Partai Komunis Indonesia: Perbedaan antara revisi
[revisi tidak terperiksa] | [revisi tidak terperiksa] |
k Perbarui referensi situs berita Indonesia |
Rescuing 20 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.9.5 |
||
(30 revisi perantara oleh 16 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 3: | Baris 3: | ||
{{redirect|PKI}} |
{{redirect|PKI}} |
||
{{Infobox political party |
{{Infobox political party |
||
|colorcode = red |
| colorcode = red |
||
|name = Partai Komunis Indonesia |
| name = Partai Komunis Indonesia |
||
|native_name = |
| native_name = |
||
|logo = Communist Party of Indonesia.svg |
| logo = Communist Party of Indonesia.svg |
||
|founder = [[Henk Sneevliet]] |
| founder = [[Henk Sneevliet]] |
||
| founded = {{start date|1914|5|9}} (sebagai [[Indische Sociaal Democratische Vereeniging|Perhimpunan Demokrat Sosial Hindia]])<br>23 Mei 1920 |
|||
|founded = 23 Mei 1914<ref name="Pidato Aidit Lahirnya PKI">https://www.marxists.org/indonesia/indones/1955-AiditLahirnyaPKI.htm</ref> |
|||
(sebagai Perserikatan Komunis di Hindia)<ref name="Pidato Aidit Lahirnya PKI">{{Cite web |url=https://www.marxists.org/indonesia/indones/1955-AiditLahirnyaPKI.htm |title=Salinan arsip |access-date=2024-06-26 |archive-date=2023-05-25 |archive-url=https://web.archive.org/web/20230525151304/https://www.marxists.org/indonesia/indones/1955-AiditLahirnyaPKI.htm |dead-url=no }}</ref><br>1924 (sebagai Partai Komunis Indonesia) |
|||
|dissolved = 12 Maret 1966 |
|||
| banned = 20 Maret 1927 (oleh pemerintahan Belanda)<br>12 Maret 1966 (oleh pemerintahan RI) |
|||
⚫ | |||
| predecessor = [[Indische Sociaal Democratische Vereeniging|ISDV]] |
|||
⚫ | |||
⚫ | |||
⚫ | |||
⚫ | |||
⚫ | |||
⚫ | |||
⚫ | |||
⚫ | |||
⚫ | |||
⚫ | |||
⚫ | |||
⚫ | |||
|youth_wing = [[Pemuda Rakyat]] |
|||
⚫ | |||
|wing1_title = Sayap perempuan |
|||
| |
| youth_wing = [[Pemuda Rakyat]] |
||
| |
| wing1_title = Sayap perempuan |
||
| wing1 = [[Gerwani]] |
|||
|wing2 = [[Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia|SOBSI]] |
|||
| |
| wing2_title = Sayap buruh |
||
| |
| wing2 = [[Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia|SOBSI]] |
||
| wing3_title = Sayap petani |
|||
⚫ | |||
| |
| wing3 = [[Barisan Tani Indonesia|BTI]] |
||
⚫ | |||
⚫ | |||
| symbol = [[Palu arit]] |
|||
⚫ | |||
}} |
}} |
||
'''Partai Komunis Indonesia''' ('''PKI''') adalah sebuah [[partai komunis]] di [[Hindia Belanda]], kemudian [[Indonesia]]. Partai ini merupakan partai komunis nonpemerintah terbesar di dunia sebelum [[Pembantaian di Indonesia 1965–1966|dibubarkan dengan kekerasan pada tahun 1965]]. Partai ini memiliki dua juta anggota pada pemilu tahun 1955, dengan 16 persen suara nasional dan hampir 30 persen suara di [[Jawa Timur]].<ref name="The Indonesian Counter-Revolution">{{Cite web|title=The Indonesian Counter-Revolution|url=https://jacobin.com/2019/01/unmasked-graves-review-indonesia-genocide-communist-party|website=jacobin.com|access-date=2024-06-26|archive-date=2024-03-31|archive-url=https://web.archive.org/web/20240331142013/https://jacobin.com/2019/01/unmasked-graves-review-indonesia-genocide-communist-party|dead-url=no}}</ref> Selama sebagian besar periode setelah Kemerdekaan Indonesia hingga pemberantasan PKI pada tahun 1965, PKI merupakan partai resmi yang beroperasi secara terbuka di negara ini.<ref name="Bevins">{{cite news|last=Bevins|first=Vincent|date=20 October 2017|title=What the United States Did in Indonesia|url=https://www.theatlantic.com/international/archive/2017/10/the-indonesia-documents-and-the-us-agenda/543534/|work=The Atlantic|access-date=22 October 2017|archive-date=2019-04-28|archive-url=https://web.archive.org/web/20190428190633/https://www.theatlantic.com/international/archive/2017/10/the-indonesia-documents-and-the-us-agenda/543534/|dead-url=no}}</ref> |
|||
'''Partai Komunis Indonesia''' ('''PKI''') adalah sebuah [[partai politik]] di [[Indonesia]] yang telah bubar. PKI adalah [[partai komunis]] non-penguasa terbesar di dunia setelah [[Partai Komunis Uni Soviet|Uni Soviet]] dan [[Partai Komunis Tiongkok|Tiongkok]], yang pada akhirnya dihancurkan pada tahun 1965 dan dinyatakan sebagai partai terlarang pada tahun berikutnya.<ref name="MORTIMER_19">Mortimer (1974) p19</ref><ref name="RICKLEFS_259">Ricklefs(1982)p259</ref> |
|||
== Pelopor == |
== Pelopor == |
||
[[Berkas:Henk-sneevliet.gif|jmpl|kiri|200px|Henk Sneevliet]] |
[[Berkas:Henk-sneevliet.gif|jmpl|kiri|200px|Henk Sneevliet]] |
||
[[Henk Sneevliet]] dan kaum sosialis Hindia Belanda lainnya membentuk serikat tenaga kerja di pelabuhan pada tahun 1914, dengan nama ''Indies Social Democratic Association'' (dalam bahasa Belanda: ''Indische Sociaal Democratische Vereeniging''-, ISDV). ISDV pada dasarnya dibentuk oleh 85 anggota dari dua partai sosialis Belanda, yaitu SDAP dan Partai Sosialis Belanda yang kemudian menjadi SDP komunis, yang berada dalam kepemimpinan Hindia Belanda.<ref> |
[[Henk Sneevliet]] dan kaum sosialis Hindia Belanda lainnya membentuk serikat tenaga kerja di pelabuhan pada tahun 1914, dengan nama ''Indies Social Democratic Association'' (dalam bahasa Belanda: ''[[Indische Sociaal Democratische Vereeniging]]''-, ISDV). ISDV pada dasarnya dibentuk oleh 85 anggota dari dua partai sosialis Belanda, yaitu [[SDAP]] dan [[Partai Sosialis (Belanda)|Partai Sosialis Belanda]] yang kemudian menjadi SDP komunis, yang berada dalam kepemimpinan Hindia Belanda.<ref>{{Cite web |url=http://www.marxist.com/Asia/earlyPKI.html |title=marxist.com |access-date=2024-06-26 |archive-date=2009-03-17 |archive-url=https://web.archive.org/web/20090317064751/http://www.marxist.com/Asia/earlyPKI.html |dead-url=no }}</ref> Para anggota Belanda dari ISDV memperkenalkan ide-ide Marxis untuk mengedukasi orang-orang Indonesia mencari cara untuk menentang kekuasaan [[Kolonialisme|kolonial]]. |
||
Pada Oktober 1915, ISDV mulai aktif dalam penerbitan surat kabar berbahasa Belanda, "''Het Vrije Woord''" (Kata yang Merdeka). Editornya adalah [[Adolf Baars]]. Pada saat pembentukannya, ISDV tidak menuntut kemerdekaan untuk Indonesia. Pada saat itu, ISDV mempunyai sekitar 100 orang anggota, dan dari semuanya itu hanya tiga orang yang merupakan warga pribumi Indonesia. Namun, partai ini dengan cepat berkembang menjadi radikal dan anti kapitalis. Perubahan terjadi kembali,ketika Sneevliet memindahkan markas mereka dari Surabaya ke Semarang dan menarik banyak penduduk asli dari berbagai elemen seperti agamawan, nasionalis dan aktivis gerakan lainnya yang akhir-akhir ini sedang tumbuh di Hindia Belanda sejak tahun 1900. Di bawah pimpinan Sneevliet, partai ini merasa tidak puas dengan kepemimpinan SDAP di Belanda, dan yang menjauhkan diri dari ISDV dan menolak untuk bekerja sama dengan pemerintah karena menolak "berpura-pura" menjadi Dewan Masyarakat ( |
Pada Oktober 1915, ISDV mulai aktif dalam penerbitan surat kabar berbahasa Belanda, "''Het Vrije Woord''" (Kata yang [[Merdeka]]). Editornya adalah [[Adolf Baars]]. Pada saat pembentukannya, ISDV tidak menuntut kemerdekaan untuk Indonesia. Pada saat itu, ISDV mempunyai sekitar 100 orang anggota, dan dari semuanya itu hanya tiga orang yang merupakan warga [[pribumi Indonesia]]. Namun, partai ini dengan cepat berkembang menjadi radikal dan [[Antikapitalisme|anti kapitalis.]] Perubahan terjadi kembali,ketika Sneevliet memindahkan markas mereka dari [[Surabaya]] ke [[Semarang]] dan menarik banyak penduduk asli dari berbagai elemen seperti agamawan, nasionalis dan aktivis gerakan lainnya yang akhir-akhir ini sedang tumbuh di Hindia Belanda sejak tahun 1900. Di bawah pimpinan Sneevliet, partai ini merasa tidak puas dengan kepemimpinan SDAP di Belanda, dan yang menjauhkan diri dari ISDV dan menolak untuk bekerja sama dengan pemerintah karena menolak "berpura-pura" menjadi Dewan Masyarakat ([[Volksraad]] ([[Hindia Belanda]]). Pada tahun 1917 kelompok [[Reformisme|reformis]] dari ISDV memisahkan diri, dan membentuk partai sendiri dengan nama Partai Demokrat Sosial Hindia. Pada tahun 1917 ISDV meluncurkan sendiri publikasi pertama berbahasa Indonesia, ''[[Soeara Merdeka]]''. |
||
Di bawah kepemimpinan Sneevliet, ISDV yakin bahwa [[Revolusi Oktober]] seperti yang terjadi di [[Rusia]] harus diikuti Indonesia. Kelompok ini berhasil mendapatkan pengikut di antara tentara-tentara dan pelaut Belanda yang ditempatkan di Hindia Belanda. Dibentuklah 'Pengawal Merah' dan dalam waktu tiga bulan jumlah mereka telah mencapai 3.000 orang. Pada akhir 1917, para tentara dan pelaut itu memberontak di Surabaya di sebuah pangkalan angkatan laut utama di Indonesia saat itu, dan membentuk sebuah [[dewan soviet]]. Para penguasa kolonial menindas dewan-dewan soviet di Surabaya dan ISDV. Para pemimpin ISDV dikirim kembali ke Belanda, termasuk Sneevliet. Para pemimpin pemberontakan dari kalangan militer Belanda dijatuhi hukuman penjara hingga 40 tahun.<ref>{{cite journal|last=Nuri|first=Wasul|date=2008|title=Perseteruan Partai Masyumi dengan Partai Komunis Indonesia 1945-1960|publisher=Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta|url=http://digilib.uin-suka.ac.id/2312/|}}</ref> |
Di bawah kepemimpinan Sneevliet, ISDV yakin bahwa [[Revolusi Oktober]] seperti yang terjadi di [[Rusia]] harus diikuti Indonesia. Kelompok ini berhasil mendapatkan pengikut di antara tentara-tentara dan pelaut Belanda yang ditempatkan di Hindia Belanda. Dibentuklah 'Pengawal Merah' dan dalam waktu tiga bulan jumlah mereka telah mencapai 3.000 orang. Pada akhir 1917, para tentara dan pelaut itu memberontak di Surabaya di sebuah pangkalan angkatan laut utama di Indonesia saat itu, dan membentuk sebuah [[dewan soviet]]. Para penguasa kolonial menindas dewan-dewan soviet di Surabaya dan ISDV. Para pemimpin ISDV dikirim kembali ke Belanda, termasuk Sneevliet. Para pemimpin pemberontakan dari kalangan militer Belanda dijatuhi hukuman penjara hingga 40 tahun.<ref>{{cite journal|last=Nuri|first=Wasul|date=2008|title=Perseteruan Partai Masyumi dengan Partai Komunis Indonesia 1945-1960|publisher=Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta|url=http://digilib.uin-suka.ac.id/2312/|7=|access-date=2024-06-26|archive-date=2021-06-03|archive-url=https://web.archive.org/web/20210603080946/https://digilib.uin-suka.ac.id/2312/|dead-url=no}}</ref> |
||
Sementara itu, ISDV membentuk blok dengan organisasi anti-kolonialis [[Sarekat Islam]]. Banyak anggota SI seperti dari Surabaya, [[Semaun]] dan Darsono dari Solo tertarik dengan ide-ide Sneevliet. Sebagai hasil dari strategi Sneevliet akan "blok dalam", banyak anggota SI dibujuk untuk mendirikan revolusioneris yang lebih dalam Marxis-didominasi Sarekat Rakjat.<ref name="SINAGA_2">Sinaga (1960) p2</ref> |
Sementara itu, ISDV membentuk blok dengan organisasi anti-kolonialis [[Sarekat Islam]]. Banyak anggota SI seperti dari Surabaya, [[Semaun]] dan [[Darsono (politikus)|Darsono]] dari [[Solo]] tertarik dengan ide-ide Sneevliet. Sebagai hasil dari strategi Sneevliet akan "blok dalam", banyak anggota SI dibujuk untuk mendirikan revolusioneris yang lebih dalam Marxis-didominasi Sarekat Rakjat.<ref name="SINAGA_2">Sinaga (1960) p2</ref> |
||
ISDV terus bekerja secara klandestin. Meluncurkan publikasi lain, ''Soeara Rakyat''. Setelah kepergian paksa beberapa kader Belanda, dalam kombinasi dengan pekerjaan di dalam Sarekat Islam, keanggotaan telah berpindah dari mayoritas Belanda ke mayoritas Indonesia. Pada tahun 1919 hanya memiliki 25 anggota Belanda, dari total anggota yang kurang dari 400.{{Citation needed|date=November 2007}} |
ISDV terus bekerja secara [[klandestin]]. Meluncurkan publikasi lain, ''Soeara Rakyat''. Setelah kepergian paksa beberapa kader Belanda, dalam kombinasi dengan pekerjaan di dalam [[Sarekat Islam]], keanggotaan telah berpindah dari mayoritas Belanda ke mayoritas Indonesia. Pada tahun 1919 hanya memiliki 25 anggota Belanda, dari total anggota yang kurang dari 400.{{Citation needed|date=November 2007}} |
||
== Pembentukan dan pertumbuhan == |
== Pembentukan dan pertumbuhan == |
||
Baris 47: | Baris 49: | ||
Pada periode menjelang kongres keenam Sarekat Islam pada tahun 1921, anggota menyadari strategi Sneevliet dan mengambil langkah untuk menghentikannya. [[Agus Salim]], sekretaris organisasi, memperkenalkan sebuah gerakan untuk melarang anggota SI memegang keanggotaan dan gelar ganda dari pihak lain di kancah [[perjuangan pergerakan indonesia]]. Keputusan tersebut tentu saja membuat para anggota komunis kecewa dan keluar dari partai, seperti oposisi dari [[Tan Malaka]] dan [[Semaun]] yang juga keluar dari gerakan karena kecewa untuk kemudian mengubah taktik dalam [[perjuangan pergerakan indonesia]]. Pada saat yang sama, pemerintah kolonial Belanda menyerukan tentang pembatasan kegiatan politik, dan Sarekat Islam memutuskan untuk lebih fokus pada urusan agama, meninggalkan komunis sebagai satu-satunya organisasi nasionalis yang aktif.<ref name="SINAGA_7">Sinaga (1960) p7</ref> |
Pada periode menjelang kongres keenam Sarekat Islam pada tahun 1921, anggota menyadari strategi Sneevliet dan mengambil langkah untuk menghentikannya. [[Agus Salim]], sekretaris organisasi, memperkenalkan sebuah gerakan untuk melarang anggota SI memegang keanggotaan dan gelar ganda dari pihak lain di kancah [[perjuangan pergerakan indonesia]]. Keputusan tersebut tentu saja membuat para anggota komunis kecewa dan keluar dari partai, seperti oposisi dari [[Tan Malaka]] dan [[Semaun]] yang juga keluar dari gerakan karena kecewa untuk kemudian mengubah taktik dalam [[perjuangan pergerakan indonesia]]. Pada saat yang sama, pemerintah kolonial Belanda menyerukan tentang pembatasan kegiatan politik, dan Sarekat Islam memutuskan untuk lebih fokus pada urusan agama, meninggalkan komunis sebagai satu-satunya organisasi nasionalis yang aktif.<ref name="SINAGA_7">Sinaga (1960) p7</ref> |
