Lompat ke isi

Gatotkaca: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
perbaikan kesalahan ketik
Tag: Dikembalikan gambar rusak Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baedowi Odoy (bicara | kontrib)
 
(39 revisi perantara oleh 28 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{about|tokoh ''[[Mahabharata]]''|artikel tentang raja India yang bernama sama|Ghatotkacha}}
{{about|tokoh ''[[Mahabharata]]''|artikel tentang raja India yang bernama sama|Ghatotkacha}}
{{TMH Infobox|
{{TMH Infobox|
| Image = Karna Try To Kill Ghatotkaca.jpg
| Image = Karna Try To Kill Ghatotkacha.jpg
| Caption = Gathotkaca di medan perang [[Kurukshetra]].
| Caption = Gatotkaca di medan perang [[Kurukshetra]].
| Nama = Gathotkaca
| Nama = Gatotkaca
| Devanagari = घटोत्कच
| Devanagari = घटोत्कच
| Ejaan_Sanskerta = Ghaṭotkaca
| Ejaan_Sanskerta = Ghaṭotkaca
Baris 22: Baris 22:


== Etimologi ==
== Etimologi ==
Dalam [[bahasa Sanskerta]], nama ''Ghaṭotkaca'' (घटोत्कच) secara [[harfiah]] bermakna "kepala gundul [yang seperti] kendi".<ref name=encindlit>{{Cite journal | url = https://books.google.com/books?id=zB4n3MVozbUC&pg=PA1755&dq=itihasa | title = The Encyclopaedia of Indian Literature (Volume Two) (Devraj to Jyoti) | isbn = 978-81-260-1194-0 | author1 = Datta | first1 = Amaresh | date = 2006-01-01}}</ref> Nama ini terdiri dari dua kata, yaitu ''ghaṭaṁ'' (घटं) yang berarti "buli-buli" atau "kendi", dan ''utkaca'' (उत्कच) yang berarti "gundul".<ref name="autogenerated1">{{cite web |url=http://members.cox.net/apamnapat/entities/Ghatotkacha.html |title=Archived copy |accessdate=2006-12-03 |deadurl=yes |archiveurl=https://web.archive.org/web/20070110002159/http://members.cox.net/apamnapat/entities/Ghatotkacha.html |archivedate=10 January 2007 |df=dmy-all }}</ref> Nama ini diberikan kepadanya karena sewaktu lahir kepalanya yang gundul mirip dengan buli-buli atau kendi.
Dalam [[bahasa Sanskerta]], nama ''Ghaṭotkaca'' (घटोत्कच) secara [[harfiah]] bermakna "kepala gundul [yang seperti] kendi".<ref name=encindlit>{{Cite journal | url = https://books.google.com/books?id=zB4n3MVozbUC&pg=PA1755&dq=itihasa | title = The Encyclopaedia of Indian Literature (Volume Two) (Devraj to Jyoti) | isbn = 978-81-260-1194-0 | author1 = Datta | first1 = Amaresh | date = 2006-01-01 | access-date = 2018-07-29 | archive-date = 2023-07-29 | archive-url = https://web.archive.org/web/20230729150432/https://books.google.com/books?id=zB4n3MVozbUC&pg=PA1755&dq=itihasa | dead-url = no }}</ref> Nama ini terdiri dari dua kata, yaitu ''ghaṭaṁ'' (घटं) yang berarti "buli-buli" atau "kendi", dan ''utkaca'' (उत्कच) yang berarti "gundul".<ref name="autogenerated1">{{cite web |url=http://members.cox.net/apamnapat/entities/Ghatotkacha.html |title=Archived copy |accessdate=2006-12-03 |deadurl=yes |archiveurl=https://web.archive.org/web/20070110002159/http://members.cox.net/apamnapat/entities/Ghatotkacha.html |archivedate=10 January 2007 |df=dmy-all }}</ref> Nama ini diberikan kepadanya karena sewaktu lahir kepalanya yang gundul mirip dengan buli-buli atau kendi.


