Islamisme: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
|||
(46 revisi perantara oleh 25 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1: | Baris 1: | ||
{{ |
{{Kotak samping Islamisme}} |
||
[[File:2012 Sydney protest.jpg|thumb|Para pengunjuk rasa Muslim membawa tanda-tanda yang bertuliskan "Memenggal semua orang yang menghina Nabi" dan "Orang-orang kita yang telah mati berada di Firdaus. Mati Anda ada di NERAKA!"]] |
|||
Untuk kegunaan lain dari <big>''Islamisme''</big>, lihat [[Ideologi Islam]] |
|||
⚫ | '''Islamisme''' ({{lang-ur|{{Nastaliq|اسلام پرستی}}}}; {{lang-ar|{{Nastaliq|الإسلام السياسي}}}}), juga dikenal dengan '''Politik Islam''', adalah seperangkat [[ideologi]] yang berkeyakinan bahwa "[[Islam]] harus menjadi pedoman bagi segala segi kehidupan manusia, baik sosial, ekonomi, politik, budaya, serta kehidupan pribadi".<ref name="Berman, S 2003, p. 258">{{cite journal |last=Berman |first=Sheri |title=Islamism, Revolution, and Civil Society |journal=Perspectives on Politics |volume=1 |issue=2 |year=2003 |page=258 |doi=10.1017/S1537592703000197}}</ref> Islamisme adalah konsep yang kontroversial, bukan hanya karena paham ini menganjurkan peran politik Islam yang lebih kuat, akan tetapi juga karena pendukungnya berkeyakinan bahwa apa yang mereka perjuangkan adalah pemahaman Islam yang sebenarnya; bahwa semua gagasan sebaliknya — Islam harus apolitik atau dipisahkan dari politik — adalah salah. Karena itulah kaum pendukung Islamisme secara keras menentang paham [[sekularisme]] yang menyerukan pemisahan antara agama dengan politik (pemerintahan). Kaum pendukung Islamisme dapat memiliki penafsiran yang berbeda dalam menafsirkan ayat-ayat dan surat dalam [[Quran]]. Pandangan Islamisme menekankan pentingnya penerapan [[Syariah]] (hukum Islam); persatuan politik [[Pan-Islamisme]]; serta menyingkirkan secara selektif pengaruh-pengaruh non-Muslim dari [[Dunia Islam]], khususnya pengaruh politik, sosial, ekonomi, dan budaya [[Dunia Barat|Barat]] yang dianggap tidak sesuai dengan Islam.<ref>[http://www.ikhwanweb.com/uploads/lib/N68YF4S6MM9K6TM.pdf Qutbism: An Ideology of Islamic-Fascism] by DALE C. EIKMEIER From ''Parameters'', Spring 2007, pp. 85-98. Accessed 6 February 2012</ref> |
||
⚫ | Beberapa pengamat seperti Graham Fuller, berpendapat bahwa ajaran Islamisme tidak sekeras dan seketat yang diduga, dan dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk politik identitas, atau dukungan terhadap identitas [[Muslim]], keaslian, regionalisme yang lebih luas, kebangkitan kembali, dan revitalisasi komunitas Muslim.<ref>Fuller, Graham E., ''The Future of Political Islam'', Palgrave MacMillan, (2003), p. 21</ref> Setelah [[kebangkitan dunia Arab]], politik Islam digambarkan menjadi "semakin saling bergantung" dengan politik demokrasi.<ref name="foreignpolicy1">{{cite web |url=http://www.foreignpolicy.com/articles/2012/04/16/the_new_islamists |title=The New Islamists |first=Olivier |last=Roy |publisher=foreignpolicy.com |date=April 16, 2012}}</ref> |
||
⚫ | '''Islamisme''' |
||
⚫ | Kaum Islamis<ref>{{cite news|url=https://www.middleeastmonitor.com/articles/africa/8087-how-credible-is-the-claim-of-the-failure-of-political-islam|title=How credible is the claim of the failure of political Islam?|date=31 October 2013|author=Rashid Ghannouchi|newspaper=MEMO|access-date=2015-05-08|archive-date=2016-03-04|archive-url=https://web.archive.org/web/20160304104630/https://www.middleeastmonitor.com/articles/africa/8087-how-credible-is-the-claim-of-the-failure-of-political-islam|dead-url=yes}}</ref> umumnya menentang penggunaan isitilah ini, dan mengklaim bahwa sikap dan cita-cita politik ini adalah bentuk ekspresi keislaman mereka semata. Beberapa ahli seperti Bernard Lewis lebih menyukai penggunaan istilah "aktivis Islam",<ref name="ICG">{{cite web |title=Understanding Islamism |work=International Crisis Group |url=http://merln.ndu.edu/archive/icg/Islamism2Mar05.pdf |format=PDF |access-date=2015-05-08 |archive-date=2013-03-07 |archive-url=https://web.archive.org/web/20130307123849/http://merln.ndu.edu/archive/icg/Islamism2Mar05.pdf |dead-url=yes }}</ref><ref name="autogenerated2">[http://www.nybooks.com/articles/4557 Islamic republic] by [[Bernard Lewis]]</ref> atau "politik Islam" (Trevor Stanley),<ref>{{cite web|url=http://www.pwhce.org/islamism.html|title=Trevor Stanley, Definition: Islamism, Islamist, Islamiste, Islamicist, Perspectives on World History and Current Events, July 2005. URL: http://www.pwhce.org/islamism.html Downloaded: 11 June 2007|publisher=Pwhce.org|date=|accessdate=2012-04-21}}</ref> dan beberapa (Robin Wright) telah menyamakan istilah "Islam militan" dengan [[terorisme]].<ref>Wright, Robin, ''Sacred Rage: The Wrath of Militant Islam,''</ref> |
||
⚫ | Beberapa pengamat seperti Graham Fuller, berpendapat bahwa ajaran Islamisme tidak sekeras dan seketat yang diduga, dan dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk politik identitas, atau dukungan terhadap identitas [[Muslim]], keaslian, regionalisme yang lebih luas, kebangkitan kembali, dan revitalisasi komunitas Muslim.<ref>Fuller, Graham E., ''The Future of Political Islam'', Palgrave MacMillan, (2003), p. 21</ref> Setelah [[ |
||
⚫ | |||
⚫ | Kaum Islamis<ref>{{cite news|url=https://www.middleeastmonitor.com/articles/africa/8087-how-credible-is-the-claim-of-the-failure-of-political-islam|title=How credible is the claim of the failure of political Islam?|date=31 October 2013|author=Rashid Ghannouchi|newspaper=MEMO}}</ref> umumnya menentang penggunaan isitilah ini, dan mengklaim bahwa sikap dan cita-cita politik ini adalah bentuk ekspresi keislaman mereka semata. Beberapa ahli seperti Bernard Lewis lebih menyukai penggunaan istilah "aktivis Islam",<ref name="ICG">{{cite web |title=Understanding Islamism |work=International Crisis Group |url=http://merln.ndu.edu/archive/icg/Islamism2Mar05.pdf |format=PDF |
||
⚫ | |||
⚫ | |||
⚫ | |||
Istilah Islamisme telah didefinisikan sebagai berikut: |
Istilah Islamisme telah didefinisikan sebagai berikut: |
||
* "Paham yang percaya bahwa Islam harus menjadi pedoman bagi kehidupan sosial, politik, dan pribadi."<ref name="Berman, S 2003, p. 258"/> |
* "Paham yang percaya bahwa Islam harus menjadi pedoman bagi kehidupan sosial, politik, dan pribadi."<ref name="Berman, S 2003, p. 258"/> |
||
* Gerakan "pendukung pemerintah yang sesuai dengan hukum syariah [dan] memandang Quran sebagai model politik." ([[Associated Press]]'s (AP) original definition of "Islamist") |
* Gerakan "pendukung pemerintah yang sesuai dengan hukum syariah [dan] memandang Quran sebagai model politik." ([[Associated Press]]'s (AP) original definition of "Islamist") |
||
* Sebutan [[peyoratif]] terhadap [[ekstremis Muslim]] atau jenis Muslim yang "tidak disukai" media Barat.("[[Council on American–Islamic Relations]] complaint about old AP definition of Islamist) |