||
Bersama Semaun yang berada jauh di Moskow untuk menghadiri ''Far Eastern Labor Conference'' pada awal 1922, Tan Malaka mencoba untuk mengubah pemogokan terhadap pekerja pegadaian pemerintah menjadi pemogokan nasional untuk mencakup semua serikat buruh Indonesia. Hal ini ternyata gagal, Tan Malaka ditangkap dan diberi pilihan antara pengasingan internal atau eksternal. Dia memilih yang terakhir dan berangkat ke Rusia.<ref name="SINAGA_7"/> |
Bersama Semaun yang berada jauh di Moskow untuk menghadiri ''Far Eastern Labor Conference'' pada awal 1922, [[Tan Malaka]] mencoba untuk mengubah pemogokan terhadap pekerja pegadaian pemerintah menjadi pemogokan nasional untuk mencakup semua serikat buruh Indonesia. Hal ini ternyata gagal, Tan Malaka ditangkap dan diberi pilihan antara pengasingan internal atau eksternal. Dia memilih yang terakhir dan berangkat ke Rusia.<ref name="SINAGA_7"/> |
||
Pada Mei 1922, Semaun kembali setelah tujuh bulan di Rusia dan mulai mengatur semua serikat buruh dalam satu organisasi. Pada tanggal 22 September, Serikat Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (''Persatuan Vakbonded Hindia'') dibentuk.<ref name="SINAGA_9">Sinaga (1960) p9</ref> |
Pada Mei 1922, Semaun kembali setelah tujuh bulan di Rusia dan mulai mengatur semua serikat buruh dalam satu organisasi. Pada tanggal 22 September, Serikat Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (''Persatuan Vakbonded Hindia'') dibentuk.<ref name="SINAGA_9">Sinaga (1960) p9</ref> |
||
Baris 57: | Baris 59: | ||
== Pemberontakan 1926 == |
== Pemberontakan 1926 == |
||
[[Berkas:PKI-1925-Commisariate Batavia.jpg|jmpl|250px|Pertemuan PKI di [[Batavia]] (sekarang Jakarta), 1925]] |
[[Berkas:PKI-1925-Commisariate Batavia.jpg|jmpl|250px|Pertemuan PKI di [[Batavia]] (sekarang Jakarta), 1925]] |
||
Pada Mei 1925, Komite Exec dari Komintern dalam rapat pleno memerintahkan komunis di Indonesia untuk membentuk sebuah front anti-imperialis bersatu dengan organisasi nasionalis non-komunis, tetapi unsur-unsur ekstremis didominasi oleh Alimin & [[Musso]] menyerukan revolusi untuk menggulingkan pemerintahan kolonial Belanda.<ref name="SINAGA_10">Sinaga (1960) p10</ref> Dalam sebuah konferensi di [[Prambanan]], [[Jawa Tengah]], serikat buruh perdagangan yang dikontrol komunis memutuskan revolusi akan dimulai dengan pemogokan oleh para pekerja buruh kereta api yang akan menjadi sinyal pemogokan yang lebih umum dan luas untuk kemudian revolusi akan bisa dimulai. Hal ini akan mengarah pada PKI yang akan menggantikan pemerintah kolonial.<ref name="SINAGA_10"/> |
Pada Mei 1925, Komite Exec dari Komintern dalam rapat pleno memerintahkan komunis di Indonesia untuk membentuk sebuah front [[Anti-imperialisme|anti-imperialis]] bersatu dengan organisasi nasionalis non-komunis, tetapi unsur-unsur ekstremis didominasi oleh [[Alimin]] & [[Musso]] menyerukan revolusi untuk menggulingkan pemerintahan kolonial Belanda.<ref name="SINAGA_10">Sinaga (1960) p10</ref> Dalam sebuah konferensi di [[Prambanan]], [[Jawa Tengah]], serikat buruh perdagangan yang dikontrol komunis memutuskan revolusi akan dimulai dengan pemogokan oleh para pekerja buruh kereta api yang akan menjadi sinyal pemogokan yang lebih umum dan luas untuk kemudian revolusi akan bisa dimulai. Hal ini akan mengarah pada PKI yang akan menggantikan pemerintah kolonial.<ref name="SINAGA_10"/> |
||
Pada November [[1926]] PKI memimpin pemberontakan melawan pemerintahan kolonial di [[Jawa Barat]] dan [[ |
Pada November [[1926]] PKI memimpin pemberontakan melawan pemerintahan kolonial di [[Jawa Barat]] dan [[Sumatera Barat]]. PKI mengumumkan terbentuknya sebuah [[republik]]. Bersama Alimin, Musso yang merupakan salah satu pemimpin PKI di era tersebut sedang tidak berada di Indonesia. Ia sedang melakukan pembicaraan dengan [[Tan Malaka]] yang tidak setuju dengan langkah pemberontakan tersebut. Pemberontakan ini akhirnya dihancurkan dengan brutal oleh penguasa kolonial. Ribuan orang dibunuh dan sekitar 13.000 orang ditahan, 4.500 dipenjara, sejumlah 1.308 yang umumnya kader-kader partai diasingkan, dan 823 dikirim ke [[Boven Digul]], sebuah kamp tahanan di [[Papua]] <ref>[https://web.archive.org/web/20200225205344/http://www.independent-bangladesh.com/news/may/20/20052005ed.htm], Independent-Bangladesh.com, diakses [[28 April]] [[2008]]</ref>. Beberapa orang meninggal di dalam tahanan. Banyak aktivis politik non-komunis yang juga menjadi sasaran pemerintahan kolonial, dengan alasan menindas pemberontakan kaum komunis. Pada [[1927]] PKI dinyatakan terlarang oleh pemerintahan Belanda. Karena itu, PKI kemudian bergerak di bawah tanah. |
||
Rencana pemberontakan itu sendiri sudah dirancang sejak lama. Yakni di dalam perundingan rahasia aktivis PKI di Prambanan. Rencana itu ditolak tegas oleh [[Tan Malaka]], salah satu tokoh utama PKI yang mempunyai banyak massa terutama di Sumatra. Tan Malaka memprediksi bahwa pemberontakan akan gagal, karena menurutnya basis kaum proletar Indonesia adalah rakyat petani bukan buruh seperti di Uni Soviet. Penolakan tersebut membuat [[Tan Malaka]] di cap sebagai pengikut [[Leon Trotsky]] yang juga sebagai tokoh sentral perjuangan [[Revolusi Rusia]]. Walau begitu, beberapa aksi PKI justru terjadi setelah pemberontakan di [[Jawa]] terjadi. Semisal [[Pemberontakan Silungkang]] di [[Sumatra]]. |
Rencana pemberontakan itu sendiri sudah dirancang sejak lama. Yakni di dalam perundingan rahasia aktivis PKI di Prambanan. Rencana itu ditolak tegas oleh [[Tan Malaka]], salah satu tokoh utama PKI yang mempunyai banyak massa terutama di Sumatra. Tan Malaka memprediksi bahwa pemberontakan akan gagal, karena menurutnya basis kaum proletar Indonesia adalah rakyat petani bukan buruh seperti di Uni Soviet. Penolakan tersebut membuat [[Tan Malaka]] di cap sebagai pengikut [[Leon Trotsky]] yang juga sebagai tokoh sentral perjuangan [[Revolusi Rusia]]. Walau begitu, beberapa aksi PKI justru terjadi setelah pemberontakan di [[Jawa]] terjadi. Semisal [[Pemberontakan Silungkang]] di [[Sumatra]]. |
||
Pada masa awal pelarangan ini, PKI berusaha untuk tidak menonjolkan diri, terutama karena banyak dari pemimpinnya yang dipenjarakan. Pada [[1935]] pemimpin PKI Musso kembali dari pengasingan di [[Moskwa]], [[Uni Soviet]], untuk menata kembali PKI dalam gerakannya di bawah tanah. Namun Musso hanya tinggal sebentar di Indonesia. Kemudian PKI bergerak di berbagai front, seperti misalnya [[Gerindo]] dan serikat-serikat buruh. Di Belanda, PKI mulai bergerak di antara mahasiswa-mahasiswa Indonesia di kalangan organisasi nasionalis, [[Perhimpoenan Indonesia]], yang tak lama kemudian berpihak pada PKI <ref>[http://www.marxists.org/indonesia/indones/pkihist.htm], Marxists.org, diakses [[28 April]] [[2008]]</ref>. |
Pada masa awal pelarangan ini, PKI berusaha untuk tidak menonjolkan diri, terutama karena banyak dari pemimpinnya yang dipenjarakan. Pada [[1935]] pemimpin PKI Musso kembali dari pengasingan di [[Moskwa]], [[Uni Soviet]], untuk menata kembali PKI dalam gerakannya di bawah tanah. Namun Musso hanya tinggal sebentar di Indonesia. Kemudian PKI bergerak di berbagai front, seperti misalnya [[Gerindo]] dan serikat-serikat buruh. Di Belanda, PKI mulai bergerak di antara mahasiswa-mahasiswa Indonesia di kalangan organisasi nasionalis, [[Perhimpoenan Indonesia]], yang tak lama kemudian berpihak pada PKI <ref>[https://web.archive.org/web/20100522023700/http://www.marxists.org/indonesia/indones/pkihist.htm], Marxists.org, diakses [[28 April]] [[2008]]</ref>. |
||
== Kebangkitan |
== Kebangkitan pascaperang == |
||
PKI muncul kembali di panggung politik setelah [[Jepang]] menyerah pada tahun 1945, dan secara aktif mengambil bagian dalam perjuangan kemerdekaan dari Belanda. Banyak unit bersenjata berada di bawah kontrol atau pengaruh PKI. Meskipun milisi PKI memainkan peran penting dalam memerangi Belanda, Presiden Soekarno khawatir bahwa semakin kuatnya pengaruh PKI akhirnya akan mengancam posisinya. Selain itu, pertumbuhan PKI bermasalah sektor sayap kanan lebih dari pemerintahan Indonesia serta beberapa kekuatan asing, khususnya semangat penuh anti-komunis dari [[Amerika Serikat]]. Dengan demikian hubungan antara PKI dan kekuatan lain yang juga berjuang untuk kemerdekaan pada umumnya berjalan sengit. |
PKI muncul kembali di panggung politik setelah [[Jepang]] menyerah pada tahun 1945, dan secara aktif mengambil bagian dalam perjuangan kemerdekaan dari Belanda. Banyak unit bersenjata berada di bawah kontrol atau pengaruh PKI. Meskipun milisi PKI memainkan peran penting dalam memerangi Belanda, Presiden Soekarno khawatir bahwa semakin kuatnya pengaruh PKI akhirnya akan mengancam posisinya. Selain itu, pertumbuhan PKI bermasalah sektor sayap kanan lebih dari pemerintahan Indonesia serta beberapa kekuatan asing, khususnya semangat penuh anti-komunis dari [[Amerika Serikat]]. Dengan demikian hubungan antara PKI dan kekuatan lain yang juga berjuang untuk kemerdekaan pada umumnya berjalan sengit. |
||
Baris 93: | Baris 95: | ||
Sebelum pemilihan 1955, PKI disukai [[Sukarno]] untuk rencana 'demokrasi terpimpin' dan merupakan pendukung aktif Sukarno.<ref>''Indonesians Go to the Polls: The Parties and their Stand on Constitutional Issues'' by Harold F. Gosnell. In ''Midwest Journal of Political Science'' May, 1958. p. 189</ref> Pada [[Pemilu 1955]], PKI menempati tempat ke empat dengan 16% dari keseluruhan suara. Partai ini memperoleh 39 kursi (dari 257 kursi yang diperebutkan) dan 80 dari 514 kursi di [[Konstituante]]. |
Sebelum pemilihan 1955, PKI disukai [[Sukarno]] untuk rencana 'demokrasi terpimpin' dan merupakan pendukung aktif Sukarno.<ref>''Indonesians Go to the Polls: The Parties and their Stand on Constitutional Issues'' by Harold F. Gosnell. In ''Midwest Journal of Political Science'' May, 1958. p. 189</ref> Pada [[Pemilu 1955]], PKI menempati tempat ke empat dengan 16% dari keseluruhan suara. Partai ini memperoleh 39 kursi (dari 257 kursi yang diperebutkan) dan 80 dari 514 kursi di [[Konstituante]]. |
||
Pada Juli 1957, kantor PKI di [[Jakarta]] diserang dengan [[granat]]. Pada bulan yang sama PKI memperoleh banyak kemajuan dalam pemilihan-pemilihan di beberapa kota. Pada September 1957, [[Masjumi]] yang merasa tersaingi oleh PKI secara terbuka menuntut supaya PKI dilarang <ref>[http://www.gimonca.com/sejarah/sejarah09.shtml 'The Sukarno years: 1950 to 1965'], Gimonca.com, diakses [[28 April]] [[2008]]</ref>. |
Pada Juli 1957, kantor PKI di [[Jakarta]] diserang dengan [[granat]]. Pada bulan yang sama PKI memperoleh banyak kemajuan dalam pemilihan-pemilihan di beberapa kota. Pada September 1957, [[Masjumi]] yang merasa tersaingi oleh PKI secara terbuka menuntut supaya PKI dilarang <ref>[https://web.archive.org/web/20120721205414/http://www.gimonca.com/sejarah/sejarah09.shtml 'The Sukarno years: 1950 to 1965'], Gimonca.com, diakses [[28 April]] [[2008]]</ref>. |
||
Pada 3 Desember 1957, serikat-serikat buruh yang pada umumnya berada di bawah pengaruh PKI, mulai menguasai perusahaan-perusahaan milik Belanda. Penguasaan ini merintis nasionalisasi atas perusahaan-perusahaan yang dimiliki oleh asing. Perjuangan melawan para [[kapitalis]] asing memberikan PKI kesempatan untuk menampilkan diri sebagai sebuah partai nasional. |
Pada 3 Desember 1957, serikat-serikat buruh yang pada umumnya berada di bawah pengaruh PKI, mulai menguasai perusahaan-perusahaan milik Belanda. Penguasaan ini merintis nasionalisasi atas perusahaan-perusahaan yang dimiliki oleh asing. Perjuangan melawan para [[kapitalis]] asing memberikan PKI kesempatan untuk menampilkan diri sebagai sebuah partai nasional. |
||
Baris 125: | Baris 127: | ||
[[Berkas:Suharto at funeral.jpg|jmpl|kiri|250px|Soeharto menghadiri pemakaman jenderal-jenderal yang dibunuh pada tanggal 5 Oktober 1965. (Gambar oleh Departemen Penerangan Indonesia)]] |
[[Berkas:Suharto at funeral.jpg|jmpl|kiri|250px|Soeharto menghadiri pemakaman jenderal-jenderal yang dibunuh pada tanggal 5 Oktober 1965. (Gambar oleh Departemen Penerangan Indonesia)]] |
||
Pada malam 30 September dan 1 Oktober 1965, enam jenderal senior Indonesia dibunuh dan mayat mereka dibuang ke dalam sumur. Pembunuh para jenderal mengumumkan keesokan harinya bahwa Dewan Revolusi baru telah merebut kekuasaan, yang menyebut diri mereka "[[Gerakan 30 September]] ("G30S"). Dengan banyaknya jenderal tentara senior yang mati atau hilang, Jenderal [[Suharto]] mengambil alih kepemimpinan tentara dan menyatakan kudeta yang gagal pada 2 Oktober. Tentara dengan cepat menyalahkan upaya kudeta PKI dan menghasut dengan kampanye [[propaganda]] anti-Komunis di seluruh Indonesia. |
Pada malam 30 September dan 1 Oktober 1965, enam jenderal senior Indonesia dibunuh dan mayat mereka dibuang ke dalam sumur. Pembunuh para jenderal mengumumkan keesokan harinya bahwa Dewan Revolusi baru telah merebut kekuasaan, yang menyebut diri mereka "[[Gerakan 30 September]] ("G30S"). Dengan banyaknya jenderal tentara senior yang mati atau hilang, Jenderal [[Suharto]] mengambil alih kepemimpinan tentara dan menyatakan kudeta yang gagal pada 2 Oktober. Tentara dengan cepat menyalahkan upaya kudeta PKI dan menghasut dengan kampanye [[propaganda]] anti-Komunis di seluruh Indonesia. Dalam pembersihan anti-komunis melalui kekerasan berikutnya, diperkirakan 500.000 komunis (atau dicurigai) dibunuh, dan PKI secara efektif dihilangkan (lihat [[Pembantaian di Indonesia 1965–1966]]).{{Citation needed|date=June 2020}} Jenderal Suharto kemudian mengalahkan Sukarno secara politik dan diangkat menjadi presiden pada tahun 1968, karena mengkonsolidasikan pengaruhnya atas militer dan pemerintah. |