== Kelahiran ==
== Kelahiran ==
Menurut versi ''[[Mahabharata]]'', Gatotkaca adalah putra [[Bimasena]] dari keluarga [[Pandawa]] yang lahir dari seorang [[rakshasa]] perempuan bernama [[Hidimbi]]. Hidimbi sendiri merupakan raksasa penguasa sebuah hutan; tinggal bersama kakaknya yang bernama [[Hidimba]] (dalam [[wayang|pewayangan]] [[Jawa]], ibu Gatotkaca lebih terkenal dengan sebutan [[Arimbi]]. Menurut versi ini, Arimbi bukan sekadar penghuni hutan biasa, melainkan putri dari Kerajaan Pringgadani, negeri bangsa [[rakshasa]]).
Menurut versi ''[[Mahabharata]]'', Gatotkaca adalah putra [[Bima]] dari keluarga [[Pandawa]] yang lahir dari seorang [[rakshasa]] perempuan bernama [[Hidimbi]]. Hidimbi sendiri merupakan raksasa penguasa sebuah hutan; tinggal bersama kakaknya yang bernama [[Hidimba]] . Menurut versi ini, Arimbi bukan sekadar penghuni hutan biasa, melainkan putri dari Kerajaan Pringgadani, negeri bangsa [[rakshasa]]).


Kisah kelahiran Gatotkaca dikisahkan secara tersendiri dalam [[wayang|pewayangan]] [[Jawa]]. Namanya sewaktu masih bayi adalah Jabang Tetuka. Sampai usia satu tahun, tali pusarnya belum bisa dipotong walau menggunakan senjata apa pun. [[Arjuna]] (adik [[Bimasena]]) pergi bertapa untuk mendapatkan petunjuk [[dewa]] demi menolong keponakannya itu. Pada saat yang sama [[Karna]], panglima [[Hastinapura|Kerajaan Hastina]] juga sedang bertapa mencari senjata pusaka. Karena wajah keduanya mirip, [[Batara Narada]] selaku utusan [[kahyangan]] memberikan senjata Kontawijaya kepada Karna, bukan kepada Arjuna. Setelah menyadari kesalahannya, Narada pun menemui Arjuna yang sebenarnya. Lalu Arjuna mengejar Karna untuk merebut senjata Konta, sehingga pertarungan pun terjadi. Karna berhasil meloloskan diri bersama senjata Konta, sedangkan Arjuna hanya berhasil merebut sarung pembungkus pusaka tersebut. Sarung pusaka Konta terbuat dari kayu mastaba yang ternyata bisa digunakan untuk memotong tali pusar Tetuka. Saat dipakai untuk memotong, kayu mastaba musnah dan bersatu dalam perut Tetuka. [[Kresna]] yang ikut serta menyaksikannya berpendapat bahwa pengaruh kayu Mastaba akan menambah kekuatan bayi Tetuka. Ia juga meramalkan bahwa kelak Tetuka akan tewas di tangan pemilik senjata Konta.
Kisah kelahiran Gatotkaca dikisahkan secara tersendiri dalam [[wayang|pewayangan]] [[Jawa]]. Namanya sewaktu masih bayi adalah Jabang Tetuka. Sampai usia satu tahun, tali pusarnya belum bisa dipotong walau menggunakan senjata apa pun. [[Arjuna]] (adik [[Bimasena]]) pergi bertapa untuk mendapatkan petunjuk [[dewa]] demi menolong keponakannya itu. Pada saat yang sama [[Karna]], yang kelak menjadi panglima [[Hastinapura|Kerajaan Hastina]] juga sedang bertapa mencari senjata pusaka. Karena wajah keduanya mirip, [[Batara Narada]] selaku utusan [[kahyangan]] memberikan senjata Kontawijaya kepada Karna, bukan kepada Arjuna. Setelah menyadari kesalahannya, Narada pun menemui Arjuna yang sebenarnya. Lalu Arjuna mengejar Karna untuk merebut senjata Konta, sehingga pertarungan pun terjadi. Karna berhasil meloloskan diri bersama senjata Konta, sedangkan Arjuna hanya berhasil merebut sarung pembungkus pusaka tersebut. Sarung pusaka Konta terbuat dari kayu mastaba yang ternyata bisa digunakan untuk memotong tali pusar Tetuka. Saat dipakai untuk memotong, kayu mastaba musnah dan bersatu dalam perut Tetuka. [[Kresna]] yang ikut serta menyaksikannya berpendapat bahwa pengaruh kayu Mastaba akan menambah kekuatan bayi Tetuka. Ia juga meramalkan bahwa kelak Tetuka akan tewas di tangan pemilik senjata Konta.


