya. Maka ia katakan kepada mereka: "Kalian tinggalkan aku?" Maka dikatakanlah bahwa penamaan mereka dengan ''Rafidhah'' dikarenakan perkataan Zaid kepada mereka "''Rafadhtumuunii''".<ref>Maqalatul Islamiyyin, 1/137</ref>
* Syaikh [[Abu al-Hasan al-Asy'ari|Abul Hasan Al-Asy'ari]] berkata: "Zaid bin Ali adalah seorang yang melebihkan [[Ali bin Abu Thalib]] atas seluruh [[Sahabat Nabi|shahabat Rasulullah]], mencintai [[Abu Bakar]] dan [[Umar bin Khattab|Umar]], dan memandang bolehnya memberontak terhadap para pemimpin yang jahat. Maka ketika ia muncul di [[Kufah]], di tengah-tengah para pengikut yang membai'atnya, ia mendengar dari sebagian mereka celaan terhadap [[Abu Bakar]] dan [[Umar bin Khattab|Umar]]. Ia pun mengingkarinya, hingga akhirnya mereka (para pengikutnya) meninggalkannya. Maka ia katakan kepada mereka: "Kalian tinggalkan aku?" Maka dikatakanlah bahwa penamaan mereka dengan ''Rafidhah'' dikarenakan perkataan Zaid kepada mereka "''Rafadhtumuunii''".<ref>Maqalatul Islamiyyin, 1/137</ref>

Revisi per 8 Maret 2021 11.40

Syiah (Arab: شيعة, translit. syīʿah, dari kata Syīʿatu ʿAlī, "pengikut Ali") adalah salah satu sekte pecahan dari Islam. Dalam keyakinan Syiah dikatakan bahwa rasul dalam agama Islam, Muhammad, menunjuk Ali bin Abi Thalib sebagai penggantinya dan Imam (pemimpin) setelahnya,[1] terutama pada acara Ghadir Khum, tetapi gagal menjadi khalifah sebagai akibat dari insiden di Saqifah. Dengan demikan mereka mengingkari kepemimpinan Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Utsman bin Affan. Sementara itu, kaum Islam Sunni meyakini bahwa Muhammad tidak menunjuk seorang penerus secara langsung dan menganggap Abu Bakar yang ditunjuk sebagai khalifah melalui syura (yaitu konsensus komunitas di Saqifah) untuk menjadi khalifah sah pertama setelah Nabi Muhammad.[2]

Berbeda dengan tiga khalifah Rasyidin pertama, Ali berasal dari klan yang sama dengan Muhammad, Bani Hasyim, juga menjadi sepupu nabi dan menjadi laki-laki pertama yang menjadi Muslim.[3]

Penganut Syiah biasa dipanggil Syiah Ali, Syiah; Syiya'an (شِيَعًا) (jamak); Syi'i (شيعي) atau Syi'ite (tunggal).[4] Pada akhir 2000-an, Syi'i mencangkup 10-15% dari semua Muslim.[5] Syiah 12 Imam (Ithnā'ashariyyah) adalah cabang terbesar dalam Syiah.[6] Menurut perkiraan 2012, 85% Syi'i merupakan pengikut Syiah 12 Imam.[7]

Pada umumnya, Syiah menolak kepemimpinan dari tiga Khalifah pertama. Madzhab Syiah Zaidiyyah termasuk Syiah yang tidak menolak kepemimpinan tiga Khalifah sebelum Ali bin Abi Thalib.

Etimologi

Kaligrafi nama Ali ibn Abi Talib.

Istilah Syiah berasal dari Bahasa Arab (شيعة) "Syī`ah". Lafadz ini merupakan bentuk tunggal, sedangkan bentuk jamaknya adalah "Syiya'an". Pengikut Syiah disebut "Syī`ī" (شيعي).