||
Pada tanggal 2 Oktober basis di Halim berhasil ditangkap oleh pihak tentara. [[Harian Rakyat]] mengambil isu pada sebuah artikel yang berisi untuk mendukung kudeta G30S, tetapi spekulasi kemudian bangkit mengenai apakah itu benar-benar mewakili pendapat dari PKI.{{Who|date=December 2007}} Sebaliknya pernyataan resmi PKI pada saat itu adalah bahwa upaya G30S merupakan urusan internal di dalam angkatan bersenjata mereka. Pada tanggal 6 Oktober kabinet Sukarno mengadakan pertemuan pertama sejak 30 September. Menteri PKI hadir. Sebuah resolusi mengecam G30S disahkan. Njoto ditangkap langsung setelah pertemuan itu. |
Pada tanggal 2 Oktober basis di Halim berhasil ditangkap oleh pihak tentara. [[Harian Rakyat]] mengambil isu pada sebuah artikel yang berisi untuk mendukung kudeta G30S, tetapi spekulasi kemudian bangkit mengenai apakah itu benar-benar mewakili pendapat dari PKI.{{Who|date=December 2007}} Sebaliknya pernyataan resmi PKI pada saat itu adalah bahwa upaya G30S merupakan urusan internal di dalam angkatan bersenjata mereka. Pada tanggal 6 Oktober kabinet Sukarno mengadakan pertemuan pertama sejak 30 September. Menteri PKI hadir. Sebuah resolusi mengecam G30S disahkan. Njoto ditangkap langsung setelah pertemuan itu. |
||
Baris 133: | Baris 135: | ||
Manifestasi besar diadakan di Jakarta dua hari kemudian, menuntut pelarangan PKI. Kantor utama milik PKI dibakar. Pada tanggal 13 Oktober organisasi Islam Ansor mengadakan aksi unjuk rasa anti-PKI di seluruh [[Jawa]]. Pada tanggal 18 Oktober sekitar seratus PKI dibunuh oleh pihak Ansor. Pemusnahan secara sistematis untuk partai telah dimulai. |
Manifestasi besar diadakan di Jakarta dua hari kemudian, menuntut pelarangan PKI. Kantor utama milik PKI dibakar. Pada tanggal 13 Oktober organisasi Islam Ansor mengadakan aksi unjuk rasa anti-PKI di seluruh [[Jawa]]. Pada tanggal 18 Oktober sekitar seratus PKI dibunuh oleh pihak Ansor. Pemusnahan secara sistematis untuk partai telah dimulai. |
||
Antara 300.000 sampai satu juta orang Indonesia dibunuh dalam pembunuhan massal yang digelar.<ref>Robert Cribb, ed., ''The Indonesian killings of 1965-1966: studies from Java and Bali'' (Clayton, Vic.: Monash University Centre of Southeast Asian Studies, Monash Papers on Southeast Asia no 21, 1990).</ref> [http://users.erols.com/mwhite28/warstat3.htm#Indonesia] Para korban termasuk juga non-komunis yang dibunuh karena kesalahan identitas atau "kesalahan oleh asosiasi". Namun, kurangnya informasi menjadi tidak mungkin untuk menentukan angka pasti dari jumlah korban yang dibunuh. Banyak para peneliti hari ini menjelaskan korban yang dibunuh antara 200.000 sampai 500.000 orang.<ref>{{cite book|last |
Antara 300.000 sampai satu juta orang Indonesia dibunuh dalam pembunuhan massal yang digelar.<ref>Robert Cribb, ed., ''The Indonesian killings of 1965-1966: studies from Java and Bali'' (Clayton, Vic.: Monash University Centre of Southeast Asian Studies, Monash Papers on Southeast Asia no 21, 1990).</ref> [http://users.erols.com/mwhite28/warstat3.htm#Indonesia] Para korban termasuk juga non-komunis yang dibunuh karena kesalahan identitas atau "kesalahan oleh asosiasi". Namun, kurangnya informasi menjadi tidak mungkin untuk menentukan angka pasti dari jumlah korban yang dibunuh. Banyak para peneliti hari ini menjelaskan korban yang dibunuh antara 200.000 sampai 500.000 orang.<ref>{{cite book|last=Totten|first=Samuel|year=2004|title=Century of Genocide|location=New York|publisher=Routledge|page=239|id=|authorlink=|coauthors=}}; Robert Cribb, "How many deaths? Problems in the statistics of massacre in Indonesia (1965-1966) and East Timor (1975-1980)" Violence in Indonesia. Ed. Ingrid Wessel and Georgia Wimhöfer. Hamburg: Abera, 2001. 82-98. [https://web.archive.org/web/20110605025450/http://works.bepress.com/robert_cribb/2/]</ref> Sebuah studi dari [[CIA]] tentang peristiwa di Indonesia ini menilai bahwa "''Dalam hal jumlah korban pembantaian oleh anti-PKI, Indonesia masuk dalam salah satu peringkat pembunuhan massal terburuk pada abad ke-20 ...''".<ref name="pki1965">Kahin, George McT. and Kahin, Audrey R. Subversion as Foreign Policy: The Secret Eisenhower and Dulles Debacle in Indonesia. New York: The New Press, 1995.</ref> |
||
<!-- [[Berkas:Pembantaian PKI.gif|250px|right|thumb|Ketika dua pria sedang menanti kematiannya, seroang tentara di belakang mereka menusukkan bayonetnya ke mayat-mayat di bawah kakinya.]] --> |
<!-- [[Berkas:Pembantaian PKI.gif|250px|right|thumb|Ketika dua pria sedang menanti kematiannya, seroang tentara di belakang mereka menusukkan bayonetnya ke mayat-mayat di bawah kakinya.]] --> |
||
''[[Time]]'' menyajikan berita berikut pada tanggal 17 Desember 1966: <blockquote> |
''[[Time]]'' menyajikan berita berikut pada tanggal 17 Desember 1966: <blockquote> |
||
Komunis, simpatisan merah dan keluarga mereka dibantai yang mencapai ribuan. Unit tentara dilaporkan telah mengeksekusi ribuan komunis setelah diinterogasi di penjara-penjara terpencil. Berbekal pisau berbilah lebar yang disebut parang, kelompok Muslim merayap di malam hari ke rumah-rumah komunis, membunuh seluruh keluarga dan mengubur mayat mereka di kuburan dangkal. |
Komunis, simpatisan merah dan keluarga mereka dibantai yang mencapai ribuan. Unit tentara dilaporkan telah mengeksekusi ribuan komunis setelah diinterogasi di penjara-penjara terpencil. Berbekal pisau berbilah lebar yang disebut parang, kelompok Muslim merayap di malam hari ke rumah-rumah komunis, membunuh seluruh keluarga dan mengubur mayat mereka di kuburan dangkal. |
||
Kampanye pembunuhan ini sangatlah kejam di beberapa daerah pedesaan di Jawa Timur, para milisi Islam menancapkan kepala korban pada tiang dan mereka mengarak melalui desa-desa. Pembunuhan telah ada pada skala tinggi sehingga pembuangan mayat menciptakan masalah sanitasi yang serius di [[Jawa Timur]] dan [[ |
Kampanye pembunuhan ini sangatlah kejam di beberapa daerah pedesaan di Jawa Timur, para milisi Islam menancapkan kepala korban pada tiang dan mereka mengarak melalui desa-desa. Pembunuhan telah ada pada skala tinggi sehingga pembuangan mayat menciptakan masalah sanitasi yang serius di [[Jawa Timur]] dan [[Sumatera Utara]] di mana udara lembab penuh bau busuk daging. Pengunjung dari daerah tersebut mengatakan sungai kecil dan besar yang telah benar-benar tersumbat dengan mayat tubuh. |
||
</blockquote> |
</blockquote> |
||
Baris 165: | Baris 167: | ||
== Wacana permintaan maaf == |
== Wacana permintaan maaf == |
||
Presiden [[Joko Widodo]] berencana akan meminta maaf kepada keluarga korban PKI yang telah menjadi korban pelanggaran Hak Asasi Manusia di masa pembangunan [[Orde Baru]],<ref>{{Cite news|title=Permohonan Maaf Jokowi ke PKI Masih Terus Digodok|url=http://news.okezone.com/read/2015/08/18/337/1198281/permohonan-maaf-jokowi-ke-pki-masih-terus-digodok|publisher=[[detik.com]]|accessdate=30 September 2015|last=Wibisono|first=Gunawan|work=[[Okezone.com]]}}</ref> namun kabar itu dibantah langsung oleh presiden.<ref>{{Cite news|title=G30S 1965, Jokowi Bicara Permintaan Maaf ke Keluarga PKI|url=http://nasional.tempo.co/read/news/2015/10/01/078705432/g30s-1965-jokowi-bicara-permintaan-maaf-ke-keluarga-pki|publisher=[[tempo]]|accessdate=30 September 2015|editor-last=Paraqbueq|editor-first=Rusman|work=[[Tempo.co]]}}</ref><ref>{{Cite news|title=Istana Resah Presiden Jokowi Diisukan Minta Maaf ke PKI|url=http://aceh.tribunnews.com/2015/09/30/istana-resah-presiden-jokowi-diisukan-minta-maaf-ke-pki|publisher=[[tribunnews]]|accessdate=30 September 2015|last=Yusmadi|work=[[Tribunnews|Tribunnews.com]]}}</ref> Menurut Menkopolhukam [[Luhut Panjaitan]] upaya-upaya untuk rekonsiliasi pelanggaran HAM masa lampau diakui sedang dilakukan dan terus mencari format yang tepat.<ref>{{Cite news|title=Luhut: Tak Ada Permintaan Maaf Soal PKI, Tapi Pemerintah Akan Rekonsiliasi|url=http://news.detik.com/berita/3031834/luhut-tak-ada-permintaan-maaf-soal-pki-tapi-pemerintah-akan-rekonsiliasi|publisher=[[news.detik]]|accessdate=30 September 2015|first=Bagus Prihantoro|last=Nugroho|work=[[Detik.com|detikcom]]}}</ref> Sedangkan Jaksa Agung [[Muhammad Prasetyo]] yang tengah mengupayakan langkah non yudisial atau rekonsiliasi yang berujung pada ungkapan penyesalan negara terhadap peristiwa itu dengan tetap menolak permintaan maaf oleh Presiden.<ref>{{Cite news|title=Jaksa Agung: Bukan Minta Maaf ke PKI, Tapi Penyesalan atas Peristiwa Itu|url=http://news.detik.com/berita/3034580/jaksa-agung-bukan-minta-maaf-ke-pki-tapi-penyesalan-atas-peristiwa-itu|publisher=[[news.detik]]|accessdate=30 September 2015|first=Dhani|last=Irawan|work=[[Detik.com|detikcom]]}}</ref> |
Presiden [[Joko Widodo]] berencana akan meminta maaf kepada keluarga korban PKI yang telah menjadi korban pelanggaran Hak Asasi Manusia di masa pembangunan [[Orde Baru]],<ref>{{Cite news|title=Permohonan Maaf Jokowi ke PKI Masih Terus Digodok|url=http://news.okezone.com/read/2015/08/18/337/1198281/permohonan-maaf-jokowi-ke-pki-masih-terus-digodok|publisher=[[detik.com]]|accessdate=30 September 2015|last=Wibisono|first=Gunawan|work=[[Okezone.com]]|archive-date=2017-08-31|archive-url=https://web.archive.org/web/20170831040951/https://news.okezone.com/read/2015/08/18/337/1198281/permohonan-maaf-jokowi-ke-pki-masih-terus-digodok|dead-url=no}}</ref> namun kabar itu dibantah langsung oleh presiden.<ref>{{Cite news|title=G30S 1965, Jokowi Bicara Permintaan Maaf ke Keluarga PKI|url=http://nasional.tempo.co/read/news/2015/10/01/078705432/g30s-1965-jokowi-bicara-permintaan-maaf-ke-keluarga-pki|publisher=[[tempo]]|accessdate=30 September 2015|editor-last=Paraqbueq|editor-first=Rusman|work=[[Tempo.co]]|archive-date=2016-12-25|archive-url=https://web.archive.org/web/20161225214406/http://nasional.tempo.co/read/news/2015/10/01/078705432/g30s-1965-jokowi-bicara-permintaan-maaf-ke-keluarga-pki|dead-url=no}}</ref><ref>{{Cite news|title=Istana Resah Presiden Jokowi Diisukan Minta Maaf ke PKI|url=http://aceh.tribunnews.com/2015/09/30/istana-resah-presiden-jokowi-diisukan-minta-maaf-ke-pki|publisher=[[tribunnews]]|accessdate=30 September 2015|last=Yusmadi|work=[[Tribunnews|Tribunnews.com]]|archive-date=2022-09-28|archive-url=https://web.archive.org/web/20220928060917/https://aceh.tribunnews.com/2015/09/30/istana-resah-presiden-jokowi-diisukan-minta-maaf-ke-pki|dead-url=no}}</ref> Menurut Menkopolhukam [[Luhut Panjaitan]] upaya-upaya untuk rekonsiliasi pelanggaran HAM masa lampau diakui sedang dilakukan dan terus mencari format yang tepat.<ref>{{Cite news|title=Luhut: Tak Ada Permintaan Maaf Soal PKI, Tapi Pemerintah Akan Rekonsiliasi|url=http://news.detik.com/berita/3031834/luhut-tak-ada-permintaan-maaf-soal-pki-tapi-pemerintah-akan-rekonsiliasi|publisher=[[news.detik]]|accessdate=30 September 2015|first=Bagus Prihantoro|last=Nugroho|work=[[Detik.com|detikcom]]|archive-date=2020-06-03|archive-url=https://web.archive.org/web/20200603123113/http://news.detik.com/berita/3031834/luhut-tak-ada-permintaan-maaf-soal-pki-tapi-pemerintah-akan-rekonsiliasi|dead-url=no}}</ref> Sedangkan Jaksa Agung [[Muhammad Prasetyo]] yang tengah mengupayakan langkah non yudisial atau rekonsiliasi yang berujung pada ungkapan penyesalan negara terhadap peristiwa itu dengan tetap menolak permintaan maaf oleh Presiden.<ref>{{Cite news|title=Jaksa Agung: Bukan Minta Maaf ke PKI, Tapi Penyesalan atas Peristiwa Itu|url=http://news.detik.com/berita/3034580/jaksa-agung-bukan-minta-maaf-ke-pki-tapi-penyesalan-atas-peristiwa-itu|publisher=[[news.detik]]|accessdate=30 September 2015|first=Dhani|last=Irawan|work=[[Detik.com|detikcom]]|archive-date=2020-06-03|archive-url=https://web.archive.org/web/20200603122737/http://news.detik.com/berita/3034580/jaksa-agung-bukan-minta-maaf-ke-pki-tapi-penyesalan-atas-peristiwa-itu|dead-url=no}}</ref> |
||
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mengharapkan presiden dapat mengambil inisiatif untuk meminta maaf atau menyatakan penyesalan kepada korban pelanggaran HAM pasca 1965 mengingat dampaknya begitu besar berkelanjutan ke anak, saudara dan keturunan terkait. Dengan tidak berdirinya proses peradilan pada peristiwa 1965, tidak semua korban baik yang sudah dibunuh, dibuang ke pulau pengasingan maupun dipenjara terlibat langsung dengan PKI.<ref>{{cite web|title=Komnas HAM: Presiden minta maaf kepada korban, bukan kepada PKI|url=http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/09/150921_indonesia_lapsus_kasus65_komnasham|publisher=[[bbc.com]]|accessdate=30 September 2015}}</ref> |
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mengharapkan presiden dapat mengambil inisiatif untuk meminta maaf atau menyatakan penyesalan kepada korban pelanggaran HAM pasca 1965 mengingat dampaknya begitu besar berkelanjutan ke anak, saudara dan keturunan terkait. Dengan tidak berdirinya proses peradilan pada peristiwa 1965, tidak semua korban baik yang sudah dibunuh, dibuang ke pulau pengasingan maupun dipenjara terlibat langsung dengan PKI.<ref>{{cite web|title=Komnas HAM: Presiden minta maaf kepada korban, bukan kepada PKI|url=http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/09/150921_indonesia_lapsus_kasus65_komnasham|publisher=[[bbc.com]]|accessdate=30 September 2015|archive-date=2023-10-05|archive-url=https://web.archive.org/web/20231005010359/https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/09/150921_indonesia_lapsus_kasus65_komnasham|dead-url=no}}</ref> |
||
<!-- |
<!-- |
||