== Jagoan para dewa ==
== Jagoan para dewa ==
[[Berkas:Gatotkaca Surakarta.JPG|ka|jmpl|Gatotkaca sebagai tokoh wayang kulit Jawa.]]
[[Berkas:Gatotkaca Surakarta.JPG|ka|jmpl|Gatotkaca sebagai tokoh wayang kulit Jawa.]]
Menurut versi [[wayang|pewayangan]] [[Jawa]], Tetuka diasuh di kahyangan oleh [[Narada]] yang saat itu sedang digempur oleh Patih Sekipu dari Kerajaan Trabelasuket. Patih tersebut diutus rajanya, Kalapracona untuk melamar [[bidadari]] bernama Batari Supraba. Tetuka dihadapkan sebagai lawan Sekipu. Semakin dihajar, Tetuka justru semakin kuat. Karena malu, Sekipu mengembalikan Tetuka kepada Narada untuk dibesarkan saat itu juga. Narada menceburkan tubuh Tetuka ke dalam kawah Candradimuka, di Gunung Jamurdipa. Para dewa kemudian melemparkan berbagai jenis senjata pusaka ke dalam kawah. Beberapa saat kemudian, Tetuka muncul ke permukaan sebagai seorang laki-laki dewasa. Segala jenis pusaka para dewa telah melebur dan bersatu ke dalam dirinya. Kemudian Tetuka bertarung melawan Sekipu dan berhasil membunuhnya dengan gigitan taringnya. [[Kresna]] dan para [[Pandawa]] saat itu datang menyusul ke kahyangan. Kresna memotong taring Tetuka dan menyuruhnya berhenti menggunakan sifat-sifat kaum raksasa. [[Batara Guru]], raja kahyangan menghadiahkan seperangkat pakaian pusaka, yaitu ''Caping Basunanda'', ''Kotang Antrakusuma'', dan ''Terompah Padakacarma'' untuk dipakai Tetuka, yang sejak saat itu berganti nama menjadi Gatotkaca. Dengan mengenakan pakaian pusaka tersebut, Gatotkaca mampu terbang menuju Kerajaan Trabelasuket dan membunuh Kalapracona.
Menurut versi [[wayang|pewayangan]] [[Jawa]], setelah berhasil dipotong pusarnya, Tetuka dibawa ke kahyangan oleh [[Narada]] yang saat itu sedang digempur oleh Patih Sekipu dari Kerajaan Trabelasuket. Patih tersebut diutus rajanya, Kalapracona untuk melamar [[bidadari]] bernama Batari Supraba. Tetuka dihadapkan sebagai lawan Sekipu. Semakin dihajar, Tetuka justru semakin kuat. Karena malu, Sekipu mengembalikan Tetuka kepada Narada untuk dibesarkan saat itu juga. Narada menceburkan tubuh Tetuka ke dalam kawah Candradimuka, di Gunung Jamurdipa. Para dewa kemudian melemparkan berbagai jenis senjata pusaka ke dalam kawah. Beberapa saat kemudian, Tetuka muncul ke permukaan sebagai seorang laki-laki dewasa. Segala jenis pusaka para dewa telah melebur dan bersatu ke dalam dirinya. Kemudian Tetuka bertarung melawan Sekipu dan berhasil membunuhnya dengan gigitan taringnya. [[Kresna]] dan para [[Pandawa]] saat itu datang menyusul ke kahyangan. Kresna memotong taring Tetuka dan menyuruhnya berhenti menggunakan sifat-sifat kaum raksasa. [[Batara Guru]], raja kahyangan menghadiahkan seperangkat pakaian pusaka, yaitu ''Caping Basunanda'', ''Kotang Antrakusuma'', dan ''Terompah Padakacarma'' untuk dipakai Tetuka, yang sejak saat itu berganti nama menjadi Gatotkaca. Dengan mengenakan pakaian pusaka tersebut, Gatotkaca mampu terbang menuju Kerajaan Trabelasuket dan membunuh Kalapracona.


