Lompat ke isi

Baitulmal: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
RaFaDa20631 (bicara | kontrib)
 
(11 revisi perantara oleh 8 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{fikih|ekonomi}}
{{fikih|ekonomi}}
[[Berkas:Umayyad Mosque-Dome of the Treasury.jpg|jmpl| Baitul Mal di Damascus]]
[[Berkas:Umayyad Mosque-Dome of the Treasury.jpg|jmpl|Baitulmal di Damaskus]]
'''Baitul Mal''' berasal dari [[bahasa Arab]] ''bait'' yang berarti "rumah", dan ''al-mal'' yang berarti "harta".<ref name="Dahlan">{{id}} Dahlan, Abdul Aziz. et.al. 1999. ''Ensiklopedi Hukum Islam''. Cetakan II. Jakarta : PT Ichtiar Baru van Hoeve.</ref> Baitul Mal berarti [[rumah]] untuk mengumpulkan atau menyimpan [[harta]].<ref name="Dahlan"/> Baitul Mal adalah suatu lembaga atau pihak (''al jihat'') yang mempunyai tugas khusus menangani segala harta umat, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran [[negara]].<ref name="Zallum"/> Baitul Mal dapat juga diartikan secara fisik sebagai tempat (''al-makan'') untuk menyimpan dan mengelola segala macam harta yang menjadi pendapatan negara.<ref name="Zallum">Zallum, Abdul Qadim. 1983. ''Al Amwal Fi Daulah Al Khilafah''. Cetakan I. Beirut : Darul ‘Ilmi Lil Malayin.</ref>
'''Baitulmal''' berasal dari [[bahasa Arab]] ''bait'' yang berarti "rumah", dan ''al-mal'' yang berarti "harta".<ref name="Dahlan">{{id}} Dahlan, Abdul Aziz. et.al. 1999. ''Ensiklopedi Hukum Islam''. Cetakan II. Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve.</ref> Baitulmal berarti [[rumah]] untuk mengumpulkan atau menyimpan [[harta]].<ref name="Dahlan"/> Baitulmal adalah suatu lembaga atau pihak (''al-jihat'') yang mempunyai tugas khusus menangani segala harta umat, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran [[negara]].<ref name="Zallum"/> Baitulmal dapat juga diartikan secara fisik sebagai tempat (''al-makan'') untuk menyimpan dan mengelola segala macam harta yang menjadi pendapatan negara.<ref name="Zallum">Zallum, Abdul Qadim. 1983. ''Al Amwal Fi Daulah Al Khilafah''. Cetakan I. Beirut: Darul ‘Ilmi Lil Malayin.</ref>


== Sejarah ==
== Sejarah ==
=== Masa Rasulullah SAW (1-11 H/622-632 M) ===
Baitul Mal dalam makna istilah sesungguhnya sudah ada sejak masa [[Rasulullah SAW]], yaitu ketika kaum muslimin mendapatkan ghanimah (harta rampasan perang) pada [[Perang Badar]].<ref name="Zallum"/> Pada masa Rasulullah SAW ini, Baitul Mal lebih mempunyai pengertian sebagai pihak (''al-jihat'') yang menangani setiap harta benda kaum muslimin, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran.<ref name="Zallum"/> Saat itu Baitul Mal belum mempunyai tempat khusus untuk menyimpan harta, karena saat itu harta yang diperoleh belum begitu banyak.<ref name="Zallum"/> Kalaupun ada, harta yang diperoleh hampir selalu habis dibagi‑bagikan kepada kaum muslimin serta dibelanjakan untuk pemeliharaan urusan mereka.<ref name="Zallum"/> Rasulullah SAW senantiasa membagikan ghanimah dan seperlima bagian darinya (al-akhmas) setelah usainya peperangan, tanpa menunda‑nundanya lagi.<ref name="Zallum"/> Dengan kata lain, dia segera menginfakkannya sesuai peruntukannya masing-masing.<ref name="Zallum"/>


