Lompat ke isi

Pandu: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Idioma-bot (bicara | kontrib)
k r2.7.3) (bot Menambah: lt:Pandus
M. Adiputra (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(25 revisi perantara oleh 17 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{about|tokoh ''Mahabharata''|organisasi|Kepanduan}}
{{TMH Infobox|
{{TMH Infobox|
| Image = Pandu and Kunti.jpg
| Image = Raja Pandu and Matakunti LACMA M.69.13.6.jpg
| Caption = Pandu dan [[Kunti]], dalam sebuah lukisan India.
| Caption = Lukisan Raja Pandu dan Ratu [[Kunti]], dari [[Janmu dan Kashmir]], sekitar [[abad ke-17]].
| Nama = Pandu
| Nama = Pandu
| Devanagari = पाण्‍डु
| Devanagari = पाण्‍डु
| Ejaan_Sanskerta = Pāṇḍu
| Ejaan_Sanskerta = Pāṇḍu
| Kitab = ''[[Mahabharata]]; [[Purana]]''
| Kitab = ''[[Mahabharata]]''; ''[[Purana]]''
| Asal = [[Hastinapura]], [[Kerajaan Kuru]]
| Asal = [[Hastinapura]], [[Kerajaan Kuru]]
| Pasangan = [[Kunti]] dan [[Madri]]
| Istri = [[Kunti]] dan [[Madri]]
| Anak = [[Pandawa|Lima Pandawa]].{{br}}Dari Kunti: [[Yudistira]], [[Bima (tokoh Mahabharata)|Bima]], [[Arjuna]].{{br}}Dari Madri: [[Nakula]] dan [[Sadewa]].
| Anak = [[Pandawa|Lima Pandawa]].
* Dari Kunti: [[Yudistira]], [[Bima (Mahabharata)|Bima]], dan [[Arjuna]].
* Dari Madri: [[Nakula]] dan [[Sadewa]].
| Tokoh = ''Mahabharata''
| Kasta = Ksatriya
| Profesi = Raja
| Kasta = kesatria
| Tempat = [[Hastinapura]]
| Tempat = [[Hastinapura]]
| Dinasti = [[Dinasti Kuru|Kuru]], [[Candrawangsa]]
| Dinasti = [[Dinasti Kuru|Kuru]]
| Orangtua = [[Wicitrawirya]] (ayah) dan [[Ambalika]](ibu). Secara biologis, ayah Pandu adalah [[Byasa]].
| Ayah = [[Wicitrawirya]]{{br}}[[Byasa]] (''de facto'')
| Ibu = [[Ambalika]]
}}
}}
{{HastinaRaja}}
{{HastinaRaja}}
'''Pandu''' ([[Sanskerta]]: पाण्‍डु; dieja ''Pāṇḍu'') adalah nama salah satu tokoh dalam [[wiracarita]] ''[[Mahabharata]]'', ayah dari para [[Pandawa]]. Pandu merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, yaitu [[Dretarasta]] yang sebenarnya merupakan pewaris dari [[Kerajaan Kuru]] dengan pusat pemerintahan di [[Hastinapura]], tetapi karena buta maka tahta diserahkan kepada Pandu dan [[Widura]], yang tidak memiliki ilmu kesaktian apapun tetapi memiliki ilmu kebijaksanaan yang luar biasa terutama bidang ketatanegaraan.
'''Pandu''' {{Sanskerta|पाण्‍डु|Pāṇḍu}} adalah nama tokoh dalam [[wiracarita]] ''[[Mahabharata]]'', ayah dari para [[Pandawa]]. Pandu merupakan anak kedua dari tiga bersaudara; kakaknya [[Dretarastra]], sedangkan adiknya [[Widura]]. Menurut ''Mahabharata'', Dretarastra merupakan pewaris takhta [[kerajaan Kuru]] dengan pusat pemerintahan di [[Hastinapura]]. Karena ia buta, maka takhta diserahkan kepada Pandu, dengan Widura sebagai menteri yang memiliki kebijaksanaan terutama di bidang tata negara.


Pandu memiliki dua orang istri, yaitu [[Kunti]] dan [[Madri]]. Sebenarnya Pandu Dewanata tidak bisa mempunyai anak karena dikutuk oleh seorang [[resi]], karena pada saat resi tersebut menyamar menjadi [[kijang]] untuk bercinta, Pandu memanah hingga resi itu tewas. Kedua istri Pandu Dewanata mengandung dengan cara meminta kepada [[Dewa]]. Pandu Dewanata akhirnya tewas karena kutukan yang ditimpa kepadanya, dan Madri menyusul suaminya dengan membakar dirinya.
Pandu memiliki dua orang istri, yaitu [[Kunti]] dan [[Madri]]. Dalam ''Mahabharata'' diceritakan bahwa Pandu pantang [[koitus|berhubungan badan]] dengan istrinya akibat dikutuk oleh [[Resi]] [[Kindama]]. Kutukan itu terjadi setelah Pandu memanah resi tersebut tanpa sepengetahuannya, sebab pada saat itu sang resi berubah wujud menjadi [[kijang]]. Kedua istri Pandu pun berusaha memiliki keturunan tanpa berhubungan badan dengan cara memohon kepada [[dewa (Hindu)|dewa]]. Pada akhirnya, Pandu melanggar pantangannya sehinga tewas akibat kutukan yang ditimpakan kepadanya. Madri menyusul suaminya dengan cara membakar diri (''[[sati (praktik)|sati]]'').