"Syiah" adalah bentuk pendek dari kalimat bersejarah "Syi`ah `Ali" (شيعة علي) yang berarti "pengikut Ali", yang berkenaan dengan turunnya Q.S. Al-Bayyinah ayat "khair al-bariyyah", saat turunnya ayat itu Nabi Muhammad bersabda, "Wahai Ali, kamu dan pengikutmu adalah orang-orang yang beruntung - ya 'Ali anta wa syi'atuka hum al-faizun".[8]

Kata "Syiah" menurut etimologi bahasa Arab bermakna: Pembela dan pengikut seseorang. Selain itu juga bermakna: Kaum yang berkumpul atas suatu perkara.[9]

Adapun menurut terminologi Islam, kata ini bermakna: Mereka yang menyatakan bahwa Ali bin Abu Thalib adalah yang paling utama di antara para sahabat dan yang berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan atas kaum Muslim, demikian pula anak cucunya.[10]

Ikhtisar

Syiah percaya bahwa Keluarga Muhammad (yaitu para Imam Syiah) adalah sumber pengetahuan terbaik tentang Qur'an dan Islam, guru terbaik tentang Islam setelah Nabi Muhammad, dan pembawa serta penjaga tepercaya dari tradisi Sunnah.

Secara khusus, Syi'i berpendapat bahwa Ali bin Abi Thalib, yaitu sepupu dan menantu Muhammad dan kepala keluarga Ahlul Bait, adalah penerus kekhalifahan setelah Nabi Muhammad, yang berbeda dengan khalifah lainnya yang diakui oleh Sunni. Menurut keyakinan Syiah, Ali berkedudukan sebagai khalifah dan imam melalui washiat Nabi Muhammad.

Perbedaan antara pengikut Ahlul Bait dan Ahlus Sunnah menjadikan perbedaan pandangan yang tajam antara Syiah dan Sunni dalam penafsiran Al-Qur'an, Hadits, mengenai Sahabat, dan hal-hal lainnya. Sebagai contoh perawi Hadits dari Syi'i berpusat pada perawi dari Ahlul Bait, sementara yang lainnya seperti Abu Hurairah tidak dipergunakan.

Tanpa memperhatikan perbedaan tentang khalifah, Syiah mengakui otoritas Imam Syiah (juga dikenal dengan Khalifah Ilahi) sebagai pemegang otoritas agama, walaupun sekte-sekte dalam Syiah berbeda dalam siapa pengganti para Imam dan Imam saat ini.

Doktrin

Berkas:Mawla.jpg
Perangko Iran bertuliskan Hadits Gadir Kum. Ketika itu Nabi Muhammad menyebut Ali sebagai mawla.

Dalam Syiah, ada Ushulud-din (perkara pokok dalam agama) dan Furu'ud-din (perkara cabang dalam agama). Syiah memiliki lima perkara pokok atau rukun Islam, yaitu:

  1. Tauhid, bahwa Tuhan adalah Maha Esa.
  2. Al-‘Adl, bahwa Tuhan adalah Mahaadil.
  3. An-Nubuwwah, bahwa kepercayaan Syiah meyakini keberadaan para nabi sebagai pembawa berita dari Tuhan kepada umat manusia.
  4. Al-Imamah, bahwa Syiah meyakini adanya imam yang senantiasa memimpin umat sebagai penerus risalah kenabian.
  5. Al-Ma'ad, bahwa akan terjadinya Hari Kebangkitan.

Dalam perkara ke-nabi-an, Syiah berkeyakinan bahwa:

  1. Jumlah nabi dan rasul Tuhan adalah 124.000.
  2. Nabi dan rasul terakhir ialah Nabi Muhammad.
  3. Nabi Muhammad adalah suci dari segala aib dan tanpa cacat sedikitpun. Dia adalah nabi yang paling utama dari seluruh nabi yang pernah diutus Tuhan.
  4. Ahlul-Bait Nabi Muhammad, yaitu Imam Ali, Sayyidah Fatimah, Imam Hasan, Imam Husain dan 9 Imam dari keturunan Imam Husain adalah manusia-manusia suci sebagaimana Nabi Muhammad.
  5. Al-Qur'an adalah mukjizat kekal Nabi Muhammad.

Sekte-sekte

Sekilas aliran Syiah dan cabang-cabangnya.