* Sebutan [[peyoratif]] terhadap "[[ekstremis Muslim]]" atau jenis Muslim yang "tidak disukai" media Barat.("[[Council on American–Islamic Relations]] complaint about old AP definition of Islamist) |
||
* "Ideologi [Islam] yang menjadi pedoman bagi masyarakat secara keseluruhan, dan [mengajarkan] bahwa hukum harus sesuai dengan syariat Islam",<ref>Shepard, W. E. ''Sayyid Qutb and Islamic Activism: A Translation and Critical Analysis of Social Justice in Islam''. Leiden, New York: E.J. Brill., (1996). p. 40</ref> |
* "Ideologi [Islam] yang menjadi pedoman bagi masyarakat secara keseluruhan, dan [mengajarkan] bahwa hukum harus sesuai dengan syariat Islam",<ref>Shepard, W. E. ''Sayyid Qutb and Islamic Activism: A Translation and Critical Analysis of Social Justice in Islam''. Leiden, New York: E.J. Brill., (1996). p. 40</ref> |
||
* Sebuah gerakan fleksibel yang tidak berkelanjutan... bahwa segalanya untuk semuanya: alternatif pemenuhan tuntutan sosial bagi massa yang miskin; mimbar "kemarahan" bagi kaum muda yang kecewa; seruan terompet perang yang menyerukan 'kembali ke agama yang murni' bagi mereka yang mencari identitas; sebuah "dasar agama progresif" bagi kaum yang makmur dan liberal; ... dan pada ujung ekstrem; sebuah wahana kekerasan bagi kaum rejeksionis dan radikal.<ref name=Osman.p111>Osman, Tarek, ''Egypt on the brink'', 2010, p.111</ref> |
* Sebuah gerakan fleksibel yang tidak berkelanjutan... bahwa segalanya untuk semuanya: alternatif pemenuhan tuntutan sosial bagi massa yang miskin; mimbar "kemarahan" bagi kaum muda yang kecewa; seruan terompet perang yang menyerukan 'kembali ke agama yang murni' bagi mereka yang mencari identitas; sebuah "dasar agama progresif" bagi kaum yang makmur dan liberal; ... dan pada ujung ekstrem; sebuah wahana kekerasan bagi kaum rejeksionis dan radikal.<ref name=Osman.p111>Osman, Tarek, ''Egypt on the brink'', 2010, p.111</ref> |
||
* Sebuah "gerakan Islam yang membedaan dirinya dari budaya Barat, dan bercita-cita kembali ke simbol-simbol [Arab] pra-kolonial [Eropa]",<ref>Burgat, F, "Islamic Movement", pp. 39-41, 67-71, 309</ref> |
* Sebuah "gerakan Islam yang membedaan dirinya dari budaya Barat, dan bercita-cita kembali ke simbol-simbol [Arab] pra-kolonial [Eropa]",<ref>Burgat, F, "Islamic Movement", pp. 39-41, 67-71, 309</ref> |
||
* "Tren politik terorganisasi, yang terbentuk berkat berdirinya [[Ikhwanul Muslimin]] di Mesir pada 1928, yang mencari pemecahan masalah politik modern dengan |
* "Tren politik terorganisasi, yang terbentuk berkat berdirinya [[Ikhwanul Muslimin]] di Mesir pada 1928, yang mencari pemecahan masalah politik modern dengan becermin pada kitab-kitab Islam",<ref name="autogenerated1">{{cite web|url=http://www.opendemocracy.net/globalization/left_jihad_3886.jsp|title=Fred Halliday, from "The Left and the Jihad", Open Democracy 7 September 2006|publisher=Opendemocracy.net|date=2011-04-06|accessdate=2012-04-21}}</ref> |
||
* "Seluruh tubuh pemikiran yang berniat memasukkan ajaran Islam ke dalam masyarakat, dapat bersifat integrasionis, tradisionalis, reformasi, bahkan revolusioner",<ref name="autogenerated1" /> |
* "Seluruh tubuh pemikiran yang berniat memasukkan ajaran Islam ke dalam masyarakat, dapat bersifat integrasionis, tradisionalis, reformasi, bahkan revolusioner",<ref name="autogenerated1" /> |
||
* "Promosi dan penekanan aktif terhadap kepercayaan, ajaran, hukum, dan kebijakan yang berkarakter Islam,"<ref name="ICG"/> |
* "Promosi dan penekanan aktif terhadap kepercayaan, ajaran, hukum, dan kebijakan yang berkarakter Islam,"<ref name="ICG"/> |
||
* Sebuah gerakan di mana "kaum Muslim mengambil ajaran, simbol, dan istilah Islam untuk menginspirasi, membentuk, dan menjiwai aktivitas politik;" yang mungkin berupa aktivitas yang damai, toleran, dan moderat, dan/atau mereka yang "menyerukan menolak toleransi dan mendukung penggunaan kekerasan."<ref>[http://dosfan.lib.uic.edu/ERC/bureaus/nea/960508PelletreauMuslim.html Speech by Robert H. Pelletreau, Jr.], Council on Foreign Relations, May 8, 1996.</ref> |
* Sebuah gerakan di mana "kaum Muslim mengambil ajaran, simbol, dan istilah Islam untuk menginspirasi, membentuk, dan menjiwai aktivitas politik;" yang mungkin berupa aktivitas yang damai, toleran, dan moderat, dan/atau mereka yang "menyerukan menolak toleransi dan mendukung penggunaan kekerasan."<ref>[http://dosfan.lib.uic.edu/ERC/bureaus/nea/960508PelletreauMuslim.html Speech by Robert H. Pelletreau, Jr.] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20171010091754/http://dosfan.lib.uic.edu/ERC/bureaus/nea/960508PelletreauMuslim.html |date=2017-10-10 }}, Council on Foreign Relations, May 8, 1996.</ref> |
||
* |
* Istilah yang "digunakan oleh pihak luar untuk menyebutkan sejenis kegiatan yang menjustifikasi kesalahpahaman dalam memahami Islam sebagai sesuatu yang kaku, tidak bergerak, dan lebih berafiliasi tribal.."<ref name="KramerTerms">[http://www.meforum.org/541/coming-to-terms-fundamentalists-or-islamists Coming to Terms, Fundamentalists or Islamists? Martin Kramer] originally in ''Middle East Quarterly'' (Spring 2003), pp. 65-77.</ref><ref>Ayatollah Fadlallah, in interview by ''Monday Morning'' (Beirut), Aug. 10, 1992. "Fadlallah later revised his position" saying he preferred the phrase 'Islamist movement,' to Islamic 'fundamentalism.' Quoted in ''Coming to Terms: Fundamentalists or Islamists?'' by Martin Kramer</ref> |
||
=== Sejarah definisi === |
|||
⚫ | Paham Islamisme memiliki berbagai wujud yang berbeda serta rentang strategi dan taktik yang luas untuk meraih kekuasaan -- "penghancuran, perlawanan, kerja sama, pengabaian"<ref name=Roy-24>{{cite book|last1=Roy|first1=Olivier|title=The Failure of Political Islam|url=https://archive.org/details/failureofpolitic00royo|date=1994|page=[https://archive.org/details/failureofpolitic00royo/page/24 24]}}</ref> dan bervariasi seiring "perubahan keadaan"<ref name=Roy-109>{{cite book|last1=Roy|first1=Olivier|title=The Failure of Political Islam|url=https://archive.org/details/failureofpolitic00royo|date=1994|page=[https://archive.org/details/failureofpolitic00royo/page/109 109]}}</ref> — dan karena itulah bukan merupakan gerakan [[Pan-Islamisme]]. |
||
⚫ | Islamis moderat dan reformis menerima demokrasi dan bekerja dalam koridor proses demokrasi, seperti partai [[Gerakan Ennahda]] di Tunisia. [[Jamaat-e-Islami Pakistan|Jamaat-e-Islami]] Pakistan pada dasarnya adalah partai sosial-politik dan partai pelopor yang memiliki pengaruh melalui kudeta militer pada masa lalu.<ref name=Roy-24/> Kelompok Islamis seperti [[Hezbollah]] di [[Lebanon]] dan [[Hamas]] di [[Palestina]] berpartisipasi dalam proses politik secara demokratis tetapi juga melalui serangan bersenjata, untuk menghancurkan negara [[Israel]]. Organisasi [[Islam radikal]] seperti [[al-Qaeda]] dan [[Jihad Islam Mesir]], serta kelompok seperti [[Taliban]], sepenuhnya menolak [[demokrasi]], dan sering menuduh Muslim pendukung demokrasi sebagai ''[[kafir|kuffar]]'' (lihat ''[[takfirisme]]''), serta menyerukan kekerasan/serangan jihad dan melancarkan serangan terorisme berdasarkan alasan keagamaan. |