Kata ''Pāṇḍu'' dalam [[bahasa Sanskerta]] berarti pucat. ''Mahabharata'' mendeskripsikan bahwa kulitnya memang pucat atau kekuningan.<ref name="pale">{{Cite web|title=The Mahabharata, Book 1: Adi Parva: Sambhava Parva: Section CVI|url=https://www.sacred-texts.com/hin/m01/m01107.htm|access-date=2020-08-31|website=www.sacred-texts.com}}</ref>
== Arti nama ==

Nama ''Pandu'' atau ''pāṇḍu'' dalam [[bahasa Sanskerta]] berarti pucat, dan kulit beliau memang pucat, karena ketika ibunya ([[Ambalika]]) menyelenggarakan upacara ''putrotpadana'' untuk memperoleh anak, ia berwajah pucat.

Di kalangan Jawi (Jawa Kuna/Sunda), ''Pandu'' berasal dari ''Wandu'' yang artinya bukan laki bukan perempuan, tetapi bukan banci. Tegasnya, ''sajeroning lanang ana wadon, sajeroning wadon ana lanang'', yaitu manusia yang sudah menemukan jodohnya dari dalam dirinya sendiri. Gusti Pangeran dan hambanya sudah bersatu dan selalu berjamaah.


== Kelahiran ==
== Kelahiran ==
Menurut ''[[Mahabharata]]'', [[Wicitrawirya]] bukanlah ayah biologis Pandu sebab Wicitrawirya wafat tanpa memiliki keturunan. [[Ambalika]] (ibu Pandu) diserahkan kepada Resi [[Byasa]], yaitu keturunan [[Satyawati]] (ibu suri) agar menyelenggarakan ''putrotpadana'' atau ''niyoga'' demi memperoleh anak. Ambalika disuruh oleh [[Satyawati]] untuk mengunjungi Byasa ke dalam sebuah kamar dan dijanjikan suatu anugerah. Ia juga disuruh untuk terus membuka mata supaya tidak melahirkan putra yang buta ([[Dretarastra]]), sebagaimana yang telah terjadi pada saudaranya, [[Ambika (Mahabharata)|Ambika]]. Maka dari itu, Ambalika terus membuka mata, tetapi ngeri setelah melihat rupa sang resi yang "luar biasa". Akibatnya, selama upacara Ambalika berwajah pucat karena takut melihat perangai sang resi. Resi Byasa pun memprediksi bahwa kelak anak yang dilahirkan Ambalika akan berkulit pucat. Seperti yang dikatakan sang resi, putranya terlahir pucat.<ref name="pale"/>


== Pemerintahan ==
Menurut ''[[Mahabharata]]'', [[Wicitrawirya]] bukanlah ayah biologis Pandu. Wicitrawirya wafat tanpa memiliki keturunan. [[Ambalika]] diserahkan kepada Bagawan [[Byasa]] agar diupacarai sehingga memperoleh anak. Ambalika disuruh oleh [[Satyawati]] untuk mengunjungi Byasa ke dalam sebuah kamar sendirian, dan di sana ia akan diberi anugerah. Ia juga disuruh agar terus membuka matanya supaya jangan melahirkan putra yang buta ([[Dretarastra]]) seperti yang telah dilakukan [[Ambika]]. Maka dari itu, Ambalika terus membuka matanya namun ia menjadi pucat setelah melihat rupa Sang Bagawan ([[Byasa]]) yang luar biasa. Maka dari itu, Pandu (putranya), ayah para [[Pandawa]], terlahir pucat.
''Mahabharata'' mendeskripsikan Pandu sebagai seorang pemanah yang mahir. Ia diajari ilmu perang dan tata negara oleh pamannya, [[Bisma]]. Saat dewasa, atas saran dari menteri [[Widura]], Pandu diangkat sebagai Raja Kuru meskipun merupakan putra kedua, sebab putra pertama ([[Dretarastra]]) terlahir dalam kondisi [[buta]]. Pandu memimpin tentara [[Dretarastra]] dan juga memerintah kerajaan demi kakaknya. Pandu menaklukkan wilayah [[Kerajaan Dasarna|Dasarna]], [[Kerajaan Kasi|Kashi]], [[Kerajaan Anga|Anga]], [[Kerajaan Wanga|Wanga]], [[Kerajaan Kalinga|Kalinga]], [[Kerajaan Magadha|Magadha]], dan lain-lain.<ref>{{cite book|last=Menon|first=[translated by] Ramesh|title=The Mahabharata : a modern rendering|url=https://archive.org/details/mahabharatamoder0000unse|year=2006|publisher=iUniverse, Inc.|location=New York|isbn=9780595401871}}</ref>


== Kehidupan ==
== Pernikahan ==
Pandu menikahi [[Kunti]] (putri angkat Raja [[Kuntiboja]] dari Bangsa [[Yadawa]]) setelah mengikuti suatu [[sayembara]]. Pernikahan tersebut mendekatkan hubungan antara bangsawan Yadawa (keluarga [[Kresna]] dan [[Baladewa]]) dengan [[Dinasti Kuru]]. Tak lama setelah pernikahannya dengan Kunti, [[Bisma]] mencari istri kedua bagi Pandu. Maka ia berangkat menuju [[kerajaan Madra]] untuk menjodohkan putri Madri kepada Pandu. Niat Bisma diterima baik oleh [[Salya]], Raja Madra. [[Madri]] pun menikah dengan Pandu.<ref>{{Cite book|last=Debalina|url=https://books.google.com/books?id=9hfHDwAAQBAJ&q=bhishma+gets+pandu+married+with+Madri&pg=PT123|title=Into the Myths: A Realistic Approach Towards Mythology and Epic|date=2019-12-20|publisher=Partridge Publishing|isbn=978-1-5437-0576-8|language=en}}</ref>