Ini berkembang bertepatan dengan 50 tahun peristiwa pembunuhan massal 1965 yang diperkirakan lebih dari 500 ribu dibunuh dan setidaknya 750.000 orang disiksa dan dikirim ke kamp konsentrasi. Tidak seperti kasus genosida di Jerman, Rwanda, atau Kamboja, di Indonesia tidak pernah ada pengadilan, komisi kebenaran dan rekonsiliasi, tak ada monumen untuk mengenang korban. [[Tom Udall]], senator Partai Demokrat dari New Mexico, dalam waktu dekat akan mengajukan kembali resolusi Senat yang, jika disetujui: akan mengakui peran Amerika Serikat dalam kekejian di Indonesia, memerintahkan agar semua dokumen yang relevan dibuka untuk publik, dan juga mendesak pemerintah Indonesia untuk mengakui pembantaian massal ini dan membentuk komisi kebenaran.<ref name="Suharto_1">{{cite web|title=Suharto’s Purge, Indonesia’s Silence|url=http://www.nytimes.com/2015/09/30/opinion/suhartos-purge-indonesias-silence.html|publisher=[[nytimes.com]]|accessdate=14 Oktober 2015}}</ref><ref>{{cite web|title=Sutradara "Senyap" minta AS akui terlibat pembantaian PKI 1965|url=http://www.merdeka.com/dunia/sutradara-senyap-minta-as-akui-terlibat-pembantaian-pki-1965.html|publisher=[[merdeka.com]]|accessdate=14 Oktober 2015}}</ref><ref>{{cite web|title=Senator AS Desak RI Rilis Dokumen Pelanggaran HAM 1965-66|url=http://www.voaindonesia.com/content/senator-as-desak-ri-rilis-dokumen-1965-66/2554439.html|publisher=[[voaindonesia.com]]|accessdate=14 Oktober 2015}}</ref><ref>{{cite web|title=US senator wants key information on PKI purge declassified|url=http://www.thejakartapost.com/news/2015/10/03/us-senator-wants-key-information-pki-purge-declassified.html|publisher=[[thejakartapost]]|accessdate=14 Oktober 2015}}</ref> --> |
Ini berkembang bertepatan dengan 50 tahun peristiwa pembunuhan massal 1965 yang diperkirakan lebih dari 500 ribu dibunuh dan setidaknya 750.000 orang disiksa dan dikirim ke kamp konsentrasi. Tidak seperti kasus genosida di Jerman, Rwanda, atau Kamboja, di Indonesia tidak pernah ada pengadilan, komisi kebenaran dan rekonsiliasi, tak ada monumen untuk mengenang korban. [[Tom Udall]], senator Partai Demokrat dari New Mexico, dalam waktu dekat akan mengajukan kembali resolusi Senat yang, jika disetujui: akan mengakui peran Amerika Serikat dalam kekejian di Indonesia, memerintahkan agar semua dokumen yang relevan dibuka untuk publik, dan juga mendesak pemerintah Indonesia untuk mengakui pembantaian massal ini dan membentuk komisi kebenaran.<ref name="Suharto_1">{{cite web|title=Suharto’s Purge, Indonesia’s Silence|url=http://www.nytimes.com/2015/09/30/opinion/suhartos-purge-indonesias-silence.html|publisher=[[nytimes.com]]|accessdate=14 Oktober 2015}}</ref><ref>{{cite web|title=Sutradara "Senyap" minta AS akui terlibat pembantaian PKI 1965|url=http://www.merdeka.com/dunia/sutradara-senyap-minta-as-akui-terlibat-pembantaian-pki-1965.html|publisher=[[merdeka.com]]|accessdate=14 Oktober 2015}}</ref><ref>{{cite web|title=Senator AS Desak RI Rilis Dokumen Pelanggaran HAM 1965-66|url=http://www.voaindonesia.com/content/senator-as-desak-ri-rilis-dokumen-1965-66/2554439.html|publisher=[[voaindonesia.com]]|accessdate=14 Oktober 2015}}</ref><ref>{{cite web|title=US senator wants key information on PKI purge declassified|url=http://www.thejakartapost.com/news/2015/10/03/us-senator-wants-key-information-pki-purge-declassified.html|publisher=[[thejakartapost]]|accessdate=14 Oktober 2015}}</ref> --> |
||
=== Kontra === |
=== Kontra === |
||
Beberapa ormas dan elemen agama menolak wacana permintaan maaf tersebut dan menggelar aksi unjuk rasa.<ref>{{Cite news|title=Ketum PBNU Ingatkan Jokowi Tidak Minta Maaf ke PKI|url=http://news.okezone.com/read/2015/09/01/337/1206449/ketum-pbnu-ingatkan-jokowi-tidak-minta-maaf-ke-pki|publisher=[[news.detik]]|accessdate=30 September 2015|last=Arif|first=Solichan|work=[[Okezone.com]]}}</ref><ref>{{Cite news|title=Banser Jatim Tolak Presiden Jokowi Minta Maaf ke PKI|url=http://surabaya.tribunnews.com/2015/09/30/banser-jatim-tolak-presiden-jokowi-minta-maaf-ke-pki|publisher=[[tribunnews]]|accessdate=30 September 2015|first=Mujib|last=Anwar|work=[[Tribunnews|Tribunnews.com]]}}</ref> Menhan [[Ryamizard Ryacudu]] menolak permintaan maaf terhadap PKI dengan alasan PKI yang melakukan pembunuhan terhadap 7 jenderal.<ref>http://news.okezone.com/read/2015/08/18/337/1198281/permohonan-maaf-jokowi-ke-pki-masih-terus-digodok</ref> Permintaan maaf terhadap PKI juga ditolak oleh KSAD Jenderal [[Gatot Nurmantyo]].<ref>http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/07/12/nrcr1s-isu-pemerintah-minta-maaf-ke-korban-g-30-s-pki-ini-jawaban-gatot-nurmantyo</ref> |
Beberapa ormas dan elemen agama menolak wacana permintaan maaf tersebut dan menggelar aksi unjuk rasa.<ref>{{Cite news|title=Ketum PBNU Ingatkan Jokowi Tidak Minta Maaf ke PKI|url=http://news.okezone.com/read/2015/09/01/337/1206449/ketum-pbnu-ingatkan-jokowi-tidak-minta-maaf-ke-pki|publisher=[[news.detik]]|accessdate=30 September 2015|last=Arif|first=Solichan|work=[[Okezone.com]]|archive-date=2017-08-31|archive-url=https://web.archive.org/web/20170831040353/https://news.okezone.com/read/2015/09/01/337/1206449/ketum-pbnu-ingatkan-jokowi-tidak-minta-maaf-ke-pki|dead-url=no}}</ref><ref>{{Cite news|title=Banser Jatim Tolak Presiden Jokowi Minta Maaf ke PKI|url=http://surabaya.tribunnews.com/2015/09/30/banser-jatim-tolak-presiden-jokowi-minta-maaf-ke-pki|publisher=[[tribunnews]]|accessdate=30 September 2015|first=Mujib|last=Anwar|work=[[Tribunnews|Tribunnews.com]]|archive-date=2022-09-25|archive-url=https://web.archive.org/web/20220925114931/https://surabaya.tribunnews.com/2015/09/30/banser-jatim-tolak-presiden-jokowi-minta-maaf-ke-pki|dead-url=no}}</ref> Menhan [[Ryamizard Ryacudu]] menolak permintaan maaf terhadap PKI dengan alasan PKI yang melakukan pembunuhan terhadap 7 jenderal.<ref>{{Cite web |url=http://news.okezone.com/read/2015/08/18/337/1198281/permohonan-maaf-jokowi-ke-pki-masih-terus-digodok |title=Salinan arsip |access-date=2024-06-26 |archive-date=2017-08-31 |archive-url=https://web.archive.org/web/20170831040951/https://news.okezone.com/read/2015/08/18/337/1198281/permohonan-maaf-jokowi-ke-pki-masih-terus-digodok |dead-url=no }}</ref> Permintaan maaf terhadap PKI juga ditolak oleh KSAD Jenderal [[Gatot Nurmantyo]].<ref>{{Cite web |url=http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/07/12/nrcr1s-isu-pemerintah-minta-maaf-ke-korban-g-30-s-pki-ini-jawaban-gatot-nurmantyo |title=Salinan arsip |access-date=2024-06-26 |archive-date=2022-10-02 |archive-url=https://web.archive.org/web/20221002094842/https://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/07/12/nrcr1s-isu-pemerintah-minta-maaf-ke-korban-g-30-s-pki-ini-jawaban-gatot-nurmantyo |dead-url=no }}</ref> |
||
<!-- [[Nahdlatul Ulama]] menerbitkan buku putih tentang kejahatan yang dilakukan PKI dan kesaksian korban kekerasan PKI.<ref>http://tebuireng.org/mengulas-kembali-kudeta-g30spki/</ref><ref>http://annabelle.aumars.perso.sfr.fr/Salahudin%20Wahid%20tentang%20PKI.htm/</ref> Buku itu mengulas kesaksian bahwa PKI yang memulai pembunuhan terlebih dahulu sebelum tahun 1965 dengan menyerang orang NU di desa desa. PKI tahun 1960-1965 melakukan aksi sepihak dengan menyerang dan mengklaim tanah di Sumatra dan Jawa.<ref>https://books.google.co.id/books?id=hl-5ZE620VIC&pg=PA38&lpg=PA38&dq=pki+aksi+sepihak&source=bl&ots=nTb4jh9abE&sig=Ob9PfsTHcQnv985EOheMVgR_rME&hl=id&sa=X&ved=0CCYQ6AEwATgeahUKEwi8qNXRqrnHAhWLBo4KHaUDAU0#v=onepage&q=pki%20aksi%20sepihak&f=false/</ref>Jumlah korban yang tewas dari pihak PKI diduga berlebihan, karena lebih besar daripada jumlah penduduk waktu itu.<ref>http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,12-id,50825-lang,id-c,buku-t,NU+Menjawab+Tuduhan+PKI-.phpx</ref> Komunis di luar negeri juga menimbulkan jutaan orang tewas seperti peristiwa [[Holodomor]] di [[Ukraina]]. Bahkan riset luar negeri menghitung jumlah korban tewas karena kekejaman komunis di seluruh dunia lebih dari 100 juta orang terutama di [[China]] dan [[Uni Soviet]].<ref> https://www.hawaii.edu/powerkills/COM.ART.HTM/</ref><ref>http://www.scottmanning.com/content/communist-body-count/</ref> 2 tokoh komunis [[Mao Zedong]] dan [[Joseph Stalin]] bahkan menjadi tokoh dunia yang korbannya paling banyak mencapai 100 Juta orang.<ref> http://www.dailymail.co.uk/home/moslive/article-2091670/Hitler-Stalin-The-murderous-regimes-world.html/</ref> |
<!-- [[Nahdlatul Ulama]] menerbitkan buku putih tentang kejahatan yang dilakukan PKI dan kesaksian korban kekerasan PKI.<ref>http://tebuireng.org/mengulas-kembali-kudeta-g30spki/</ref><ref>http://annabelle.aumars.perso.sfr.fr/Salahudin%20Wahid%20tentang%20PKI.htm/</ref> Buku itu mengulas kesaksian bahwa PKI yang memulai pembunuhan terlebih dahulu sebelum tahun 1965 dengan menyerang orang NU di desa desa. PKI tahun 1960-1965 melakukan aksi sepihak dengan menyerang dan mengklaim tanah di Sumatra dan Jawa.<ref>https://books.google.co.id/books?id=hl-5ZE620VIC&pg=PA38&lpg=PA38&dq=pki+aksi+sepihak&source=bl&ots=nTb4jh9abE&sig=Ob9PfsTHcQnv985EOheMVgR_rME&hl=id&sa=X&ved=0CCYQ6AEwATgeahUKEwi8qNXRqrnHAhWLBo4KHaUDAU0#v=onepage&q=pki%20aksi%20sepihak&f=false/</ref>Jumlah korban yang tewas dari pihak PKI diduga berlebihan, karena lebih besar daripada jumlah penduduk waktu itu.<ref>http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,12-id,50825-lang,id-c,buku-t,NU+Menjawab+Tuduhan+PKI-.phpx</ref> Komunis di luar negeri juga menimbulkan jutaan orang tewas seperti peristiwa [[Holodomor]] di [[Ukraina]]. Bahkan riset luar negeri menghitung jumlah korban tewas karena kekejaman komunis di seluruh dunia lebih dari 100 juta orang terutama di [[China]] dan [[Uni Soviet]].<ref> https://www.hawaii.edu/powerkills/COM.ART.HTM/</ref><ref>http://www.scottmanning.com/content/communist-body-count/</ref> 2 tokoh komunis [[Mao Zedong]] dan [[Joseph Stalin]] bahkan menjadi tokoh dunia yang korbannya paling banyak mencapai 100 Juta orang.<ref> http://www.dailymail.co.uk/home/moslive/article-2091670/Hitler-Stalin-The-murderous-regimes-world.html/</ref> |
||
--> |
--> |
||
Penolakan permintaan maaf terhadap PKI juga datang dari budayawan [[Taufiq Ismail]] karena menurutnya PKI telah 3 kali memberontak yaitu tahun 1927, 1948 dan 1965.<ref>http://news.okezone.com/read/2015/08/21/337/1200498/pki-dalam-kacamata-budayawan-taufik-ismail/</ref> |
Penolakan permintaan maaf terhadap PKI juga datang dari budayawan [[Taufiq Ismail]] karena menurutnya PKI telah 3 kali memberontak yaitu tahun 1927, 1948 dan 1965.<ref>{{Cite web |url=http://news.okezone.com/read/2015/08/21/337/1200498/pki-dalam-kacamata-budayawan-taufik-ismail/ |title=Salinan arsip |access-date=2024-06-26 |archive-date=2017-06-30 |archive-url=https://web.archive.org/web/20170630093145/http://news.okezone.com/read/2015/08/21/337/1200498/pki-dalam-kacamata-budayawan-taufik-ismail/ |dead-url=no }}</ref> |
||
<!-- Peristiwa pembantaian PKI di daerah juga dikenang oleh warga [[Blora]] sebagai tragedi Pohrendeng pada tahun 1948 dimana PKI membunuh banyak tokoh pejabat di Blora saat pemberontakan PKI di [[Madiun]]<ref>http://berita.suaramerdeka.com/tragedi-pohrendeng-saksi-bisu-kekejaman-pki-di-blora/</ref> 20 orang korban kekejaman PKI juga pernah berkumpul di Surabaya tahun 2002 menceritakan kekejaman PKI di Madiun (1948), peristiwa Cemedok [[Banyuwangi ]](1965), peristiwa Jengkol [[Kediri]] (1965) serta peristiwa Lingkar Selatan (1968) dimana PKI membunuh banyak orang secara kejam dan membakar masjid.<ref> http://news.liputan6.com/read/42433/korban-kekejaman-pki-di-jatim-menuturkan-pengalaman/</ref> Sumur tua di Soco juga menjadi saksi penyiksaan dan kekejaman PKI dengan ditemukan tak kurang dari 108 jenazah korban kebiadaban PKI. Sebanyak 78 orang diantaranya dapat dikenali, sementara sisanya tidak dikenal. Sumur-sumur tua yang tak terpakai di desa Soco memang dirancang oleh PKI sebagai tempat pembantaian massal sebelum melakukan pemberontakan. Beberapa nama korban yang menjadi korban pembantaian di Desa Soco adalah Bupati [[Magetan]] Sudibjo, Jaksa R Moerti, Muhammad Suhud (ayah mantan Ketua DPR/MPR, Kharis Suhud), Kapten Sumarno dan beberapa pejabat pemerintah serta tokoh masyarakat setempat termasuk KH Soelaiman Zuhdi Affandi, pimpinan Pondok Pesantren ath-Thohirin Mojopurno, Magetan.<ref>http://www.sarkub.com/2012/sumur-tua-saksi-bisu-kekejaman-pki//</ref> PKI juga menyerang dengan kejam santri dan ulama di Kanigoro (1965) dan membunuh secara keji di Bandar Betsi [[ |