||
⚫ | Salah satu perpecahan besar dalam gerakan Islamisme adalah seperti yang dijelaskan [[Graham E. Fuller]]; yakni antara "penjaga tradisi" dan "pelopor perubahan dan reformasi Islam" berpusat di gerakan [[Ikhwanul Muslimin]].<ref>Fuller, ''The Future of Political Islam'', (2003), p.194-5</ref> [[Olivier Roy]] berpendapat bahwa gerakan "Pan-Islamisme Sunni mengalami pergeseran hebat pada paruh kedua abad ke-20" ketika gerakan [[Ikhwanul Muslimin]] yang berfokus pada Islamisasi gerakan [[Pan-Arabisme]] tersaingi dan dikalahkan oleh gerakan [[Salafi]] yang menekankan pada "syariah daripada membangun pranata Islam," dan penolakan kepada kaum Islam Syiah.<ref>Roy, Olivier, ''The Politics of Chaos in the Middle East'', Columbia University Press, (2008), p.92-3</ref> Setelah [[Kebangkitan dunia Arab]], Roy menggambarkan Islamisme "kian saling tergantung" dengan demokrasi di banyak negara Arab, sedemikian sehingga, "keduanya tidak dapat bertahan tanpa satu sama lain." Walaupun budaya politik Islam sendiri mungkin tidak demokratik, kelompok Islamis memerlukan pemilihan umum demokratis untuk menjaga legitimasi politik mereka. Pada saat yang bersamaan, popularitas mereka tetap terjaga, karena tidak ada pemerintah yang berhak menyebut dirinya demokratis, jika mengecualikan kelompok Islamis utama dalam dunia politik negara.<ref name="foreignpolicy1"/> |
||
== Perkembangan Islamisme == |
|||
Sebagai negara dengan penduduk beragama Islam terbanyak di dunia,<ref>{{Cite journal|date=2021-02-13|title=Agama di Indonesia|url=https://wiki-indonesia.club/w/index.php?title=Agama_di_Indonesia&oldid=17973605|journal=Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas|language=id}}</ref> perkembangan Islamisme dapat dirunut dari sejarah perkembangan Islam di Indonesia. Pendapat yang paling banyak diterima adalah masuknya Islam pada kisaran abad ke-7 hingga abad ke-11.<ref>{{Cite book|last=Husain|first=Sarkawi B.|date=2017-01-01|url=https://books.google.co.id/books?id=QsOCDwAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=sejarah+masyarakat+islam+di+indonesia&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwj4vO7b0ITvAhUJSX0KHXtZDlgQ6AEwAHoECAYQAg#v=onepage&q=sejarah%20masyarakat%20islam%20di%20indonesia&f=false|title=Sejarah Masyarakat Islam Indonesia|publisher=Airlangga University Press|isbn=978-602-6606-47-1|language=id}}</ref> Sejak saat itu, Islam diterima secara mendalam oleh masyarakat Indonesia, terutama karena adanya beberapa kesamaan spiritual dari antara Islam dan kepercayaan-kepercayaan lokal di beberapa tempat.<ref>{{Cite book|date=2006|url=https://books.google.co.id/books?id=yUfXAAAAMAAJ&q=islam+dan+kepercayaan+lokal&dq=islam+dan+kepercayaan+lokal&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwjT_dzV0YTvAhWa7HMBHSWMCKYQ6AEwAXoECAEQAg|title=Agama, religi & kepercayaan lokal: penelitian di Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur|publisher=Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia|isbn=978-979-26-2476-2|language=id}}</ref><ref>{{Cite journal|last=Sumpena|first=Deden|date=2012|title=Kajian Islam dan Budaya Lokal: Kajian terhadap Interelasi Islam dan Budaya Sunda|url=https://media.neliti.com/media/publications/63623-ID-islam-dan-budaya-lokal-kajian-terhadap-i.pdf|journal=Ilmu Dakwah|volume=6|issue=19|pages=103}}</ref> Bersamaan dengan datangnya bangsa Barat yang kemudian memulai misi menyebarkan ajaran Kristen,<ref>{{Cite journal|date=2016-03-15|title=Kekristenan dan kolonialisme|url=https://wiki-indonesia.club/w/index.php?title=Kekristenan_dan_kolonialisme&oldid=11430323|journal=Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas|language=id}}</ref> maka muncullah perebutan kekuasaan dengan cara masing-masing demi kepentingan ideologi yang dibawa. |
|||
Konflik-konflik beratasnamakan agama pun bermunculan. Banyak di antaranya yang juga mengusung isu-isu penguasaan sumber-sumber ekonomi, perubahan arus kebudayaan, hingga semangat kebangsaan.<ref>{{Cite book|last=Bertrand|first=Jacques|date=2004|url=https://books.google.co.id/books?id=2oZQRuT78JIC&printsec=frontcover&dq=konflik+agama+di+indonesia&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwirooiU14TvAhUNbn0KHT_FAsgQ6AEwA3oECAAQAg#v=onepage&q=religion&f=false|title=Nationalism and Ethnic Conflict in Indonesia|publisher=Cambridge University Press|isbn=978-0-521-52441-4|language=en}}</ref><ref>{{Cite book|last=Panggabean|first=Syamsu Rizal|date=2015|url=https://books.google.co.id/books?id=yDW5jwEACAAJ&dq=konflik+agama+di+indonesia&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwirooiU14TvAhUNbn0KHT_FAsgQ6AEwAnoECAMQAQ|title=Policing Religious Conflicts in Indonesia|publisher=Center for the Study of Religion and Democracy, Paramadina Foundation|isbn=978-979-772-050-6|language=en}}</ref> Hal ini berimplikasi pada masa-masa di mana semangat Islamisme mulai berakar kuat di Indonesia, yakni ketika ajaran Islam, terutama Quran dan Hadis, mengalami tafsir-tafsir politik.<ref name=":0">{{Cite book|last=Bayat|first=Asef|date=2013-08-01|url=https://books.google.co.id/books?id=HNTjBZ2yxvoC&printsec=frontcover&dq=post+islamism&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwj7u4WH2YTvAhXVX3wKHQD4BwgQ6AEwAHoECAMQAg#v=onepage&q=post%20islamism&f=false|title=Post-Islamism: The Many Faces of Political Islam|publisher=OUP USA|isbn=978-0-19-976606-2|language=en}}</ref> Pengaruh Islamisme cukup kuat untuk didayagunakan sebagai perlawanan terhadap penjajah, sekaligus ideologi yang dibawa, yakni modernisme dan kapitalisme. Sejarah panjang ini meninggalkan jejak yang bisa dilihat sampai saat ini sehingga terjadilah reproduksi tafsir-tafsir politik untuk memusuhi Barat dan [[Sekularisme]]. |
|||