== Pengasingan diri ==
Pandu merupakan seorang pemanah yang mahir. Ia memimpin tentara [[Dretarastra]] dan juga memerintah kerajaan untuknya. Pandu menaklukkan wilayah [[Kerajaan Dasarna|Dasarna]], [[Kerajaan Kasi|Kashi]], [[Kerajaan Anga|Anga]], [[Kerajaan Wanga|Wanga]], [[Kerajaan Kalinga|Kalinga]], [[Kerajaan Magadha|Magadha]], dan lain-lain.
Dikisahkan bahwa saat berburu di hutan, tanpa sengaja Pandu memanah seorang [[resi]] bernama [[Kindama]] yang sedang [[hubungan seksual|bersenggama]] dalam wujud rusa. Atas perbuatan tersebut, sang resi mengutuk Pandu agar kelak ia meninggal seketika apabila bersenggama dengan wanita. Maka dari itu, Pandu tidak bisa memiliki anak dengan cara bersenggama.<ref name="ramankuty"/> Setelah dikutuk Resi Kindama, Pandu merasa bahwa perannya sebagai raja telah sia-sia apabila tidak mampu memiliki keturunan. Maka ia memutuskan untuk meninggalkan istana bersama kedua istrinya dan hidup seperti pertapa, sedangkan takhta kerajaan diserahkan kepada kakaknya, [[Dretarastra]].<ref name="ramankuty">{{cite book|last=Ramankutty|first=P.V.|title=Curse as a motif in the Mahābhārata|year=1999|publisher=Nag Publishers|location=Delhi|isbn=9788170814320|edition=1.}}</ref> Menurut kitab ''[[Adiparwa]]'', Pandu dan kedua istrinya menuju hutan di wilayah perbukitan Satasringga.


Pandu menikahi [[Kunti]], puteri Raja Kuntibhoja dari Wangsa [[Wresni]], dan [[Madri]], puteri Raja [[Kerajaan Madra|Madra]]. Saat berburu di hutan, tanpa sengaja Pandu memanah seorang [[resi]] yang sedang [[hubungan seksual|bersenggama]] dengan istrinya. Atas perbuatan tersebut, Sang Resi mengutuk Pandu agar kelak ia meninggal saat bersenggama dengan istrinya. Maka dari itu, Pandu tidak bisa memiliki anak dengan cara bersenggama dengan istrinya. Dengan kecewa, Pandu meninggalkan hutan bersama istrinya dan hidup seperti pertapa. Di dalam hutan, Kunti mengeluarkan mantra rahasianya dan memanggil tiga Dewa, Yaitu [[Yama]], [[Bayu]], dan [[Indra]]. Dari ketiga Dewa tersebut, ia meminta masing-masing seorang putera. Ketiga putera tersebut adalah [[Yudistira]], [[Bima (tokoh Mahabharata)|Bima]], dan [[Arjuna]]. Kunti juga memberi kesempatan kepada Madri untuk meminta seorang putera dari Dewa yang dipanggilnya, dan Madri memanggil Dewa [[Aswin]]. Dari Dewa tersebut, Madri menerima putera kembar, diberi nama [[Nakula]] dan [[Sadewa]].
Di dalam hutan, Kunti teringat akan pengalamannya saat masih muda, ketika ia mendapat anugerah berupa pengetahuan tentang mantra sakti dari Resi [[Durwasa]] yang berguna untuk memanggil dewa tertentu, dan pengguna mantra berhak memperoleh keturunan dari setiap dewa yang dipanggil. Kunti pun memberi tahu Pandu tentang hal itu, dan atas bujukan Pandu maka ia memanggil tiga dewa: [[Yama (Hindu)|Yama]], [[Bayu]], dan [[Indra]]. Masing-masing dewa menganugerahkan seorang putra: [[Yudistira]], [[Bima (Mahabharata)|Bima]], dan [[Arjuna]]. Karena anjuran Pandu, Kunti membantu Madri untuk memperoleh keturunan dari dewa tertentu. Madri pun memanggil dewa kembar [[Aswin]]. Dari dewa kembar tersebut, Madri menerima putra kembar, yang diberi nama [[Nakula]] dan [[Sadewa]].<ref>{{Cite web|title=The five pandavas and the story of their birth|url=http://aumamen.com/topic/the-five-pandavas-and-the-story-of-their-birth|access-date=2020-08-31|website=aumamen.com}}</ref>


Kelima putra pandu dikenal sebagai [[Pandawa]].
Kelima putra pandu dikenal sebagai [[Pandawa]]. Berita kelahiran mereka disampaikan ke Hastinapura. Dengan demikian, Pandu memiliki pewaris yang sah.


== Kematian ==
== Kematian ==
Lima belas tahun setelah ia hidup di tengah hutan, ketika [[Kunti]] dan putra-putranya berada jauh, Pandu mencoba untuk [[hubungan seksual|bersenggama]] dengan [[Madri]]. Atas tindakan tersebut, Pandu tewas sesuai dengan kutukan yang diucapkan oleh resi yang pernah dibunuhnya. Madri pun merasa bersalah karena telah menerima ajakan dari Pandu. Saat upacara [[kremasi|pembakaran jenazah]], Madri memutuskan untuk membakar dirinya sendiri (''[[sati (praktik)|sati]]'') untuk menyusul suaminya. Sebelumnya, ia menitipkan putra kembarnya agar dirawat oleh Kunti.<ref>{{Cite book|last=Fang|first=Liaw Yock|url=https://books.google.com/books?id=yIv3AwAAQBAJ&q=madri+suicide&pg=PA76|title=A History of Classical Malay Literature|date=2013|publisher=Institute of Southeast Asian|isbn=978-981-4459-88-4|language=en}}</ref>