<!-- Peristiwa pembantaian PKI di daerah juga dikenang oleh warga [[Blora]] sebagai tragedi Pohrendeng pada tahun 1948 dimana PKI membunuh banyak tokoh pejabat di Blora saat pemberontakan PKI di [[Madiun]]<ref>http://berita.suaramerdeka.com/tragedi-pohrendeng-saksi-bisu-kekejaman-pki-di-blora/</ref> 20 orang korban kekejaman PKI juga pernah berkumpul di Surabaya tahun 2002 menceritakan kekejaman PKI di Madiun (1948), peristiwa Cemedok [[Banyuwangi ]](1965), peristiwa Jengkol [[Kediri]] (1965) serta peristiwa Lingkar Selatan (1968) dimana PKI membunuh banyak orang secara kejam dan membakar masjid.<ref> http://news.liputan6.com/read/42433/korban-kekejaman-pki-di-jatim-menuturkan-pengalaman/</ref> Sumur tua di Soco juga menjadi saksi penyiksaan dan kekejaman PKI dengan ditemukan tak kurang dari 108 jenazah korban kebiadaban PKI. Sebanyak 78 orang diantaranya dapat dikenali, sementara sisanya tidak dikenal. Sumur-sumur tua yang tak terpakai di desa Soco memang dirancang oleh PKI sebagai tempat pembantaian massal sebelum melakukan pemberontakan. Beberapa nama korban yang menjadi korban pembantaian di Desa Soco adalah Bupati [[Magetan]] Sudibjo, Jaksa R Moerti, Muhammad Suhud (ayah mantan Ketua DPR/MPR, Kharis Suhud), Kapten Sumarno dan beberapa pejabat pemerintah serta tokoh masyarakat setempat termasuk KH Soelaiman Zuhdi Affandi, pimpinan Pondok Pesantren ath-Thohirin Mojopurno, Magetan.<ref>http://www.sarkub.com/2012/sumur-tua-saksi-bisu-kekejaman-pki//</ref> PKI juga menyerang dengan kejam santri dan ulama di Kanigoro (1965) dan membunuh secara keji di Bandar Betsi [[Sumatera Utara]] (1965)<ref>http://soeharto.co/sketsa-banjir-darah-ala-pki-partai-komunis-indonesia/</ref> Pembunuhan massal rejim komunis juga terjadi di seluruh dunia dengan korban mencapai 100 Juta orang diantaranya [[Rusia]] 20 Juta orang meninggal, [[China]] 65 Juta orang meninggal, [[Vietnam]] 1 Juta orang meninggal, [[Korea Utara]] 2 Juta orang meninggal, [[Kamboja]] 2 Juta orang meninggal, [[Eropa Timur]] 1 Juta orang meninggal dan [[Afrika]] 1 Juta orang meninggal.<ref name="Courtois1999Introduction">[[#Courtois1999Introduction|Courtois (1999) "Introduction"]] p. X: USSR: 20 million deaths; China: 65 million deaths; Vietnam: 1 million deaths; North Korea: 2 million deaths; Cambodia: 2 million deaths; Eastern Europe: 1 million deaths; Latin America: 150,000 deaths; Africa: 1.7 million deaths; Afghanistan: 1.5 million deaths; the international Communist movement and Communist parties not in power: about 10,000 deaths.</ref> --> |
||
<!-- Profesor Sam Abede Pareno anggota Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia menolak permintaan maaf pada PKI dan beliau bersaksi pada 1 Oktober 1965, tembok-tembok gedung dan pagar di Surabaya dipenuhi corat-coret "Dukung Dewan Revolusi", "Hidup PKI", "Ganyang 7 Setan Kota", dan jargon-jargon lain yang selalu digunakan anggota-anggota PKI dalam setiap aksi mereka. Pada 27 September 1965, rumah dinas Gubernur Jawa Timur Moch. Wiyono di Jalan Pemuda 7 Surabaya (sekarang Grahadi) diserbu massa PKI hingga berantakan. Kemudian, 2 Oktober 1965 malam, Sam Abede ikut menggerebek rumah ketua SBPP/SOBSI (Serikat Buruh Pelayaran Pelabuhan/Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia) Tanjung Perak, ditemukan puluhan pucuk senjata api dan berkarung-karung rupiah. Pada Oktober 1965, Sam Abede dan pendukung Front Pancasila melawan Front Nasional yang dimotori PKI- mengambil alih Gedung CDB (Comite Daerah Besar) PKI Surabaya di Jalan Penghela, mereka diserang oleh orang-orang di gedung tersebut dengan panah dan parang. Tahun 1966 Sam Abede mengikuti pasukan-pasukan RPKAD (Resimen Para Komando Angkatan Darat, sekarang Kopassus) ke Blitar karena ditengarai banyak tokoh PKI yang melarikan di ke selatan daerah itu. Dia melihat seorang Danramil gugur dengan luka bacok di sekujur tubuh dan menemukan penjaga masjid meninggal di salah satu gua yang menjadi tempat persembunyian pelarian gembong PKI. Pada 1968, Sam Abede turut serta ke Blitar Selatan lagi. Kali ini bersama pasukan-pasukan Kodam Brawijaya di bawah komando Kol Witarmin yang kemudian menjabat Pangdam Brawijaya. Dia menyaksikan ratusan pucuk senapan dan mesiu ditemukan oleh pasukan Brawijaya di gua-gua dan di beberapa rumah penduduk anggota BTI (Barisan Tani Indonesia, onderbouw PKI). Orang-orang PKI -hampir semuanya- memang kejam dan dipastikan telah merancang rencana untuk menghabisi lawan-lawan politik mereka. Bukan hanya para jenderal, melainkan juga rakyat awam, terutama para santri serta kiai.<ref> https://groups.yahoo.com/neo/groups/nasional-list/conversations/topics/61358?o=1&xm=1&m=p</ref><ref>http://sastra-pembebasan.10929.n7.nabble.com/sastra-pembebasan-PKI-Pemberontak-atau-Pahlawan-Ujian-Kekinian-yang-Tak-Menyaktikan-Pancasila-td16901.html</ref> Guru besar ilmu sejarah dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Profesor Doktor Aminuddin Kasdi, mengklaim buku saku tentang 'ABC Revolusi' yang dia temukan benar. Buku itu ditulis oleh CC (Comite Central) PKI pada 1957. Buku itu, kata dia, merinci tiga rencana revolusi atau pemberontakan oleh PKI untuk "target" mendirikan negara komunis di Indonesia.<ref><http://www.merdeka.com/peristiwa/ini-bukti-pemberontakan-pki-versi-dokumen-sejarawan-unesa/dokumen-ditulis-comite-central-pki-1957.html</ref> 70 orang saksi mata berikut korban keganasan PKI tahun 1948 dan 1965, mengadakan pertemuan di Hotel Simpang Natour Surabaya, Jawa Timur. Satu demi satu di antara mereka menceritakan bagaimana sanak saudaranya dibantai PKI, dalam acara yang diprakarsai Centre for Indonesia Comunism Studies (CICS). Mayoritas dari mereka menyatakan trauma akibat tragedi pembantaian itu dan mengingatkan kepada generasi muda untuk mewaspadai dan menjaga agar PKI jangan sampai bangkit kembali di Bumi Pertiwi Indonesia.<ref>http://www.pelita.or.id/cetakartikel.php?id=1889</ref> |
<!-- Profesor Sam Abede Pareno anggota Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia menolak permintaan maaf pada PKI dan beliau bersaksi pada 1 Oktober 1965, tembok-tembok gedung dan pagar di Surabaya dipenuhi corat-coret "Dukung Dewan Revolusi", "Hidup PKI", "Ganyang 7 Setan Kota", dan jargon-jargon lain yang selalu digunakan anggota-anggota PKI dalam setiap aksi mereka. Pada 27 September 1965, rumah dinas Gubernur Jawa Timur Moch. Wiyono di Jalan Pemuda 7 Surabaya (sekarang Grahadi) diserbu massa PKI hingga berantakan. Kemudian, 2 Oktober 1965 malam, Sam Abede ikut menggerebek rumah ketua SBPP/SOBSI (Serikat Buruh Pelayaran Pelabuhan/Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia) Tanjung Perak, ditemukan puluhan pucuk senjata api dan berkarung-karung rupiah. Pada Oktober 1965, Sam Abede dan pendukung Front Pancasila melawan Front Nasional yang dimotori PKI- mengambil alih Gedung CDB (Comite Daerah Besar) PKI Surabaya di Jalan Penghela, mereka diserang oleh orang-orang di gedung tersebut dengan panah dan parang. Tahun 1966 Sam Abede mengikuti pasukan-pasukan RPKAD (Resimen Para Komando Angkatan Darat, sekarang Kopassus) ke Blitar karena ditengarai banyak tokoh PKI yang melarikan di ke selatan daerah itu. Dia melihat seorang Danramil gugur dengan luka bacok di sekujur tubuh dan menemukan penjaga masjid meninggal di salah satu gua yang menjadi tempat persembunyian pelarian gembong PKI. Pada 1968, Sam Abede turut serta ke Blitar Selatan lagi. Kali ini bersama pasukan-pasukan Kodam Brawijaya di bawah komando Kol Witarmin yang kemudian menjabat Pangdam Brawijaya. Dia menyaksikan ratusan pucuk senapan dan mesiu ditemukan oleh pasukan Brawijaya di gua-gua dan di beberapa rumah penduduk anggota BTI (Barisan Tani Indonesia, onderbouw PKI). Orang-orang PKI -hampir semuanya- memang kejam dan dipastikan telah merancang rencana untuk menghabisi lawan-lawan politik mereka. Bukan hanya para jenderal, melainkan juga rakyat awam, terutama para santri serta kiai.<ref> https://groups.yahoo.com/neo/groups/nasional-list/conversations/topics/61358?o=1&xm=1&m=p</ref><ref>http://sastra-pembebasan.10929.n7.nabble.com/sastra-pembebasan-PKI-Pemberontak-atau-Pahlawan-Ujian-Kekinian-yang-Tak-Menyaktikan-Pancasila-td16901.html</ref> Guru besar ilmu sejarah dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Profesor Doktor Aminuddin Kasdi, mengklaim buku saku tentang 'ABC Revolusi' yang dia temukan benar. Buku itu ditulis oleh CC (Comite Central) PKI pada 1957. Buku itu, kata dia, merinci tiga rencana revolusi atau pemberontakan oleh PKI untuk "target" mendirikan negara komunis di Indonesia.<ref><http://www.merdeka.com/peristiwa/ini-bukti-pemberontakan-pki-versi-dokumen-sejarawan-unesa/dokumen-ditulis-comite-central-pki-1957.html</ref> 70 orang saksi mata berikut korban keganasan PKI tahun 1948 dan 1965, mengadakan pertemuan di Hotel Simpang Natour Surabaya, Jawa Timur. Satu demi satu di antara mereka menceritakan bagaimana sanak saudaranya dibantai PKI, dalam acara yang diprakarsai Centre for Indonesia Comunism Studies (CICS). Mayoritas dari mereka menyatakan trauma akibat tragedi pembantaian itu dan mengingatkan kepada generasi muda untuk mewaspadai dan menjaga agar PKI jangan sampai bangkit kembali di Bumi Pertiwi Indonesia.<ref>http://www.pelita.or.id/cetakartikel.php?id=1889</ref> |
||
Baris 233: | Baris 235: | ||
* [http://www.pbs.org/wnet/shadowplay ''Shadow Play''] - Information regarding the 1965 coup and subsequent persecution of the PKI. |
* [http://www.pbs.org/wnet/shadowplay ''Shadow Play''] - Information regarding the 1965 coup and subsequent persecution of the PKI. |
||
* [http://www.marxist.com/indonesian-communist-party-pki2000.htm The First Period of the Indonesian Communist Party (PKI): 1914-1926] |
* [http://www.marxist.com/indonesian-communist-party-pki2000.htm The First Period of the Indonesian Communist Party (PKI): 1914-1926] |
||
* {{id}} [http://www.munindo.brd.de/archiv/manai/manai_05.html Pemberontakan Yang Gagal] |
* {{id}} [http://www.munindo.brd.de/archiv/manai/manai_05.html Pemberontakan Yang Gagal] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20070629163518/http://www.munindo.brd.de/archiv/manai/manai_05.html |date=2007-06-29 }} |
||
* {{id}} [http://www.marxists.org/indonesia/indones/sudisman.htm Pidato pembelaan Sudisman di Sidang Mahmilub] |
* {{id}} [http://www.marxists.org/indonesia/indones/sudisman.htm Pidato pembelaan Sudisman di Sidang Mahmilub] |
||
* {{en}} [http://encyclopedia.thefreedictionary.com/Indonesian+Communist+Party Indonesian Communist Party] |
* {{en}} [http://encyclopedia.thefreedictionary.com/Indonesian+Communist+Party Indonesian Communist Party] |
||
Baris 245: | Baris 247: | ||
* J.L. Holzgrefe / Robert O. Keohane: ''Humanitarian Intervention: Ethical, Legal and Political Dilemmas''. Cambridge (2003). ISBN 0-521-52928-X, S. 47 |
* J.L. Holzgrefe / Robert O. Keohane: ''Humanitarian Intervention: Ethical, Legal and Political Dilemmas''. Cambridge (2003). ISBN 0-521-52928-X, S. 47 |
||
* Mark Levene u. Penny Roberts: ''The Massacre in History''. (1999). ISBN 1-57181-935-5, S. 247-251 |
* Mark Levene u. Penny Roberts: ''The Massacre in History''. (1999). ISBN 1-57181-935-5, S. 247-251 |
||
* Robert Cribb, 'The Indonesian Marxist tradition', in C.P. Mackerras and N.J. Knight, eds, ''Marxism in Asia'' (London: Croom Helm, 1985), pp. 251–272 [http://works.bepress.com/robert_cribb/6/]. |
* Robert Cribb, 'The Indonesian Marxist tradition', in C.P. Mackerras and N.J. Knight, eds, ''Marxism in Asia'' (London: Croom Helm, 1985), pp. 251–272 [http://works.bepress.com/robert_cribb/6/] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20200801040851/https://works.bepress.com/robert_cribb/6/ |date=2020-08-01 }}. |
||
{{Pergolakan politik Indonesia 1965}} |
{{Pergolakan politik Indonesia 1965}} |
||
{{Parpol1955}} |
|||
{{Partai politik Indonesia terdahulu}} |
{{Partai politik Indonesia terdahulu}} |
||
{{Komunisme di Indonesia}} |
{{Komunisme di Indonesia}} |
||
[[Kategori:Partai komunis]] |
[[Kategori:Partai komunis|Komunis Indo]] |
||
[[Kategori:Partai politik yang sudah bubar di Indonesia|Komunis |
[[Kategori:Partai politik yang sudah bubar di Indonesia|Komunis Indo]] |
||
[[Kategori: |
[[Kategori:Partai politik yang didirikan tahun 1914]] |
||
[[Kategori:Pendirian tahun 1914 di Hindia Belanda]] |
[[Kategori:Pendirian tahun 1914 di Hindia Belanda]] |
||
[[Kategori:Pembubaran tahun 1966 di Indonesia]] |
[[Kategori:Pembubaran tahun 1966 di Indonesia]] |
||
[[Kategori:Partai politik yang dibubarkan tahun 1966]] |
[[Kategori:Partai politik yang dibubarkan tahun 1966]] |
||
[[Kategori: |
[[Kategori:Organisasi di Hindia Belanda]] |
||
[[Kategori:Partai politik peserta pemilihan umum legislatif Indonesia 1955]] |
|||
[[Kategori:Sejarah Indonesia]] |
|||
[[Kategori:Kebangkitan Nasional Indonesia]] |
Revisi per 26 Juni 2024 07.23
Keakuratan artikel ini diragukan dan artikel ini perlu diperiksa ulang dengan mencantumkan referensi yang dapat dipertanggungjawabkan. |
Partai Komunis Indonesia | |
---|---|
Pendiri | Henk Sneevliet |
Dibentuk | 9 Mei 1914Perhimpunan Demokrat Sosial Hindia) 23 Mei 1920 (sebagai Perserikatan Komunis di Hindia)[1] 1924 (sebagai Partai Komunis Indonesia) | (sebagai
Dilarang | 20 Maret 1927 (oleh pemerintahan Belanda) 12 Maret 1966 (oleh pemerintahan RI) |
Didahului oleh | ISDV |
Kantor pusat | Jakarta |
Surat kabar | Soeara Rakjat Harian Rakjat |
Sayap pelajar | CGMI |
Sayap pemuda | Pemuda Rakyat |
Sayap perempuan | Gerwani |
Sayap buruh | SOBSI |
Sayap petani | BTI |
Keanggotaan (1960) | 3.000.000–4.000.000 |
Ideologi | Komunisme Marxisme–Leninisme |
Afiliasi internasional | Komintern (sampai 1943) |
Warna | Merah |
Lambang pemilu | |
Palu arit | |
Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah sebuah partai komunis di Hindia Belanda, kemudian Indonesia. Partai ini merupakan partai komunis nonpemerintah terbesar di dunia sebelum dibubarkan dengan kekerasan pada tahun 1965. Partai ini memiliki dua juta anggota pada pemilu tahun 1955, dengan 16 persen suara nasional dan hampir 30 persen suara di Jawa Timur.[2] Selama sebagian besar periode setelah Kemerdekaan Indonesia hingga pemberantasan PKI pada tahun 1965, PKI merupakan partai resmi yang beroperasi secara terbuka di negara ini.[3]
Pelopor
Henk Sneevliet dan kaum sosialis Hindia Belanda lainnya membentuk serikat tenaga kerja di pelabuhan pada tahun 1914, dengan nama Indies Social Democratic Association (dalam bahasa Belanda: Indische Sociaal Democratische Vereeniging-, ISDV). ISDV pada dasarnya dibentuk oleh 85 anggota dari dua partai sosialis Belanda, yaitu SDAP dan Partai Sosialis Belanda yang kemudian menjadi SDP komunis, yang berada dalam kepemimpinan Hindia Belanda.[4] Para anggota Belanda dari ISDV memperkenalkan ide-ide Marxis untuk mengedukasi orang-orang Indonesia mencari cara untuk menentang kekuasaan kolonial.
