Tridharma: Perbedaan antara revisi
Okkisafire (bicara | kontrib) |
Penambahan tokoh-tokoh Tri Dharma yaitu Kwee Tek Hoay, The Boan An, dan Asoka. |
||
(44 revisi perantara oleh 23 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1: | Baris 1: | ||
{{Infobox religion |
|||
:''Artikel ini mengenai konsep Tridharma dalam budaya Tionghoa. Untuk semboyan dari Raden Mas Said, silakan melihat: [[Tridarma]]'' |
|||
| name = Tridharma<br>{{nobold|{{lang|zh-hant|三教}}}} |
|||
[[Berkas:Sampokong_gedungbaru_2005.JPG|thumb|right|Tempat Ibadah Tridharma [[Kelenteng Sam Po Kong]] saat perayaan 600 tahun Muhibah [[Cheng Ho]] ]] |
|||
| image = Vihara_Thai_Pak_Kung_Singkawang_2.jpg |
|||
⚫ | '''Tridharma''' ([[Hanzi]]: 三教, [[hanyu pinyin]]: |
||
| caption = Vihara Sui Kheu Thai Pak Kung salah satu [[Wihara|Vihara]] Tridharma terbesar di [[Kota Singkawang]]. |
|||
| preceded_by = |
|||
| succeeded_by = |
|||
}} |
|||
{{Buddhisme|aliran}} |
|||
⚫ | '''Tridharma''' ([[Hanzi]]: 三教, [[hanyu pinyin]]: '''Sān jiào'''), adalah sebuah [[kepercayaan tradisional Tionghoa]] yang didasari pada [[sinkretisme]] pemikiran [[Taoisme]], [[Konfusianisme]], dan [[Buddhisme]]. Tridharma disebut '''Sam Kauw''' dalam [[bahasa Hokkien]], secara harfiah berarti '''tiga ajaran'''. Tiga ajaran yang dimaksud adalah [[Taoisme]], [[Buddhisme]], dan [[Konfusianisme]]. Ketiga ajaran filosofis ini memengaruhi kebudayaan Tionghoa dan sejarah [[Tiongkok]] sejak 2500 tahun lalu. |
||
Di Indonesia, Tridharma digolongkan sebagai bagian dari majelis agama [[Buddha]] seperti Majelis Agama Buddha Tri Dharma disingkat MAGABUTRI<ref>{{Cite web|last=Bekasi|first=Magabutri|title=Magabutri Daerah Bekasi|url=https://www.facebook.com/majelisdaerahbekasi/|website=Facebook}}</ref>. Beberapa tempat ibadah Tridharma yang ada di Indonesia antara lain Vihara Sui Kheu Thai Pak Kung ([[Kota Singkawang]]), Kelenteng Kwan Sing Bio ([[Tuban, Tuban|Tuban]]), Kelenteng Tay Kak Sie ([[Kota Semarang]]), dan Vihara Bodhisatva Karaniya Metta/Kelenteng Tiga ([[Kota Pontianak]]). |
|||
Tridharma lebih tepat disebut sebagai salah satu bentuk kepercayaan tradisional masyarakat [[Tionghoa]] sebagai hasil dari sinkretisme ketiga [[filsafat]] yang memengaruhi kebudayaan Tionghoa dan sejarah [[Tiongkok]] sejak 2500 tahun lalu. |
|||
== |
== Definisi dan etimologi == |
||
Tridharma (Pinyin: ''San Jiao''; [[Fujian]]/Hokkian: Sam Kauw) memiliki pengertian '''Tiga Ajaran'''. Istilah ini merujuk pada tiga ajaran yang menjadi dasar ajaran Tridharma, yaitu [[Taoisme]], [[Agama Khonghucu|Konfusianisme]], dan [[Agama Buddha|Buddhisme]]. |
Tridharma (Pinyin: ''San Jiao''; [[Fujian]]/Hokkian: Sam Kauw) memiliki pengertian '''Tiga Ajaran'''. Istilah ini merujuk pada tiga ajaran yang menjadi dasar ajaran Tridharma, yaitu [[Taoisme]], [[Agama Khonghucu|Konfusianisme]], dan [[Agama Buddha|Buddhisme]]. |
||
Tridharma berasal dari kata ''Tri'' dan ''Dharma''. ''Tri'' berarti "tiga" dan ''Dharma'' berarti "ajaran kebenaran". Jadi secara harafiah, Tridharma berarti "tiga ajaran kebenaran", yaitu ajaran [[Buddha Sakyamuni]], ajaran [[Kong Hu Cu (filsuf)|Nabi Khong Hu Cu]], dan ajaran [[Laozi|Nabi Lo Cu]]. Ketiga tokoh penting tersebut sering disebut sebagai Trinabi Agung. Tridharma merupakan Agama yang penghayatannya menyatu dalam ajaran Buddha, Khong Hu cu, dan Lo Cu. Ketiga ajaran tersebut tidak dicampuraduk dan tetap berpegang pada kitab suci masing-masing.<ref name="singgih">D.S. Marga Singgih. April 2011. ''TRIDHARMA, Selayang Pandang", Cetakan ketujuh. Jakarta: Yayasan BAKTI.</ref> |