== Pewayangan Jawa ==
Lima belas tahun setelah ia hidup membujang, ketika [[Kunti]] dan putera-puteranya berada jauh, Pandu mencoba untuk [[hubungan seksual|bersenggama]] dengan [[Madri]]. Atas tindakan tersebut, Pandu wafat sesuai dengan kutukan yang diucapkan oleh resi yang pernah dibunuhnya. Kemudian Madri menitipkan putera kembarnya, [[Nakula]] dan [[Sadewa]], agar dirawat oleh Kunti sementara ia membakar dirinya sendiri untuk menyusul suaminya ke alam baka.
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Wajangpop voorstellende Pandu TMnr 3582-33.jpg|ka|240px|jmpl|Pandu dalam versi pewayangan Jawa.]]
Dalam pewayangan, tokoh Pandu ([[Bahasa Jawa]]: ''Pandhu'') merupakan putra [[Byasa]] dan [[Ambalika]], janda [[Wicitrawirya]]. Pandu digambarkan berwajah tampan namun memiliki cacat di bagian leher, sebagai akibat karena ibunya memalingkan muka saat pertama kali menjumpai [[Byasa]]. Para [[dalang]] mengembangkan kisah masa muda Pandu yang hanya tertulis singkat dalam ''[[Mahabharata]]''. Misalnya, Pandu dikisahkan selalu terlibat aktif dalam membantu perkawinan para sepupunya di [[Mandura]]. Pandu pernah diminta para [[dewa]] untuk menumpas musuh [[kahyangan]] bernama Prabu Nagapaya, raja raksasa yang bisa menjelma menjadi [[naga]] dari negeri Goabarong. Setelah berhasil melaksanakan tugasnya, Pandu mendapat hadiah berupa pusaka minyak Tala.


Pandu menikah dengan [[Kunti]] setelah berhasil memenangkan sayembara di negeri [[Mandura]]. Ia bahkan mendapatkan hadiah tambahan, yaitu Putri [[Madri]], setelah berhasil mengalahkan [[Salya]], kakak sang putri. Di tengah jalan ia juga berhasil mendapatkan satu putri lagi bernama [[Gandari]] dari negeri Plasajenar, setelah mengalahkan kakaknya yang bernama Prabu Gendara. Putri yang terakhir ini kemudian diserahkan kepada [[Dretarastra]], kakak Pandu.
== Versi pewayangan Jawa ==


Menurut pewayangan Jawa, [[Byasa]] dikisahkan mewarisi takhta [[Astina]] (Hastinapura) sebagai raja sementara sampai Pandu dewasa. Pandu naik takhta di Astina menggantikan Byasa dengan bergelar "Prabu Pandu Dewanata" atau "Prabu Gandawakstra". Ia memerintah didampingi [[Gandamana]], pangeran [[Kerajaan Panchala|Pancala]] sebagai [[patih]]. Tokoh Gandamana ini kemudian disingkirkan oleh [[Sangkuni]] (adik [[Gandari]]) secara licik.
Dalam pewayangan, tokoh Pandu ([[Bahasa Jawa]]: ''Pandhu'') merupakan putera kandung [[Byasa]] yang menikahi [[Ambalika]], janda [[Wicitrawirya]]. Bahkan, [[Byasa]] dikisahkan mewarisi takhta [[Hastinapura]] sebagai raja sementara sampai Pandu dewasa.


=== Masa Muda ===

Pandu digambarkan berwajah tampan namun memiliki cacat di bagian [[leher]], sebagai akibat karena ibunya memalingkan muka saat pertama kali menjumpai [[Byasa]]. Para [[dalang]] mengembangkan kisah masa muda Pandu yang hanya tertulis singkat dalam ''[[Mahabharata]]''. Misalnya, Pandu dikisahkan selalu terlibat aktif dalam membantu perkawinan para sepupunya di [[Mathura]]. Pandu pernah diminta para [[dewa]] untuk menumpas musuh [[kahyangan]] bernama Prabu Nagapaya, raja raksasa yang bisa menjelma menjadi [[naga]] dari negeri Goabarong. Setelah berhasil melaksanakan tugasnya, Pandu mendapat hadiah berupa pusaka minyak Tala.

Pandu kemudian menikah dengan [[Kunti]] setelah berhasil memenangkan sayembara di negeri [[Mathura]]. Ia bahkan mendapatkan hadiah tambahan, yaitu Puteri [[Madri]], setelah berhasil mengalahkan [[Salya]], kakak sang puteri. Di tengah jalan ia juga berhasil mendapatkan satu puteri lagi bernama [[Gandari]] dari negeri Plasajenar, setelah mengalahkan kakaknya yang bernama Prabu Gendara. Puetri yang terakhir ini kemudian diserahkan kepada [[Dretarastra]], kakak Pandu.

Pandu naik takhta di [[Hastina]] menggantikan [[Byasa]] dengan bergelar "Prabu Pandu Dewanata" atau "Prabu Gandawakstra". Ia memerintah didampingi [[Gandamana]], pangeran [[Kerajaan Panchala|Panchala]] sebagai [[patih]]. Tokoh Gandamana ini kemudian disingkirkan oleh [[Sangkuni]], adik [[Gandari]] secara licik.