Diberlakukannya [[Politik Etis]] pada tahun 1901 hingga 1942 merupakan masa transisi yang penting di Indonesia karena dinilai mampu memperjuangkan segelintir hak-hak masyarakat pribumi untuk menyejahterakan diri.<ref>{{Cite book|date=2005|url=https://books.google.co.id/books?id=GCvbAAAAMAAJ&pg=PA2012&dq=politik+etis&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwik3JCB24TvAhVOAHIKHRdFD3sQ6AEwAXoECAcQAg#v=onepage&q=politik%20etis&f=false|title=Profil 100 Tahun Departemen Pertanian, Republik Indonesia|publisher=Ministry of Agriculture of the Republic of Indonesia|language=id}}</ref> Politik etis kemudian mematik pergerakan intelektual untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat Indonesia sekaligus mencanangkan agenda mengenai semangat kebangsaan dan kemerdekaan.<ref>{{Cite book|date=2005|url=https://books.google.co.id/books?id=oVxwAAAAMAAJ&q=politik+etis&dq=politik+etis&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwjf6fXU24TvAhUCU30KHb0dBeU4ChDoATACegQIARAC|title=Ensiklopedi Jakarta: culture & heritage|publisher=Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Dinas Kebudayaan dan Permuseuman|isbn=978-979-8682-51-3|language=id}}</ref> Munculnya peluang pergerakan itu turut memuat semangat perjuangan Islam seperti yang tampak pada [[Piagam Jakarta]] yang sila pertamanya berbunyi: "Ketuhanan dengan berkewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Sila ini kemudian menuai protes dan diubah menjadi “Ketuhanan yang Maha Esa” untuk menghilangkan bias agama sebagai bentuk dari perwujudan intisari Eka Sila, yakni gotong royong.<ref>{{Cite book|last=Hosen|first=Nadirsyah|date=2007|url=https://books.google.co.id/books?id=JIq9bY1yaSIC&pg=PA1&dq=jakarta+charter&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwj-voai3ITvAhUTjeYKHZTADicQ6AEwA3oECAkQAg#v=onepage&q=jakarta%20charter&f=false|title=Shari'a & Constitutional Reform in Indonesia|publisher=Institute of Southeast Asian Studies|isbn=978-981-230-402-5|language=en}}</ref> Dari sini dapat diketahui bahwa perjuangan pemeluk Islam di Nusantara tidak hanya membawa agenda untuk memerdekakan diri tetapi juga bersama dalam kesepakatan untuk membentuk bangsa yang berdaulat untuk menaungi mereka sebagai umat beragama. |
|||
Platzdasch (2009:116)<ref>{{Cite book|last=Platzdasch|first=Bernhard|date=2009|url=https://books.google.co.id/books?id=NA_khS1_PaQC&printsec=frontcover&dq=islamism+in+indonesia&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwiA7Ly23YTvAhVPOysKHV1gBCEQ6AEwAHoECAIQAg#v=onepage&q=islamism%20in%20indonesia&f=false|title=Islamism in Indonesia: Politics in the Emerging Democracy|publisher=Institute of Southeast Asian Studies|isbn=978-981-4279-09-3|language=en}}</ref> mengemukakan bahwa sejarah pahit politik Islamisme di Indonesia adalah kepercayaan bahwa sekuleris, intelektual yang dididik dengan paham Barat, dan segala konspirasi [[Zionisme]] Amerika merupakan penghalang masyarakat Indonesia dalam menerima identitas fundamental mereka sebagai muslim dan keinginan untuk mendirikan [[Negara Islam]] Indonesia. Ada pola yang dikemukakan oleh beberapa perwakilan [[Partai Masyumi]] tentang potensi dan dukungan mereka dalam masyarakat, dengan klaim bahwa aspirasi mayoritas Muslim adalah agar negara menjadi aktif dalam menegakkan syariah. |
|||
⚫ | Paham Islamisme memiliki berbagai wujud yang berbeda serta rentang strategi dan taktik yang luas untuk meraih kekuasaan -- "penghancuran, perlawanan, kerja sama, pengabaian"<ref name=Roy-24>{{cite book|last1=Roy|first1=Olivier|title=The Failure of Political Islam|date=1994|page=24}}</ref> dan bervariasi seiring "perubahan keadaan"<ref name=Roy-109>{{cite book|last1=Roy|first1=Olivier|title=The Failure of Political Islam|date=1994|page=109}}</ref> — dan karena |
||
Hasan (2013:157)<ref name=":0" /> mengungkapkan bahwa Islamisme adalah wacana politik dan aktivisme yang bertujuan untuk mengubah sistem sekuler masyarakat dan keadaan untuk membentuk sebuah negara Islam dengan mengeksploitasi simbol-simbol dan identitas-identitas religius. Hal ini tampak terutama pada pendukung implementasi syariat (hukum Islam) dan bahkan berjihad pada konflik-konflik komunal. Peristiwa-peristiwa ini cukup sering terjadi sehingga menyadarkan kita akan meningkatnya radikalisme Islam yang bertujuan membuat negara seperti Pakistan, Irak, dan Iran (lihat Aksikas, 2009;<ref>{{Cite book|last=Aksikas|first=Jaafar|date=2009|url=https://books.google.co.id/books?id=6ov4ERFuBtQC&printsec=frontcover&dq=arab+modernities&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwjzkJGX4ITvAhVQOSsKHcVFBNUQ6AEwAHoECAMQAg#v=onepage&q=arab%20modernities&f=false|title=Arab Modernities: Islamism, Nationalism, and Liberalism in the Post-colonial Arab World|publisher=Peter Lang|isbn=978-1-4331-0534-0|language=en}}</ref> Knudsen dan Ezbidi (ed.)., 2014;<ref>{{Cite book|last=Knudsen|first=Are|last2=Ezbidi|first2=Basem|date=2014-09-05|url=https://books.google.co.id/books?id=U7eKDwAAQBAJ&pg=PR16&dq=Popular+Protest+in+The+New+Middle+East:+Islamism+and+Post-Islamism+Politics&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwiYzqnq4ITvAhX18XMBHYcJBJMQ6AEwAHoECAYQAg#v=onepage&q=Popular%20Protest%20in%20The%20New%20Middle%20East:%20Islamism%20and%20Post-Islamism%20Politics&f=false|title=Popular Protest in the New Middle East: Islamism and Post-Islamist Politics|publisher=Bloomsbury Publishing|isbn=978-0-85772-497-7|language=en}}</ref> Shahibzadeh, [[2016]];<ref>{{Cite book|last=Shahibzadeh|first=Yadullah|date=2016-06-01|url=https://books.google.co.id/books?id=4olFDAAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=Islamism+and+Post-Islamism+in+Iran:+An+Intellectual+History&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwiPucr84ITvAhWY73MBHXQfB58Q6AEwAHoECAYQAg#v=onepage&q=Islamism%20and%20Post-Islamism%20in%20Iran:%20An%20Intellectual%20History&f=false|title=Islamism and Post-Islamism in Iran: An Intellectual History|publisher=Springer|isbn=978-1-137-57825-9|language=en}}</ref> Badamchi, 2017<ref>{{Cite book|last=Badamchi|first=Meysam|date=2017-06-22|url=https://books.google.co.id/books?id=k3YpDwAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=Post-Islamic+Political+Theory:+Iranian+Intellectuals+and+Political+Liberalism+in+Dialogue&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwj6tt2S4YTvAhWE7HMBHeIbB1gQ6AEwAHoECAQQAg#v=onepage&q=Post-Islamic%20Political%20Theory:%20Iranian%20Intellectuals%20and%20Political%20Liberalism%20in%20Dialogue&f=false|title=Post-Islamist Political Theory: Iranian Intellectuals and Political Liberalism in Dialogue|publisher=Springer|isbn=978-3-319-59492-7|language=en}}</ref>). |
|||
⚫ | Islamis moderat dan reformis menerima dan bekerja dalam proses |
||
== Rujukan == |
|||
⚫ | Salah satu perpecahan besar dalam gerakan Islamisme adalah seperti yang dijelaskan [[Graham E. Fuller]]; yakni antara "penjaga tradisi" |
||
{{reflist}} |
|||
== Sumber == |
|||
{{refbegin|2}} |
|||
* {{cite book|last1=Roy|first1=Olivier|title=The Failure of Political Islam|publisher=Harvard University Press|year=1994|url=https://archive.org/details/failureofpolitic00royo|url-access=registration|access-date=2 April 2015|ref=ORFPI1994|isbn=978-0674291416}} |
|||
* {{cite book |author-link=Nazih Ayubi |first=Nazih |last=Ayubi |title=Political Islam |url=https://archive.org/details/politicalislamre0000ayub |place=London |publisher=Routledge |year=1991}} |
|||
* {{cite book |author-link=John Esposito |first=John |last=Esposito |title=Islam and Politics |url=https://archive.org/details/islampolitics0000espo |edition=Fourth |publisher=Syracuse University Press |year=1998 |place=Syracuse NY}} |
|||