== Pernikahan ==
== Pernikahan ==
Dalam versi ''[[Mahabharata]]'', Gatotkaca menikahi [[Ahilawati]], gadis dari Kerajaan Naga dan mempunyai anak bernama [[Barbarika]]. Dalam versi [[wayang|pewayangan]] [[Jawa]], Gatotkaca menikah dengan sepupunya, yaitu Pergiwa, putri [[Arjuna]]. Ia berhasil menikahi Pergiwa setelah melalui perjuangan berat, yaitu menyingkirkan saingannya, bernama Laksmana Mandrakumara, putra [[Duryodana]] dari keluarga [[Korawa]]. Dari perkawinannya dengan Pergiwa, Gatotkaca memiliki putra bernama Sasikirana, yang menjadi panglima perang [[Hastinapura]] pada masa pemerintahan Prabu [[Parikesit]], putra [[Abimanyu]] atau cucu Arjuna. Versi lain mengisahkan, Gatotkaca memiliki dua orang istri lagi selain Pregiwa, yaitu Suryawati dan Sumpaniwati. Dari keduanya masing-masing lahir Suryakaca dan Jayasumpena.
Dalam versi ''[[Mahabharata]]'', Gatotkaca menikahi [[Ahilawati]], gadis dari Kerajaan Naga dan mempunyai anak bernama [[Barbarika]]. Dalam versi [[wayang|pewayangan]] [[Jawa]], Gatotkaca menikah dengan sepupunya, yaitu Pregiwa, putri [[Arjuna]]. Ia berhasil menikahi Pregiwa setelah melalui perjuangan berat, yaitu menyingkirkan saingannya, bernama Laksmana Mandrakumara, putra [[Duryodana]] dari keluarga [[Korawa]]. Dari perkawinannya dengan Pregiwa, Gatotkaca memiliki putra bernama Sasikirana, yang menjadi panglima perang [[Hastinapura]] pada masa pemerintahan Prabu [[Parikesit]], putra [[Abimanyu]] atau cucu Arjuna. Versi lain mengisahkan, Gatotkaca memiliki dua orang istri lagi selain Pregiwa, yaitu Suryawati dan Sumpaniwati. Dari keduanya masing-masing lahir Suryakaca dan Jayasumpena.


== Raja Pringgandani ==
== Raja Pringgandani ==
Baris 44: Baris 44:
== Kematian ==
== Kematian ==
=== Versi ''Mahabharata'' ===
=== Versi ''Mahabharata'' ===
[[Berkas:Ghatotkacha in a chariot.jpg|kiri|280px|jmpl|Gatotkaca mengendarai [[kereta perang]], saat membela ayahnya dalam [[perang di Kurukshetra]]. Ilustrasi dari ''Mahabharata'', Geeta Press.]]


