Psikologi diskursif

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Psikologi diskursif adalah suatu bentuk analisis wacana yang memusatkan perhatiannya pada tema-tema psikologis yang mencakup ucapan, tulisan, dan gambar. Berbeda dari pendekatan psikologi arus utama yang menganggap wacana sebagai "cermin" dari ekspresi pikiran, niat, motivasi, dan sebagainya, pendekatan psikologi diskursif dipahami sebagai tempat konstruksi dari asumsi-asumsi sebelumnya mengenai pikiran dan sejenisnya dibangun dari sumber bahasa, ditempatkan pada posisi awal atau diberi penekanan khusus dalam berbagai cara yang tidak langsung.[1] Psikologi diskursif memulai analisis dengan memandang fenomena psikologis sebagai sesuatu yang dibangun, diamati, dan dipahami dalam interaksi sosial. Sebagai contoh, evaluasi dapat dibangun melalui penggunaan frasa dan ungkapan tertentu, diterima oleh penerima (mungkin sebagai pujian) dan diperlakukan sebagai ekspresi dari posisi yang kuat. Pendekatan psikologi diskursif tidak hanya memfokuskan pada masalah psikologis yang muncul dalam interaksi sosial, melainkan juga menganggap interaksi sosial sebagai sumber utama munculnya masalah psikologis. Pendekatan ini berbeda secara filosofis dengan pendekatan kognitif tradisional terhadap bahasa. Pendekatan psikologi diskursif menggunakan studi kasus dari percakapan yang terjadi secara alami untuk mengkritik cara konseptualisasi dan perlakuan terhadap topik-topik dalam psikologi.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Awal mula teori "psikologi diskursif" dapat ditelusuri sampai akhir tahun 1980-an, yaitu hasil dari penelitian dan analisis Discourse and Rhetoric Group (DARG) yang dibentuk di Universitas Loughborough.[2] Penanda utamanya adalah penerbitan buku klasik pada tahun 1987 yang berjudul Discourse and Social Psychology yang ditulis oleh Jonathan Potter dan Margaret Wetherell. Charles Antaki mengomentari buku ini di Times Higher Education Supplement:

Potter and Wetherell memberikan suatu perspektif berbeda dalam psikologi sosial. Kejelasan dalam buku ini memiliki potensi untuk mempengaruhi individu yang tidak nyaman dengan psikologi sosial tradisional tetapi tidak tertarik pada alternatif lain. Pendekatan ini menyelamatkan psikologi sosial dari keterbatasan eksperimen laboratorium dan mentalitas tradisional.

Penyebutan psikologi diskursif pertama kali dilakukan oleh Derek Edwards dan Potter di Universitas Loughborough pada awal tahun 1990-an. Setelah itu, tokoh lain mengembangkan dan memperluas pendekatan ini, antara lain Charles Antaki, Malcolm Ashmore, Frederick Attenborough, Bethan Benwell, Steve Brown, Carly Butler, Derek Edwards, Alexa Hepburn, Eric Laurier, Hedwig te Molder, Sue Speer, Liz Stokoe, Cristian Tileaga, Sally Wiggins, dan Sue Wilkinson. Pendekatan psikologi diskursif dibangun dari beberapa teori pendukung, seperti filsafat pikiran dari Gilbert Ryle dan Ludwig Wittgenstein, pendekatan retorika dari Michael Billig, etnometodologi dari Harold Garfinkel, analisis percakapan dari Harvey Sacks, dan sosiologi dari Mike Mulkay, Steve Woolgar, dan Bruno Latour. Istilah "psikologi diskursif" diciptakan untuk menunjukkan bahwa pendekatan analisis ini tidak hanya melibatkan pergeseran metodologi, tetapi juga membutuhkan pemikiran yang cukup radikal.