* {{cite book |last1=Grinin |first1=Leonid |last2=Korotayev |first2=Andrey |last3=Tausch |first3=Arno |title=Islamism, Arab Spring, and the Future of Democracy |series=Perspectives on Development in the Middle East and North Africa (MENA) Region |url=https://www.springer.com/gp/book/9783319910765 |publisher=Springer |year=2019 |doi=10.1007/978-3-319-91077-2 |isbn=978-3-319-91076-5 |s2cid=158388148 |place=London}} |
|||
* {{cite book |first=Andrea |last=Mura |title=The Symbolic Scenarios of Islamism: A Study in Islamic Political Thought |url=https://www.routledge.com/products/9781472443892 |publisher=Routledge |year=2015 |place=London}} |
|||
* {{cite book |editor-first1=Yvonne |editor-last1=Yazbeck Haddad |editor-first2=John |editor-last2=Esposito |title=Islam, Gender, and Social Change |publisher=Oxford University Press |place=New York |year=1998}} |
|||
* {{cite book |author-link=Fred Halliday |first=Fred |last=Halliday |title=Islam and the Myth of Confrontation |url=https://archive.org/details/islammythofconfr00hall_0 |url-access=registration |edition=2nd |place=London, New York |publisher=I.B. Tauris |year=2003|isbn=9781850439592 }} |
|||
* {{cite book|author-link=Riaz Hassan |last=Hassan |first=Riaz |title=Faithlines: Muslim Conceptions of Islam and Society |url=http://www.us.oup.com/us/catalog/general/subject/ReligionTheology/Islam/?view=usa&ci=9780195799309 |publisher=Oxford University Press |year=2002 }}{{dead link|date=June 2022|bot=medic}}{{cbignore|bot=medic}} |
|||
* {{cite book |last=Hassan |first=Riaz |title=Inside Muslim Minds |publisher=Melbourne University Press |year=2008}} |
|||
* {{cite book |author-link=Peter Mandaville |last=Mandaville |first=Peter |title=Transnational Muslim Politics |year=2007 |place=Abingdon (Oxon), New York |publisher=Routledge}} |
|||
* {{cite book |editor-first1=Richard C. |editor-last1=Martin |editor-first2=Abbas |editor-last2=Barzegar |title=Islamism: Contested Perspectives on Political Islam |publisher=Stanford University Press |year=2010}} |
|||
* {{cite book |editor-last=Rashwan |editor-first=Diaa |title=The spectrum of Islamist movements |publisher=Schiler |year=2007}} |
|||
* {{cite book |first=S. |last=Sayyid |title=A Fundamental Fear: Eurocentrism and Emergence of Islamism |edition=2nd |place=London, New York |publisher=Zed Press |year=2003}} |
|||
* {{cite book |first1=Anders |last1=Strindberg |first2=Mats |last2=Wärn |title=Islamism |url=https://archive.org/details/islamismreligion0000stri |publisher=Polity Press |place=Cambridge, Malden MA |year=2011}} |
|||
*Valentine, Simon Ross, Force and Fanaticism: Wahhabism in Saudi Arabia and Beyond, (2015), London/New York, Hurst & Co. |
|||
* {{Cite book | last=Tausch | first=Arno | author-link=Arno Tausch | title=The political algebra of global value change. General models and implications for the Muslim world. With Almas Heshmati and Hichem Karoui |publisher=Nova Science Publishers, New York|year=2015 | edition=1st | isbn=978-1629488998 |url=https://www.researchgate.net/publication/290349218}} |
|||
* {{cite book |last1=Teti |first1=Andrea |last2=Mura |first2=Andrea |title=Sunni Islam and politics |work=Routledge Handbook of Religion and Politics |editor=Jeff Haynes |place=Abingdon (Oxon), New York |publisher=Routledge |year=2009}} |
|||
* {{cite book |first=Frédéric |last=Volpi |title=Political Islam Observed |publisher=Hurst |year=2010}} |
|||
* {{cite book |editor-first=Frédéric |editor-last=Volpi |title=Political Islam: A Critical Reader |publisher=Routledge |year=2011}} |
|||
*{{cite book |last1=Sayej |first1=Caroleen Marji |title=Patriotic Ayatollahs: Nationalism in Post-Saddam Iraq |date=2018 |publisher=[[Cornell University Press]] |page=67|location=Ithaca, NY |isbn=9781501714856 |doi=10.7591/cornell/9781501715211.001.0001 |url=https://cornell.universitypressscholarship.com/view/10.7591/cornell/9781501715211.001.0001/upso-9781501715211}} |
|||
*{{cite book |last1=Farzaneh |first1=Mateo Mohammad |title=Iranian Constitutional Revolution and the Clerical Leadership of Khurasani |date=March 2015 |publisher=[[Syracuse University Press]] |location=Syracuse, NY |isbn=9780815633884 |oclc=931494838 |url=https://press.syr.edu/supressbooks/467}} |
|||
*{{Cite journal|last=Hermann|first=Denis|date=1 May 2013|title=Akhund Khurasani and the Iranian Constitutional Movement|url=https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/00263206.2013.783828 |jstor=23471080 |journal=Middle Eastern Studies|volume=49|issue=3|pages=430–453|doi=10.1080/00263206.2013.783828|s2cid=143672216 |issn=0026-3206}} |
|||
*Bayat, Mangol (1991). “[https://global.oup.com/academic/product/irans-first-revolution-9780195068221?cc=us&lang=en& Iran's First Revolution: Shi'ism and the Constitutional Revolution of 1905-1909]”. Studies in Middle Eastern History. Oxford, New York: Oxford University Press. <nowiki>ISBN 978-0-19-506822-1</nowiki>. |
|||
*{{Cite journal|last=Nouraie|first=Fereshte M.|date=1975|title=The Constitutional Ideas of a Shi'ite Mujtahid: Muhammad Husayn Na'ini|url=https://www.jstor.org/stable/4310208|jstor=4310208 |journal=Iranian Studies|volume=8|issue=4|pages=234–247|doi=10.1080/00210867508701501 |issn=0021-0862}} |
|||
*{{Cite journal|last=Martin|first=V. A.|date=April 1986|title=The Anti-Constitutionalist Arguments of Shaikh Fazlallah Nuri|url=https://www.jstor.org/stable/4283111 |jstor=4283111 |journal=Middle Eastern Studies|volume=22|issue=2|pages=181–196|doi=10.1080/00263208608700658 }} |
|||
*{{Cite journal|last=Khalaji|first=Mehdi|date=November 27, 2009|title=The Dilemmas of Pan-Islamic Unity|url=https://www.hudson.org/research/9859-the-dilemmas-of-pan-islamic-unity-|journal=Current Trends in Islamist Ideology|volume=9|pages=64–79}} |
|||
*{{Cite journal|last=Fuchs|first=Simon Wolfgang|date=24 May 2021|title=A Direct Flight to Revolution: Maududi, Divine Sovereignty, and the 1979-Moment in Iran|url=https://www.cambridge.org/core/journals/journal-of-the-royal-asiatic-society/article/direct-flight-to-revolution-maududi-divine-sovereignty-and-the-1979moment-in-iran/469BE06D4D083FB575608BB909C40EB7 |journal=Journal of the Royal Asiatic Society|volume=32|issue=2|pages=333–354|doi=10.1017/S135618632100033X|s2cid=236344952 }} |
|||
*{{Cite journal|last=Aziz|first=T. M.|date=May 1993|title=The Role of Muhammad Baqir al-Sadr in Shi'i Political Activism in Iraq from 1958 to 1980|url=https://www.jstor.org/stable/164663 |journal=International Journal of Middle East Studies|volume=25|issue=2|pages=207–222|doi=10.1017/S0020743800058499|jstor=164663 |s2cid=162623601 }} |
|||
*{{Cite journal|last=Fuchs|first=Simon Wolfgang|date=July 2014|title=Third Wave Shi'ism: Sayyid Arif Husain al-Husaini and the Islamic Revolution in Pakistan|url=https://www.jstor.org/stable/43307315 |journal=Journal of the Royal Asiatic Society|volume=24|issue=3|pages=493–510|doi=10.1017/S1356186314000200|jstor=43307315 |s2cid=161577379 }} |