|||
== Sejarah == |
== Sejarah == |
||
=== San Jiao di China === |
|||
Istilah '''Tridharma''' ('''San Jiao''') muncul pada masa Dinasti Donghan (sekitar Abad I) setelah [[agama Buddha]] masuk ke Negeri [[ |
Istilah '''Tridharma''' ('''San Jiao''') muncul pada masa Dinasti Donghan (sekitar Abad I) setelah [[agama Buddha]] masuk ke Negeri [[RRT|China]]. Sebenarnya Buddhisme merupakan ajaran pertama yang berbentuk lembaga keagamaan yang pertama kali hadir di China, setelah itu barulah Taoisme ('''Dao Jiao''') dan Konfusianisme ('''Ru Jiao'''). Namun pada zaman itu, urutan kronologis ''San Jiao'' ditetapkan oleh kaisar sebagai agama '''Ru''', '''Dao''', dan '''Buddha'''.<ref name="matrisia">Bidang Litbang PTITD/Matrisia Jawa Tengah. 2007. ''Pengetahuan Umum tentang Tridharma'', hal. 11. Semarang: Penerbit Benih Bersemi.</ref> |
||
⚫ | Semenjak awal mula masuknya Buddhisme ke China, berbagai usaha untuk menyatukan ketiga ajaran tersebut sudah diusahakan. Sepanjang sejarah China, hubungan antara ketiga ajaran tersebut memang tidak selalu mulus, tetapi hal itu umumnya diakibatkan ulah para penguasa yang menjadikannya sebagai komoditas politik. Cerita si kera sakti [[Sun Go Kong]] yang cukup terkenal di Indonesia sangat kental bernuansa [[Taoisme]] (ilmu gaib, roh dan siluman, berbagai simbol Taoisme), tetapi kisahnya menceritakan perjalanan Biksu [[Xuanzang|Tang Xuanzang]] ([[Fujian]]/Hokkian: Tong Sam Cong ke India untuk mengambil Kitab Suci Buddhis. Sedangkan penulisnya sendiri, Wu Cheng'en, adalah seorang sastrawan Konfusianis. Pengaruh ketiga ajaran sudah bercampur sedemikian rupa sehingga sebelum Tahun 1949, setiap kegiatan masyarakat [[RRT|China daratan]] berpedoman rambu-rambu ''San Jiao''. Akibatnya, orang Barat sampai berpendapat: ''orang Tionghoa itu dibesarkan dalam pendidikan Konfusianis, saat dewasa menjadi Buddhis, dan setelah lanjut usia tertarik pada ajaran [[Laozi]]''.<ref name="matrisia"/> |
||
Setelah paham Komunis memasuki China, pengaruh ''San Jiao'' di China daratan memudar, tetapi tetap eksis di Taiwan, Hong Kong, Macau, Singapura, Indonesia, dan negara-negara lain dimana banyak bermukim masyarakat China perantauan. Kini di Indonesia, '''San Jiao''' (Sam Kauw) resmi disebut '''Tridharma''', sedangkan klenteng diakui sebagai badan keagamaan yang disebut sebagai ''Tempat Ibadah Tri Dharma'' (disingkat TITD). Penetapan tersebut diberlakukan oleh Menteri Agama R.I. pada tanggal 19 November 1979.<ref name="matrisia"/> |
|||
=== Tridharma di Indonesia === |
|||
⚫ | Semenjak awal mula masuknya Buddhisme ke China, berbagai usaha untuk menyatukan ketiga ajaran tersebut sudah diusahakan. Sepanjang sejarah China, hubungan antara ketiga ajaran tersebut memang tidak selalu mulus, tetapi hal itu umumnya diakibatkan ulah para penguasa yang menjadikannya sebagai komoditas politik. Cerita si kera sakti [[Sun Go Kong]] yang cukup terkenal di Indonesia sangat kental bernuansa [[Taoisme]] (ilmu gaib, roh dan siluman, berbagai simbol Taoisme), tetapi kisahnya menceritakan perjalanan |