=== Masa [[Jahiliah]] ===
===Masa Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq (11-13 H/632-634 M)====
Harta paling jelas pada masa jahiliah adalah tanah. Raja memiliki dan mengatur tanah kerajaan. Keuntungan yang diperoleh dari pengelolaan tanah kerajaan diserahkan ke Baitulmal. Tanah tak bertuan dicatat sebagai inventaris Baitulmat dan raja diberi hak untuk mengelolanya. Raja juga memiliki hak untuk melindungi tanah tertentu, termasuk melindungi hewan dan tumbuhan di dalamnya.<ref>{{Cite book|last=Ali|first=Jawwad|date=2019|url=http://www.tokoalvabet.com/home/574-sejarah-arab-sebelum-islam-buku-5.html|title=كتاب المفصل في تاريخ العرب قبل الإسلام|location=Tangerang Selatan|publisher=PT Pustaka Alvabet|isbn=978-602-6577-28-3|editor-last=Kurnianto|editor-first=Fajar|pages=165-166|translator-last=Ali|translator-first=Jamaluddin M.|trans-title=Sejarah Arab Sebelum Islam–Buku 5: Politik, Hukum, dan Tata Pemerintahan|ref={{sfnref|Ali|(2019)}}|author-link=Jawwad Ali|orig-year=1956-1960|translator-last2=Hendiko|translator-first2=Jemmy|url-status=live|access-date=2020-09-27|archive-date=2020-08-08|archive-url=https://web.archive.org/web/20200808094845/http://www.tokoalvabet.com/home/574-sejarah-arab-sebelum-islam-buku-5.html|dead-url=yes}}</ref>
Ketika Abu Bakar menjadi Khalifah, keadaan Baitul Mal masih berlangsung seperti itu di tahun pertama kekhilafahannya (11 H/632 M).<ref name="Zallum"/> Jika datang harta kepadanya dari wilayah-wilayah kekuasaan Khilafah Islamiyah, Abu Bakar membawa harta itu ke [[Masjid Nabawi]] dan membagi-bagikannya kepada orang-orang yang berhak menerimanya.<ref name="Zallum"/> Untuk urusan ini, [[Khalifah Abu Bakar]] telah mewakilkan kepada [[Abu Ubaidah bin Al Jarrah]].<ref name="Zallum"/> Hal ini diketahui dari pernyataan Abu Ubaidah bin Al Jarrah saat Abu Bakar dibai’at sebagai Khalifah.<ref name="Zallum"/> Abu Ubaidah saat itu berkata kepadanya, ‘Saya akan membantumu dalam urusan pengelolaan harta umat.<ref name="Zallum"/>


=== Masa Khalifah Umar bin Khaththab (13-23 H/634-644 M) ===
=== Masa [[Rasulullah SAW|Rasulullah saw.]] (1-11 H/622-632 M) ===
Baitul Mal dalam makna istilah sesungguhnya sudah ada sejak masa [[Rasulullah SAW|Rasulullah saw.]], yaitu ketika kaum muslimin mendapatkan ganimah (harta rampasan perang) pada [[Perang Badar]].<ref name="Zallum"/> Pada masa Rasulullah saw. ini, baitulmal lebih mempunyai pengertian sebagai pihak (''al-jihat'') yang menangani setiap harta benda kaum muslimin, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran.<ref name="Zallum"/> Saat itu, baitulmal belum mempunyai tempat khusus untuk menyimpan harta karena saat itu harta yang diperoleh belum begitu banyak.<ref name="Zallum"/> Kalaupun ada, harta yang diperoleh hampir selalu habis dibagi‑bagikan kepada kaum muslimin serta dibelanjakan untuk pemeliharaan urusan mereka.<ref name="Zallum"/> Rasulullah saw. senantiasa membagikan ganimah dan seperlima bagian darinya (''al-akhmas'') setelah usainya peperangan, tanpa menunda‑nundanya lagi.<ref name="Zallum"/> Dengan kata lain, dia segera menginfakkannya sesuai peruntukannya masing-masing.<ref name="Zallum"/>
Selama memerintah, [[Umar bin Khaththab]] tetap memelihara Baitul Mal secara hati-hati, menerima pemasukan dan sesuatu yang [[halal]] sesuai dengan aturan syariat dan mendistribusikannya kepada yang berhak menerimanya.<ref name="Dahlan"/> Dalam salah satu pidatonya, yang dicatat oleh [[lbnu Kasir]] (700-774 H/1300-1373 M), penulis [[sejarah]] dan [[mufasir]], tentang hak seorang Khalifah dalam Baitul Mal, Umar berkata, “Tidak dihalalkan bagiku dari harta milik [[Allah]] ini melainkan dua potong pakaian musim panas dan sepotong pakaian musim dingin serta uang yang cukup untuk kehidupan sehari-hari seseorang di antara orang-orang Quraisy biasa, dan aku adalah seorang biasa seperti kebanyakan kaum muslimin.<ref name="Dahlan"/>