[[Berkas:Pandu-kl.jpg|right|240px|thumb|Pandu dalam versi pewayangan Jawa.]]
=== Keluarga ===
=== Keluarga ===


Dari kedua istrinya, Pandu mendapatkan lima orang putra yang disebut [[Pandawa]]. Berbeda dengan kitab ''[[Mahabharata]]'', kelimanya benar-benar putera kandung Pandu, dan bukan hasil pemberian [[dewa]]. Para [[dewa]] hanya dikisahkan membantu kelahiran mereka. Misalnya, Bhatara [[Dharma]] membantu kelahiran [[Yudistira]], dan Bhatara [[Bayu]] membantu kelahiran [[Bima (tokoh Mahabharata)|Bima]]. Kelima putra Pandu semuanya lahir di [[Hastina]], bukan di hutan sebagaimana yang dikisahkan dalam ''[[Mahabharata]]''.
Dari kedua istrinya, Pandu mendapatkan lima orang putra yang disebut [[Pandawa]]. Berbeda dengan kitab ''[[Mahabharata]]'', kelimanya benar-benar putra kandung Pandu, dan bukan hasil pemberian dewa. Para dewa hanya dikisahkan membantu kelahiran mereka. Misalnya, Batara [[Darma]] membantu kelahiran [[Yudistira]], dan Batara [[Bayu]] membantu kelahiran [[Bima (Mahabharata)|Bima]]. Kelima putra Pandu semuanya lahir di [[Astina]], bukan di hutan sebagaimana yang dikisahkan dalam ''[[Mahabharata]]''.


=== Kematian ===
=== Akhir riwayat ===
Kematian Pandu dalam pewayangan bukan karena bersenggama dengan [[Madri]], melainkan karena berperang melawan Prabu Tremboko, muridnya sendiri. Dikisahkan bahwa Madri mengidam ingin bertamasya naik Lembu [[Nandini]], [[wahana]] [[Batara Guru]]. Pandu pun naik ke kahyangan mengajukan permohonan istrinya. Sebagai syarat, ia rela berumur pendek dan masuk [[neraka]]. Batara Guru mengabulkan permohonan itu. Pandu dan Madri pun bertamasya di atas punggung Lembu Nandini. Setelah puas, mereka mengembalikan [[lembu]] itu kepada Batara Guru. Beberapa bulan kemudian, Madri melahirkan bayi kembar bernama [[Nakula]] dan [[Sadewa]].


Sesuai kesanggupannya, Pandu pun berusia pendek. Akibat adu domba dari [[Sangkuni]], Pandu pun terlibat dalam perang melawan muridnya sendiri, yaitu seorang raja raksasa dari negeri Pringgadani bernama Prabu Tremboko. Perang ini dikenal dengan nama ''Pamoksa''. Dalam perang itu, Tremboko gugur terkena anak panah Pandu, tetapi ia sempat melukai paha lawannya itu menggunakan [[keris]] bernama "Kyai Kalanadah". Akibat luka di paha tersebut, Pandu jatuh sakit. Ia akhirnya meninggal dunia setelah menurunkan wasiat agar [[Astina]] untuk sementara diperintah oleh [[Dretarastra]] sampai kelak [[Pandawa]] dewasa. Antara putra-putri Pandu dan Tremboko kelak terjadi perkawinan, yaitu [[Bima (Mahabharata)|Bima]] dengan [[Hidimbi]], yang melahirkan [[Gatotkaca]], seorang [[kesatria]] berdarah campuran, manusia dan raksasa.
Kematian Pandu dalam pewayangan bukan karena bersenggama dengan [[Madri]], melainkan karena berperang melawan Prabu Tremboko, muridnya sendiri.


Istilah ''pamoksa'' seputar kematian Pandu kiranya berbeda dengan istilah [[moksa]] dalam [[agama Hindu]]. Dalam ''pamoksa'', raga Pandu ikut musnah saat meninggal dunia. Jiwanya kemudian masuk [[neraka]] sesuai perjanjian. Beberapa tahun kemudian, atas perjuangan putra keduanya, Pandu akhirnya mendapatkan tempat di [[surga]]. Versi lain yang lebih dramatis mengisahkan Pandu tetap memilih hidup di neraka bersama Madri sesuai janjinya kepada dewa. Baginya, tidak menjadi masalah meskipun ia tetap tinggal di neraka, asalkan ia dapat melihat keberhasilan putra-putranya di dunia. Perasaan bahagia melihat darma bakti para Pandawa membuatnya merasa hidup di surga.
Dikisahkan bahwa [[Madri]] mengidam ingin bertamasya naik Lembu [[Nandini]], wahana [[Batara Guru]]. Pandu pun naik ke kahyangan mengajukan permohonan istrinya. Sebagai syarat, ia rela berumur pendek dan masuk [[neraka]]. [[Batara Guru]] mengabulkan permohonan itu. Pandu dan [[Madri]] pun bertamasya di atas punggung Lembu Nandini. Setelah puas, mereka mengembalikan [[lembu]] itu kepada Batara Guru. Beberapa bulan kemudian, [[Madri]] melahirkan bayi kembar bernama [[Nakula]] dan [[Sadewa]].


== Silsilah ==
Sesuai kesanggupannya, Pandu pun berusia pendek. Akibat adu domba dari [[Sangkuni]], Pandu pun terlibat dalam perang melawan muridnya sendiri, yaitu seorang raja raksasa dari negeri Pringgadani bernama Prabu Tremboko. Perang ini dikenal dengan nama ''Pamoksa''. Dalam perang itu, Tremboko gugur terkena anak panah Pandu, namun ia sempat melukai [[paha]] lawannya itu menggunakan [[keris]] bernama "Kyai Kalanadah". Akibat luka di paha tersebut, Pandu jatuh sakit. Ia akhirnya meninggal dunia setelah menurunkan wasiat agar [[Hastinapura]] untuk sementara diperintah oleh [[Dretarastra]] sampai kelak [[Pandawa]] dewasa. Antara putera-puteri Pandu dan Tremboko kelak terjadi perkawinan, yaitu [[Bima (tokoh Mahabharata)|Bima]] dengan [[Hidimbi]], yang melahirkan [[Gatotkaca]], seorang [[kesatria]] berdarah campuran, manusia dan raksasa.
{{Silsilah Pratipa}}