|||
*{{cite book |last1=Rahnema |first1=Ali |title=Pioneers of Islamic Revival |date=November 1, 2005 |publisher=[[Zed Books]] |location=London, UK |isbn=9781842776155 |url=https://www.bloomsbury.com/us/pioneers-of-islamic-revival-9781842776155/}} |
|||
*{{cite book |last1=Rahnema |first1=Ali |title=An Islamic Utopian - A Political Biography of Ali Shari'ati|date=2000 |publisher=[[I.B. Tauris]] |location=London, NY |isbn=1860645526 |url=https://www.bloomsbury.com/us/islamic-utopian-9781780768021/}} |
|||
*{{Cite journal|last=Bohdan|first=Siarhei|date=Summer 2020|title="They Were Going Together with the Ikhwan": The Influence of Muslim Brotherhood Thinkers on Shi'i Islamists during the Cold War|url=https://www.ingentaconnect.com/content/mei/mei/2020/00000074/00000002/art00005;jsessionid=3669aj37j07cl.x-ic-live-03|journal=The Middle East Journal|volume=74|issue=2|pages=243–262|doi=10.3751/74.2.14 |s2cid=225510058 |issn=1940-3461}} |
|||
{{refend}} |
|||
{{ideologies}} |
{{ideologies}} |
||
{{Islamisme}} |
|||
[[Kategori:Islamisme| ]] |
|||
[[Kategori:Ideologi politik]] |
[[Kategori:Ideologi politik]] |
Revisi terkini sejak 18 Juli 2024 10.26
Bagian dari seri tentang: Islamisme |
---|
Portal Politik |
Islamisme (bahasa Urdu: اسلام پرستی; bahasa Arab: الإسلام السياسي), juga dikenal dengan Politik Islam, adalah seperangkat ideologi yang berkeyakinan bahwa "Islam harus menjadi pedoman bagi segala segi kehidupan manusia, baik sosial, ekonomi, politik, budaya, serta kehidupan pribadi".[1] Islamisme adalah konsep yang kontroversial, bukan hanya karena paham ini menganjurkan peran politik Islam yang lebih kuat, akan tetapi juga karena pendukungnya berkeyakinan bahwa apa yang mereka perjuangkan adalah pemahaman Islam yang sebenarnya; bahwa semua gagasan sebaliknya — Islam harus apolitik atau dipisahkan dari politik — adalah salah. Karena itulah kaum pendukung Islamisme secara keras menentang paham sekularisme yang menyerukan pemisahan antara agama dengan politik (pemerintahan). Kaum pendukung Islamisme dapat memiliki penafsiran yang berbeda dalam menafsirkan ayat-ayat dan surat dalam Quran. Pandangan Islamisme menekankan pentingnya penerapan Syariah (hukum Islam); persatuan politik Pan-Islamisme; serta menyingkirkan secara selektif pengaruh-pengaruh non-Muslim dari Dunia Islam, khususnya pengaruh politik, sosial, ekonomi, dan budaya Barat yang dianggap tidak sesuai dengan Islam.[2]
Beberapa pengamat seperti Graham Fuller, berpendapat bahwa ajaran Islamisme tidak sekeras dan seketat yang diduga, dan dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk politik identitas, atau dukungan terhadap identitas Muslim, keaslian, regionalisme yang lebih luas, kebangkitan kembali, dan revitalisasi komunitas Muslim.[3] Setelah kebangkitan dunia Arab, politik Islam digambarkan menjadi "semakin saling bergantung" dengan politik demokrasi.[4]
Kaum Islamis[5] umumnya menentang penggunaan isitilah ini, dan mengklaim bahwa sikap dan cita-cita politik ini adalah bentuk ekspresi keislaman mereka semata. Beberapa ahli seperti Bernard Lewis lebih menyukai penggunaan istilah "aktivis Islam",[6][7] atau "politik Islam" (Trevor Stanley),[8] dan beberapa (Robin Wright) telah menyamakan istilah "Islam militan" dengan terorisme.[9]
Tokoh penting Islamisme modern antara lain Hasan al-Banna dan Abul Ala Maududi,[10].
Definisi
[sunting | sunting sumber]Istilah Islamisme telah didefinisikan sebagai berikut:
- "Paham yang percaya bahwa Islam harus menjadi pedoman bagi kehidupan sosial, politik, dan pribadi."[1]
- Gerakan "pendukung pemerintah yang sesuai dengan hukum syariah [dan] memandang Quran sebagai model politik." (Associated Press's (AP) original definition of "Islamist")
- Sebutan peyoratif terhadap "ekstremis Muslim" atau jenis Muslim yang "tidak disukai" media Barat.("Council on American–Islamic Relations complaint about old AP definition of Islamist)
- "Ideologi [Islam] yang menjadi pedoman bagi masyarakat secara keseluruhan, dan [mengajarkan] bahwa hukum harus sesuai dengan syariat Islam",[11]
- Sebuah gerakan fleksibel yang tidak berkelanjutan... bahwa segalanya untuk semuanya: alternatif pemenuhan tuntutan sosial bagi massa yang miskin; mimbar "kemarahan" bagi kaum muda yang kecewa; seruan terompet perang yang menyerukan 'kembali ke agama yang murni' bagi mereka yang mencari identitas; sebuah "dasar agama progresif" bagi kaum yang makmur dan liberal; ... dan pada ujung ekstrem; sebuah wahana kekerasan bagi kaum rejeksionis dan radikal.[12]
- Sebuah "gerakan Islam yang membedaan dirinya dari budaya Barat, dan bercita-cita kembali ke simbol-simbol [Arab] pra-kolonial [Eropa]",[13]
- "Tren politik terorganisasi, yang terbentuk berkat berdirinya Ikhwanul Muslimin di Mesir pada 1928, yang mencari pemecahan masalah politik modern dengan becermin pada kitab-kitab Islam",[14]
- "Seluruh tubuh pemikiran yang berniat memasukkan ajaran Islam ke dalam masyarakat, dapat bersifat integrasionis, tradisionalis, reformasi, bahkan revolusioner",[14]
- "Promosi dan penekanan aktif terhadap kepercayaan, ajaran, hukum, dan kebijakan yang berkarakter Islam,"[6]
- Sebuah gerakan di mana "kaum Muslim mengambil ajaran, simbol, dan istilah Islam untuk menginspirasi, membentuk, dan menjiwai aktivitas politik;" yang mungkin berupa aktivitas yang damai, toleran, dan moderat, dan/atau mereka yang "menyerukan menolak toleransi dan mendukung penggunaan kekerasan."[15]
- Istilah yang "digunakan oleh pihak luar untuk menyebutkan sejenis kegiatan yang menjustifikasi kesalahpahaman dalam memahami Islam sebagai sesuatu yang kaku, tidak bergerak, dan lebih berafiliasi tribal.."[16][17]
Sejarah definisi
[sunting | sunting sumber]Paham Islamisme memiliki berbagai wujud yang berbeda serta rentang strategi dan taktik yang luas untuk meraih kekuasaan -- "penghancuran, perlawanan, kerja sama, pengabaian"[18] dan bervariasi seiring "perubahan keadaan"[19] — dan karena itulah bukan merupakan gerakan Pan-Islamisme.
Islamis moderat dan reformis menerima demokrasi dan bekerja dalam koridor proses demokrasi, seperti partai Gerakan Ennahda di Tunisia. Jamaat-e-Islami Pakistan pada dasarnya adalah partai sosial-politik dan partai pelopor yang memiliki pengaruh melalui kudeta militer pada masa lalu.[18] Kelompok Islamis seperti Hezbollah di Lebanon dan Hamas di Palestina berpartisipasi dalam proses politik secara demokratis tetapi juga melalui serangan bersenjata, untuk menghancurkan negara Israel. Organisasi Islam radikal seperti al-Qaeda dan Jihad Islam Mesir, serta kelompok seperti Taliban, sepenuhnya menolak demokrasi, dan sering menuduh Muslim pendukung demokrasi sebagai kuffar (lihat takfirisme), serta menyerukan kekerasan/serangan jihad dan melancarkan serangan terorisme berdasarkan alasan keagamaan.