Aliran Syiah dalam sejarahnya terpecah-pecah dalam masalah Imamiyyah. Sekte terbesar adalah Dua Belas Imam, diikuti oleh Zaidiyyah dan Ismailiyyah. Ketiga kelompok terbesar itu mengikuti garis yang berbeda Imamiyyah, yakni:

Dua Belas Imam

Disebut juga Imamiyyah atau Itsna 'Asyariah (Dua Belas Imam) karena mereka percaya bahwa yang berhak memimpin kaum Muslim hanyalah para Imam dari Ahlul-Bait, dan mereka meyakini adanya dua belas Imam. Aliran ini adalah yang terbesar di dalam Syiah. Urutan Imamnya adalah:

  1. Ali bin Abi Thalib (600661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin
  2. Hasan bin Ali (625669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba
  3. Husain bin Ali (626680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid
  4. Ali bin Husain (658713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin
  5. Muhammad bin Ali (676743), juga dikenal dengan Muhammad al-Baqir
  6. Jafar bin Muhammad (703765), juga dikenal dengan Ja'far ash-Shadiq
  7. Musa bin Ja'far (745799), juga dikenal dengan Musa al-Kadzim
  8. Ali bin Musa (765818), juga dikenal dengan Ali ar-Ridha
  9. Muhammad bin Ali (810835), juga dikenal dengan Muhammad al-Jawad atau Muhammad at Taqi
  10. Ali bin Muhammad (827868), juga dikenal dengan Ali al-Hadi
  11. Hasan bin Ali (846874), juga dikenal dengan Hasan al-Askari
  12. Muhammad bin Hasan (868—), juga dikenal dengan Muhammad al-Mahdi

Zaidiyyah

Disebut juga Syiah Lima Imam karena merupakan pengikut Zaid bin 'Ali bin Husain bin 'Ali bin Abi Thalib. Mereka dianggap moderat karena tidak menganggap ketiga khalifah sebelum 'Ali tidak sah. Urutan Imamnya adalah:

  1. Ali bin Abi Thalib (600661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin
  2. Hasan bin Ali (625669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba
  3. Husain bin Ali (626680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid
  4. Ali bin Husain (658713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin
  5. Zaid bin Ali (658740), juga dikenal dengan Zaid bin Ali asy-Syahid, adalah anak Ali bin Husain dan saudara tiri Muhammad al-Baqir.

Ismailiyyah

Disebut juga Syiah Tujuh Imam karena mereka meyakini tujuh Imam, dan mereka percaya bahwa Imam ketujuh ialah Isma'il. Urutan Imamnya adalah:

  1. Ali bin Abi Thalib (600661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin
  2. Hasan bin Ali (625669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba
  3. Husain bin Ali (626680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid
  4. Ali bin Husain (658713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin
  5. Muhammad bin Ali (676743), juga dikenal dengan Muhammad al-Baqir
  6. Ja'far bin Muhammad bin Ali (703765), juga dikenal dengan Ja'far ash-Shadiq
  7. Ismail bin Ja'far (721755), adalah anak pertama Ja'far ash-Shadiq dan kakak Musa al-Kadzim.

Status

Peta persebaran mazhab-mazhab Sunni dan Syiah di negara-negara yang muslim menjadi mayoritas.

Indonesia

Di Indonesia, Suryadharma Ali selaku menteri agama, di gedung DPR pada 25 Januari 2012 menyatakan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Kementerian Agama menyatakan Syiah bukan Islam, "Selain itu, Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) pernah mengeluarkan surat resmi No.724/A.II.03/101997, tertanggal 14 Oktober 1997, ditandatangani Rais Am M Ilyas Ruchiyat dan Katib KH. Drs. Dawam Anwar, yang mengingatkan kepada bangsa Indonesia agar tidak terkecoh oleh propaganda Syiah dan perlunya umat Islam Indonesia memahami perbedaan prinsip ajaran Syiah dengan Islam. "Menag juga mengatakan Kemenag mengeluarkan surat edaran no. D/BA.01/4865/1983 tanggal 5 Desember 1983 tentang hal ihwal mengenai golongan Syiah, menyatakan Syiah tidak sesuai dan bahkan bertentangan dengan ajaran Islam."

Majelis Ulama Indonesia sejak lama telah mengeluarkan fatwa penyimpangan Syiah dan terus mengingatkan umat muslim seperti pada Rakernas MUI 7 Maret 1984[11] Selain itu, MUI Pusat telah menerbitkan buku panduan mengenai paham Syiah pada bulan September 2013 lalu berjudul “Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah di Indonesia”.[12][13]

Berbeda dengan pendapat di atas, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menilai aliran Islam Syiah secara umum bukan merupakan aliran sesat. "Tidak sesat, hanya berbeda dengan kita," kata Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siradj, di kantor kepresidenan, Jakarta, Selasa 28 Agustus 2012.[14]

Majelis Ulama Indonesia, MUI, menyatakan tidak pernah melarang ajaran Syiah di Indonesia kecuali menghimbau umat Islam agar meningkatkan kewaspadaan tentang kemungkinan beredarnya kelompok Syiah yang ekstrim.

