Pernyataan nulitas
Bagian dari seri tentang |
Hukum Kanonik Gereja Katolik |
---|
Portal Katolik |
Dalam Gereja Katolik, pernyataan nulitas (umumnya disebut anulasi dan terkadang disebut dekret nulitas)[1] adalah penilaian dari pengadilan gerejawi yang menyatakan bahwa suatu ikatan perkawinan tidak valid, atau pada kasus yang kurang umum, penilaian bahwa suatu tahbisan suci diberikan secara tidak valid.
Pengadilan nulitas perkawinan,[2] yang mana diatur dalam dalam hukum kanon Gereja, adalah proses peradilan di mana tribunal (pengadilan) kanonik menentukan apakah suatu perkawinan tidak berlaku sejak awalnya (ab initio). "Pernyataan Nulitas" bukanlah pemutusan suatu ikatan perkawinan (seperti pada kasus dispensasi dari suatu perkawinan ratum sed non consummatum, dan suatu "anulasi" yang umumnya disebut pembatalan dalam hukum sipil), tetapi penetapan bahwa kesepakatan nikah yang ada tidak pernah valid karena tidak memenuhi persyaratan untuk melangsungkan perkawinan secara valid dan dengan demikian perkawinan tidak pernah terjadi.[3] Hakim Tribunal Keuskupan Denpasar Romo Dr. Gusti Bagus Kusumawanta merangkumnya dengan kata-kata, "Pernyataan nulitas bukanlah suatu dissolusi dari ikatan perkawinan tetapi suatu observasi, atas nama Gereja, tentang ketiadaan perkawinan yang benar sejak permulaan."[4]
Gereja Katolik mengajarkan bahwa dalam suatu perkawinan yang sejati, seorang laki-laki dan seorang perempuan menjadi "satu daging" di hadapan Allah.[5] Ada berbagai halangan yang membuat seseorang tidak dapat terikat dalam suatu perkawinan secara valid. Selain halangan-halangan tersebut, kesepakatan nikah dapat dianggap tidak pernah terjadi (null) karena faktor-faktor yang tidak valid seperti penipuan dan ketidakmampuan secara psikis.
Karena alasan ini (atau karena alasan-alasan lain yang menyebabkan tidak sahnya perkawinan) Gereja, setelah pemeriksaan situasi oleh pengadilan gerejawi yang berwewenang, dapat menyatakan nulitas suatu perkawinan, yaitu bahwa perkawinan tersebut tidak pernah terjadi. Dalam hal ini kedua belah pihak bebas untuk kawin, asalkan kewajiban-kewajiban kodrati dari hubungan yang terdahulu dilaksanakan. - Katekismus Gereja Katolik 1629[6]
Pada tahun 2015 proses untuk menyatakan nulitas perkawinan diubah dengan adanya reformasi pengadilan nulitas perkawinan oleh Paus Fransiskus, menjadikannya dipandang sebagai reformasi yang paling komprehensif atas hukum nulitas matrimonial selama 300 tahun terakhir.[7] Sebelum reformasi tersebut, pernyataan nulitas hanya berlaku efektif jika telah dinyatakan demikian oleh dua pengadilan pada tingkatan yurisdiksi berbeda. Jika tidak ada kesepakatan dalam pengadilan-pengadilan yang lebih rendah (Instansi Pertama dan Kedua), kasusnya secara otomatis beralih ke Rota Romana untuk mendapatkan keputusan akhir.
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]- Anulasi
- Doktrin Katolik mengenai Sepuluh Perintah Allah
- Privilegium Paulinum
- Ratum sed non consummatum
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ (Inggris) Annulment/Decree of Nullity, EWTN, diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-10-22, diakses tanggal 9/11/2015
- ^ (Inggris) Pope Francis reforms Church law in marital nullity trials, accessed 9/11/2015
- ^ (Inggris) Press conference details marriage law reforms, accessed 9/11/2015
- ^ Rm Gusti Kusumawanta (13 Mei 2009), Martabat Mempelai (Instruksi Dignitas Connubii), katolisitas.org
- ^ Kejadian 2:24,
"Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging." Referensi tambahan: Matius 19:5, Markus 10:7-8, Efesus 5:31.
- ^ (Inggris) Second Edition, Promulgated by Pope John Paul II. Catechism of the Catholic Church. Citta del Vaticano: Libreria Editrice Vaticana. hlm. 904.
- ^ (Inggris) Pope Francis announces biggest changes to annulment process in centuries, The Washington Post, accessed 8 September 2015