Lompat ke isi

Pembangkit listrik tenaga batu bara

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
SPLTU batubara di Indramayu, Jawa Barat, sebuah pembangkit listrik bertenaga reaktor air didih uap.

Pembangkit listrik tenaga batu bara atau Pembangkit listrik tenaga uap batu bara atau PLTU batu bara adalah jenis pembangkit listrik tenaga uap, pembangkit listrik termal serta pembangkit listrik tenaga bahan bakar fosil yang menggunakan batu bara sebagai bahan bakar. Prinsip kerjanya dengan memanfaatkan uap hasil pembakaran batu bara untuk menggerakkan turbin uap dan generator listrik. Kinerja dari pembangkit listrik tenaga uap batu bara ditentukan oleh hubungan antara teknologi konversi energi dengan kuantitas dan kualitas batu bara yang digunakan.

Proses pembangkitan listrik tenaga uap batu bara diawali dengan pemilihan jenis batu bara di penampungannya. Setelah itu, batu bara dimasukkan ke dalam pendidih untuk menghasilkan uap. Uap yang dihasilkan kemudian menggerakkan turbin uap yang kemudian menggerakkan generator listrik. Uap diperoleh pada suhu 570 °C dan tekanan sekitar 200 bar.

Dampak dari penggunaan pembangkitan listrik tenaga uap batu bara adalah pencemaran lingkungan. Pembangkit ini menghasilkan limbah dalam bentuk abu terbang yang menyebarkan polutan yang beracun dan mematikan. Beberapa negara maju telah memanfaatkan abu terbang tersebut sebagai bahan konstruksi untuk pembuatan beton dan semen.

Sumber bahan bakar

[sunting | sunting sumber]

Sumber energi primer pada pembangkit listrik tenaga uap batu bara adalah batu bara. Umumnya, batu bara diperoleh melalui kontrak jangka pendek dengan pemasok. Ketersediaan batu bara ditentukan oleh jumlah pemasoknya. Pemasok batu bara dapat membatalkan secara sepihak penyediaan batu bara jika harga batu bara berubah dan menyebabkan pemasok mengalami kerugian secara ekonomi. Keadaan tersebut menyebabkan tidak adanya jaminan bagi ketersediaan batu bara. Batu bara yang diterima dari pemasok juga dapat bervariasi kualitasnya karena jumlah pemasok yang banyak. Selama nilai kalor yang ada pada batu bara masih memenuhi persyaratan, maka batu bara yang disediakan oleh pemasok masih dapat digunakan dalam pembangkitan listrik pada pembangkit listrik tenaga uap batu bara.[1]

Prinsip kerja

[sunting | sunting sumber]

Secara umum, prinsip kerja dari pembangkit listrik tenaga uap batu bara adalah pemanfaatan uap hasil pembakaran batu bara untuk menggerakkan turbin yang memutar generator listrik. Batu bara dibakar di dalam pendidih yang berisi air. Air yang mendidih kemudian dipanaskan hingga menjadi uap dengan tekanan tinggi. Adanya tekanan tinggi kemudian membuat turbin berputar.[1]

Proses kerja

[sunting | sunting sumber]

Batu bara yang akan dijadikan sebagai bahan bakar pada proses pembangkitan listrik tenaga uap terlebih dahulu disimpan ke tempat penampungan. Pemindahannya menggunakan konveyor. Setelah tiba di tempat penampungan, batu bara dihancurkan menggunakan pelumat batu bara. Batu bara dilumat hingga menjadi seperti tepung halus. Setelah itu, tepung batu bara dicampur dengan udara panas oleh forced draught. Setelah tercampur, campuran disemprotkan dengan tekanan yang tinggi ke dalam pendidih. Pada keadaan ini, campuran akan terbakar dengan cepat seperti semburan api. Setelah itu, pipa-pipa yang ada di dinding pendidih akan mengalirkan air ke arah atas. Air dimasak menjadi uap kemudian uap dialirkan ke tabung pendidih. Tujuannya untuk memisahkan uap dari air yang terbawa. Selanjutnya uap dialirkan ke pemanas super untuk melipatgandakan suhu dan tekanan uap. Pelipatgandaan dilakukan hingga mencapai suhu 570 °C dan tekanan sekitar 200 bar. Pada suhu dan tekanan tersebut, pipa akan ikut berpijar menjadi merah.[2]

Konversi energi

[sunting | sunting sumber]

Kinerja dari pembangkit listrik tenaga uap batubara ditentukan oleh dua hal. Pertama, teknologi konversi energi yang diterapkan dalam pembangkit lisrik. Kedua, kuantitas dan kualitas batu bara yang digunakan sebagai sumber bahan bakar. Kinerja suatu pembangkit listrik tenaga uap batubara tidak akan sesuai dengan perkiraan ketika batu bara yang digunakan tidak sesuai dengan persyaratan dalam konversi energi.[3]