Kematian Gatotkaca terdapat dalam jilid ketujuh kitab ''[[Mahabharata]]'' yang berjudul ''[[Dronaparwa]]'', pada bagian ''Ghattotkacabadhaparwa''. Ia dikisahkan gugur dalam [[perang di Kurukshetra]] pada malam hari ke-14. Perang besar tersebut adalah perang saudara antara keluarga [[Pandawa]] melawan [[Korawa]]. ''[[Mahabharata]]'' mengisahkan, sebagai seorang raksasa, Gatotkaca memiliki kekuatan luar biasa terutama pada malam hari. Setelah kematian [[Jayadrata]] di tangan [[Arjuna]], pertempuran seharusnya dihentikan untuk sementara karena senja telah tiba. Namun Gatotkaca menghadang pasukan Korawa saat mereka dalam perjalanan menuju perkemahan mereka.
Kematian Gatotkaca terdapat dalam jilid ketujuh kitab ''[[Mahabharata]]'' yang berjudul ''[[Dronaparwa]]'', pada bagian ''Ghattotkacabadhaparwa''. Ia dikisahkan gugur dalam [[perang di Kurukshetra]] pada malam hari ke-14. Perang besar tersebut adalah perang saudara antara keluarga [[Pandawa]] melawan [[Korawa]]. ''[[Mahabharata]]'' mengisahkan, sebagai seorang raksasa, Gatotkaca memiliki kekuatan luar biasa terutama pada malam hari. Setelah kematian [[Jayadrata]] di tangan [[Arjuna]], pertempuran seharusnya dihentikan untuk sementara karena senja telah tiba. Namun Gatotkaca menghadang pasukan Korawa saat mereka dalam perjalanan menuju perkemahan mereka.
Baris 50: Baris 49:
Pertempuran berlanjut; semakin malam, kesaktian Gatotkaca semakin meningkat. Banyak prajurit Korawa yang dibunuhnya. Seorang sekutu Korawa dari bangsa [[rakshasa]] bernama [[Alambusa]] maju menghadapinya. Gatotkaca menghajarnya dengan kejam karena Alambusa telah membunuh sepupunya, yaitu [[Irawan]] putra Arjuna pada pertempuran hari kedelapan. Tubuh Alambusa ditangkap dan dibawa terbang tinggi, kemudian dibanting ke tanah sampai hancur berantakan.
Pertempuran berlanjut; semakin malam, kesaktian Gatotkaca semakin meningkat. Banyak prajurit Korawa yang dibunuhnya. Seorang sekutu Korawa dari bangsa [[rakshasa]] bernama [[Alambusa]] maju menghadapinya. Gatotkaca menghajarnya dengan kejam karena Alambusa telah membunuh sepupunya, yaitu [[Irawan]] putra Arjuna pada pertempuran hari kedelapan. Tubuh Alambusa ditangkap dan dibawa terbang tinggi, kemudian dibanting ke tanah sampai hancur berantakan.
[[Duryodana]], pemimpin Korawa merasa ngeri melihat keganasan Gatotkaca. Ia memaksa [[Karna]] menggunakan senjata pusaka Indrastra pemberian [[Indra|Dewa Indra]] yang bernama ''Vasavishakti'' (menurut pewayangan Jawa, disebut senjata ''Konta'') untuk membunuh rakshasa itu. Semula Karna menolak karena pusaka tersebut hanya bisa digunakan sekali saja dan akan dipergunakannya untuk membunuh Arjuna. Karena terus didesak, akhirnya Karna melemparkan pusakanya ke arah Gatotkaca. Menyadari ajalnya sudah dekat, Gatotkaca memikirkan cara untuk membunuh prajurit Korawa dalam jumlah besar sekaligus sekali serang. Gatotkaca pun memperbesar ukuran tubuhnya sampai ukuran maksimal dan kemudian roboh menimpa ribuan prajurit Korawa setelah senjata pamungkas Karna menembus dadanya. Pandawa sangat terpukul dengan gugurnya Gatotkaca. Dalam barisan Pandawa, hanya [[Kresna]] yang tersenyum melihat kematian Gatotkaca. Ia gembira karena Karna telah kehilangan pusaka andalannya sehingga nyawa Arjuna dapat dikatakan aman.
[[Duryodana]], pemimpin Korawa merasa ngeri melihat keganasan Gatotkaca. Ia memaksa [[Karna]] menggunakan senjata pusaka Indrastra pemberian [[Indra|Dewa Indra]] yang bernama ''Vasavishakti'' (menurut pewayangan Jawa, disebut senjata ''Konta'') untuk membunuh rakshasa itu. Semula Karna menolak karena pusaka tersebut hanya bisa digunakan sekali saja dan akan dipergunakannya untuk membunuh Arjuna. Karena terus didesak, akhirnya Karna melemparkan pusakanya ke arah Gatotkaca. Menyadari ajalnya sudah dekat, Gatotkaca memikirkan cara untuk membunuh prajurit Korawa dalam jumlah besar sekaligus sekali serang. Gatotkaca pun memperbesar ukuran tubuhnya sampai ukuran maksimal dan kemudian roboh menimpa ribuan prajurit Korawa setelah senjata pamungkas Karna menembus dadanya. Pandawa sangat terpukul dengan gugurnya Gatotkaca. Dalam barisan Pandawa, hanya [[Kresna]] yang tersenyum melihat kematian Gatotkaca. Ia gembira karena Karna telah kehilangan pusaka andalannya sehingga nyawa Arjuna dapat dikatakan aman.
[[Berkas:Death of Gatotkacha 3.jpg|280px|jmpl|Ilustrasi kematian Gatotkaca, diambil dari kitab ''Mahabharata'', karya Ramanarayanadatta Astri.]]
=== Versi Jawa ===
=== Versi Jawa ===