=== Masa Khalifah Utsman bin Affan (23-35 H/644-656 M) ===
=== Masa Khalifah [[Abu Bakar Ash-Shiddiq]] (11-13 H/632-634 M) ===
Ketika Abu Bakar menjadi Khalifah, keadaan baitulmal masih berlangsung seperti itu pada tahun pertama kekhilafahannya (11 H/632 M).<ref name="Zallum"/> Jika datang harta kepadanya dari wilayah-wilayah kekuasaan Khilafah Islamiah, Abu Bakar membawa harta itu ke [[Masjid Nabawi]] dan membagi-bagikannya kepada orang-orang yang berhak menerimanya.<ref name="Zallum"/> Untuk urusan ini, [[Abu Bakar Ash-Shiddiq|Khalifah Abu Bakar]] telah mewakilkan kepada [[Abu Ubaidah bin al-Jarrah]].<ref name="Zallum"/> Hal ini diketahui dari pernyataan Abu Ubaidah bin al-Jarrah saat Abu Bakar dibaiat sebagai khalifah.<ref name="Zallum"/> Abu Ubaidah saat itu berkata kepadanya, ‘Saya akan membantumu dalam urusan pengelolaan harta umat.<ref name="Zallum"/>
Kondisi yang sama juga berlaku pada masa [[Utsman bin Affan]].<ref name="Dahlan"/> Namun, karena pengaruh yang besar dan keluarganya, tindakan Usman banyak mendapatkan protes dari umat dalam pengelolaan Baitul Mal.<ref name="Dahlan"/> Dalam hal ini, lbnu Sa’ad menukilkan ucapan Ibnu Syihab Az Zuhri (51-123 H/670-742 M), seorang yang sangat besar jasanya dalam mengumpulkan [[hadis]], yang menyatakan, ''Usman telah mengangkat sanak kerabat dan keluarganya dalam jabatan-jabatan tertentu pada enam tahun terakhir dari masa pemerintahannya''.<ref name="Dahlan"/> Ia memberikan khumus (seperlima ghanimah) kepada Marwan yang kelak menjadi Khalifah ke-4 [[Bani Umayyah]], memerintah antara 684-685 M dari penghasilan [[Mesir]] serta memberikan harta yang banyak sekali kepada kerabatnya dan ia (Usman) menafsirkan tindakannya itu sebagai suatu bentuk silaturahmi yang diperintahkan oleh Allah SWT.<ref name="Dahlan"/> Ia juga menggunakan harta dan meminjamnya dari Baitul Mal sambil berkata, "Abu Bakar dan Umar tidak mengambil hak mereka dari Baitul Mal, sedangkan aku telah mengambilnya dan membagi-bagikannya kepada sementara sanak kerabatku".<ref name="Dahlan"/>


=== Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib (35-40 H/656-661 M) ===
=== Masa Khalifah [[Umar bin Khattab]] (13-23 H/634-644 M) ===
Selama memerintah, [[Umar bin Khattab]] tetap memelihara baitulmal secara hati-hati, menerima pemasukan dan sesuatu yang [[halal]] sesuai dengan aturan syariat dan mendistribusikannya kepada yang berhak menerimanya.<ref name="Dahlan"/> Dalam salah satu pidatonya, yang dicatat oleh [[lbnu Kasir]] (700-774 H/1300-1373 M), penulis [[sejarah]] dan [[mufasir]], tentang hak seorang Khalifah dalam baitulmal, Umar berkata, “Tidak dihalalkan bagiku dari harta milik [[Allah]] ini melainkan dua potong pakaian musim panas dan sepotong pakaian musim dingin serta uang yang cukup untuk kehidupan sehari-hari seseorang di antara orang-orang Quraisy biasa, dan aku adalah seorang biasa, seperti kebanyakan kaum muslimin.<ref name="Dahlan"/>
Pada masa pemerintahan [[Ali bin Abi Talib]], kondisi Baitul Mal ditempatkan kembali pada posisi yang sebelumnya.<ref name="Dahlan"/> Ali, yang juga mendapat santunan dari Baitul Mal, seperti disebutkan oleh lbnu Kasir, mendapatkan jatah pakaian yang hanya bisa menutupi tubuh sampai separo kakinya, dan sering bajunya itu penuh dengan tambalan.<ref name="Dahlan"/>