Salah satu perpecahan besar dalam gerakan Islamisme adalah seperti yang dijelaskan Graham E. Fuller; yakni antara "penjaga tradisi" dan "pelopor perubahan dan reformasi Islam" berpusat di gerakan Ikhwanul Muslimin.[20] Olivier Roy berpendapat bahwa gerakan "Pan-Islamisme Sunni mengalami pergeseran hebat pada paruh kedua abad ke-20" ketika gerakan Ikhwanul Muslimin yang berfokus pada Islamisasi gerakan Pan-Arabisme tersaingi dan dikalahkan oleh gerakan Salafi yang menekankan pada "syariah daripada membangun pranata Islam," dan penolakan kepada kaum Islam Syiah.[21] Setelah Kebangkitan dunia Arab, Roy menggambarkan Islamisme "kian saling tergantung" dengan demokrasi di banyak negara Arab, sedemikian sehingga, "keduanya tidak dapat bertahan tanpa satu sama lain." Walaupun budaya politik Islam sendiri mungkin tidak demokratik, kelompok Islamis memerlukan pemilihan umum demokratis untuk menjaga legitimasi politik mereka. Pada saat yang bersamaan, popularitas mereka tetap terjaga, karena tidak ada pemerintah yang berhak menyebut dirinya demokratis, jika mengecualikan kelompok Islamis utama dalam dunia politik negara.[4]
Perkembangan Islamisme
[sunting | sunting sumber]Sebagai negara dengan penduduk beragama Islam terbanyak di dunia,[22] perkembangan Islamisme dapat dirunut dari sejarah perkembangan Islam di Indonesia. Pendapat yang paling banyak diterima adalah masuknya Islam pada kisaran abad ke-7 hingga abad ke-11.[23] Sejak saat itu, Islam diterima secara mendalam oleh masyarakat Indonesia, terutama karena adanya beberapa kesamaan spiritual dari antara Islam dan kepercayaan-kepercayaan lokal di beberapa tempat.[24][25] Bersamaan dengan datangnya bangsa Barat yang kemudian memulai misi menyebarkan ajaran Kristen,[26] maka muncullah perebutan kekuasaan dengan cara masing-masing demi kepentingan ideologi yang dibawa.
Konflik-konflik beratasnamakan agama pun bermunculan. Banyak di antaranya yang juga mengusung isu-isu penguasaan sumber-sumber ekonomi, perubahan arus kebudayaan, hingga semangat kebangsaan.[27][28] Hal ini berimplikasi pada masa-masa di mana semangat Islamisme mulai berakar kuat di Indonesia, yakni ketika ajaran Islam, terutama Quran dan Hadis, mengalami tafsir-tafsir politik.[29] Pengaruh Islamisme cukup kuat untuk didayagunakan sebagai perlawanan terhadap penjajah, sekaligus ideologi yang dibawa, yakni modernisme dan kapitalisme. Sejarah panjang ini meninggalkan jejak yang bisa dilihat sampai saat ini sehingga terjadilah reproduksi tafsir-tafsir politik untuk memusuhi Barat dan Sekularisme.
Diberlakukannya Politik Etis pada tahun 1901 hingga 1942 merupakan masa transisi yang penting di Indonesia karena dinilai mampu memperjuangkan segelintir hak-hak masyarakat pribumi untuk menyejahterakan diri.[30] Politik etis kemudian mematik pergerakan intelektual untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat Indonesia sekaligus mencanangkan agenda mengenai semangat kebangsaan dan kemerdekaan.[31] Munculnya peluang pergerakan itu turut memuat semangat perjuangan Islam seperti yang tampak pada Piagam Jakarta yang sila pertamanya berbunyi: "Ketuhanan dengan berkewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Sila ini kemudian menuai protes dan diubah menjadi “Ketuhanan yang Maha Esa” untuk menghilangkan bias agama sebagai bentuk dari perwujudan intisari Eka Sila, yakni gotong royong.[32] Dari sini dapat diketahui bahwa perjuangan pemeluk Islam di Nusantara tidak hanya membawa agenda untuk memerdekakan diri tetapi juga bersama dalam kesepakatan untuk membentuk bangsa yang berdaulat untuk menaungi mereka sebagai umat beragama.
Platzdasch (2009:116)[33] mengemukakan bahwa sejarah pahit politik Islamisme di Indonesia adalah kepercayaan bahwa sekuleris, intelektual yang dididik dengan paham Barat, dan segala konspirasi Zionisme Amerika merupakan penghalang masyarakat Indonesia dalam menerima identitas fundamental mereka sebagai muslim dan keinginan untuk mendirikan Negara Islam Indonesia. Ada pola yang dikemukakan oleh beberapa perwakilan Partai Masyumi tentang potensi dan dukungan mereka dalam masyarakat, dengan klaim bahwa aspirasi mayoritas Muslim adalah agar negara menjadi aktif dalam menegakkan syariah.
Hasan (2013:157)[29] mengungkapkan bahwa Islamisme adalah wacana politik dan aktivisme yang bertujuan untuk mengubah sistem sekuler masyarakat dan keadaan untuk membentuk sebuah negara Islam dengan mengeksploitasi simbol-simbol dan identitas-identitas religius. Hal ini tampak terutama pada pendukung implementasi syariat (hukum Islam) dan bahkan berjihad pada konflik-konflik komunal. Peristiwa-peristiwa ini cukup sering terjadi sehingga menyadarkan kita akan meningkatnya radikalisme Islam yang bertujuan membuat negara seperti Pakistan, Irak, dan Iran (lihat Aksikas, 2009;[34] Knudsen dan Ezbidi (ed.)., 2014;[35] Shahibzadeh, 2016;[36] Badamchi, 2017[37]).
Rujukan
[sunting | sunting sumber]- ^ a b Berman, Sheri (2003). "Islamism, Revolution, and Civil Society". Perspectives on Politics. 1 (2): 258. doi:10.1017/S1537592703000197.
- ^ Qutbism: An Ideology of Islamic-Fascism by DALE C. EIKMEIER From Parameters, Spring 2007, pp. 85-98. Accessed 6 February 2012
- ^ Fuller, Graham E., The Future of Political Islam, Palgrave MacMillan, (2003), p. 21
- ^ a b Roy, Olivier (April 16, 2012). "The New Islamists". foreignpolicy.com.
- ^ Rashid Ghannouchi (31 October 2013). "How credible is the claim of the failure of political Islam?". MEMO. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-04. Diakses tanggal 2015-05-08.
- ^ a b "Understanding Islamism" (PDF). International Crisis Group. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2013-03-07. Diakses tanggal 2015-05-08.
- ^ Islamic republic by Bernard Lewis
- ^ "Trevor Stanley, Definition: Islamism, Islamist, Islamiste, Islamicist, Perspectives on World History and Current Events, July 2005. URL: http://www.pwhce.org/islamism.html Downloaded: 11 June 2007". Pwhce.org. Diakses tanggal 2012-04-21. Hapus pranala luar di parameter
|title=
(bantuan) - ^ Wright, Robin, Sacred Rage: The Wrath of Militant Islam,
- ^ Fuller, Graham E., The Future of Political Islam, Palgrave MacMillan, (2003), p. 120
- ^ Shepard, W. E. Sayyid Qutb and Islamic Activism: A Translation and Critical Analysis of Social Justice in Islam. Leiden, New York: E.J. Brill., (1996). p. 40
- ^ Osman, Tarek, Egypt on the brink, 2010, p.111
- ^ Burgat, F, "Islamic Movement", pp. 39-41, 67-71, 309
- ^ a b "Fred Halliday, from "The Left and the Jihad", Open Democracy 7 September 2006". Opendemocracy.net. 2011-04-06. Diakses tanggal 2012-04-21.
- ^ Speech by Robert H. Pelletreau, Jr. Diarsipkan 2017-10-10 di Wayback Machine., Council on Foreign Relations, May 8, 1996.
- ^ Coming to Terms, Fundamentalists or Islamists? Martin Kramer originally in Middle East Quarterly (Spring 2003), pp. 65-77.
- ^ Ayatollah Fadlallah, in interview by Monday Morning (Beirut), Aug. 10, 1992. "Fadlallah later revised his position" saying he preferred the phrase 'Islamist movement,' to Islamic 'fundamentalism.' Quoted in Coming to Terms: Fundamentalists or Islamists? by Martin Kramer
- ^ a b Roy, Olivier (1994). The Failure of Political Islam. hlm. 24.
- ^ Roy, Olivier (1994). The Failure of Political Islam. hlm. 109.
- ^ Fuller, The Future of Political Islam, (2003), p.194-5
- ^ Roy, Olivier, The Politics of Chaos in the Middle East, Columbia University Press, (2008), p.92-3
- ^ "Agama di Indonesia". Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. 2021-02-13.
- ^ Husain, Sarkawi B. (2017-01-01). Sejarah Masyarakat Islam Indonesia. Airlangga University Press. ISBN 978-602-6606-47-1.
- ^ Agama, religi & kepercayaan lokal: penelitian di Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2006. ISBN 978-979-26-2476-2.