||
Tridharma di Indonesia kembali bangkit berkat usaha yang dirintis oleh [[Kwee Tek Hoay]] adalah tokoh Buddha Tri Dharma di Indonesia, dan dikenal sebagai '''Bapak Tridharma Indonesia'''. Ia memprakarsai berdirinya [[Sam Kauw Hwee]] atau "''Perkumpulan Tiga Agama''" di Jakarta pada tahun 1920-an, serta mendirikan "Penerbitan & Percetakan Moestika" yang menerbitkan [[Majalah Moestika Dharma]] yang banyak mengupas ajaran Buddha, Khong Hu Cu, Lo Cu, bahkan ajaran agama lain. ''Sam Kauw Hwee'' bersifat ''Indonesia-sentris'', yaitu dibangun dan diciptakan di Indonesia meskipun ketiga ajarannya berasal dari luar Indonesia.<ref name="singgih"/> Selain Kwee, The Boan An yang kelak menjadi seorang bhiksu dengan nama [[Ashin Jinarakkhita]] juga pada awalnya aktif di perkumpulan Sam Kauw. Tokoh Tri Dharma lainnya adalah Asoka yang kemudian ditahbiskan menjadi Bhikkhu Sri Subalaratano. Perbedaannya, Ashin Jinarakkhita mendirikan Sangha Agung Indonesia disingkat SAGIN dengan semangat [[Majelis Buddhayana Indonesia|Buddhayana]], sedangkan Sri Subalaratano bergabung dalam [[Sangha Theravada Indonesia]] disingkat STI. |
|||
== Pemujaan == |
== Pemujaan == |
||
Tradisi orang Tionghoa semenjak zaman purbakala sampai kini adalah ''memuja Roh'' ('''Bai Shen'''). Roh-roh yang dipuja itu pada mulanya adalah arwah para leluhur ('''Di'''), Roh Tanah ('''She'''), Roh Padi-Padian ('''Ji'''), Roh Langit ('''Tian'''), Roh Bumi ('''Di'''), hingga meluas ke Roh seisi alam semesta. Mereka percaya bahwa-Roh-Roh itu bisa membantu keberadaan manusia apabila dihormati. Itulah kepercayaan [[Animisme]] dan [[Dinamisme]] yang umum dijumpai pada semua masyarakat purba di muka bumi. Meskipun kepercayaan semacam itu sebagian besar sudah luntur |
Tradisi orang Tionghoa semenjak zaman purbakala sampai kini adalah ''memuja Roh'' ('''Bai Shen'''). Roh-roh yang dipuja itu pada mulanya adalah arwah para leluhur ('''Di'''), Roh Tanah ('''She'''), Roh Padi-Padian ('''Ji'''), Roh Langit ('''Tian'''), Roh Bumi ('''Di'''), hingga meluas ke Roh seisi alam semesta. Mereka percaya bahwa-Roh-Roh itu bisa membantu keberadaan manusia apabila dihormati. Itulah kepercayaan [[Animisme]] dan [[Dinamisme]] yang umum dijumpai pada semua masyarakat purba di muka bumi. Meskipun kepercayaan semacam itu sebagian besar sudah luntur pada masa modern ini, tetapi pada Bangsa Tionghoa masih tetap bertahan dan berkembang. Bahkan masuknya agama Buddha dan lahirnya agama Tao di serta Konghucu [[RRT|China]] makin menambah banyaknya Roh-Roh pujaan. Roh Pujaan itu disebut '''Shen Ming''' (''Roh Suci''). Untuk lebih memusatkan perhatian pada pemujaan, dibuatlah patung sebagai lambang dari Roh tersebut.<ref name="matrisia"/> |
||
Dalam pengertian umum, ''memuja'' biasanya dilakukan oleh pihak yang lebih rendah kepada pihak yang lebih tinggi derajatnya. Namun bagi orang Tionghoa, ''memuja roh'' berarti: "upaya untuk mengormati keberadaan roh, dan untuk berhubungan dengannya". Oleh karena itu, tujuan pemujaan di Klenteng menjadi beraneka rupa |
Dalam pengertian umum, ''memuja'' biasanya dilakukan oleh pihak yang lebih rendah kepada pihak yang lebih tinggi derajatnya. Namun bagi orang Tionghoa, ''memuja roh'' berarti: "upaya untuk mengormati keberadaan roh, dan untuk berhubungan dengannya". Oleh karena itu, tujuan pemujaan di Klenteng menjadi beraneka rupa.<ref name="matrisia"/> |