Ketika berkobar peperangan antara Ali bin Abi Talib dan Mu’awiyah bin Abu Sufyan (khalifah pertama Bani Umayyah), orang-orang yang dekat di sekitar Ali menyarankan Ali agar mengambil dana dari Baitul Mal sebagai hadiah bagi orang-orang yang membantunya.<ref name="Dahlan"/> Tujuannya untuk mempertahankan diri Ali sendiri dan kaum muslimin.<ref name="Dahlan"/>
=== Masa Khalifah [[Utsman bin 'Affan|Utsman bin Affan]] (23-35 H/644-656 M) ===
Kondisi yang sama juga berlaku pada masa [[Utsman bin Affan]].<ref name="Dahlan"/> Namun, karena pengaruh yang besar dan keluarganya, tindakan Usman banyak mendapatkan protes dari umat dalam pengelolaan baitulmal.<ref name="Dahlan"/> Dalam hal ini, lbnu Sa’ad menukilkan ucapan Ibnu Syihab Az Zuhri (51-123 H/670-742 M), seorang yang sangat besar jasanya dalam mengumpulkan [[hadis]], yang menyatakan, ''Usman telah mengangkat sanak kerabat dan keluarganya dalam jabatan-jabatan tertentu pada enam tahun terakhir dari masa pemerintahannya''.<ref name="Dahlan"/> Ia memberikan khumus (seperlima ganimah) kepada Marwan yang kelak menjadi Khalifah ke-4 [[Bani Umayyah|Bani Umayah]], memerintah antara 684-685 M dari penghasilan [[Mesir]], serta memberikan harta yang banyak sekali kepada kerabatnya dan ia (Usman) menafsirkan tindakannya itu sebagai suatu bentuk silaturahmi yang diperintahkan oleh Allah Swt.<ref name="Dahlan"/> Ia juga menggunakan harta dan meminjamnya dari baitulmal sambil berkata, "Abu Bakar dan Umar tidak mengambil hak mereka dari baitulmal, sedangkan aku telah mengambilnya dan membagi-bagikannya kepada sementara sanak kerabatku".<ref name="Dahlan"/>

=== Masa Khalifah [[Ali bin Abi Thalib]] (35-40 H/656-661 M) ===
Pada masa pemerintahan [[Ali bin Abi Talib]], kondisi baitulmal ditempatkan kembali pada posisi yang sebelumnya.<ref name="Dahlan"/> Ali, yang juga mendapat santunan dari Baitul Mal, seperti disebutkan oleh lbnu Kasir, mendapatkan jatah pakaian yang hanya bisa menutupi tubuh sampai separuh kakinya, dan sering bajunya itu penuh dengan tambalan.<ref name="Dahlan"/>
Ketika berkobar peperangan antara Ali bin Abi Talib dan [[Mu'awiyah bin Abu Sufyan|Mu’awiyah bin Abu Sufyan]] (khalifah pertama Bani Umayyah), orang-orang yang dekat di sekitar Ali menyarankan Ali agar mengambil dana dari baitulmal sebagai hadiah bagi orang-orang yang membantunya.<ref name="Dahlan"/> Tujuannya untuk mempertahankan diri Ali sendiri dan kaum muslimin.<ref name="Dahlan"/>


=== Masa Khalifah-Khalifah Sesudahnya ===
=== Masa Khalifah-Khalifah Sesudahnya ===
Ketika Dunia Islam berada di bawah kepemimpinan Khilafah [[Bani Umayyah]], kondisi Baitul Mal berubah.<ref name="Dahlan"/> Al Maududi menyebutkan, jika pada masa sebelumnya Baitul Mal dikelola dengan penuh kehati-hatian sebagai amanat Allah SWT dan amanat rakyat, maka pada masa pemerintahan Bani Umayyah Baitul Mal berada sepenuhnya di bawah kekuasaan Khalifah tanpa dapat dipertanyakan atau dikritik oleh rakyat.<ref name="Dahlan"/>
Ketika Dunia Islam berada di bawah kepemimpinan Khilafah [[Bani Umayyah|Bani Umayah]], kondisi baitulmal berubah.<ref name="Dahlan"/> Al-Maududi menyebutkan, jika pada masa sebelumnya baitulmal dikelola dengan penuh kehati-hatian sebagai amanat Allah Swt. dan amanat rakyat, maka pada masa pemerintahan Bani Umayah baitulmal berada sepenuhnya di bawah kekuasaan Khalifah tanpa dapat dipertanyakan atau dikritik oleh rakyat.<ref name="Dahlan"/>