=== Naik ke sorga ===
== Referensi ==
{{reflist|2}}


----
Istilah ''Pamoksa'' seputar kematian Pandu kiranya berbeda dengan istilah [[moksa]] dalam [[agama Hindu]]. Dalam "Pamoksa", Pandu meninggal dunia musnah bersama seluruh raganya. Jiwanya kemudian masuk [[neraka]] sesuai perjanjian. Atas perjuangan putera keduanya, yaitu [[Bima (tokoh Mahabharata)|Bima]] beberapa tahun kemudian, Pandu akhirnya mendapatkan tempat di [[surga]]. Versi lain yang lebih dramatis mengisahkan Pandu tetap memilih hidup di neraka bersama [[Madri]] sesuai janjinya kepada [[dewa]]. Baginya, tidak menjadi masalah meskipun ia tetap tinggal di neraka, asalkan ia dapat melihat keberhasilan putera-puteranya di dunia. Perasaan bahagia melihat dharma bakti para [[Pandawa]] membuatnya merasa hidup di sorga.

== Lihat pula ==
* [[Pandawa]]


{{start box}}
{{start box}}
{{succession box|
{{succession box|
before=[[Wicitrawirya]]|
before=[[Wicitrawirya]]|
years=Raja [[Hastinapura]]|
years=[[Dinasti Kuru]]|
title=[[Dinasti Kuru]]|
title=Raja [[Hastinapura]]|
after=[[Dretarastra]]}}
after=[[Dretarastra]]}}
{{end box}}
{{end box}}
Baris 87: Baris 85:
[[Kategori:Tokoh Mahabharata]]
[[Kategori:Tokoh Mahabharata]]
[[Kategori:Raja dalam mitologi Hindu]]
[[Kategori:Raja dalam mitologi Hindu]]

[[bn:পাণ্ডু]]
[[en:Pandu]]
[[eo:Panduo]]
[[fa:پاندو]]
[[fr:Pându]]
[[gu:પાંડુ]]
[[ja:パーンドゥ]]
[[jv:Pandhu]]
[[kn:ಪಾಂಡು]]
[[ko:판두]]
[[lt:Pandus]]
[[ml:പാണ്ഡു]]
[[mr:पांडु]]
[[ru:Панду]]
[[sa:पाण्डुः]]
[[su:Pandu]]
[[sv:Pandu]]
[[ta:பாண்டு]]
[[te:పాండురాజు]]
[[th:ท้าวปาณฑุ]]
[[uk:Панду]]

Revisi terkini sejak 19 Juni 2023 03.23

Pandu
पाण्‍डु
Lukisan Raja Pandu dan Ratu Kunti, dari Janmu dan Kashmir, sekitar abad ke-17.
Lukisan Raja Pandu dan Ratu Kunti, dari Janmu dan Kashmir, sekitar abad ke-17.
Tokoh Mahabharata
NamaPandu
Ejaan Dewanagariपाण्‍डु
Ejaan IASTPāṇḍu
Kitab referensiMahabharata; Purana
AsalHastinapura, Kerajaan Kuru
KediamanHastinapura
Kastakesatria
DinastiKuru
AyahWicitrawirya
Byasa (de facto)
IbuAmbalika
IstriKunti dan Madri
AnakLima Pandawa.

Pandu (Dewanagari: पाण्‍डु; ,IASTPāṇḍu, पाण्‍डु) adalah nama tokoh dalam wiracarita Mahabharata, ayah dari para Pandawa. Pandu merupakan anak kedua dari tiga bersaudara; kakaknya Dretarastra, sedangkan adiknya Widura. Menurut Mahabharata, Dretarastra merupakan pewaris takhta kerajaan Kuru dengan pusat pemerintahan di Hastinapura. Karena ia buta, maka takhta diserahkan kepada Pandu, dengan Widura sebagai menteri yang memiliki kebijaksanaan terutama di bidang tata negara.

Pandu memiliki dua orang istri, yaitu Kunti dan Madri. Dalam Mahabharata diceritakan bahwa Pandu pantang berhubungan badan dengan istrinya akibat dikutuk oleh Resi Kindama. Kutukan itu terjadi setelah Pandu memanah resi tersebut tanpa sepengetahuannya, sebab pada saat itu sang resi berubah wujud menjadi kijang. Kedua istri Pandu pun berusaha memiliki keturunan tanpa berhubungan badan dengan cara memohon kepada dewa. Pada akhirnya, Pandu melanggar pantangannya sehinga tewas akibat kutukan yang ditimpakan kepadanya. Madri menyusul suaminya dengan cara membakar diri (sati).

Kata Pāṇḍu dalam bahasa Sanskerta berarti pucat. Mahabharata mendeskripsikan bahwa kulitnya memang pucat atau kekuningan.[1]

Kelahiran[sunting | sunting sumber]

Menurut Mahabharata, Wicitrawirya bukanlah ayah biologis Pandu sebab Wicitrawirya wafat tanpa memiliki keturunan. Ambalika (ibu Pandu) diserahkan kepada Resi Byasa, yaitu keturunan Satyawati (ibu suri) agar menyelenggarakan putrotpadana atau niyoga demi memperoleh anak. Ambalika disuruh oleh Satyawati untuk mengunjungi Byasa ke dalam sebuah kamar dan dijanjikan suatu anugerah. Ia juga disuruh untuk terus membuka mata supaya tidak melahirkan putra yang buta (Dretarastra), sebagaimana yang telah terjadi pada saudaranya, Ambika. Maka dari itu, Ambalika terus membuka mata, tetapi ngeri setelah melihat rupa sang resi yang "luar biasa". Akibatnya, selama upacara Ambalika berwajah pucat karena takut melihat perangai sang resi. Resi Byasa pun memprediksi bahwa kelak anak yang dilahirkan Ambalika akan berkulit pucat. Seperti yang dikatakan sang resi, putranya terlahir pucat.[1]