Baris 61: Baris 59:
== Gatotkaca dalam budaya populer ==
== Gatotkaca dalam budaya populer ==
Sejak zaman kuno hingga Indonesia modern saat ini, Gatotkaca telah menjadi tokoh budaya pop dan tokoh wayang yang sangat populer di Indonesia, memiliki versi cerita sendiri yang diceritakan dalam versi Jawa dan Bali dari ''Kakawin Bharatayuddha'' oleh [[Empu Sedah]] dan [[Empu Panuluh]].
Sejak zaman kuno hingga Indonesia modern saat ini, Gatotkaca telah menjadi tokoh budaya pop dan tokoh wayang yang sangat populer di Indonesia, memiliki versi cerita sendiri yang diceritakan dalam versi Jawa dan Bali dari ''Kakawin Bharatayuddha'' oleh [[Empu Sedah]] dan [[Empu Panuluh]].
* Dalam wayang Jawa, ia dikenal sebagai "Gatotkoco" dengan ketenaran [[superhero]] dan terkenal dengan julukan "Satria otot kawat balung wesi".
* Dalam wayang Jawa, ia dikenal sebagai "Gathotkaca" dengan ketenaran [[superhero]] dan terkenal dengan julukan "Satriya otot kawat balung wesi".
* Untuk orang Jawa dan Bali, Gatotkaca dipuja sebagai dewa dan secara populer digambarkan dalam karya seni dan patung, seperti [[Patung Satria Gatotkaca]] di persimpangan jalan utama [[Kuta]] di Bali.
* Untuk orang Bali, Gatotkaca dipuja sebagai dewa dan secara populer digambarkan dalam karya seni dan patung, seperti Patung Satria Gatotkaca di persimpangan jalan utama [[Kuta]] di Bali.
* Gatotkaca telah sering digambarkan dalam budaya populer Indonesia seperti musik, permainan, komik dan film.
* Gatotkaca telah sering digambarkan dalam budaya populer Indonesia seperti musik, permainan, komik dan film.
** Film aksi pahlawan super ''[[Satria Dewa: Gatotkaca]]'' (2020), bagian dari serial ''[[Jagat Satria Dewa]]''.
** Film aksi pahlawan super ''[[Satria Dewa: Gatotkaca]]'' (2020), bagian dari serial ''[[Jagat Satria Dewa]]''.
** Gatotkaca versi Jawa ditampilkan sebagai pahlawan yang dapat dimainkan di game ''[[Mobile Legends: Bang Bang]]''.
** Gatotkaca versi Jawa karya [[Is Yuniarto]] ditampilkan sebagai pahlawan yang dapat dimainkan di game ''[[Mobile Legends: Bang Bang]]''.
** [[Gatotkaca (sinetron SCTV)|Gatotkaca]] merupakan sinetron [[SCTV]] pada Minggu, 21 Agustus-13 Nopember 2005 pukul 19:00-20:00 WIB berjumlah 13 episode diproduksi [[MD Entertainment]] dan [[Surya Citra Pictures]].
** [[Gatot Kaca (seri televisi 2005)|Gatotkaca]] merupakan sinetron [[SCTV]] pada Minggu, 21 Agustus-13 Nopember 2005 pukul 19:00-20:00 WIB berjumlah 13 episode diproduksi [[MD Entertainment]].
** [[Gatotkaca (sinetron MNCTV)|Gatotkaca]] merupakan sinetron [[MNCTV]] pada Rabu, 17 Maret 2010 pukul 18:00-19:00 WIB diproduksi [[Lunar Jaya Films]] dan [[MNC Pictures]].
** Gatotkaca merupakan sinetron [[MNCTV]] pada Rabu, 17 Maret 2010 pukul 18:00-19:00 WIB diproduksi [[Lunar Jaya Films]] dan [[MNC Pictures]].
** [[Gatotkaca (sinetron ANTV)|Gatotkaca]] merupakan sinetron [[ANTV]] pada Sabtu, 11 Pebruari–Minggu, 2 April 2017 pukul 8:45-9:45 WIB diproduksi [[Lunar Jaya Films]], [[Verona Pictures]] dan [[ANTV Pictures]].
** Gatotkaca merupakan sinetron [[ANTV]] pada Sabtu, 11 Pebruari–Minggu, 2 April 2017 pukul 8:45-9:45 WIB diproduksi [[Lunar Jaya Films]], [[Verona Pictures]] dan [[ANTV Pictures]].