||
* Untuk refleksi diri atau menyelaraskan rohani dengan alam semesta. |
* Untuk refleksi diri atau menyelaraskan rohani dengan alam semesta. |
||
Baris 26: | Baris 40: | ||
* Untuk membantu arwah leluhur dan arwah semua makhluk hidup yang sedang berada di alam menderita. Menurut kepercayaan, arwah para penjahat atau yang tidak ikhlas pada kematiannya akan tersesat dan bergentayangan. Arwah-arwah seperti ini perlu dibantu dengan doa-doa dan persembahan, misalnya dalam ritual [[Cioko]] atau Ulambana. |
* Untuk membantu arwah leluhur dan arwah semua makhluk hidup yang sedang berada di alam menderita. Menurut kepercayaan, arwah para penjahat atau yang tidak ikhlas pada kematiannya akan tersesat dan bergentayangan. Arwah-arwah seperti ini perlu dibantu dengan doa-doa dan persembahan, misalnya dalam ritual [[Cioko]] atau Ulambana. |
||
== Hari- |
== Hari-hari sembahyang yang penting == |
||
Upacara keagamaan yang diadakan di Klenteng sebenarnya berkaitan erat dengan tradisi perayaan di kalangan rakyat. Secara garis besar, ritual-ritual tersebut terbagi menjadi tiga bagian |
Upacara keagamaan yang diadakan di Klenteng sebenarnya berkaitan erat dengan tradisi perayaan di kalangan rakyat. Secara garis besar, ritual-ritual tersebut terbagi menjadi tiga bagian.<ref name="matrisia"/> |
||
=== Upacara |
=== Upacara pergantian musim === |
||
* Festival Chun Jie (Xin Jia) atau [[Tahun Baru Imlek]]. |
* Festival Chun Jie (Xin Jia) atau [[Tahun Baru Imlek]]. |
||
* Festival Yuan Xiao Jie ([[Cap Go Meh]]) sebagai penutupan Tahun Baru Imlek. Tanggal 15 bulan 1 Imlek. |
* Festival Yuan Xiao Jie ([[Cap Go Meh]]) sebagai penutupan Tahun Baru Imlek. Tanggal 15 bulan 1 Imlek. |
||
Baris 36: | Baris 50: | ||
* [[Festival Qixi]] (Perayaan Malam Tujuh). Festival ''pertemuan'' antara '''Niu Lang''' (Gembala Kerbau) dengan '''Zhi Nu''' (Gadis Penenun). Imlek tanggal 7 bulan 7. |
* [[Festival Qixi]] (Perayaan Malam Tujuh). Festival ''pertemuan'' antara '''Niu Lang''' (Gembala Kerbau) dengan '''Zhi Nu''' (Gadis Penenun). Imlek tanggal 7 bulan 7. |
||
* Festival Chong Yang (Tiong Yang) yang dirayakan tanggal 9 bulan 9 Imlek. Masyarakat Tionghoa menggangap angka ganjil (1,3,5,7,9) bersifat ''Yang'' (positif, maskulin). Angka 9 merupakan angka ganjil tertua (titik balik dari kelimpahan (8) menuju kekurangan (0)). Tanggal 9 bulan 9 dianggap tanggal sangat jelek sehingga diadakan ritual untuk menangkalnya. |
* Festival Chong Yang (Tiong Yang) yang dirayakan tanggal 9 bulan 9 Imlek. Masyarakat Tionghoa menggangap angka ganjil (1,3,5,7,9) bersifat ''Yang'' (positif, maskulin). Angka 9 merupakan angka ganjil tertua (titik balik dari kelimpahan (8) menuju kekurangan (0)). Tanggal 9 bulan 9 dianggap tanggal sangat jelek sehingga diadakan ritual untuk menangkalnya. |
||
* Festival [[Dongzhi]] (Tang Cek; Hari Wedang Ronde) untuk merayakan [[Posisi matahari|titik balik matahari]] saat musim dingin, dirayakan sekitar tanggal 22 Desember. |
* Festival [[Dongzhi]] (Tang Cek; Hari Wedang Ronde) untuk merayakan [[Posisi matahari|titik balik matahari]] saat musim dingin, dirayakan sekitar tanggal 22 Desember. |