Pemerintahan[sunting | sunting sumber]

Mahabharata mendeskripsikan Pandu sebagai seorang pemanah yang mahir. Ia diajari ilmu perang dan tata negara oleh pamannya, Bisma. Saat dewasa, atas saran dari menteri Widura, Pandu diangkat sebagai Raja Kuru meskipun merupakan putra kedua, sebab putra pertama (Dretarastra) terlahir dalam kondisi buta. Pandu memimpin tentara Dretarastra dan juga memerintah kerajaan demi kakaknya. Pandu menaklukkan wilayah Dasarna, Kashi, Anga, Wanga, Kalinga, Magadha, dan lain-lain.[2]

Pernikahan[sunting | sunting sumber]

Pandu menikahi Kunti (putri angkat Raja Kuntiboja dari Bangsa Yadawa) setelah mengikuti suatu sayembara. Pernikahan tersebut mendekatkan hubungan antara bangsawan Yadawa (keluarga Kresna dan Baladewa) dengan Dinasti Kuru. Tak lama setelah pernikahannya dengan Kunti, Bisma mencari istri kedua bagi Pandu. Maka ia berangkat menuju kerajaan Madra untuk menjodohkan putri Madri kepada Pandu. Niat Bisma diterima baik oleh Salya, Raja Madra. Madri pun menikah dengan Pandu.[3]

Pengasingan diri[sunting | sunting sumber]

Dikisahkan bahwa saat berburu di hutan, tanpa sengaja Pandu memanah seorang resi bernama Kindama yang sedang bersenggama dalam wujud rusa. Atas perbuatan tersebut, sang resi mengutuk Pandu agar kelak ia meninggal seketika apabila bersenggama dengan wanita. Maka dari itu, Pandu tidak bisa memiliki anak dengan cara bersenggama.[4] Setelah dikutuk Resi Kindama, Pandu merasa bahwa perannya sebagai raja telah sia-sia apabila tidak mampu memiliki keturunan. Maka ia memutuskan untuk meninggalkan istana bersama kedua istrinya dan hidup seperti pertapa, sedangkan takhta kerajaan diserahkan kepada kakaknya, Dretarastra.[4] Menurut kitab Adiparwa, Pandu dan kedua istrinya menuju hutan di wilayah perbukitan Satasringga.

Di dalam hutan, Kunti teringat akan pengalamannya saat masih muda, ketika ia mendapat anugerah berupa pengetahuan tentang mantra sakti dari Resi Durwasa yang berguna untuk memanggil dewa tertentu, dan pengguna mantra berhak memperoleh keturunan dari setiap dewa yang dipanggil. Kunti pun memberi tahu Pandu tentang hal itu, dan atas bujukan Pandu maka ia memanggil tiga dewa: Yama, Bayu, dan Indra. Masing-masing dewa menganugerahkan seorang putra: Yudistira, Bima, dan Arjuna. Karena anjuran Pandu, Kunti membantu Madri untuk memperoleh keturunan dari dewa tertentu. Madri pun memanggil dewa kembar Aswin. Dari dewa kembar tersebut, Madri menerima putra kembar, yang diberi nama Nakula dan Sadewa.[5]

Kelima putra pandu dikenal sebagai Pandawa. Berita kelahiran mereka disampaikan ke Hastinapura. Dengan demikian, Pandu memiliki pewaris yang sah.

Kematian[sunting | sunting sumber]

Lima belas tahun setelah ia hidup di tengah hutan, ketika Kunti dan putra-putranya berada jauh, Pandu mencoba untuk bersenggama dengan Madri. Atas tindakan tersebut, Pandu tewas sesuai dengan kutukan yang diucapkan oleh resi yang pernah dibunuhnya. Madri pun merasa bersalah karena telah menerima ajakan dari Pandu. Saat upacara pembakaran jenazah, Madri memutuskan untuk membakar dirinya sendiri (sati) untuk menyusul suaminya. Sebelumnya, ia menitipkan putra kembarnya agar dirawat oleh Kunti.[6]

Pewayangan Jawa[sunting | sunting sumber]

Pandu dalam versi pewayangan Jawa.

Dalam pewayangan, tokoh Pandu (Bahasa Jawa: Pandhu) merupakan putra Byasa dan Ambalika, janda Wicitrawirya. Pandu digambarkan berwajah tampan namun memiliki cacat di bagian leher, sebagai akibat karena ibunya memalingkan muka saat pertama kali menjumpai Byasa. Para dalang mengembangkan kisah masa muda Pandu yang hanya tertulis singkat dalam Mahabharata. Misalnya, Pandu dikisahkan selalu terlibat aktif dalam membantu perkawinan para sepupunya di Mandura. Pandu pernah diminta para dewa untuk menumpas musuh kahyangan bernama Prabu Nagapaya, raja raksasa yang bisa menjelma menjadi naga dari negeri Goabarong. Setelah berhasil melaksanakan tugasnya, Pandu mendapat hadiah berupa pusaka minyak Tala.

Pandu menikah dengan Kunti setelah berhasil memenangkan sayembara di negeri Mandura. Ia bahkan mendapatkan hadiah tambahan, yaitu Putri Madri, setelah berhasil mengalahkan Salya, kakak sang putri. Di tengah jalan ia juga berhasil mendapatkan satu putri lagi bernama Gandari dari negeri Plasajenar, setelah mengalahkan kakaknya yang bernama Prabu Gendara. Putri yang terakhir ini kemudian diserahkan kepada Dretarastra, kakak Pandu.