== Referensi ==
== Rujukan ==
{{reflist}}
{{reflist}}
{{Authority control}}


[[Kategori:Agama]]
[[Kategori:Lembaga keuangan]]
[[Kategori:Islam]]
[[Kategori:Istilah Islam]]
[[Kategori:Zakat]]

Revisi terkini sejak 29 Maret 2023 15.26

Baitulmal di Damaskus

Baitulmal berasal dari bahasa Arab bait yang berarti "rumah", dan al-mal yang berarti "harta".[1] Baitulmal berarti rumah untuk mengumpulkan atau menyimpan harta.[1] Baitulmal adalah suatu lembaga atau pihak (al-jihat) yang mempunyai tugas khusus menangani segala harta umat, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran negara.[2] Baitulmal dapat juga diartikan secara fisik sebagai tempat (al-makan) untuk menyimpan dan mengelola segala macam harta yang menjadi pendapatan negara.[2]

Harta paling jelas pada masa jahiliah adalah tanah. Raja memiliki dan mengatur tanah kerajaan. Keuntungan yang diperoleh dari pengelolaan tanah kerajaan diserahkan ke Baitulmal. Tanah tak bertuan dicatat sebagai inventaris Baitulmat dan raja diberi hak untuk mengelolanya. Raja juga memiliki hak untuk melindungi tanah tertentu, termasuk melindungi hewan dan tumbuhan di dalamnya.[3]

Masa Rasulullah saw. (1-11 H/622-632 M)

[sunting | sunting sumber]

Baitul Mal dalam makna istilah sesungguhnya sudah ada sejak masa Rasulullah saw., yaitu ketika kaum muslimin mendapatkan ganimah (harta rampasan perang) pada Perang Badar.[2] Pada masa Rasulullah saw. ini, baitulmal lebih mempunyai pengertian sebagai pihak (al-jihat) yang menangani setiap harta benda kaum muslimin, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran.[2] Saat itu, baitulmal belum mempunyai tempat khusus untuk menyimpan harta karena saat itu harta yang diperoleh belum begitu banyak.[2] Kalaupun ada, harta yang diperoleh hampir selalu habis dibagi‑bagikan kepada kaum muslimin serta dibelanjakan untuk pemeliharaan urusan mereka.[2] Rasulullah saw. senantiasa membagikan ganimah dan seperlima bagian darinya (al-akhmas) setelah usainya peperangan, tanpa menunda‑nundanya lagi.[2] Dengan kata lain, dia segera menginfakkannya sesuai peruntukannya masing-masing.[2]

Masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq (11-13 H/632-634 M)

[sunting | sunting sumber]

Ketika Abu Bakar menjadi Khalifah, keadaan baitulmal masih berlangsung seperti itu pada tahun pertama kekhilafahannya (11 H/632 M).[2] Jika datang harta kepadanya dari wilayah-wilayah kekuasaan Khilafah Islamiah, Abu Bakar membawa harta itu ke Masjid Nabawi dan membagi-bagikannya kepada orang-orang yang berhak menerimanya.[2] Untuk urusan ini, Khalifah Abu Bakar telah mewakilkan kepada Abu Ubaidah bin al-Jarrah.[2] Hal ini diketahui dari pernyataan Abu Ubaidah bin al-Jarrah saat Abu Bakar dibaiat sebagai khalifah.[2] Abu Ubaidah saat itu berkata kepadanya, ‘Saya akan membantumu dalam urusan pengelolaan harta umat.[2]

Masa Khalifah Umar bin Khattab (13-23 H/634-644 M)

[sunting | sunting sumber]