Pada Oktober 1915, ISDV mulai aktif dalam penerbitan surat kabar berbahasa Belanda, "Het Vrije Woord" (Kata yang Merdeka). Editornya adalah Adolf Baars. Pada saat pembentukannya, ISDV tidak menuntut kemerdekaan untuk Indonesia. Pada saat itu, ISDV mempunyai sekitar 100 orang anggota, dan dari semuanya itu hanya tiga orang yang merupakan warga pribumi Indonesia. Namun, partai ini dengan cepat berkembang menjadi radikal dan anti kapitalis. Perubahan terjadi kembali,ketika Sneevliet memindahkan markas mereka dari Surabaya ke Semarang dan menarik banyak penduduk asli dari berbagai elemen seperti agamawan, nasionalis dan aktivis gerakan lainnya yang akhir-akhir ini sedang tumbuh di Hindia Belanda sejak tahun 1900. Di bawah pimpinan Sneevliet, partai ini merasa tidak puas dengan kepemimpinan SDAP di Belanda, dan yang menjauhkan diri dari ISDV dan menolak untuk bekerja sama dengan pemerintah karena menolak "berpura-pura" menjadi Dewan Masyarakat (Volksraad (Hindia Belanda). Pada tahun 1917 kelompok reformis dari ISDV memisahkan diri, dan membentuk partai sendiri dengan nama Partai Demokrat Sosial Hindia. Pada tahun 1917 ISDV meluncurkan sendiri publikasi pertama berbahasa Indonesia, Soeara Merdeka.
Di bawah kepemimpinan Sneevliet, ISDV yakin bahwa Revolusi Oktober seperti yang terjadi di Rusia harus diikuti Indonesia. Kelompok ini berhasil mendapatkan pengikut di antara tentara-tentara dan pelaut Belanda yang ditempatkan di Hindia Belanda. Dibentuklah 'Pengawal Merah' dan dalam waktu tiga bulan jumlah mereka telah mencapai 3.000 orang. Pada akhir 1917, para tentara dan pelaut itu memberontak di Surabaya di sebuah pangkalan angkatan laut utama di Indonesia saat itu, dan membentuk sebuah dewan soviet. Para penguasa kolonial menindas dewan-dewan soviet di Surabaya dan ISDV. Para pemimpin ISDV dikirim kembali ke Belanda, termasuk Sneevliet. Para pemimpin pemberontakan dari kalangan militer Belanda dijatuhi hukuman penjara hingga 40 tahun.[5]
Sementara itu, ISDV membentuk blok dengan organisasi anti-kolonialis Sarekat Islam. Banyak anggota SI seperti dari Surabaya, Semaun dan Darsono dari Solo tertarik dengan ide-ide Sneevliet. Sebagai hasil dari strategi Sneevliet akan "blok dalam", banyak anggota SI dibujuk untuk mendirikan revolusioneris yang lebih dalam Marxis-didominasi Sarekat Rakjat.[6]
ISDV terus bekerja secara klandestin. Meluncurkan publikasi lain, Soeara Rakyat. Setelah kepergian paksa beberapa kader Belanda, dalam kombinasi dengan pekerjaan di dalam Sarekat Islam, keanggotaan telah berpindah dari mayoritas Belanda ke mayoritas Indonesia. Pada tahun 1919 hanya memiliki 25 anggota Belanda, dari total anggota yang kurang dari 400.[butuh rujukan]
Pembentukan dan pertumbuhan
Pada Kongres ISDV di Semarang (Mei 1920), nama organisasi ini diubah menjadi Perserikatan Komunis di Hindia (PKH). Semaun adalah ketua partai dan Darsono menjabat sebagai wakil ketua. Sekretaris, bendahara, dan tiga dari lima anggota komite adalah orang Belanda.[6] PKH adalah partai komunis Asia pertama yang menjadi bagian dari Komunis Internasional. Henk Sneevliet mewakili partai pada kongres kedua Komunis Internasional 1921.
Pada periode menjelang kongres keenam Sarekat Islam pada tahun 1921, anggota menyadari strategi Sneevliet dan mengambil langkah untuk menghentikannya. Agus Salim, sekretaris organisasi, memperkenalkan sebuah gerakan untuk melarang anggota SI memegang keanggotaan dan gelar ganda dari pihak lain di kancah perjuangan pergerakan indonesia. Keputusan tersebut tentu saja membuat para anggota komunis kecewa dan keluar dari partai, seperti oposisi dari Tan Malaka dan Semaun yang juga keluar dari gerakan karena kecewa untuk kemudian mengubah taktik dalam perjuangan pergerakan indonesia. Pada saat yang sama, pemerintah kolonial Belanda menyerukan tentang pembatasan kegiatan politik, dan Sarekat Islam memutuskan untuk lebih fokus pada urusan agama, meninggalkan komunis sebagai satu-satunya organisasi nasionalis yang aktif.[7]
Bersama Semaun yang berada jauh di Moskow untuk menghadiri Far Eastern Labor Conference pada awal 1922, Tan Malaka mencoba untuk mengubah pemogokan terhadap pekerja pegadaian pemerintah menjadi pemogokan nasional untuk mencakup semua serikat buruh Indonesia. Hal ini ternyata gagal, Tan Malaka ditangkap dan diberi pilihan antara pengasingan internal atau eksternal. Dia memilih yang terakhir dan berangkat ke Rusia.[7]
Pada Mei 1922, Semaun kembali setelah tujuh bulan di Rusia dan mulai mengatur semua serikat buruh dalam satu organisasi. Pada tanggal 22 September, Serikat Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (Persatuan Vakbonded Hindia) dibentuk.[8]
Pada kongres Komintern kelima pada tahun 1924, ia menekankan bahwa "prioritas utama dari partai-partai komunis adalah untuk mendapatkan kontrol dari persatuan buruh" karena tidak mungkin ada revolusi yang sukses tanpa persatuan kelas buruh ini
Pada 1924 nama partai ini sekali lagi diubah, kali ini adalah menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI).[9]
Pemberontakan 1926
Pada Mei 1925, Komite Exec dari Komintern dalam rapat pleno memerintahkan komunis di Indonesia untuk membentuk sebuah front anti-imperialis bersatu dengan organisasi nasionalis non-komunis, tetapi unsur-unsur ekstremis didominasi oleh Alimin & Musso menyerukan revolusi untuk menggulingkan pemerintahan kolonial Belanda.[10] Dalam sebuah konferensi di Prambanan, Jawa Tengah, serikat buruh perdagangan yang dikontrol komunis memutuskan revolusi akan dimulai dengan pemogokan oleh para pekerja buruh kereta api yang akan menjadi sinyal pemogokan yang lebih umum dan luas untuk kemudian revolusi akan bisa dimulai. Hal ini akan mengarah pada PKI yang akan menggantikan pemerintah kolonial.[10]
Pada November 1926 PKI memimpin pemberontakan melawan pemerintahan kolonial di Jawa Barat dan Sumatera Barat. PKI mengumumkan terbentuknya sebuah republik. Bersama Alimin, Musso yang merupakan salah satu pemimpin PKI di era tersebut sedang tidak berada di Indonesia. Ia sedang melakukan pembicaraan dengan Tan Malaka yang tidak setuju dengan langkah pemberontakan tersebut. Pemberontakan ini akhirnya dihancurkan dengan brutal oleh penguasa kolonial. Ribuan orang dibunuh dan sekitar 13.000 orang ditahan, 4.500 dipenjara, sejumlah 1.308 yang umumnya kader-kader partai diasingkan, dan 823 dikirim ke Boven Digul, sebuah kamp tahanan di Papua [11]. Beberapa orang meninggal di dalam tahanan. Banyak aktivis politik non-komunis yang juga menjadi sasaran pemerintahan kolonial, dengan alasan menindas pemberontakan kaum komunis. Pada 1927 PKI dinyatakan terlarang oleh pemerintahan Belanda. Karena itu, PKI kemudian bergerak di bawah tanah.
Rencana pemberontakan itu sendiri sudah dirancang sejak lama. Yakni di dalam perundingan rahasia aktivis PKI di Prambanan. Rencana itu ditolak tegas oleh Tan Malaka, salah satu tokoh utama PKI yang mempunyai banyak massa terutama di Sumatra. Tan Malaka memprediksi bahwa pemberontakan akan gagal, karena menurutnya basis kaum proletar Indonesia adalah rakyat petani bukan buruh seperti di Uni Soviet. Penolakan tersebut membuat Tan Malaka di cap sebagai pengikut Leon Trotsky yang juga sebagai tokoh sentral perjuangan Revolusi Rusia. Walau begitu, beberapa aksi PKI justru terjadi setelah pemberontakan di Jawa terjadi. Semisal Pemberontakan Silungkang di Sumatra.
Pada masa awal pelarangan ini, PKI berusaha untuk tidak menonjolkan diri, terutama karena banyak dari pemimpinnya yang dipenjarakan. Pada 1935 pemimpin PKI Musso kembali dari pengasingan di Moskwa, Uni Soviet, untuk menata kembali PKI dalam gerakannya di bawah tanah. Namun Musso hanya tinggal sebentar di Indonesia. Kemudian PKI bergerak di berbagai front, seperti misalnya Gerindo dan serikat-serikat buruh. Di Belanda, PKI mulai bergerak di antara mahasiswa-mahasiswa Indonesia di kalangan organisasi nasionalis, Perhimpoenan Indonesia, yang tak lama kemudian berpihak pada PKI [12].
Kebangkitan pascaperang
PKI muncul kembali di panggung politik setelah Jepang menyerah pada tahun 1945, dan secara aktif mengambil bagian dalam perjuangan kemerdekaan dari Belanda. Banyak unit bersenjata berada di bawah kontrol atau pengaruh PKI. Meskipun milisi PKI memainkan peran penting dalam memerangi Belanda, Presiden Soekarno khawatir bahwa semakin kuatnya pengaruh PKI akhirnya akan mengancam posisinya. Selain itu, pertumbuhan PKI bermasalah sektor sayap kanan lebih dari pemerintahan Indonesia serta beberapa kekuatan asing, khususnya semangat penuh anti-komunis dari Amerika Serikat. Dengan demikian hubungan antara PKI dan kekuatan lain yang juga berjuang untuk kemerdekaan pada umumnya berjalan sengit.
Pada Februari 1948 PKI dan Partai Sosialis membentuk front bersama, yaitu Front Demokrasi Rakyat. Front ini tidak bertahan lama, tetapi Partai Sosialis kemudian bergabung dengan PKI. Pada saat itu milisi Pesindo berada di bawah kendali PKI.
Pada tanggal 11 Agustus 1948 Musso kembali ke Jakarta setelah dua belas tahun di Uni Soviet. Politibiro PKI direkonstruksi, termasuk D.N. Aidit, M.H. Lukman dan Njoto. Pada 5 September 1948 dia memberikan pidato anjuran agar Indonesia merapat kepada Uni Soviet. Dan anjuran itu berujung pada peristiwa pemberontakan PKI di Madiun, Jawa Timur.
Peristiwa Madiun 1948
Setelah penandatanganan Perjanjian Renville pada tahun 1948, hasil kesepakatan perundingan Renville dianggap menguntungkan posisi Belanda. Sebaliknya, Indonesia menjadi pihak yang dirugikan dengan semakin sempit wilayah yang dimiliki. Banyak unit bersenjata dari Partai Republik kembali dari zona konflik. Hal ini memberikan beberapa keyakinan sayap kanan Indonesia bahwa mereka akan mampu menandingi PKI secara militer. Unit gerilya dan milisi di bawah pengaruh PKI diperintahkan untuk membubarkan diri. Di Madiun kelompok militer PKI menolak untuk pergi bersama dengan perlucutan senjata para anggota yang dibunuh pada bulan September tahun yang sama. Pembunuhan itu memicu pemberontakan kekerasan. Hal Ini memberikan alasan untuk menekan PKI. Hal ini diklaim oleh sumber-sumber militer bahwa PKI telah mengumumkan proklamasi 'Republik Soviet Indonesia' pada tanggal 18 September dengan menyebut Musso sebagai presiden dan Amir Syarifuddin sebagai perdana menteri. Pada saat yang sama PKI mengecam pemberontakan dan meminta tenang. Pada 30 September Madiun diambil alih oleh TNI dari Divisi Siliwangi. Ribuan kader partai terbunuh dan 36 000 dipenjara. Di antara beberapa pemimpin yang dieksekusi termasuk Musso yang dibunuh pada 31 Oktober saat tertangkap di Desa Niten Kecamatan Sumorejo, Ponorogo. Diduga ketika Musso mencoba melarikan diri dari penjara. Aidit dan Lukman pergi ke pengasingan di Republik Rakyat Tiongkok. Namun, PKI tidak dilarang dan terus berfungsi. Rekonstruksi partai dimulai pada tahun 1949.
Bangkit kembali
Pada 1950, PKI memulai kembali kegiatan penerbitannya, dengan organ-organ utamanya yaitu Harian Rakjat dan Bintang Merah. Pada 1950-an, PKI mengambil posisi sebagai partai nasionalis di bawah pimpinan D.N. Aidit, dan mendukung kebijakan-kebijakan anti kolonialis dan anti Barat yang diambil oleh Presiden Soekarno. Aidit dan kelompok di sekitarnya, termasuk pemimpin-pemimpin muda seperti Sudisman, Lukman, Njoto dan Sakirman, menguasai pimpinan partai pada 1951. Pada saat itu, tak satupun di antara mereka yang berusia lebih dari 30 tahun. Di bawah Aidit, PKI berkembang dengan sangat cepat, dari sekitar 3.000-5.000 anggota pada 1950, menjadi 165.000 pada 1954 dan bahkan 1,5 juta pada 1959 [13]
Oposisi lanjutan oleh Belanda terhadap Irian Jaya adalah masalah yang sering diangkat oleh PKI selama tahun 1950.
Pada Agustus 1951, PKI memimpin serangkaian pemogokan-pemogokan, yang diikuti oleh tindakan-tindakan tegas oleh kubu yang menentang PKI di Medan dan Jakarta. Akibatnya, para pemimpin PKI kembali bergerak di bawah tanah untuk sementara waktu.
Pada Februari 1958 sebuah upaya kudeta yang dilakukan oleh kekuatan pro-AS antara militer dan politik sayap kanan. Para pemberontak, yang berbasis di Sumatra dan Sulawesi, memproklamasikan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia pada tanggal 15 Februari. Pemerintah Revolusioner yang terbentuk ini segera mulai menangkap ribuan anggota PKI di daerah di bawah kendali mereka. PKI mendukung upaya Soekarno untuk memadamkan pemberontakan, termasuk pemberlakuan hukum darurat militer. Pemberontakan itu akhirnya dikalahkan.