Belajar[sunting | sunting sumber]

Psikologi diskursif melakukan studi tentang interaksi manusia yang terjadi secara alami dan rekayasa secara eksperimental yang menawarkan cara baru untuk memahami topik dalam psikologi sosial dan kognitif seperti ingatan, identitas, dan sikap. Meskipun psikologi diskursif menganut pandangan yang berbeda tentang mentalitas manusia dari yang dikemukakan oleh psikologi arus utama, karya Edwards dan Potter pada awalnya didorong oleh ketidakpuasan mereka terhadap pandangan psikologi memperlakukan wacana. Dalam banyak studi psikologi, ucapan subjek dilihat sebagai 'jendela' dari isi pikiran dan percakapan dilihat sebagai deskripsi isi mental. Sebaliknya, psikologi diskursif melihat percakapan sebagai bentuk tindakan sosial, yaitu ungkapkan yang dilakukan oleh seseorang sebagai cara untuk berinteraksi dan berpartisipasi dalam pembentukan makna sosial. Dengan demikian, pertanyaan yang masuk akal untuk ditanyakan juga berubah.[3]

Sebuah ilustrasi[sunting | sunting sumber]

Penelitian Edwards tentang formulasi naskah, terdapat contoh yang dapat digunakan sebagai ilustrasi dari psikologi diskursif.[4] Psikologi sosial tradisional melihat percakapan sudah terprogram secara mental untuk mengarahkan tindakan seseorang. Sebaliknya, psikologi diskursif mempertanyakan deskripsi dibangun untuk menghasilkan serangkaian tindakan yang dianggap sebagai rutinitas standar. Sebagai contoh, dalam sebuah sesi konseling pasangan, konselor bertanya kepada istri tentang pernikahannya sebelum ia pindah ke tempat tersebut. Setelah penundaan sekitar setengah detik, istri tersebut menjawab bahwa pernikahannya kokoh dan sangat kuat, meskipun mereka sering berdebat seperti pasangan pada umumnya. Bagi psikologi diskursif, yang menarik dari jawaban istri adalah caranya mengungkapkan perdebatan yang sering terjadi antara dirinya dan pasangannya sebagai suatu yang biasa terjadi dalam kehidupan semua orang. Meskipun perdebatan dapat dianggap sebagai masalah dalam pernikahan, istri menggambarkannya sebagai suatu ciri khas dari pernikahan yang sangat stabil dan kokoh. Dalam interaksi seperti itu, aksi dan interaksi dilakukan dengan alami. Pendekatan psikologi diskursif memfokuskan pada praktik-praktik yang diatur secara lokal untuk membangun pemahaman dunia yang relevan dalam menghadapi pertanyaan hidup, seperti menentukan siapa yang bertanggung jawab dan perlu mengubah perilaku dalam konteks konseling. Dalam pandangan psikologi diskursif, penggunaan percakapan menjadi bagian integral dari dunia praktis dan moral dalam konteks akuntabilitas.

Penerapan psikologi diskursif: pendekatan lisan dan tertulis[sunting | sunting sumber]

Dalam beberapa tahun terakhir, aliran psikologi diskursif memusatkan perhatiannya pada analisis interaksi lisan, dengan mengandalkan pada prinsip dan praktik analisis percakapan. Studi ini menggunakan data dari situasi dunia nyata seperti konseling hubungan, layanan bantuan perlindungan anak, perselisihan antara tetangga, dan waktu makan keluarga, dan mengajukan pertanyaan seperti: Bagaimana seseorang dalam konseling hubungan membangun masalah sebagai sesuatu yang harus dikerjakan oleh pihak lain? Bagaimana seorang petugas perlindungan anak dalam layanan bantuan perlindungan anak mengelola tugas yang mungkin bertentangan antara menenangkan pemanggil yang sedang menangis dan pada saat yang sama mengumpulkan bukti yang cukup untuk layanan sosial untuk melakukan intervensi membantu anak yang mengalami pelecehan? Dan apa yang membuat permintaan seorang orangtua kepada anak untuk makan berbeda dari perintah, dan berbeda pula dari ancaman?