||
* Festival Chu Xi atau malam Ji Kau Meh. Malam |
* Festival Chu Xi atau malam Ji Kau Meh. Malam pada hari terakhir tahun Imlek. |
||
=== Upacara |
=== Upacara penghormatan leluhur === |
||
{{Lihat pula|Penghormatan Leluhur di China}} |
|||
* Festival [[Festival Qingming|Qingming]] atau ''Cheng Beng''. Setiap tanggal 5 April. |
* Festival [[Festival Qingming|Qingming]] atau ''Cheng Beng''. Setiap tanggal 5 April. |
||
* Festival Zhong Yuan |
* Festival [[Zhong Yuan]], [[Cioko]] ('''Sembahyang Rebutan'''), atau [[Ulambana]]. Bulan 7 Imlek. |
||
* Festival Jiang Tian Gong (Kheng Thi Kong) untuk berterima kasih kepada Thian (Tuhan) atas keselamatan dari pembantaian yang dilakukan pasukan Manzu. |
* Festival Jiang Tian Gong (Kheng Thi Kong) untuk berterima kasih kepada Thian (Tuhan) atas keselamatan dari pembantaian yang dilakukan pasukan Manzu. |
||
=== Upacara |
=== Upacara peringatan hari suci '''Shen Ming''' (Roh Suci) === |
||
* Festival La Ji untuk menghormati [[Shennong]] (Dewa Pertanian) yang dibantu kucing dan harimau mengamankan lahan pertanian. Imlek bulan 12. |
* Festival La Ji untuk menghormati [[Shennong]] (Dewa Pertanian) yang dibantu kucing dan harimau mengamankan lahan pertanian. Imlek bulan 12. |
||
Baris 51: | Baris 66: | ||
* Festival [[Ji Si Siang Ang]] (Song Wang), mengantar Dewa Dapur [[Zao Jun]] ke langit menghadap '''Thian'''. Imlek tanggal 24 bulan 12. |
* Festival [[Ji Si Siang Ang]] (Song Wang), mengantar Dewa Dapur [[Zao Jun]] ke langit menghadap '''Thian'''. Imlek tanggal 24 bulan 12. |
||
* Ulang Tahun [[Tian Shang Sheng Mu]]. Imlek tanggal 23 bulan 3. |
* Ulang Tahun [[Tian Shang Sheng Mu]]. Imlek tanggal 23 bulan 3. |
||
* Hari Suci Kelahiran [[Fu De Zheng Shen|Hok Tek Cin Sin]], Imlek tanggal 02 bulan 02. |
|||
* Hari Suci Kelahiran [[Guang Ze Zun Wang|Kong Tek Cun Ong]], Imlek Tanggal 22 bulan 02. |
|||
* |
|||
* |
|||
* |
|||
== Referensi == |
== Referensi == |
||
Baris 57: | Baris 77: | ||
== Lihat pula == |
== Lihat pula == |
||
* [[Taoisme]] |
* [[Taoisme]] |
||
* [[ |
* [[Konfusianisme]] |
||
* [[ |
* [[Agama Buddha]] |
||
== Pranala luar == |
== Pranala luar == |
||
* [http://indonesia.siutao.com/ Agama dan Ajaran Taoisme] |
* [http://indonesia.siutao.com/ Agama dan Ajaran Taoisme] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20070401134855/http://indonesia.siutao.com/ |date=2007-04-01 }} |
||
{{Cina-stub}} |
|||
{{Agama di Indonesia}} |
|||
{{Authority control}} |
|||
[[Kategori: |
[[Kategori:Tradisi Tionghoa]] |
||
[[Kategori:Agama]] |
|||
[[Kategori:Budaya Tionghoa]] |
|||
[[Kategori:Buddhisme]] |
[[Kategori:Buddhisme]] |
||
[[Kategori: |
[[Kategori:Buddhisme di Indonesia]] |
||
[[Kategori: |
[[Kategori:Rintisan bertopik Tiongkok]] |
Revisi per 10 Juni 2024 06.34
Bagian dari seri tentang |
Buddhisme |
---|
Tridharma (Hanzi: 三教, hanyu pinyin: Sān jiào), adalah sebuah kepercayaan tradisional Tionghoa yang didasari pada sinkretisme pemikiran Taoisme, Konfusianisme, dan Buddhisme. Tridharma disebut Sam Kauw dalam bahasa Hokkien, secara harfiah berarti tiga ajaran. Tiga ajaran yang dimaksud adalah Taoisme, Buddhisme, dan Konfusianisme. Ketiga ajaran filosofis ini memengaruhi kebudayaan Tionghoa dan sejarah Tiongkok sejak 2500 tahun lalu.