Menurut pewayangan Jawa, Byasa dikisahkan mewarisi takhta Astina (Hastinapura) sebagai raja sementara sampai Pandu dewasa. Pandu naik takhta di Astina menggantikan Byasa dengan bergelar "Prabu Pandu Dewanata" atau "Prabu Gandawakstra". Ia memerintah didampingi Gandamana, pangeran Pancala sebagai patih. Tokoh Gandamana ini kemudian disingkirkan oleh Sangkuni (adik Gandari) secara licik.

Keluarga[sunting | sunting sumber]

Dari kedua istrinya, Pandu mendapatkan lima orang putra yang disebut Pandawa. Berbeda dengan kitab Mahabharata, kelimanya benar-benar putra kandung Pandu, dan bukan hasil pemberian dewa. Para dewa hanya dikisahkan membantu kelahiran mereka. Misalnya, Batara Darma membantu kelahiran Yudistira, dan Batara Bayu membantu kelahiran Bima. Kelima putra Pandu semuanya lahir di Astina, bukan di hutan sebagaimana yang dikisahkan dalam Mahabharata.

Akhir riwayat[sunting | sunting sumber]

Kematian Pandu dalam pewayangan bukan karena bersenggama dengan Madri, melainkan karena berperang melawan Prabu Tremboko, muridnya sendiri. Dikisahkan bahwa Madri mengidam ingin bertamasya naik Lembu Nandini, wahana Batara Guru. Pandu pun naik ke kahyangan mengajukan permohonan istrinya. Sebagai syarat, ia rela berumur pendek dan masuk neraka. Batara Guru mengabulkan permohonan itu. Pandu dan Madri pun bertamasya di atas punggung Lembu Nandini. Setelah puas, mereka mengembalikan lembu itu kepada Batara Guru. Beberapa bulan kemudian, Madri melahirkan bayi kembar bernama Nakula dan Sadewa.

Sesuai kesanggupannya, Pandu pun berusia pendek. Akibat adu domba dari Sangkuni, Pandu pun terlibat dalam perang melawan muridnya sendiri, yaitu seorang raja raksasa dari negeri Pringgadani bernama Prabu Tremboko. Perang ini dikenal dengan nama Pamoksa. Dalam perang itu, Tremboko gugur terkena anak panah Pandu, tetapi ia sempat melukai paha lawannya itu menggunakan keris bernama "Kyai Kalanadah". Akibat luka di paha tersebut, Pandu jatuh sakit. Ia akhirnya meninggal dunia setelah menurunkan wasiat agar Astina untuk sementara diperintah oleh Dretarastra sampai kelak Pandawa dewasa. Antara putra-putri Pandu dan Tremboko kelak terjadi perkawinan, yaitu Bima dengan Hidimbi, yang melahirkan Gatotkaca, seorang kesatria berdarah campuran, manusia dan raksasa.

Istilah pamoksa seputar kematian Pandu kiranya berbeda dengan istilah moksa dalam agama Hindu. Dalam pamoksa, raga Pandu ikut musnah saat meninggal dunia. Jiwanya kemudian masuk neraka sesuai perjanjian. Beberapa tahun kemudian, atas perjuangan putra keduanya, Pandu akhirnya mendapatkan tempat di surga. Versi lain yang lebih dramatis mengisahkan Pandu tetap memilih hidup di neraka bersama Madri sesuai janjinya kepada dewa. Baginya, tidak menjadi masalah meskipun ia tetap tinggal di neraka, asalkan ia dapat melihat keberhasilan putra-putranya di dunia. Perasaan bahagia melihat darma bakti para Pandawa membuatnya merasa hidup di surga.

Silsilah[sunting | sunting sumber]

 
 
Pratipa
 
Sunanda
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Dewapi
 
Bahlika
 
Gangga
 
Santanu
 
 
 
 
Satyawati
 
 
 
 
 
Parasara
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Somadata
 
Bisma
 
Citrānggada
 
Wicitrawirya
 
2 istri
 
Byasa
 
 
 
pelayan
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
2 putra
 
Burisrawa
 
Gandari
 
Dretarastra
 
pelayan
 
Kunti
 
Pandu
 
Madri
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
100 Korawa
 
Dursilawati
 
Yuyutsu
 
 
 
 
 
 
 
5 Pandawa
 
 
 
Widura


Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b "The Mahabharata, Book 1: Adi Parva: Sambhava Parva: Section CVI". www.sacred-texts.com. Diakses tanggal 2020-08-31. 
  2. ^ Menon, [translated by] Ramesh (2006). The Mahabharata : a modern rendering. New York: iUniverse, Inc. ISBN 9780595401871. 
  3. ^ Debalina (2019-12-20). Into the Myths: A Realistic Approach Towards Mythology and Epic (dalam bahasa Inggris). Partridge Publishing. ISBN 978-1-5437-0576-8. 
  4. ^ a b Ramankutty, P.V. (1999). Curse as a motif in the Mahābhārata (edisi ke-1.). Delhi: Nag Publishers. ISBN 9788170814320. 
  5. ^ "The five pandavas and the story of their birth". aumamen.com. Diakses tanggal 2020-08-31. 
  6. ^ Fang, Liaw Yock (2013). A History of Classical Malay Literature (dalam bahasa Inggris). Institute of Southeast Asian. ISBN 978-981-4459-88-4. 

Didahului oleh:
Wicitrawirya
Raja Hastinapura
Dinasti Kuru
Diteruskan oleh:
Dretarastra