Mosalaparwa: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan |
k namun (di tengah kalimat) → tetapi |
||
(30 revisi perantara oleh 15 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1: | Baris 1: | ||
[[Berkas:Sambapregnant.jpg|ka|240px|jmpl|Para pemuda membawa Samba yang menyamar sebagai wanita hamil ke hadapan para resi.]] |
|||
'''Mosalaparwa''' adalah buku |
'''Mosalaparwa''' atau '''Mausalaparwa''' adalah buku keenam belas dari seri kitab [[Mahabharata]]. Adapun ceritanya mengisahkan musnahnya para [[Wresni]], [[Andhaka]] dan [[Yadawa]], sebuah kaum di [[Mathura]]-[[Dwaraka]] (Dwarawati) tempat Sang [[Kresna]] memerintah. Kisah ini juga menceritakan wafatnya Raja [[Kresna]] dan saudaranya, Raja [[Baladewa]]. |
||
== Ringkasan isi Kitab Mosalaparwa == |
|||
Pada suatu hari sang [[Dewa]] [[Narada]] beserta beberapa [[pandita]] berkunjung ke Dwarawati. Waktu itu seseorang yang bernama sang Samba diberi busana wanita dan dikatakan permaisuri sang Babhru, raja Dwarawati, Kemudian mereka bertanya kepada sang pandita apabila sudah tiba saatnya melahirkan, apa yang keluar (maksudnya laki-laki atau perempuan). Sang pandita yang tahu sedang dipermainkan marah dan berkata: “Kelak ia akan melahirkan gada yang memusnahkan kamu semua” (<i>mosala</i> = gada).<br><br> |
|||
Diceritakan bahwa pada saat [[Yudistira]] naik tahta, dunia telah memasuki zaman [[Kali Yuga]] atau zaman kegelapan. Ia telah melihat tanda-tanda alam yang mengerikan, yang seolah-olah memberitahu bahwa sesuatu yang mengenaskan akan terjadi. Hal yang sama dirasakan oleh [[Kresna]]. Ia merasa bahwa kejayaan bangsanya akan berakhir, sebab ia melihat bahwa banyak pemuda [[Wresni]], [[Yadawa]], dan [[Andhaka]] yang telah menjadi sombong, takabur, dan senang minum minuman keras sampai mabuk. |
|||
Ternyata ucapannya benar dan sang raja melahirkan gada besi yang kemudian dihancurkan sampai menjadi serbuk dan serbuknya dibuang ke laut. Lalu sang Baladewa dan sang Kresna melarang orang minum [[arak]].<br><br> |
|||
=== Kutukan para brahmana === |
|||
Kemudian datanglah Dewa [[Kala]], Dewa Maut dan ini adalah pertanda buruk. Lalu para Wresni disuruh membuat selamatan di pinggir pantai. Tetapi mereka minum arak dan mabuk. Lalu bertengkar ramai. Kemudian setiap orang mengambil gelagah yang berubah menjadi gada besi dan saling memukul sesama. Akhirnya para Wresni tewas semua.<br><br> |
|||
Pada suatu hari, [[Narada]] beserta beberapa [[resi]] berkunjung ke Dwaraka. Beberapa pemuda yang jahil merencanakan sesuatu untuk mempermainkan para resi. Mereka mendandani Samba (putera [[Kresna]] dan [[Jembawati]]) dengan busana wanita dan diarak keliling kota lalu dihadapkan kepada para [[resi]] yang mengunjungi Dwaraka. Kemudian salah satu dari mereka berkata, "Orang ini adalah permaisuri Sang Babhru yang terkenal dengan kesaktiannya. Kalian adalah para resi yang pintar dan memiliki pengetahuan tinggi. Dapatkah kalian mengetahui, apa yang akan dilahirkannya? Bayi laki-laki atau perempuan?". Para [[resi]] yang tahu sedang dipermainkan menjadi marah dan berkata, "Orang ini adalah Sang Samba, keturunan [[Basudewa]]. Ia tidak akan melahirkan bayi laki-laki ataupun perempuan, melainkan senjata ''mosala'' yang akan memusnahkan kamu semua!" (''mosala'' = [[gada]]) |
|||