Di Indonesia, Tridharma digolongkan sebagai bagian dari majelis agama Buddha seperti Majelis Agama Buddha Tri Dharma disingkat MAGABUTRI[1]. Beberapa tempat ibadah Tridharma yang ada di Indonesia antara lain Vihara Sui Kheu Thai Pak Kung (Kota Singkawang), Kelenteng Kwan Sing Bio (Tuban), Kelenteng Tay Kak Sie (Kota Semarang), dan Vihara Bodhisatva Karaniya Metta/Kelenteng Tiga (Kota Pontianak).
Definisi dan etimologi
Tridharma (Pinyin: San Jiao; Fujian/Hokkian: Sam Kauw) memiliki pengertian Tiga Ajaran. Istilah ini merujuk pada tiga ajaran yang menjadi dasar ajaran Tridharma, yaitu Taoisme, Konfusianisme, dan Buddhisme.
Tridharma berasal dari kata Tri dan Dharma. Tri berarti "tiga" dan Dharma berarti "ajaran kebenaran". Jadi secara harafiah, Tridharma berarti "tiga ajaran kebenaran", yaitu ajaran Buddha Sakyamuni, ajaran Nabi Khong Hu Cu, dan ajaran Nabi Lo Cu. Ketiga tokoh penting tersebut sering disebut sebagai Trinabi Agung. Tridharma merupakan Agama yang penghayatannya menyatu dalam ajaran Buddha, Khong Hu cu, dan Lo Cu. Ketiga ajaran tersebut tidak dicampuraduk dan tetap berpegang pada kitab suci masing-masing.[2]
Sejarah
San Jiao di China
Istilah Tridharma (San Jiao) muncul pada masa Dinasti Donghan (sekitar Abad I) setelah agama Buddha masuk ke Negeri China. Sebenarnya Buddhisme merupakan ajaran pertama yang berbentuk lembaga keagamaan yang pertama kali hadir di China, setelah itu barulah Taoisme (Dao Jiao) dan Konfusianisme (Ru Jiao). Namun pada zaman itu, urutan kronologis San Jiao ditetapkan oleh kaisar sebagai agama Ru, Dao, dan Buddha.[3]
Semenjak awal mula masuknya Buddhisme ke China, berbagai usaha untuk menyatukan ketiga ajaran tersebut sudah diusahakan. Sepanjang sejarah China, hubungan antara ketiga ajaran tersebut memang tidak selalu mulus, tetapi hal itu umumnya diakibatkan ulah para penguasa yang menjadikannya sebagai komoditas politik. Cerita si kera sakti Sun Go Kong yang cukup terkenal di Indonesia sangat kental bernuansa Taoisme (ilmu gaib, roh dan siluman, berbagai simbol Taoisme), tetapi kisahnya menceritakan perjalanan Biksu Tang Xuanzang (Fujian/Hokkian: Tong Sam Cong ke India untuk mengambil Kitab Suci Buddhis. Sedangkan penulisnya sendiri, Wu Cheng'en, adalah seorang sastrawan Konfusianis. Pengaruh ketiga ajaran sudah bercampur sedemikian rupa sehingga sebelum Tahun 1949, setiap kegiatan masyarakat China daratan berpedoman rambu-rambu San Jiao. Akibatnya, orang Barat sampai berpendapat: orang Tionghoa itu dibesarkan dalam pendidikan Konfusianis, saat dewasa menjadi Buddhis, dan setelah lanjut usia tertarik pada ajaran Laozi.[3]
Setelah paham Komunis memasuki China, pengaruh San Jiao di China daratan memudar, tetapi tetap eksis di Taiwan, Hong Kong, Macau, Singapura, Indonesia, dan negara-negara lain dimana banyak bermukim masyarakat China perantauan. Kini di Indonesia, San Jiao (Sam Kauw) resmi disebut Tridharma, sedangkan klenteng diakui sebagai badan keagamaan yang disebut sebagai Tempat Ibadah Tri Dharma (disingkat TITD). Penetapan tersebut diberlakukan oleh Menteri Agama R.I. pada tanggal 19 November 1979.[3]