Pada bulan Agustus 1959, terjadi upaya atas nama militer untuk mencegah penyelenggaraan kongres PKI. Namun kongres digelar sesuai jadwal, dan ditangani oleh Sukarno sendiri. Pada tahun 1960 Sukarno meluncurkan slogan Nasakom, singkatan dari Nasionalisme, Agama, Komunisme. Dengan demikian peran PKI sebagai mitra junior dalam pemerintahan Sukarno resmi dilembagakan. PKI menyambut baik peluncuran konsep Nasakom, melihatnya dari segi front persatuan multikelas.
Pemilu 1955
Sebelum pemilihan 1955, PKI disukai Sukarno untuk rencana 'demokrasi terpimpin' dan merupakan pendukung aktif Sukarno.[14] Pada Pemilu 1955, PKI menempati tempat ke empat dengan 16% dari keseluruhan suara. Partai ini memperoleh 39 kursi (dari 257 kursi yang diperebutkan) dan 80 dari 514 kursi di Konstituante.
Pada Juli 1957, kantor PKI di Jakarta diserang dengan granat. Pada bulan yang sama PKI memperoleh banyak kemajuan dalam pemilihan-pemilihan di beberapa kota. Pada September 1957, Masjumi yang merasa tersaingi oleh PKI secara terbuka menuntut supaya PKI dilarang [15].
Pada 3 Desember 1957, serikat-serikat buruh yang pada umumnya berada di bawah pengaruh PKI, mulai menguasai perusahaan-perusahaan milik Belanda. Penguasaan ini merintis nasionalisasi atas perusahaan-perusahaan yang dimiliki oleh asing. Perjuangan melawan para kapitalis asing memberikan PKI kesempatan untuk menampilkan diri sebagai sebuah partai nasional.
Pada Februari 1958 terjadi sebuah upaya koreksi terhadap kebijakan Sukarno yang mulai condong ke timur di kalangan militer dan politik sayap kanan. Mereka juga menuntut agar pemerintah pusat konsisten dalam melaksanakan UUDS 1950, selain itu pembagian hasil bumi yang tidak merata antara pusat dan daerah menjadi pemicu. Gerakan yang berbasis di Sumatra dan Sulawesi, mengumumkan pada 15 Februari 1958 telah terbentuk Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Pemerintahan yang disebut revolusioner ini segera menangkapi ribuan kader PKI di wilayah-wilayah yang berada di bawah kontrol mereka. PKI mendukung upaya-upaya Soekarno untuk memadamkan gerakan ini, termasuk pemberlakuan Undang-Undang Darurat. Gerakan ini pada akhirnya berhasil dipadamkan.
Pada 1959, militer berusaha menghalangi diselenggarakannya kongres PKI. Namun, kongres ini berlangsung sesuai dengan jadwal dan Presiden Soekarno sendiri memberi angin pada komunis dalam sambutannya. Pada 1960, Soekarno melancarkan slogan Nasakom yang merupakan singkatan dari Nasionalisme, Agama, dan Komunisme. Dengan demikian peranan PKI sebagai mitra dalam politik Soekarno dilembagakan. PKI membalasnya dengan menanggapi konsep Nasakom secara positif, dan melihatnya sebagai sebuah front bersatu yang multi-kelas dan multi-golongan.
1960
Meskipun PKI mendukung Sukarno, ia tidak kehilangan otonomi politiknya. Pada bulan Maret 1960, PKI mengecam penanganan demokratis anggaran oleh Sukarno. Pada tanggal 8 Juli, Harian Rakyat menerbitkan sebuah artikel yang mengkritik kebijakan pemerintah. Pemimpin PKI sempat ditangkap oleh militer, tetapi kemudian dibebaskan atas perintah dari Sukarno.
Ketika gagasan tentang Malaysia berkembang, PKI maupun Partai Komunis Malaya menolaknya, dan baik PKI maupun Partai Komunis Malaya menganggap pembentukan Malaysia sebagai proyek neo-kolonialisme dan neo-imperialisme Inggris dan sekutunya.
Dengan berkembangnya dukungan dan keanggotaan yang mencapai 3 juta orang pada 1965, PKI menjadi partai komunis terkuat di luar Uni Soviet dan RRT. Partai itu mempunyai basis yang kuat dalam sejumlah organisasi massa, seperti SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia), Pemuda Rakjat, Gerwani, Barisan Tani Indonesia (BTI), Lembaga Kebudajaan Rakjat (Lekra) dan Himpunan Sardjana Indonesia (HSI). Menurut perkiraan seluruh anggota partai dan organisasi-organisasi yang berada di bawah payungnya mungkin mencapai seperlima dari seluruh rakyat Indonesia.
Pada bulan Maret 1962, PKI bergabung dengan pemerintah. Para pemimpin PKI, Aidit dan Njoto, diangkat menjadi menteri penasihat. Pada bulan April 1962, PKI menyelenggarakan kongres partainya. Pada 1963, pemerintah Malaysia, Indonesia dan Filipina terlibat dalam pembahasan tentang pertikaian wilayah dan kemungkinan tentang pembentukan sebuah Konfederasi Maphilindo, sebuah gagasan yang dikemukakan oleh presiden Filipina, Diosdado Macapagal. PKI menolak gagasan pembentukan Maphilindo dan federasi Malaysia. Para anggota PKI yang militan menyeberang masuk ke Malaysia dan terlibat dalam pertempuran-pertempuran dengan pasukan-pasukan Inggris dan Australia. Sebagian kelompok berhasil mencapai Semenanjung Malaysia lalu bergabung dalam perjuangan di sana. Namun kebanyakan dari mereka ditangkap begitu tiba. Sebagian satuan tempur PKI aktif di wilayah perbatasan Kalimantan.
Salah satu hal yang dilakukan PKI setelah masuk kedalam pemerintahan Orde Lama adalah dengan diusulkannya Angkatan ke-5 yang terdiri dari buruh dan petani, Pimpinan PKI bermaksud dengan dibentuknya angkatan kelima ini diharapkan dapat mendukung mobilisasi massa untuk menuntaskan Operasi Dwikora dalam menghadapi Malaysia. Namun, hal ini membuat TNI AD merasa khawatir takut adanya penyelewengan senjata yang dilakukan PKI.
Pada Januari 1964 PKI mulai menyita properti Inggris yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan Inggris di Indonesia.
Pada pertengahan 1960-an Departemen Luar Negeri Amerika Serikat memperkirakan keanggotaan partai meningkat menjadi sekitar 2 juta (3,8% dari populasi usia kerja negara).[16]
Pembunuhan massal dan akhir dari PKI
Sukarno bertindak menyeimbangkan antara PKI, militer, fraksi nasionalis, dan kelompok-kelompok Islam yang terancam oleh kepopuleran PKI. Pengaruh pertumbuhan PKI menimbulkan keprihatinan bagi pihak Amerika Serikat dan kekuatan barat anti-komunis lainnya. Situasi politik dan ekonomi menjadi lebih tidak stabil; Inflasi tahunan mencapai lebih dari 600 persen dan kehidupan Indonesia memburuk.
PKI dirasakan oleh kalangan politik, beberapa bulan menjelang Peristiwa G30S, makin kuat. Sehingga para pesaing PKI mulai khawatir PKI akan memenangkan pemilu berikutnya. Gerakan-gerakan untuk menentang PKI mulai bermunculan, dan dipelopori oleh Angkatan Darat. Pada Desember 1964, Chaerul Saleh dari Partai Murba (dibentuk oleh mantan pemimpin PKI Tan Malaka) menyatakan bahwa PKI sedang mempersiapkan kudeta. PKI menuntut larangan Partai Murba, tuntutan itu dipaksakan kepada Soekarno pada awal 1965. Dalam konteks Konfrontasi dengan Malaysia, PKI menyerukan untuk 'mempersenjatai rakyat'. Sebagian besar pihak dari tentara Angkatan Darat melarang hal ini. Sikap Soekarno tetap secara resmi untuk tidak terlalu mengambil sikap atas hal tersebut karena Sukarno cenderung mendukung Konfrontasi dengan Malaysia seperti PKI. Pada bulan Juli sekitar 2000 anggota PKI mulai menggelar pelatihan militer di dekat pangkalan udara Halim. Terutama dalam konsep 'mempersenjatai rakyat' yang telah memenangkan banyak dukungan di antara kalangan militer Angkatan Udara dan Angkatan Laut. Pada tanggal 8 September demonstran PKI memulai untuk pengepungan selama dua hari di Konsulat AS di Surabaya. Pada tanggal 14 September, Aidit mengalamatkan kepada gerilyawan PKI untuk mendesak anggota agar waspada dari hal-hal yang akan datang. Pada 30 September Pemuda Rakyat dan Gerwani, kedua organisasi PKI terkait menggelar unjuk rasa massal di Jakarta terhadap krisis inflasi yang melanda.
Pada malam 30 September dan 1 Oktober 1965, enam jenderal senior Indonesia dibunuh dan mayat mereka dibuang ke dalam sumur. Pembunuh para jenderal mengumumkan keesokan harinya bahwa Dewan Revolusi baru telah merebut kekuasaan, yang menyebut diri mereka "Gerakan 30 September ("G30S"). Dengan banyaknya jenderal tentara senior yang mati atau hilang, Jenderal Suharto mengambil alih kepemimpinan tentara dan menyatakan kudeta yang gagal pada 2 Oktober. Tentara dengan cepat menyalahkan upaya kudeta PKI dan menghasut dengan kampanye propaganda anti-Komunis di seluruh Indonesia. Dalam pembersihan anti-komunis melalui kekerasan berikutnya, diperkirakan 500.000 komunis (atau dicurigai) dibunuh, dan PKI secara efektif dihilangkan (lihat Pembantaian di Indonesia 1965–1966).[butuh rujukan] Jenderal Suharto kemudian mengalahkan Sukarno secara politik dan diangkat menjadi presiden pada tahun 1968, karena mengkonsolidasikan pengaruhnya atas militer dan pemerintah.
Pada tanggal 2 Oktober basis di Halim berhasil ditangkap oleh pihak tentara. Harian Rakyat mengambil isu pada sebuah artikel yang berisi untuk mendukung kudeta G30S, tetapi spekulasi kemudian bangkit mengenai apakah itu benar-benar mewakili pendapat dari PKI.[siapa?] Sebaliknya pernyataan resmi PKI pada saat itu adalah bahwa upaya G30S merupakan urusan internal di dalam angkatan bersenjata mereka. Pada tanggal 6 Oktober kabinet Sukarno mengadakan pertemuan pertama sejak 30 September. Menteri PKI hadir. Sebuah resolusi mengecam G30S disahkan. Njoto ditangkap langsung setelah pertemuan itu.
Presiden Soekarno berkali-kali melakukan pembelaan bahwa PKI tidak terlibat dalam peristiwa sebagai partai melainkan karena adanya sejumlah tokoh partai yang bertindak di luar kontrol dan terpancing oleh inisiasi Barat, dan karena itu Soekarno tidak akan membubarkan PKI. Kemudian, pimpinan dan sejumlah perwira Angkatan Darat memberi versi keterlibatan PKI sepenuhnya, dalam penculikan dan pembunuhan enam jenderal dan seorang perwira pertama Angkatan Darat pada tengah malam 30 September menuju dinihari 1 Oktober 1965. Versi ini segera diterima secara umum sesuai fakta kasat mata yang terhidang dan ditopang pengalaman buruk bersama PKI dalam kehidupan sosial dan politik pada tahun-tahun terakhir. Hanya saja harus diakui bahwa sejumlah perwira penerangan telah menambahkan dramatisasi terhadap kekejaman, melebihi peristiwa sesungguhnya (in factum). Penculikan dan kemudian pembunuhan para jenderal menurut fakta memang sudah kejam, tetapi dramatisasi dengan pemaparan yang hiperbolis dalam penyajian, telah memberikan efek mengerikan melampaui batas yang mampu dibayangkan semula. Dan akhirnya, mengundang pembalasan yang juga tiada taranya dalam penumpasan berdarah antar manusia di Indonesia.
Manifestasi besar diadakan di Jakarta dua hari kemudian, menuntut pelarangan PKI. Kantor utama milik PKI dibakar. Pada tanggal 13 Oktober organisasi Islam Ansor mengadakan aksi unjuk rasa anti-PKI di seluruh Jawa. Pada tanggal 18 Oktober sekitar seratus PKI dibunuh oleh pihak Ansor. Pemusnahan secara sistematis untuk partai telah dimulai.
Antara 300.000 sampai satu juta orang Indonesia dibunuh dalam pembunuhan massal yang digelar.[17] [4] Para korban termasuk juga non-komunis yang dibunuh karena kesalahan identitas atau "kesalahan oleh asosiasi". Namun, kurangnya informasi menjadi tidak mungkin untuk menentukan angka pasti dari jumlah korban yang dibunuh. Banyak para peneliti hari ini menjelaskan korban yang dibunuh antara 200.000 sampai 500.000 orang.[18] Sebuah studi dari CIA tentang peristiwa di Indonesia ini menilai bahwa "Dalam hal jumlah korban pembantaian oleh anti-PKI, Indonesia masuk dalam salah satu peringkat pembunuhan massal terburuk pada abad ke-20 ...".[19]
Time menyajikan berita berikut pada tanggal 17 Desember 1966:
Komunis, simpatisan merah dan keluarga mereka dibantai yang mencapai ribuan. Unit tentara dilaporkan telah mengeksekusi ribuan komunis setelah diinterogasi di penjara-penjara terpencil. Berbekal pisau berbilah lebar yang disebut parang, kelompok Muslim merayap di malam hari ke rumah-rumah komunis, membunuh seluruh keluarga dan mengubur mayat mereka di kuburan dangkal.
Kampanye pembunuhan ini sangatlah kejam di beberapa daerah pedesaan di Jawa Timur, para milisi Islam menancapkan kepala korban pada tiang dan mereka mengarak melalui desa-desa. Pembunuhan telah ada pada skala tinggi sehingga pembuangan mayat menciptakan masalah sanitasi yang serius di Jawa Timur dan Sumatera Utara di mana udara lembab penuh bau busuk daging. Pengunjung dari daerah tersebut mengatakan sungai kecil dan besar yang telah benar-benar tersumbat dengan mayat tubuh.
Meskipun motif pembunuhan tampaknya bernuansa politik, beberapa ahli berpendapat bahwa kejadian tersebut disebabkan oleh keadaan panik dan ketidakpastian politik. Bagian dari kekuatan anti-komunis yang bertanggung jawab atas pembantaian terdiri dari para pelaku tindak kriminal seperti para preman, yang telah diberi izin untuk terlibat dalam tindakan yang tidak masuk akal berupa kekerasan.[20] Motif lain yang terjadi juga telah dieksplorasi.
Di tingkat internasional, Kantor Berita RRT (Republik Rakyat Tiongkok), Xinhua, memberikan versi bahwa Peristiwa 30 September 1965 adalah masalah internal Angkatan Darat Indonesia yang kemudian diprovokasikan oleh dinas intelijen Barat sebagai upaya percobaan kudeta oleh PKI.[April 2010]
Di antara daerah-daerah yang terkena dampak terburuk adalah pulau Bali, di mana PKI telah berkembang pesat sebelum tindakan kerasasan tersebut. Pada tanggal 11 November bentrokan meletus antara PKI dan PNI, yang berakhir dengan pembantaian terhadap anggota dan simpatisan yang dituduh PKI. Jika banyak dari pogrom anti-PKI di seluruh daerah lain itu dilakukan oleh organisasi-organisasi politik Islam, pembunuhan di Bali dilakukan atas nama Hindu. Bali berdiri sebagai satu-satunya tempat di Indonesia di mana tentara lokal dalam beberapa cara intervensi cenderung mengurangi praktik pembantaian tersebut.
Pada tanggal 22 November, Aidit ditangkap dan dibunuh.
Pada bulan Desember militer menyatakan bahwa Aceh telah dibersihkan dari komunis. Bersamaan, khusus Pengadilan Militer yang dibentuk untuk mengadili dan memenjarakan para anggota PKI. Pada 12 Maret, partai PKI secara resmi dilarang oleh Suharto, dan serikat buruh pro-PKI SOBSI dilarang pada bulan April.