Pada waktu Baladewa meninggal dunia, keluar [[naga]] dari mulutnya dan naga ini masuk ke laut dan bergabung dengan naga-naga lainnya. Sedangkan Kresna wafat ketika beliau bertapa dengan berbaring di atas dahan pohon dan seorang pemburu (secara tidak sengaja) membunuhnya. Lalu Dwarawati mulai ditinggalkan penduduknya. |
|||
Kutukan tersebut menjadi kenyataan. Sang Samba melahirkan [[gada]] besi dari dalam perutnya. Atas perintah Raja [[Ugrasena]], senjata itu kemudian dihancurkan sampai menjadi serbuk. Beberapa bagian dari senjata tersebut sulit dihancurkan sehingga menyisakan sepotong besi kecil. Setelah senjata tersebut dihancurkan, serbuk dan serpihannya dibuang ke laut. Lalu Sang [[Baladewa]] dan Sang [[Kresna]] melarang orang minum [[minuman beralkohol|arak]]. Legenda mengatakan bahwa serbuk-serbuk tersebut kembali ke pantai, dan dari serbuk tersebut tumbuhlah tanaman seperti rumput namun memiliki daun yang amat tajam bagaikan [[pedang]]. Potongan kecil yang sukar dihancurkan akhirnya ditelan oleh seekor ikan. Ikan tersebut ditangkap oleh nelayan lalu dijual kepada seorang Jara seorang pemburu. Pemburu yang bernama Jara membeli ikan itu menemukan potongan besi kecil dari dalam perut ikan yang dibelinya. Potongan besi itu lalu ditempa menjadi anak panah. |
|||
⚫ | |||
⚫ | |||
=== Musnahnya Wangsa Wresni, Andhaka, dan Yadawa === |
|||
* [[Astadasaparwa]] |
|||
[[Berkas:Prabhasa.jpg|kiri|240px|jmpl|Perkelahian antara Wangsa Wresni, Andhaka, dan Yadawa di Prabhasatirtha.]] |
|||
⚫ | |||
⚫ | |||
Dipetik dari kitab Shrimad Bhagawatam dan Mausalaparwa |
|||
--> |
|||
Setelah senjata yang dilahirkan oleh Sang Samba dihancurkan, datanglah [[Batara Kala]], Dewa Maut, dan ini adalah pertanda buruk. Atas saran [[Kresna]], para Wresni, Yadawa dan Andhaka melakukan perjalanan suci menuju Prabhastirtha, dan mereka melangsungkan upacara di pinggir pantai. Di pantai, para Wresni, Andhaka dan Yadawa tidak bisa menghilangkan kebiasaan buruk mereka, yaitu minum arak sampai mabuk. Dalam keadaan mabuk, [[Satyaki]] berkata, "[[Kertawarma]], kesatria macam apa kau ini? Dalam [[Bharatayuddha]] dahulu, engkau telah membunuh para putera [[Dropadi]], termasuk [[Drestadyumna]] dan [[Srikandi]] dalam keadaan tidur. Perbuatan macam apa yang kau lakukan?". Ucapan tersebut disambut oleh tepuk tangan dari Pradyumna, yang artinya bahwa ia mendukung pendapat Satyaki. Kertawarma marah dan berkata, "Kau juga kejam, membunuh [[Burisrawa]] yang tak bersenjata, yang sedang meninggalkan medan laga untuk memulihkan tenaga". |
|||
Setelah saling melontarkan ejekan, mereka bertengkar ramai. Satyaki mengambil pedang lalu memenggal kepala [[Kertawarma]] di hadapan [[Kresna]]. Melihat hal itu, para Wresni marah lalu menyerang Satyaki. Putera [[Rukmini]] menjadi garang, kemudian membantu Satyaki. Setelah beberapa lama, kedua kesatria perkasa tersebut tewas di hadapan [[Kresna]]. Kemudian setiap orang berkelahi satu sama lain, dengan menggunakan apapun sebagai senjata, termasuk tanaman ''[[eruka]]'' yang tumbuh di sekitar tempat tersebut. Ketika dicabut, daun tanaman tersebut berubah menjadi senjata setajam pedang. Dengan memakai senjata tersebut, para keturunan [[Wresni]], [[Andhaka]], dan [[Yadu]] saling membunuh sesama. Tidak peduli kawan atau lawan, bahkan ayah dan anak saling bunuh. Anehnya, tak seorang pun yang berniat untuk meninggalkan tempat itu. Dengan mata kepalanya sendiri, [[Kresna]] menyadari bahwa rakyatnya digerakkan oleh takdir kehancuran mereka. Dengan menahan kepedihan, ia mencabut segenggam rumput ''eruka'' dan mengubahnya menjadi senjata yang dapat meledak kapan saja. Setelah putera dan kerabat-kerabatnya tewas, ia melemparkan senjata di tangannya ke arah para Wresni dan Yadawa yang sedang berkelahi. Senjata tersebut meledak dan mengakhiri riwayat mereka semua. |