- ^ Sumpena, Deden (2012). "Kajian Islam dan Budaya Lokal: Kajian terhadap Interelasi Islam dan Budaya Sunda" (PDF). Ilmu Dakwah. 6 (19): 103.
- ^ "Kekristenan dan kolonialisme". Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. 2016-03-15.
- ^ Bertrand, Jacques (2004). Nationalism and Ethnic Conflict in Indonesia (dalam bahasa Inggris). Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-52441-4.
- ^ Panggabean, Syamsu Rizal (2015). Policing Religious Conflicts in Indonesia (dalam bahasa Inggris). Center for the Study of Religion and Democracy, Paramadina Foundation. ISBN 978-979-772-050-6.
- ^ a b Bayat, Asef (2013-08-01). Post-Islamism: The Many Faces of Political Islam (dalam bahasa Inggris). OUP USA. ISBN 978-0-19-976606-2.
- ^ Profil 100 Tahun Departemen Pertanian, Republik Indonesia. Ministry of Agriculture of the Republic of Indonesia. 2005.
- ^ Ensiklopedi Jakarta: culture & heritage. Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Dinas Kebudayaan dan Permuseuman. 2005. ISBN 978-979-8682-51-3.
- ^ Hosen, Nadirsyah (2007). Shari'a & Constitutional Reform in Indonesia (dalam bahasa Inggris). Institute of Southeast Asian Studies. ISBN 978-981-230-402-5.
- ^ Platzdasch, Bernhard (2009). Islamism in Indonesia: Politics in the Emerging Democracy (dalam bahasa Inggris). Institute of Southeast Asian Studies. ISBN 978-981-4279-09-3.
- ^ Aksikas, Jaafar (2009). Arab Modernities: Islamism, Nationalism, and Liberalism in the Post-colonial Arab World (dalam bahasa Inggris). Peter Lang. ISBN 978-1-4331-0534-0.
- ^ Knudsen, Are; Ezbidi, Basem (2014-09-05). Popular Protest in the New Middle East: Islamism and Post-Islamist Politics (dalam bahasa Inggris). Bloomsbury Publishing. ISBN 978-0-85772-497-7.
- ^ Shahibzadeh, Yadullah (2016-06-01). Islamism and Post-Islamism in Iran: An Intellectual History (dalam bahasa Inggris). Springer. ISBN 978-1-137-57825-9.
- ^ Badamchi, Meysam (2017-06-22). Post-Islamist Political Theory: Iranian Intellectuals and Political Liberalism in Dialogue (dalam bahasa Inggris). Springer. ISBN 978-3-319-59492-7.
Sumber
[sunting | sunting sumber]- Roy, Olivier (1994). The Failure of Political Islam. Harvard University Press. ISBN 978-0674291416. Diakses tanggal 2 April 2015.
- Ayubi, Nazih (1991). Political Islam. London: Routledge.
- Esposito, John (1998). Islam and Politics (edisi ke-Fourth). Syracuse NY: Syracuse University Press.
- Grinin, Leonid; Korotayev, Andrey; Tausch, Arno (2019). Islamism, Arab Spring, and the Future of Democracy. Perspectives on Development in the Middle East and North Africa (MENA) Region. London: Springer. doi:10.1007/978-3-319-91077-2. ISBN 978-3-319-91076-5.
- Mura, Andrea (2015). The Symbolic Scenarios of Islamism: A Study in Islamic Political Thought. London: Routledge.
- Yazbeck Haddad, Yvonne; Esposito, John, ed. (1998). Islam, Gender, and Social Change. New York: Oxford University Press.
- Halliday, Fred (2003). Islam and the Myth of Confrontation (edisi ke-2nd). London, New York: I.B. Tauris. ISBN 9781850439592.
- Hassan, Riaz (2002). Faithlines: Muslim Conceptions of Islam and Society. Oxford University Press.[pranala nonaktif]
- Hassan, Riaz (2008). Inside Muslim Minds. Melbourne University Press.
- Mandaville, Peter (2007). Transnational Muslim Politics. Abingdon (Oxon), New York: Routledge.
- Martin, Richard C.; Barzegar, Abbas, ed. (2010). Islamism: Contested Perspectives on Political Islam. Stanford University Press.
- Rashwan, Diaa, ed. (2007). The spectrum of Islamist movements. Schiler.
- Sayyid, S. (2003). A Fundamental Fear: Eurocentrism and Emergence of Islamism (edisi ke-2nd). London, New York: Zed Press.
- Strindberg, Anders; Wärn, Mats (2011). Islamism. Cambridge, Malden MA: Polity Press.
- Valentine, Simon Ross, Force and Fanaticism: Wahhabism in Saudi Arabia and Beyond, (2015), London/New York, Hurst & Co.
- Tausch, Arno (2015). The political algebra of global value change. General models and implications for the Muslim world. With Almas Heshmati and Hichem Karoui (edisi ke-1st). Nova Science Publishers, New York. ISBN 978-1629488998.
- Teti, Andrea; Mura, Andrea (2009). Jeff Haynes, ed. Sunni Islam and politics. Routledge Handbook of Religion and Politics. Abingdon (Oxon), New York: Routledge.
- Volpi, Frédéric (2010). Political Islam Observed. Hurst.
- Volpi, Frédéric, ed. (2011). Political Islam: A Critical Reader. Routledge.
- Sayej, Caroleen Marji (2018). Patriotic Ayatollahs: Nationalism in Post-Saddam Iraq. Ithaca, NY: Cornell University Press. hlm. 67. doi:10.7591/cornell/9781501715211.001.0001. ISBN 9781501714856.
- Farzaneh, Mateo Mohammad (March 2015). Iranian Constitutional Revolution and the Clerical Leadership of Khurasani. Syracuse, NY: Syracuse University Press. ISBN 9780815633884. OCLC 931494838.
- Hermann, Denis (1 May 2013). "Akhund Khurasani and the Iranian Constitutional Movement". Middle Eastern Studies. 49 (3): 430–453. doi:10.1080/00263206.2013.783828. ISSN 0026-3206. JSTOR 23471080.
- Bayat, Mangol (1991). “Iran's First Revolution: Shi'ism and the Constitutional Revolution of 1905-1909”. Studies in Middle Eastern History. Oxford, New York: Oxford University Press. ISBN 978-0-19-506822-1.
- Nouraie, Fereshte M. (1975). "The Constitutional Ideas of a Shi'ite Mujtahid: Muhammad Husayn Na'ini". Iranian Studies. 8 (4): 234–247. doi:10.1080/00210867508701501. ISSN 0021-0862. JSTOR 4310208.
- Martin, V. A. (April 1986). "The Anti-Constitutionalist Arguments of Shaikh Fazlallah Nuri". Middle Eastern Studies. 22 (2): 181–196. doi:10.1080/00263208608700658. JSTOR 4283111.
- Khalaji, Mehdi (November 27, 2009). "The Dilemmas of Pan-Islamic Unity". Current Trends in Islamist Ideology. 9: 64–79.
- Fuchs, Simon Wolfgang (24 May 2021). "A Direct Flight to Revolution: Maududi, Divine Sovereignty, and the 1979-Moment in Iran". Journal of the Royal Asiatic Society. 32 (2): 333–354. doi:10.1017/S135618632100033X.
- Aziz, T. M. (May 1993). "The Role of Muhammad Baqir al-Sadr in Shi'i Political Activism in Iraq from 1958 to 1980". International Journal of Middle East Studies. 25 (2): 207–222. doi:10.1017/S0020743800058499. JSTOR 164663.
- Fuchs, Simon Wolfgang (July 2014). "Third Wave Shi'ism: Sayyid Arif Husain al-Husaini and the Islamic Revolution in Pakistan". Journal of the Royal Asiatic Society. 24 (3): 493–510. doi:10.1017/S1356186314000200. JSTOR 43307315.
- Rahnema, Ali (November 1, 2005). Pioneers of Islamic Revival. London, UK: Zed Books. ISBN 9781842776155.
- Rahnema, Ali (2000). An Islamic Utopian - A Political Biography of Ali Shari'ati. London, NY: I.B. Tauris. ISBN 1860645526.
- Bohdan, Siarhei (Summer 2020). ""They Were Going Together with the Ikhwan": The Influence of Muslim Brotherhood Thinkers on Shi'i Islamists during the Cold War". The Middle East Journal. 74 (2): 243–262. doi:10.3751/74.2.14. ISSN 1940-3461.