Penjara-penjara di Jakarta begitu penuh, hampir seluruh penjara digunakan untuk menahan anggota PKI. Banyak tahanan politik ditahan tanpa dasar yang jelas. Sejak saat itu, identitas banga Indonesia berubah total sesudah 1965. Semangat anti-kolonialisme hilang dan anti-komunisme menjadi dasar identitas bangsa. Kebencian terhadap sesama orang Indonesia menjadi basis untuk menentukan siapa warganegara yang jahat dan baik.[21]
Beberapa peristiwa yang menggemparkan itu dituangkan dalam novel fiksi populer dan difilmkan dengan judul yang sama yaitu The Year of Living Dangerously (1982).
Perkembangan pasca-1965
Meskipun mendapat perlawanan secara sporadis, PKI berdiri dengan lumpuh setelah pembunuhan 1965-1966. Sebagai hasil dari pembunuhan massal ini, kepemimpinan partai lumpuh di semua tingkat, meninggalkan banyak mantan pendukung dan kekecewaan simpatisan, tanpa pemimpin lagi, dan tidak terorganisir. Pada bulan September 1966, sisa-sisa partai politbiro mengeluarkan pernyataan kritik diri, mengkritik kerja sama sebelumnya dengan rezim Sukarno. Setelah pembunuhan Aidit dan Njoto, Sudisman, pemimpin PKI di tingkat keempat sebelum Oktober 1963, mengambil alih kepemimpinan partai. Dia berusaha untuk membangun kembali partai atas dasar saling keterkaitan tiga kelompok anggota, tetapi hanya berdampak sedikit kemajuan sebelum akhirnya ia ditangkap pada Desember 1966 [22]. Pada tahun 1967 ia dijatuhi hukuman mati.
Beberapa kader PKI telah mengungsi di sebuah wilayah terpencil di selatan Blitar, Jawa Timur menyusul tindakan kekerasan terhadap partai. Di antara para pemimpin yang hadir di Blitar adalah anggota Politbiro Rewang, teoretikus partai Oloan Hutapea, dan pemimpin Jawa Timur Ruslan Widjajasastra. Blitar merupakan daerah tertinggal dengan PKI yang memiliki dukungan kuat di kalangan kaum tani. Pihak militer tidak menyadari bahwa PKI telah mampu mengkonsolidasikan dirinya di sana. Para pemimpin PKI ini bergabung dengan Letkol Pratomo, mantan komandan Distrik Militer Pandeglang di Jawa Barat, yang membantu memberikan pelatihan militer untuk Komunis lokal di Blitar. Namun pada Maret 1968 kekerasan meletus di Blitar, petani lokal menyerang para pemimpin dan kader Nahdatul Ulama, sebagai balasan atas Nahdatul Ulama yang telah memainkan peran dalam penganiayaan antikomunis. Sekitar 60 kader NU tewas. Namun ilmuwan politik Australia Harold Crouch berpendapat bahwa itu tidak mungkin bahwa pembunuhan kader NU di Blitar telah dilakukan atas perintah dari para pemimpin PKI di Blitar. Militer menyadari daerah kantong PKI di Blitar tersebut dan menghancurkannya pada pertengahan tahun 1968.[23]
Beberapa kader partai yang sementara di luar Indonesia pada saat peristiwa 30 September. Terutama delegasi yang cukup besar melakukan perjalanan ke Republik Rakyat Tiongkok untuk berpartisipasi dalam perayaan ulang tahun Revolusi Cina. Sedangkan yang lainnya telah meninggalkan Indonesia untuk melanjutkan studi di Eropa Timur. Dalam pengasingan, aparatur partai terus berfungsi. Bagaimanapun, sebagian besar dari mereka terisolasi dari perkembangan politik di dalam Indonesia. Di Jawa, beberapa desa yang dikenal sebagai tempat perlindungan bagi anggota atau simpatisan yang telah diidentifikasi oleh pihak berwenang, dan dilindungi di bawah pengawasan secara hati-hati untuk waktu yang cukup.
Sampai tahun 2004, mantan anggota PKI masih dilarang dan masuk daftar hitam dari banyak pekerjaan termasuk apabila ingin bekerja di pemerintahan, sebagaimana kebijakan rezim Soeharto yang telah dijalankan sejak pembersihan PKI tahun 1965. Selama masa presiden Abdurrahman Wahid, ia mengundang mantan buangan PKI untuk kembali ke Indonesia pada tahun 1999, dan mengusulkan menghilangkan pembatasan diskusi terbuka atas ideologi komunis. Dalam berdebat untuk penghapusan larangan itu, Wahid mengutip dari UUD 1945 Indonesia, yang tidak melarang atau bahkan secara khusus menyebutkan komunisme. Usulan Wahid itu ditentang oleh beberapa kelompok masyarakat Indonesia, khususnya kelompok Islam konservatif. Dalam sebuah protes pada April 2000, sebuah kelompok yang disebut Front Islam Indonesia berjumlah sepuluh ribu orang datang ke Jakarta terkait usulan Wahid. Tentara tidak segera menolak proposal tersebut, tetapi menjanjikan "studi komprehensif dan teliti" terhadap ide tersebut.[24]
Wacana permintaan maaf
Presiden Joko Widodo berencana akan meminta maaf kepada keluarga korban PKI yang telah menjadi korban pelanggaran Hak Asasi Manusia di masa pembangunan Orde Baru,[25] namun kabar itu dibantah langsung oleh presiden.[26][27] Menurut Menkopolhukam Luhut Panjaitan upaya-upaya untuk rekonsiliasi pelanggaran HAM masa lampau diakui sedang dilakukan dan terus mencari format yang tepat.[28] Sedangkan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo yang tengah mengupayakan langkah non yudisial atau rekonsiliasi yang berujung pada ungkapan penyesalan negara terhadap peristiwa itu dengan tetap menolak permintaan maaf oleh Presiden.[29]
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mengharapkan presiden dapat mengambil inisiatif untuk meminta maaf atau menyatakan penyesalan kepada korban pelanggaran HAM pasca 1965 mengingat dampaknya begitu besar berkelanjutan ke anak, saudara dan keturunan terkait. Dengan tidak berdirinya proses peradilan pada peristiwa 1965, tidak semua korban baik yang sudah dibunuh, dibuang ke pulau pengasingan maupun dipenjara terlibat langsung dengan PKI.[30]
Kontra
Beberapa ormas dan elemen agama menolak wacana permintaan maaf tersebut dan menggelar aksi unjuk rasa.[31][32] Menhan Ryamizard Ryacudu menolak permintaan maaf terhadap PKI dengan alasan PKI yang melakukan pembunuhan terhadap 7 jenderal.[33] Permintaan maaf terhadap PKI juga ditolak oleh KSAD Jenderal Gatot Nurmantyo.[34]
Penolakan permintaan maaf terhadap PKI juga datang dari budayawan Taufiq Ismail karena menurutnya PKI telah 3 kali memberontak yaitu tahun 1927, 1948 dan 1965.[35]
Lihat pula
- Komunisme
- Sosialisme
- Marhaenisme
- Karl Marx
- Friedrich Engels
- Manifesto Komunis
- Komunisme di Sumatra
- Angkatan Kelima
- Badan Permusjawaratan Partai-Partai
- Gerwani
- Lembaga Kebudajaan Rakjat
- Pemuda Rakyat
- Peristiwa Madiun 1948
- Gerakan 30 September 1965
- Pembantaian di Indonesia 1965–1966
- Orde Baru
- Jejak Langkah Orde Baru
- Sarwo Edhie Wibowo
- Resimen Para Komando Angkatan Darat
- Sejarah Indonesia (1965-1966)
Galeri
-
Perayaan ulang tahun Partai Komunis Indonesia bersama DN Aidit dan Sukarno
-
Pertemuan PKI di Batavia
-
DN Aidit saat memberikan sambutan pada ulang tahun ke-5 Partai Persatuan Sosialis Jerman (Sozialistische Einheitspartei Deutschlands) di Berlin (1958).
-
Pidato dari Presiden Sukarno yang menunjukkan bagaimana komunisme juga menjadi kekuatan yang membawa Indonesia menuju identitas Negara yang kuat, dengan semangat nasionalis, agama dan komunis.
-
Sorak-sorai dan pengibaran bendera bergambar palu arit menjadi pemandangan sehari-hari di berbagai kota di pulau Jawa.
-
Pengemudi becak di Bandung memakai bendera palu arit sebagai hiasan di becaknya. Juga sebagai identitas ideologi warga.
-
Anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia menyandingkan foto pemimpin besar revolusi Indonesia dengan bendera Partai Komunis Indonesia
Referensi
Referensi umum
- Crouch, Harold (1978). The Army and Politics in Indonesia. Ithaca, New York: Cornell University Press. ISBN 0-8014-1155-6.
- Mortimer, Rex (1974). Indonesian Communism Under Sukarno: Ideology and Politics, 1959-1965. Ithaca, New York: Cornell University Press. ISBN 0-8014-0825-3.
- Ricklefs, M.C. (1982). A History of Modern Indonesia. London: MacMillan. ISBN 0-333-24380-3.
- Sinaga, Edward Djanner (1960). Communism and the Communist Party in Indonesia (Tesis MA Thesis). George Washington University School of Government.
- Roosa, John (2006). Pretext for Mass Murder, The September 30th Movement & Suharto's Coup D'état. Madison, Wisconsin: University of Wisconsin Press. ISBN 978-0-299-22034-1.
Catatan
- ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-05-25. Diakses tanggal 2024-06-26.
- ^ "The Indonesian Counter-Revolution". jacobin.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-03-31. Diakses tanggal 2024-06-26.
- ^ Bevins, Vincent (20 October 2017). "What the United States Did in Indonesia". The Atlantic. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-04-28. Diakses tanggal 22 October 2017.
- ^ "marxist.com". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-03-17. Diakses tanggal 2024-06-26.
- ^ Nuri, Wasul (2008). "Perseteruan Partai Masyumi dengan Partai Komunis Indonesia 1945-1960". Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-06-03. Diakses tanggal 2024-06-26.
- ^ a b Sinaga (1960) p2
- ^ a b Sinaga (1960) p7
- ^ Sinaga (1960) p9
- ^ George McTurnan Kahin, Nationalism and Revolution in Indonesia (Cornell University Press: Ithaca. New York, 1952) p. 77.
- ^ a b Sinaga (1960) p10
- ^ [1], Independent-Bangladesh.com, diakses 28 April 2008
- ^ [2], Marxists.org, diakses 28 April 2008
- ^ 'Communism and Stalinism in Indonesia', WorkersLiberty.org, diakses 28 April 2008
- ^ Indonesians Go to the Polls: The Parties and their Stand on Constitutional Issues by Harold F. Gosnell. In Midwest Journal of Political Science May, 1958. p. 189
- ^ 'The Sukarno years: 1950 to 1965', Gimonca.com, diakses 28 April 2008
- ^ Benjamin, Roger W.; Kautsky, John H.. Communism and Economic Development, in The American Political Science Review, Vol. 62, No. 1. (Mar., 1968), pp. 122.
- ^ Robert Cribb, ed., The Indonesian killings of 1965-1966: studies from Java and Bali (Clayton, Vic.: Monash University Centre of Southeast Asian Studies, Monash Papers on Southeast Asia no 21, 1990).
- ^ Totten, Samuel (2004). Century of Genocide. New York: Routledge. hlm. 239.; Robert Cribb, "How many deaths? Problems in the statistics of massacre in Indonesia (1965-1966) and East Timor (1975-1980)" Violence in Indonesia. Ed. Ingrid Wessel and Georgia Wimhöfer. Hamburg: Abera, 2001. 82-98. [3]
- ^ Kahin, George McT. and Kahin, Audrey R. Subversion as Foreign Policy: The Secret Eisenhower and Dulles Debacle in Indonesia. New York: The New Press, 1995.
- ^ Totten, Samuel (2004). Century of Genocide. New York: Routledge. hlm. 238.
- ^ "Lembaran Hitam Komunis di Indonesia". plasa.msn.com. September 2013. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-04-13. Diakses tanggal 12 April 2014.
- ^ Harold Crouch, 226-27.
- ^ Harold Crouch, 227.
- ^ Asian News Digest (2000) 1(18):279 and 1(19):295-296.
- ^ Wibisono, Gunawan. "Permohonan Maaf Jokowi ke PKI Masih Terus Digodok". Okezone.com. detik.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-08-31. Diakses tanggal 30 September 2015.
- ^ Paraqbueq, Rusman (ed.). "G30S 1965, Jokowi Bicara Permintaan Maaf ke Keluarga PKI". Tempo.co. tempo. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-12-25. Diakses tanggal 30 September 2015.
- ^ Yusmadi. "Istana Resah Presiden Jokowi Diisukan Minta Maaf ke PKI". Tribunnews.com. tribunnews. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-09-28. Diakses tanggal 30 September 2015.
- ^ Nugroho, Bagus Prihantoro. "Luhut: Tak Ada Permintaan Maaf Soal PKI, Tapi Pemerintah Akan Rekonsiliasi". detikcom. news.detik. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-06-03. Diakses tanggal 30 September 2015.
- ^ Irawan, Dhani. "Jaksa Agung: Bukan Minta Maaf ke PKI, Tapi Penyesalan atas Peristiwa Itu". detikcom. news.detik. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-06-03. Diakses tanggal 30 September 2015.
- ^ "Komnas HAM: Presiden minta maaf kepada korban, bukan kepada PKI". bbc.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-10-05. Diakses tanggal 30 September 2015.
- ^ Arif, Solichan. "Ketum PBNU Ingatkan Jokowi Tidak Minta Maaf ke PKI". Okezone.com. news.detik. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-08-31. Diakses tanggal 30 September 2015.
- ^ Anwar, Mujib. "Banser Jatim Tolak Presiden Jokowi Minta Maaf ke PKI". Tribunnews.com. tribunnews. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-09-25. Diakses tanggal 30 September 2015.
- ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-08-31. Diakses tanggal 2024-06-26.
- ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-10-02. Diakses tanggal 2024-06-26.
- ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-06-30. Diakses tanggal 2024-06-26.
Pranala luar
- People of Indonesia, Unite and Fight to Overthrow the Fascist Regime
- Defence speech given by Sudisman in 1967
- Shadow Play - Information regarding the 1965 coup and subsequent persecution of the PKI.
- The First Period of the Indonesian Communist Party (PKI): 1914-1926
- (Indonesia) Pemberontakan Yang Gagal Diarsipkan 2007-06-29 di Wayback Machine.
- (Indonesia) Pidato pembelaan Sudisman di Sidang Mahmilub
- (Inggris) Indonesian Communist Party
- (Inggris) Pernyataan Biro Politik CC-PKI, 1966
- (Inggris) Kebangkitan dan keruntuhan PKI oleh Craig Bowen
- (Indonesia) Lagu Genjer-Genjer - Lagu yang dilarang oleh Pemerintah Indonesia pada zaman Orde Baru @ YouTube.com
Bacaan terkait
- Jochen Hippler, Nasr Hamid Abu Zaid, Amr Hamzawy: Krieg, Repression, Terrorismus. Diarsipkan 2007-09-29 di Wayback Machine. Politische Gewalt und Zivilisation in westlichen und muslimischen Gesellschaften. ifa, Stuttgart 2006, S. 55-58 (Review)
- Hunter, Helen-Louise, (2007) Sukarno and the Indonesian coup: the untold story Westport, Conn.: Praeger Security International. PSI reports (Westport, Conn.)ISBN 9780275974381 (hbk.)ISBN 0275974383 (hbk.)
- J.L. Holzgrefe / Robert O. Keohane: Humanitarian Intervention: Ethical, Legal and Political Dilemmas. Cambridge (2003). ISBN 0-521-52928-X, S. 47
- Mark Levene u. Penny Roberts: The Massacre in History. (1999). ISBN 1-57181-935-5, S. 247-251
- Robert Cribb, 'The Indonesian Marxist tradition', in C.P. Mackerras and N.J. Knight, eds, Marxism in Asia (London: Croom Helm, 1985), pp. 251–272 [5] Diarsipkan 2020-08-01 di Wayback Machine..
- Artikel yang dipertanyakan keakuratannya
- Partai komunis
- Partai politik yang sudah bubar di Indonesia
- Partai politik yang didirikan tahun 1914
- Pendirian tahun 1914 di Hindia Belanda
- Pembubaran tahun 1966 di Indonesia
- Partai politik yang dibubarkan tahun 1966
- Organisasi di Hindia Belanda
- Partai politik peserta pemilihan umum legislatif Indonesia 1955
- Sejarah Indonesia
- Kebangkitan Nasional Indonesia