|||
Akhirnya para keturunan [[Wresni]], [[Andhaka]] dan [[Yadu]] tewas semua di Prabhasatirtha, dan disaksikan oleh [[Kresna]]. Hanya para wanita dan beberapa kesatria yang masih hidup, seperti misalnya Babhru dan Bajra. Kresna tahu bahwa ia mampu menyingkirkan kutukan brahmana yang mengakibatkan bangsanya hancur, tetapi ia tidak mau mengubah kutukan [[Gandari]] dan jalannya takdir. Setelah menyaksikan kehancuran bangsa [[Wresni]], [[Yadawa]], dan [[Andhaka]] dengan mata kepalanya sendiri, [[Kresna]] menyusul [[Baladewa]] yang sedang bertapa di dalam hutan. Babhru disuruh untuk melindungi para wanita yang masih hidup sedangkan Daruka disuruh untuk memberitahu berita kehancuran rakyat [[Kresna]] ke hadapan Raja [[Yudistira]] di [[Hastinapura]]. |
|||
Di dalam hutan, [[Baladewa]] meninggal dunia dalam tapanya. Kemudian keluar [[naga]] dari mulutnya dan naga ini masuk ke laut untuk bergabung dengan naga-naga lainnya. Setelah menyaksikan kepergian kakaknya, Kresna mengenang segala peristiwa yang menimpa bangsanya. Pada saat ia berbaring di bawah pohon, seorang pemburu bernama Jara (secara tidak sengaja) membunuhnya dengan anak panah dari sepotong besi yang berasal dari senjata ''mosala'' di dalam ikan yang telah dihancurkan. Ketika sadar bahwa yang ia panah bukanlah seekor [[rusa]], Jara meminta ma'af kepada Kresna. Kresna tersenyum dan berkata, "Apapun yang akan terjadi sudah terjadi. Aku sudah menyelesaikan hidupku". Sebelum Kresna wafat, teman Kresna yang bernama Daruka diutus untuk pergi ke [[Hastinapura]], untuk memberi tahu para keturunan [[Kuru (raja)|Kuru]] bahwa Wangsa [[Wresni]], [[Andhaka]], dan [[Yadawa]] telah hancur. Setelah [[Kresna]] wafat, Dwaraka mulai ditinggalkan penduduknya. |
|||
=== Hancurnya Kerajaan Dwaraka === |
|||
Ketika Daruka tiba di [[Hastinapura]], ia segera memberitahu para keturunan [[Kuru (raja)|Kuru]] bahwa keturunan [[Yadu]] di [[Kerajaan Dwaraka]] telah binasa karena perang saudara. Beberapa di antaranya masih bertahan hidup bersama sejumlah wanita. Setelah mendengar kabar sedih tersebut, [[Arjuna]] mohon pamit demi menjenguk paman dari pihak ibunya, yaitu [[Basudewa]]. Dengan diantar oleh Daruka, ia pergi menuju [[Dwaraka]]. |
|||
Setibanya di [[Dwaraka]], [[Arjuna]] mengamati bahwa kota tersebut telah sepi. Ia juga berjumpa dengan janda-janda yang ditinggalkan oleh para suaminya, yang meratap dan memohon agar [[Arjuna]] melindungi mereka. Kemudian Arjuna bertemu dengan [[Basudewa]] yang sedang lunglai. Setelah menceritakan kesdiahnnya kepada Arjuna, Basudewa mangkat. Sesuai dengan amanat yang diberikan kepadanya, Arjuna mengajak para wanita dan beberapa kesatria untuk mengungsi ke [[Kurukshetra]]. Sebab menurut pesan terakhir dari Sri [[Kresna]], kota Dwaraka akan disapu oleh gelombang samudra, tujuh hari setelah ia wafat. |
|||
Dalam perjalanan menuju [[Kurukshetra]], rombongan Arjuna dihadang oleh sekawanan perampok. Anehnya, kekuatan Arjuna seoleh-oleh lenyap ketika berhadapan dengan perampok tersebut. Ia sadar bahwa takdir kemusnahan sedang bergerak. Akhirnya beberapa orang berhasil diselamatkan namun banyak harta dan wanita yang hilang. Di [[Kurukshetra]], para [[Yadawa]] dipimpin oleh Bajra. |