Tridharma di Indonesia
Tridharma di Indonesia kembali bangkit berkat usaha yang dirintis oleh Kwee Tek Hoay adalah tokoh Buddha Tri Dharma di Indonesia, dan dikenal sebagai Bapak Tridharma Indonesia. Ia memprakarsai berdirinya Sam Kauw Hwee atau "Perkumpulan Tiga Agama" di Jakarta pada tahun 1920-an, serta mendirikan "Penerbitan & Percetakan Moestika" yang menerbitkan Majalah Moestika Dharma yang banyak mengupas ajaran Buddha, Khong Hu Cu, Lo Cu, bahkan ajaran agama lain. Sam Kauw Hwee bersifat Indonesia-sentris, yaitu dibangun dan diciptakan di Indonesia meskipun ketiga ajarannya berasal dari luar Indonesia.[2] Selain Kwee, The Boan An yang kelak menjadi seorang bhiksu dengan nama Ashin Jinarakkhita juga pada awalnya aktif di perkumpulan Sam Kauw. Tokoh Tri Dharma lainnya adalah Asoka yang kemudian ditahbiskan menjadi Bhikkhu Sri Subalaratano. Perbedaannya, Ashin Jinarakkhita mendirikan Sangha Agung Indonesia disingkat SAGIN dengan semangat Buddhayana, sedangkan Sri Subalaratano bergabung dalam Sangha Theravada Indonesia disingkat STI.
Pemujaan
Tradisi orang Tionghoa semenjak zaman purbakala sampai kini adalah memuja Roh (Bai Shen). Roh-roh yang dipuja itu pada mulanya adalah arwah para leluhur (Di), Roh Tanah (She), Roh Padi-Padian (Ji), Roh Langit (Tian), Roh Bumi (Di), hingga meluas ke Roh seisi alam semesta. Mereka percaya bahwa-Roh-Roh itu bisa membantu keberadaan manusia apabila dihormati. Itulah kepercayaan Animisme dan Dinamisme yang umum dijumpai pada semua masyarakat purba di muka bumi. Meskipun kepercayaan semacam itu sebagian besar sudah luntur pada masa modern ini, tetapi pada Bangsa Tionghoa masih tetap bertahan dan berkembang. Bahkan masuknya agama Buddha dan lahirnya agama Tao di serta Konghucu China makin menambah banyaknya Roh-Roh pujaan. Roh Pujaan itu disebut Shen Ming (Roh Suci). Untuk lebih memusatkan perhatian pada pemujaan, dibuatlah patung sebagai lambang dari Roh tersebut.[3]
Dalam pengertian umum, memuja biasanya dilakukan oleh pihak yang lebih rendah kepada pihak yang lebih tinggi derajatnya. Namun bagi orang Tionghoa, memuja roh berarti: "upaya untuk mengormati keberadaan roh, dan untuk berhubungan dengannya". Oleh karena itu, tujuan pemujaan di Klenteng menjadi beraneka rupa.[3]
- Untuk refleksi diri atau menyelaraskan rohani dengan alam semesta.
- Untuk menghormati para Roh Suci yang telah berjasa. Misalnya kepada Laozi, Kong Hu Cu, dan Buddha Sakyamuni yang merupakan guru-guru besar ketiga ajaran.
- Untuk berterima kasih atas anugerah dalam hidup.
- Untuk memohon restu, nasihat, atau bantuan. Misalnya kepada Kwan Im dan Chen Fu Zhen Ren.
- Untuk memohon kesaksian Shen Ming. Misalnya berikrar di hadapan Gong Zu Guan Gong di Klenteng Tuban.
- Untuk menunjukkan rasa bakti atau kasih. Misalnya kepada arwah leluhur, keluarga, dan sahabat dalam Festival Qingming.