Efisiensi energi

[sunting | sunting sumber]

Kerugian energi secara terus-menerus berlangsung selama batu bara digunakan pada pendidih. Ini karena kondisi batu bara dikombinasikan selama berada dalam ruang pembakaran sesuai dengan siklus pembakaran. Efisiensi energi yang menurun akibat kondisi ini dapat ditingkatkan dengan menggunakan metode eksergi.[4]

Dampak negatif

[sunting | sunting sumber]

Pencemaran lingkungan

[sunting | sunting sumber]
PLTU Bełchatów di dekat Bełchatów, Polandia merupakan PLTU terbesar di Eropa dan pencemar yang berkontribusi paling banyak emisi karbon dioksida.

Proses pembakaran batu bara pada pembangkit listrik tenaga uap batu bara menghasilkan polutan yang menyebabkan pencemaran lingkungan. Polutan ini juga membahayakan kesehatan penduduk di sekitar pembangkit listrik.[5] Jenis polutan yang dihasilkan oleh pembangkit listrik tenaga uap batu bara adalah NOx dan SO3. Kedua polutan ini merupakan penyebab utama dalam pembentukan hujan asam dan polusi partikel halus yang diberi nama PM2.5. Jenis unsur kimia mematikan yang juga disebarkan oleh pembangkit listrik tenaga uap batu bara adalah merkuri dan arsen.[6]

Pada suhu 1.700 °C, proses pembakaran batu bara menghasilkan limbah dalam bentuk abu terbang. Abu terbang ini menyebar ke lingkungan dengan diameter bersatuan mikrometer. Sebaran abu terbang di udara dipengaruhi oleh diameter partikel dan ketinggian cerobong. Partikel abu terbang termasuk dalam kategori partikel halus ketika ukuran diameternya kurang dari 2 μm. Pada cerobong dengan ketinggian lebih dari 250 meter, partikel halus ini akan tetap berada di udara dan menyebar sejauh 50 km2 selama berhari-hari. Abu terbang ini mengandung unsur-unsur oksida dan unsur-unsur logam berat yang beracun. Unsur oksida di dalamnya meliputi silikon, aluminium, besi, dan kalsium sekitar 95-99%. Kemudian ada unsur oksida yang meliputi natrium, fosforus, kalium, dan belerang sekitar 0,5-3,5%. Selain itu, logam-logam berat yang mengandung racun di dalam abu terbang meliputi timbal, kromium, nikel dan kadmium.[5]

Pengolahan limbah

[sunting | sunting sumber]

Abu terbang yang dihasilkan sebagai limbah pembangkit listrik tenaga uap batu bara dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan geopolimer. Keunggulannya adalah tidak memerlukan proses kalsinasi.[7] Abu terbang telah dijadikan sebagai bahan konstruksi beton di dua negara maju, yaitu Amerika Serikat dan Kanada. Amerika Serikat telah memanfaatkan sebesar 52,7% abu terbang dari pembangkit listrik tenaga uap batu bara untuk membuat bahan konstruksi beton. Sedangkan Kanada telah memanfaatkannya sebesar 38,8%.[8] Sementara negara maju seperti Jepang menggunakan abu terbang untuk pembuatan semen.[9]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b BPPT 2013, hlm. 7.
  2. ^ BPPT 2013, hlm. 7-8.
  3. ^ BPPT 2013, hlm. 3.
  4. ^ Anwar, K., Basri, M. B., dan Tobe, I. (2013). "Analisis Eksergi pada Sistem Pembangkit Daya Tenaga Uap (PLTU) Palu" (PDF). Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XII: 315. 
  5. ^ a b Wiyono, M., dan Wahyudi (2018). "Analisis Unsur dalam Fly Ash dari Industri PLTU Batubara dengan Metode Analisis Aktivasi Neutron" (PDF). Jurnal Teknologi Lingkungan. 19 (2): 222. 
  6. ^ Lembaga Bantuan Hukum Bali (18 Januari 2018). "PLTU: Energi Kotor yang Dihasilkan Produksi Listrik Batubara (Hulu dan Hilir)". Lembaga Bantuan Hukum Bali. Diakses tanggal 11 September 2022. 
  7. ^ Irawan, dkk. 2015, hlm. 41.
  8. ^ Irawan, dkk. 2015, hlm. 22.
  9. ^ Irawan, dkk. 2015, hlm. 22-23.

Daftar pustaka

[sunting | sunting sumber]