|||
Setelah menyesali peristiwa yang menimpa dirinya, Arjuna menemui kakeknya, yaitu Resi [[Byasa]]. Atas nasihat dia, para [[Pandawa]] serta [[Dropadi]] memutuskan untuk melakukan perjelanan suci untuk meninggalkan kehidupan duniawi. |
|||
⚫ | |||
* [[Wresni]] (kisah hancurnya Wangsa Wresni) |
|||
== Bacaan lebih lanjut == |
|||
* "Mosala, Mahaprastanika, Swargarohanika Parwa". Diterjemahkan oleh Ketut Nila. Penerbit Upada sastra. |
|||
* "Kepustakaan Jawa". Oleh [[Poerbatjaraka]] 1952 |
|||
* [[Bhagawatapurana|Shrimad Bhagawatam]] |
|||
== Pranala luar == |
|||
{{en}} [http://www.bhagavata.org/canto11/chapter30.html The Disappearance of the Yadu-dynasty] |
|||
⚫ | |||
[[Kategori:Kitab Mahabharata]] |
Revisi terkini sejak 9 Juni 2019 11.55
Mosalaparwa atau Mausalaparwa adalah buku keenam belas dari seri kitab Mahabharata. Adapun ceritanya mengisahkan musnahnya para Wresni, Andhaka dan Yadawa, sebuah kaum di Mathura-Dwaraka (Dwarawati) tempat Sang Kresna memerintah. Kisah ini juga menceritakan wafatnya Raja Kresna dan saudaranya, Raja Baladewa.
Ringkasan isi Kitab Mosalaparwa
[sunting | sunting sumber]Diceritakan bahwa pada saat Yudistira naik tahta, dunia telah memasuki zaman Kali Yuga atau zaman kegelapan. Ia telah melihat tanda-tanda alam yang mengerikan, yang seolah-olah memberitahu bahwa sesuatu yang mengenaskan akan terjadi. Hal yang sama dirasakan oleh Kresna. Ia merasa bahwa kejayaan bangsanya akan berakhir, sebab ia melihat bahwa banyak pemuda Wresni, Yadawa, dan Andhaka yang telah menjadi sombong, takabur, dan senang minum minuman keras sampai mabuk.
Kutukan para brahmana
[sunting | sunting sumber]Pada suatu hari, Narada beserta beberapa resi berkunjung ke Dwaraka. Beberapa pemuda yang jahil merencanakan sesuatu untuk mempermainkan para resi. Mereka mendandani Samba (putera Kresna dan Jembawati) dengan busana wanita dan diarak keliling kota lalu dihadapkan kepada para resi yang mengunjungi Dwaraka. Kemudian salah satu dari mereka berkata, "Orang ini adalah permaisuri Sang Babhru yang terkenal dengan kesaktiannya. Kalian adalah para resi yang pintar dan memiliki pengetahuan tinggi. Dapatkah kalian mengetahui, apa yang akan dilahirkannya? Bayi laki-laki atau perempuan?". Para resi yang tahu sedang dipermainkan menjadi marah dan berkata, "Orang ini adalah Sang Samba, keturunan Basudewa. Ia tidak akan melahirkan bayi laki-laki ataupun perempuan, melainkan senjata mosala yang akan memusnahkan kamu semua!" (mosala = gada)
Kutukan tersebut menjadi kenyataan. Sang Samba melahirkan gada besi dari dalam perutnya. Atas perintah Raja Ugrasena, senjata itu kemudian dihancurkan sampai menjadi serbuk. Beberapa bagian dari senjata tersebut sulit dihancurkan sehingga menyisakan sepotong besi kecil. Setelah senjata tersebut dihancurkan, serbuk dan serpihannya dibuang ke laut. Lalu Sang Baladewa dan Sang Kresna melarang orang minum arak. Legenda mengatakan bahwa serbuk-serbuk tersebut kembali ke pantai, dan dari serbuk tersebut tumbuhlah tanaman seperti rumput namun memiliki daun yang amat tajam bagaikan pedang. Potongan kecil yang sukar dihancurkan akhirnya ditelan oleh seekor ikan. Ikan tersebut ditangkap oleh nelayan lalu dijual kepada seorang Jara seorang pemburu. Pemburu yang bernama Jara membeli ikan itu menemukan potongan besi kecil dari dalam perut ikan yang dibelinya. Potongan besi itu lalu ditempa menjadi anak panah.