Hal ini ditegaskan Ketua MUI bidang Hubungan Luar Negeri, Muhyiddin Junaidi, untuk menanggapi surat edaran Wali Kota Bogor pada 22 Oktober lalu yang melarang perayaan Asyura oleh penganut Syiah di wilayahnya.

"Dikeluarkannya surat MUI pada tahun 2004 bahwa sesungguhnya kita tidak punya posisi untuk mengatakan bahwa Syiah itu sesat," kata Muhyiddin Junaidi kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, Minggu (25/10) malam.[15]

Padahal, kata Ketua Presidium Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Prof Nanat Fatah Natsir, hubungan kelompok Islam Sunni dan Syiah di tingkat internasional saat ini sudah "mencair" dan semakin membaik.

"Hubungan Sunni-Syiah internasional sudah ’mencair’. Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir juga sudah mengakui Syiah sebagai bagian dari Islam, karena itu saya yakin konflik di Sampang itu bukan konflik agama atau kepercayaan, tapi ada faktor lain," katanya di Jakarta (28/8).[16]

Malaysia

Pemerintah Malaysia menyatakan bahwa Syiah adalah sekte yang menyimpang dari Hukum Syariat dan Undang–Undang Islam yang berlaku di Malaysia, dan melarang penyebaran ajaran mereka di Malaysia.[17][18] Selain itu, Syi'i juga dimasukkan ke dalam kelompok non-Muslim.

Yordania

Pada Juli tahun 2005, Raja Abdullah II dari Yordania mengadakan sebuah Konferensi Islam Internasional yang mengundang 200 ulama dari 50 negara, dengan tema "Islam Hakiki dan Perannya dalam Masyarakat Modern" (27-29 Jumadil Ula 1426 H. / 4-6 Juli 2005 M.) Di Amman, ulama-ulama tersebut mengeluarkan sebuah pernyataan yang dikenal dengan sebutan Risalah Amman, yang menyerukan toleransi dan persatuan antar umat Islam dari berbagai golongan dan mazhab yang berbeda-beda.[19]

Amman Message

Salah satu dari tiga pesan utama Amman Message yang ditanda tangani oleh banyak[sebutkan angka] ulama besar dari seluruh dunia.

Siapa pun yang menganut salah satu dari empat mazhab Sunni (Mathahib) yurisprudensi Islam (Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali), dua mazhab fikih Islam Syiah (Ja'fari dan Zaydi), Mazhab Ibadi dari Yurisprudensi Islam dan mazhab yurisprudensi Islam zhahiri, adalah seorang Muslim. Menyatakan orang itu murtad adalah tidak mungkin dan tidak diizinkan.  Sesungguhnya darah, kehormatan, dan hartanya tidak dapat diganggu gugat.  Selain itu, sesuai dengan fatwa Syaikh Al-Azhar, tidak mungkin atau tidak diizinkan untuk menyatakan siapa pun yang menjadi pengikut Ash'ari atau siapa pun yang mempraktikkan Tasawwuf (Sufisme) nyata seorang murtad. Demikian juga, tidak mungkin atau tidak diizinkan untuk menyatakan siapa pun yang bermanhaj Salafi benar dianggap murtad.

Sama halnya, tidak mungkin atau tidak diizinkan untuk menyatakan sebagai murtad kelompok Muslim mana pun yang percaya pada Tuhan, dan Rasul-Nya (semoga damai dan berkah besertanya) dan pilar-pilar iman, dan mengakui lima pilar  Islam, dan tidak menyangkal prinsip agama apa pun yang terbukti dengan sendirinya."