- Untuk membantu arwah leluhur dan arwah semua makhluk hidup yang sedang berada di alam menderita. Menurut kepercayaan, arwah para penjahat atau yang tidak ikhlas pada kematiannya akan tersesat dan bergentayangan. Arwah-arwah seperti ini perlu dibantu dengan doa-doa dan persembahan, misalnya dalam ritual Cioko atau Ulambana.
Hari-hari sembahyang yang penting
Upacara keagamaan yang diadakan di Klenteng sebenarnya berkaitan erat dengan tradisi perayaan di kalangan rakyat. Secara garis besar, ritual-ritual tersebut terbagi menjadi tiga bagian.[3]
Upacara pergantian musim
- Festival Chun Jie (Xin Jia) atau Tahun Baru Imlek.
- Festival Yuan Xiao Jie (Cap Go Meh) sebagai penutupan Tahun Baru Imlek. Tanggal 15 bulan 1 Imlek.
- Festival Duan Wu (menyambut Musim Panas) yang dimeriahkan lomba Perahu Naga. Imlek tanggal 5 bulan 5.
- Festival Zhong Qiu Jie (Tiong Ciu). Festival Musim Gugur atau Festival Kue Bulan. Imlek tanggal 15 bulan 8.
- Festival Qixi (Perayaan Malam Tujuh). Festival pertemuan antara Niu Lang (Gembala Kerbau) dengan Zhi Nu (Gadis Penenun). Imlek tanggal 7 bulan 7.
- Festival Chong Yang (Tiong Yang) yang dirayakan tanggal 9 bulan 9 Imlek. Masyarakat Tionghoa menggangap angka ganjil (1,3,5,7,9) bersifat Yang (positif, maskulin). Angka 9 merupakan angka ganjil tertua (titik balik dari kelimpahan (8) menuju kekurangan (0)). Tanggal 9 bulan 9 dianggap tanggal sangat jelek sehingga diadakan ritual untuk menangkalnya.
- Festival Dongzhi (Tang Cek; Hari Wedang Ronde) untuk merayakan titik balik matahari saat musim dingin, dirayakan sekitar tanggal 22 Desember.
- Festival Chu Xi atau malam Ji Kau Meh. Malam pada hari terakhir tahun Imlek.
Upacara penghormatan leluhur
- Festival Qingming atau Cheng Beng. Setiap tanggal 5 April.
- Festival Zhong Yuan, Cioko (Sembahyang Rebutan), atau Ulambana. Bulan 7 Imlek.
- Festival Jiang Tian Gong (Kheng Thi Kong) untuk berterima kasih kepada Thian (Tuhan) atas keselamatan dari pembantaian yang dilakukan pasukan Manzu.
Upacara peringatan hari suci Shen Ming (Roh Suci)
- Festival La Ji untuk menghormati Shennong (Dewa Pertanian) yang dibantu kucing dan harimau mengamankan lahan pertanian. Imlek bulan 12.
- Festival Wei Ya (Bwee Ge), mengungkapkan syukur kepada Tu Di Gong (Dewa Bumi). Imlek tanggal 16 bulan 12.
- Festival La Ba Jie (Lap Pat). Peringatan Buddha Sakyamuni mencapai pencerahan. Imlek tanggal 8 bulan 12.
- Festival Ji Si Siang Ang (Song Wang), mengantar Dewa Dapur Zao Jun ke langit menghadap Thian. Imlek tanggal 24 bulan 12.
- Ulang Tahun Tian Shang Sheng Mu. Imlek tanggal 23 bulan 3.
- Hari Suci Kelahiran Hok Tek Cin Sin, Imlek tanggal 02 bulan 02.
- Hari Suci Kelahiran Kong Tek Cun Ong, Imlek Tanggal 22 bulan 02.
Referensi
- ^ Bekasi, Magabutri. "Magabutri Daerah Bekasi". Facebook.
- ^ a b D.S. Marga Singgih. April 2011. TRIDHARMA, Selayang Pandang", Cetakan ketujuh. Jakarta: Yayasan BAKTI.
- ^ a b c d e f Bidang Litbang PTITD/Matrisia Jawa Tengah. 2007. Pengetahuan Umum tentang Tridharma, hal. 11. Semarang: Penerbit Benih Bersemi.
Lihat pula
Pranala luar
- Agama dan Ajaran Taoisme Diarsipkan 2007-04-01 di Wayback Machine.