Musnahnya Wangsa Wresni, Andhaka, dan Yadawa
[sunting | sunting sumber]Setelah senjata yang dilahirkan oleh Sang Samba dihancurkan, datanglah Batara Kala, Dewa Maut, dan ini adalah pertanda buruk. Atas saran Kresna, para Wresni, Yadawa dan Andhaka melakukan perjalanan suci menuju Prabhastirtha, dan mereka melangsungkan upacara di pinggir pantai. Di pantai, para Wresni, Andhaka dan Yadawa tidak bisa menghilangkan kebiasaan buruk mereka, yaitu minum arak sampai mabuk. Dalam keadaan mabuk, Satyaki berkata, "Kertawarma, kesatria macam apa kau ini? Dalam Bharatayuddha dahulu, engkau telah membunuh para putera Dropadi, termasuk Drestadyumna dan Srikandi dalam keadaan tidur. Perbuatan macam apa yang kau lakukan?". Ucapan tersebut disambut oleh tepuk tangan dari Pradyumna, yang artinya bahwa ia mendukung pendapat Satyaki. Kertawarma marah dan berkata, "Kau juga kejam, membunuh Burisrawa yang tak bersenjata, yang sedang meninggalkan medan laga untuk memulihkan tenaga".
Setelah saling melontarkan ejekan, mereka bertengkar ramai. Satyaki mengambil pedang lalu memenggal kepala Kertawarma di hadapan Kresna. Melihat hal itu, para Wresni marah lalu menyerang Satyaki. Putera Rukmini menjadi garang, kemudian membantu Satyaki. Setelah beberapa lama, kedua kesatria perkasa tersebut tewas di hadapan Kresna. Kemudian setiap orang berkelahi satu sama lain, dengan menggunakan apapun sebagai senjata, termasuk tanaman eruka yang tumbuh di sekitar tempat tersebut. Ketika dicabut, daun tanaman tersebut berubah menjadi senjata setajam pedang. Dengan memakai senjata tersebut, para keturunan Wresni, Andhaka, dan Yadu saling membunuh sesama. Tidak peduli kawan atau lawan, bahkan ayah dan anak saling bunuh. Anehnya, tak seorang pun yang berniat untuk meninggalkan tempat itu. Dengan mata kepalanya sendiri, Kresna menyadari bahwa rakyatnya digerakkan oleh takdir kehancuran mereka. Dengan menahan kepedihan, ia mencabut segenggam rumput eruka dan mengubahnya menjadi senjata yang dapat meledak kapan saja. Setelah putera dan kerabat-kerabatnya tewas, ia melemparkan senjata di tangannya ke arah para Wresni dan Yadawa yang sedang berkelahi. Senjata tersebut meledak dan mengakhiri riwayat mereka semua.