Selama memerintah, Umar bin Khattab tetap memelihara baitulmal secara hati-hati, menerima pemasukan dan sesuatu yang halal sesuai dengan aturan syariat dan mendistribusikannya kepada yang berhak menerimanya.[1] Dalam salah satu pidatonya, yang dicatat oleh lbnu Kasir (700-774 H/1300-1373 M), penulis sejarah dan mufasir, tentang hak seorang Khalifah dalam baitulmal, Umar berkata, “Tidak dihalalkan bagiku dari harta milik Allah ini melainkan dua potong pakaian musim panas dan sepotong pakaian musim dingin serta uang yang cukup untuk kehidupan sehari-hari seseorang di antara orang-orang Quraisy biasa, dan aku adalah seorang biasa, seperti kebanyakan kaum muslimin.[1]

Masa Khalifah Utsman bin Affan (23-35 H/644-656 M)

[sunting | sunting sumber]

Kondisi yang sama juga berlaku pada masa Utsman bin Affan.[1] Namun, karena pengaruh yang besar dan keluarganya, tindakan Usman banyak mendapatkan protes dari umat dalam pengelolaan baitulmal.[1] Dalam hal ini, lbnu Sa’ad menukilkan ucapan Ibnu Syihab Az Zuhri (51-123 H/670-742 M), seorang yang sangat besar jasanya dalam mengumpulkan hadis, yang menyatakan, Usman telah mengangkat sanak kerabat dan keluarganya dalam jabatan-jabatan tertentu pada enam tahun terakhir dari masa pemerintahannya.[1] Ia memberikan khumus (seperlima ganimah) kepada Marwan yang kelak menjadi Khalifah ke-4 Bani Umayah, memerintah antara 684-685 M dari penghasilan Mesir, serta memberikan harta yang banyak sekali kepada kerabatnya dan ia (Usman) menafsirkan tindakannya itu sebagai suatu bentuk silaturahmi yang diperintahkan oleh Allah Swt.[1] Ia juga menggunakan harta dan meminjamnya dari baitulmal sambil berkata, "Abu Bakar dan Umar tidak mengambil hak mereka dari baitulmal, sedangkan aku telah mengambilnya dan membagi-bagikannya kepada sementara sanak kerabatku".[1]

Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib (35-40 H/656-661 M)

[sunting | sunting sumber]

Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Talib, kondisi baitulmal ditempatkan kembali pada posisi yang sebelumnya.[1] Ali, yang juga mendapat santunan dari Baitul Mal, seperti disebutkan oleh lbnu Kasir, mendapatkan jatah pakaian yang hanya bisa menutupi tubuh sampai separuh kakinya, dan sering bajunya itu penuh dengan tambalan.[1] Ketika berkobar peperangan antara Ali bin Abi Talib dan Mu’awiyah bin Abu Sufyan (khalifah pertama Bani Umayyah), orang-orang yang dekat di sekitar Ali menyarankan Ali agar mengambil dana dari baitulmal sebagai hadiah bagi orang-orang yang membantunya.[1] Tujuannya untuk mempertahankan diri Ali sendiri dan kaum muslimin.[1]

Masa Khalifah-Khalifah Sesudahnya

[sunting | sunting sumber]

Ketika Dunia Islam berada di bawah kepemimpinan Khilafah Bani Umayah, kondisi baitulmal berubah.[1] Al-Maududi menyebutkan, jika pada masa sebelumnya baitulmal dikelola dengan penuh kehati-hatian sebagai amanat Allah Swt. dan amanat rakyat, maka pada masa pemerintahan Bani Umayah baitulmal berada sepenuhnya di bawah kekuasaan Khalifah tanpa dapat dipertanyakan atau dikritik oleh rakyat.[1]

  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o (Indonesia) Dahlan, Abdul Aziz. et.al. 1999. Ensiklopedi Hukum Islam. Cetakan II. Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve.
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m Zallum, Abdul Qadim. 1983. Al Amwal Fi Daulah Al Khilafah. Cetakan I. Beirut: Darul ‘Ilmi Lil Malayin.
  3. ^ Ali, Jawwad (2019) [1956-1960]. Kurnianto, Fajar, ed. كتاب المفصل في تاريخ العرب قبل الإسلام [Sejarah Arab Sebelum Islam–Buku 5: Politik, Hukum, dan Tata Pemerintahan]. Diterjemahkan oleh Ali, Jamaluddin M.; Hendiko, Jemmy. Tangerang Selatan: PT Pustaka Alvabet. hlm. 165–166. ISBN 978-602-6577-28-3. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-08-08. Diakses tanggal 2020-09-27.