— "The Three Points of The Amman Message V.1 – Amman Message" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-09-13. [20]

Hubungan Sunni-Syiah

Hubungan antara Sunni dan Syiah telah mengalami kontroversi sejak masa awal terpecahnya secara politis dan ideologis antara para pengikut Bani Umayyah dan para pengikut Ali bin Abi Thalib. Sebagian kaum Sunni menyebut kaum Syiah dengan nama Rafidhah, yang menurut etimologi bahasa Arab bermakna meninggalkan.[21]

Sebagian orang Islam menganggap firqah (golongan) ini tumbuh tatkala seorang Yahudi bernama Abdullah bin Saba yang menyatakan dirinya masuk Islam, mendakwakan kecintaan terhadap Ahlul Bait, terlalu memuja-muji Ali bin Abu Thalib, dan menyatakan bahwa Ali mempunyai wasiat untuk mendapatkan kekhalifahan.[22] Syiah menolak keras hal ini. Menurut Syiah, Abdullah bin Saba' adalah tokoh fiktif. Salah satu ulama besar Syi'ah menulis Kitab Khusus mengenai kefiktifan sosok Abdullah bin Saba ini. Namun demikian, An-Naubakhti menganggap Abdullah bin Saba' benar ada, dan menuliskan hingga belasan riwayat lengkap dengan sanad yang mutawatir bahwa Abdullah bin Saba' ada.

Namun terdapat pula kaum Syiah yang tidak membenarkan anggapan Sunni tersebut. Golongan Zaidiyyah Batriyah misalnya, tetap menghormati sahabat Nabi yang menjadi khalifah sebelum Ali bin Abi Thalib. Mereka juga menyatakan bahwa terdapat riwayat-riwayat Sunni yang menceritakan pertentangan di antara para sahabat mengenai masalah imamah Abu Bakar dan Umar.[23]

Istilah Rafidhah

Sebutan rafidhah erat kaitannya dengan sebutan Imam Zaid bin Ali yaitu anak dari Imam Ali Zainal Abidin, yang bersama para pengikutnya memberontak kepada Khalifah Bani Umayyah Hisyam bin Abdul-Malik bin Marwan pada tahun 121 H.[24]

  • Syaikh Abul Hasan Al-Asy'ari berkata: "Zaid bin Ali adalah seorang yang melebihkan Ali bin Abu Thalib atas seluruh shahabat Rasulullah, mencintai Abu Bakar dan Umar, dan memandang bolehnya memberontak terhadap para pemimpin yang jahat. Maka ketika ia muncul di Kufah, di tengah-tengah para pengikut yang membai'atnya, ia mendengar dari sebagian mereka celaan terhadap Abu Bakar dan Umar. Ia pun mengingkarinya, hingga akhirnya mereka (para pengikutnya) meninggalkannya. Maka ia katakan kepada mereka: "Kalian tinggalkan aku?" Maka dikatakanlah bahwa penamaan mereka dengan Rafidhah dikarenakan perkataan Zaid kepada mereka "Rafadhtumuunii".[25]
  • Pendapat Ibnu Taimiyyah dalam "Majmu' Fatawa" (13/36) ialah bahwa Rafidhah pasti Syiah, sedangkan Syiah belum tentu Rafidhah; karena tidak semua Syiah menolak Abu Bakar dan Umar sebagaimana keadaan Syiah Zaidiyyah.
  • Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata: "Aku telah bertanya kepada ayahku, siapa Rafidhah itu? Maka dia (Imam Ahmad) menjawab: 'Mereka adalah orang-orang yang mencela Abu Bakar dan Umar'."[26]
  • Pendapat juga diutarakan oleh Imam Syafi'i. Ia pernah mengutarakan pendapatnya mengenai Syiah dalam diwan asy-Syafi'i melalui penggalan syairnya: "Jika Rafidhah itu adalah mencintai keluarga Muhammad, Maka hendaknya dua makhluk (jin dan manusia) bersaksi bahwa aku adalah seorang Rafidhi.", Dia juga berkata, "Mereka mengatakan, ‘Kalau begitu Anda telah menjadi Rafidhi?’ Saya katakan, ‘Sekali-kali tidak… tidaklah al-Rafdh (menolak Khalifah Abu Bakar dan Umar) itu agamaku, tidak juga keyakinanku." Imam Asy-Syafi'i berkata: "Saya belum melihat seorang pun yang paling banyak bersaksi/bersumpah palsu (berdusta) dari Syiah Rafidhah."[27]