Akhirnya para keturunan Wresni, Andhaka dan Yadu tewas semua di Prabhasatirtha, dan disaksikan oleh Kresna. Hanya para wanita dan beberapa kesatria yang masih hidup, seperti misalnya Babhru dan Bajra. Kresna tahu bahwa ia mampu menyingkirkan kutukan brahmana yang mengakibatkan bangsanya hancur, tetapi ia tidak mau mengubah kutukan Gandari dan jalannya takdir. Setelah menyaksikan kehancuran bangsa Wresni, Yadawa, dan Andhaka dengan mata kepalanya sendiri, Kresna menyusul Baladewa yang sedang bertapa di dalam hutan. Babhru disuruh untuk melindungi para wanita yang masih hidup sedangkan Daruka disuruh untuk memberitahu berita kehancuran rakyat Kresna ke hadapan Raja Yudistira di Hastinapura.
Di dalam hutan, Baladewa meninggal dunia dalam tapanya. Kemudian keluar naga dari mulutnya dan naga ini masuk ke laut untuk bergabung dengan naga-naga lainnya. Setelah menyaksikan kepergian kakaknya, Kresna mengenang segala peristiwa yang menimpa bangsanya. Pada saat ia berbaring di bawah pohon, seorang pemburu bernama Jara (secara tidak sengaja) membunuhnya dengan anak panah dari sepotong besi yang berasal dari senjata mosala di dalam ikan yang telah dihancurkan. Ketika sadar bahwa yang ia panah bukanlah seekor rusa, Jara meminta ma'af kepada Kresna. Kresna tersenyum dan berkata, "Apapun yang akan terjadi sudah terjadi. Aku sudah menyelesaikan hidupku". Sebelum Kresna wafat, teman Kresna yang bernama Daruka diutus untuk pergi ke Hastinapura, untuk memberi tahu para keturunan Kuru bahwa Wangsa Wresni, Andhaka, dan Yadawa telah hancur. Setelah Kresna wafat, Dwaraka mulai ditinggalkan penduduknya.
Hancurnya Kerajaan Dwaraka
[sunting | sunting sumber]Ketika Daruka tiba di Hastinapura, ia segera memberitahu para keturunan Kuru bahwa keturunan Yadu di Kerajaan Dwaraka telah binasa karena perang saudara. Beberapa di antaranya masih bertahan hidup bersama sejumlah wanita. Setelah mendengar kabar sedih tersebut, Arjuna mohon pamit demi menjenguk paman dari pihak ibunya, yaitu Basudewa. Dengan diantar oleh Daruka, ia pergi menuju Dwaraka.
Setibanya di Dwaraka, Arjuna mengamati bahwa kota tersebut telah sepi. Ia juga berjumpa dengan janda-janda yang ditinggalkan oleh para suaminya, yang meratap dan memohon agar Arjuna melindungi mereka. Kemudian Arjuna bertemu dengan Basudewa yang sedang lunglai. Setelah menceritakan kesdiahnnya kepada Arjuna, Basudewa mangkat. Sesuai dengan amanat yang diberikan kepadanya, Arjuna mengajak para wanita dan beberapa kesatria untuk mengungsi ke Kurukshetra. Sebab menurut pesan terakhir dari Sri Kresna, kota Dwaraka akan disapu oleh gelombang samudra, tujuh hari setelah ia wafat.
Dalam perjalanan menuju Kurukshetra, rombongan Arjuna dihadang oleh sekawanan perampok. Anehnya, kekuatan Arjuna seoleh-oleh lenyap ketika berhadapan dengan perampok tersebut. Ia sadar bahwa takdir kemusnahan sedang bergerak. Akhirnya beberapa orang berhasil diselamatkan namun banyak harta dan wanita yang hilang. Di Kurukshetra, para Yadawa dipimpin oleh Bajra.
Setelah menyesali peristiwa yang menimpa dirinya, Arjuna menemui kakeknya, yaitu Resi Byasa. Atas nasihat dia, para Pandawa serta Dropadi memutuskan untuk melakukan perjelanan suci untuk meninggalkan kehidupan duniawi.
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]- Wresni (kisah hancurnya Wangsa Wresni)
Bacaan lebih lanjut
[sunting | sunting sumber]- "Mosala, Mahaprastanika, Swargarohanika Parwa". Diterjemahkan oleh Ketut Nila. Penerbit Upada sastra.
- "Kepustakaan Jawa". Oleh Poerbatjaraka 1952
- Shrimad Bhagawatam
Pranala luar
[sunting | sunting sumber](Inggris) The Disappearance of the Yadu-dynasty