Meskipun sebagian besar penelitian psikologi diskursif saat ini menggunakan data percakapan sebagai data utama, ada juga aliran penelitian yang memperlakukan teks sebagai tempat untuk mengelola narasi/literatur aktif tentang isu-isu seperti agensi, niat, keraguan, kesalahan, keyakinan, prasangka, dan sebagainya.[5] [6] Salah satu penelitian demgam pendekatan teks adalah "Who killed the Princess? Description and Blame in the British Print Press" yang dilakukan oleh Derek Edwards dan Katie MacMillan.[7] Dalam penelitian itu, dikembangkan "pendekatan analitis wacana yang dapat diterapkan secara umum" yang terbukti sangat berguna untuk studi teks media.[8] Penelitian psikologi diskursif tradisional mengkaji penggunaan retorik dalam data lisan, tetapi pendekatan psikologi diskursif yang lebih baru menunjukkan cara penulis menggunakan leksikon psikologis yang sama untuk menampilkan diri mereka sendiri atau orang lain sebagai individu dan/atau anggota kolektif yang lebih besar yang abnormal, irasional, tidak wajar, dan sebagainya.[9] Pendekatan ini terbukti produktif dalam era yang ditandai dengan pertumbuhan media sosial, [10] SMS, aplikasi kirim foto, blog/vlog, YouTube, situs web interaktif, dan lain sebagainya. Hal itu meningkatkan peluang untuk secara eksplisit menggunakan istilah psikologis yang bersifat publik, interaksi dan terdorong secara retorik bagi banyak orang.

Lihat juga[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Kurtycz, Anna (2003-02-15). "Jonathan POTTER (1996), Representing Reality. Discourse, Rhetoric and Social Construction". Communication (Vol. 22/1): 210–214. doi:10.4000/communication.4827. ISSN 1189-3788. 
  2. ^ Augoustinos, Martha; Tileagă, Cristian (2012-09). "Twenty five years of discursive psychology". British Journal of Social Psychology (dalam bahasa Inggris). 51 (3): 405–412. doi:10.1111/j.2044-8309.2012.02096.x. 
  3. ^ Edwards, D; Potter, J (1992). Discursive Psychology. London: Sage. ISBN 978-0-8039-8442-4. 
  4. ^ Edwards, Derek (1994-09). "Script Formulations". Journal of Language and Social Psychology. 13 (3): 211–247. doi:10.1177/0261927x94133001. ISSN 0261-927X. 
  5. ^ Attenborough, Frederick Thomas (2015-08-27). A forgotten legacy?. Routledge. hlm. 225–240. 
  6. ^ Horne, Judith; Wiggins, Sally (2009-03). "Doing being 'on the edge': managing the dilemma of being authentically suicidal in an online forum". Sociology of Health & Illness. 31 (2): 170–184. doi:10.1111/j.1467-9566.2008.01130.x. ISSN 0141-9889. 
  7. ^ MACMILLAN, KATIE; EDWARDS, DEREK (1999-05). "Who Killed the Princess? Description and Blame in the British Press". Discourse Studies. 1 (2): 151–174. doi:10.1177/1461445699001002002. ISSN 1461-4456. 
  8. ^ Attenborough, Frederick (2014-01-01). "Rape is rape (except when it's not): The media, recontextualisation and violence against women". Journal of Language Aggression and Conflict (dalam bahasa Inggris). 2 (2): 183–203. doi:10.1075/jlac.2.2.01att. ISSN 2213-1272. 
  9. ^ Ashmore, Malcolm (1993-02). "The Theatre of the Blind: Starring a Promethean Prankster, a Phoney Phenomenon, a Prism, a Pocket, and a Piece of Wood". Social Studies of Science (dalam bahasa Inggris). 23 (1): 67–106. doi:10.1177/030631293023001003. ISSN 0306-3127. 
  10. ^ McGeechan, Grant J.; James, Becky; Burke, Shani (2021-03-04). "'Well that's the most ridiculous thing I have ever heard! No excuse'. A discourse analysis of social media users' othering of non-attenders for cervical screening". Psychology & Health. 36 (3): 290–306. doi:10.1080/08870446.2020.1772258. ISSN 0887-0446. PMID 32456477. 

Templat:Psychology