Bacaan lanjutan

Lihat pula

Pranala luar

Situs Syiah

Situs Non Syiah

Catatan kaki dan referensi

  1. ^ Olawuyi, Toyib (2014). On the Khilafah of Ali over Abu Bakr. hlm. 3. ISBN 978-1-4928-5884-3. Diarsipkan dari versi asli tanggal 22 April 2016. 
  2. ^ "The Shura Principle in Islam – by Sadek Sulaiman". www.alhewar.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 27 July 2016. Diakses tanggal 18 June 2016. 
  3. ^ Triana, María (2017). Managing Diversity in Organizations: A Global Perspective (dalam bahasa Inggris). Taylor & Francis. hlm. 159. ISBN 978-1-317-42368-3. Diarsipkan dari versi asli tanggal 8 September 2017. 
  4. ^ Shi'a is an alternative spelling of Shia, and Shi'ite of Shiite. In subsequent sections, the spellings Shia and Shiite are adopted for consistency, except where the alternative spelling is in the title of a reference.
  5. ^ "Mapping the Global Muslim Population". 7 October 2009. Diarsipkan dari versi asli tanggal 14 December 2015. Diakses tanggal 10 December 2014. The Pew Forum’s estimate of the Shia population (10-13%) is in keeping with previous estimates, which generally have been in the range of 10-15%. 
  6. ^ Newman, Andrew J. (2013). "Introduction". Twelver Shiism: Unity and Diversity in the Life of Islam, 632 to 1722. Edinburgh University Press. hlm. 2. ISBN 978-0-7486-7833-4. 
  7. ^ Guidère, Mathieu (2012). Historical Dictionary of Islamic Fundamentalism. Scarecrow Press. hlm. 319. ISBN 978-0-8108-7965-2. 
  8. ^ Riwayat di Durul Mansur milik Jalaluddin As-Suyuti
  9. ^ Tahdzibul Lughah, 3/61, karya Azhari dan Tajul Arus, 5/405, karya Az-Zabidi. Dinukil dari kitab Firaq Mu'ashirah, 1/31, karya Dr. Ghalib bin 'Ali Al-Awaji
  10. ^ Al-Fishal Fil Milali Wal Ahwa Wan Nihal, 2/113, karya Ibnu Hazm
  11. ^ http://www.beritasatu.com/nasional/27980-menag-syiah-bukan-islam.html
  12. ^ http://www.scribd.com/doc/183188603/BUKU-PANDUAN-MUI-MENGENAL-MEWASPADAI-PENYIMPANGAN-SYI-AH-DI-INDONESIA#download
  13. ^ http://www.tribunnews.com/regional/2014/02/03/mui-minta-umat-islam-mewaspadai-aliran-syiah
  14. ^ Kustiani, Rini (2012-08-29). "NU: Syiah Tidak Sesat, Hanya Berbeda". Tempo (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-09-13. 
  15. ^ "Ajaran Syiah, menurut MUI, tidak dilarang di Indonesia". BBC News Indonesia. Diakses tanggal 2019-09-13. 
  16. ^ Media, Kompas Cyber. "Syiah (Tidak) Sesat". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2019-09-13. 
  17. ^ Andreas Gerry Tuwo (10 September 2013). "Malaysia Akan Tindak Tegas Penceramah Syiah". Okezone.com. Diakses tanggal 22 September 2013. 
  18. ^ "Syiah Di Malaysia". e-fatwa.gov.my. Bahagian Pengurusan Fatwa, Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM). Diakses tanggal 22 September 2013. 
  19. ^ "Jordan's 9/11: Dealing With Jihadi Islamism", Crisis Group Middle East Report N°47, 23 November 2005
  20. ^ "Aqidah Syi'ah". Syi'ah.org. Diakses tanggal 2019-09-13. 
  21. ^ Al-Qamus Al-Muhith, hal. 829
  22. ^ Riwayat Ibnu 'Asakir dalam "Tarikh Dimasyq" [Sejarah Damaskus], dan Ibnu Abu Khaitsamah dalam "Tarikh"-nya, dengan sanad sahih, berikut beberapa penguat. Ini mematahkan klaim penganut agama Syiah untuk menganggap bahwa Abdullah bin Saba' itu tokoh fiktif.
  23. ^ Baca al-Ghadir, al-Muroja'ah, Akhirnya Kutemukan Kebenaran, dll
  24. ^ Badzlul Majhud, 1/86
  25. ^ Maqalatul Islamiyyin, 1/137
  26. ^ Ash-Sharimul Maslul ‘Ala Syatimir Rasul hal. 567, karya Ibnu Taimiyyah
  27. ^ Adabus Syafi’i, m/s. 187, al-Manaqib karya al-Baihaqiy, 1/468 dan Sunan al-Kubra, 10/208. Manhaj Imam asy-Syafi’i fi Itsbat al-Aqidah, 2/486.