== Galeri ==
== Galeri ==
<gallery widths="200" heights="180">
<gallery widths="200" heights="180">
Berkas:Gatotkacha fighting with Duryodhan from sky.jpg | Ilustrasi Gatotkaca menyerang pasukan [[Duryodana]]. Diambil dari kitab ''Mahabharata'' terbitan Geeta Press, Gorakhpur.
Berkas:Ghatotkacha - Abhimanyu.jpg | Sosok Gatotkaca (kiri) dan [[Abimanyu]] (sedang memanah) dalam sebuah lukisan tradisional dari [[Maharashtra]], dibuat sekitar [[abad ke-19]].
Berkas:Ghatotkacha - Abhimanyu.jpg | Sosok Gatotkaca (kiri) dan [[Abimanyu]] (sedang memanah) dalam sebuah lukisan tradisional dari [[Maharashtra]], dibuat sekitar [[abad ke-19]].
Berkas:Karna kills Ghatotkacha.jpg | Lukisan tradisional dari [[Kerajaan Wijayanagara|Wijayanagara]], menggambarkan [[Karna]] (kiri) membunuh Gatotkaca (tengah), sementara [[Kresna]] dan [[Arjuna]] (kanan) menyaksikannya secara langsung.
Berkas:Karna kills Ghatotkacha.jpg | Lukisan tradisional dari Wijayanagara, menggambarkan [[Karna]] (kiri) membunuh Gatotkaca (tengah), sementara [[Kresna]] dan [[Arjuna]] (kanan) menyaksikannya secara langsung.
Berkas:Gatotkaca (wayang).JPG | Gatotkaca dalam bentuk asli wayang kulit dengan hiasan/pahatan berwarna.
Berkas:Gatotkaca (wayang).JPG | Gatotkaca dalam bentuk asli wayang kulit dengan hiasan/pahatan berwarna.
Berkas:Candi Gatotkaca, Dieng 1163.jpg|thumb|[[Candi Gatotkaca]] di [[Kompleks Candi Dieng]], [[Central Java]], [[Indonesia]].
Berkas:Candi Gatotkaca, Dieng 1163.jpg|[[Candi Gatotkaca]] di [[Kompleks Candi Dieng]], Central Java, [[Indonesia]].
</gallery>
</gallery>


Baris 82: Baris 79:
* [[Bima (tokoh Mahabharata)|Bima]]
* [[Bima (tokoh Mahabharata)|Bima]]
* [[Bharatayuddha]]
* [[Bharatayuddha]]



== Referensi ==
== Referensi ==
Baris 88: Baris 84:


== Pranala luar ==
== Pranala luar ==
{{commonscat}}
* {{en}} [http://www.sacred-texts.com/hin/m07/m07171.htm ''Mahabharata'' jilid ketujuh atau ''Dronaparwa'', bagian ''Ghatotkachabadhaparwa'']
* {{en}} [http://www.sacred-texts.com/hin/m07/m07171.htm ''Mahabharata'' jilid ketujuh atau ''Dronaparwa'', bagian ''Ghatotkachabadhaparwa''] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20221019191236/https://www.sacred-texts.com/hin/m07/m07171.htm |date=2022-10-19 }}
* {{id}} [http://jtoku.com/superhero/gatotkaca Gatotkaca sebagai konsep superhero] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20120114125926/http://www.jtoku.com/superhero/gatotkaca |date=2012-01-14 }}
* {{id}} [http://jtoku.com/superhero/gatotkaca Gatotkaca sebagai konsep superhero] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20120114125926/http://www.jtoku.com/superhero/gatotkaca |date=2012-01-14 }}



Revisi terkini sejak 27 Juli 2024 16.16

Gatotkaca
घटोत्कच
Gatotkaca di medan perang Kurukshetra.
Gatotkaca di medan perang Kurukshetra.
Tokoh Mahabharata
NamaGatotkaca
Ejaan Dewanagariघटोत्कच
Ejaan IASTGhaṭotkaca
Nama lainBhimasuta, Hidimbyatmaja
Versi wayang:
Kacanegara, Tetuka, Purubaya, Bimasiwi, Kancing Jaya, Krincing Wesi, Guritna, Guruputra, Suryanarada, Arimbiputra.
Kitab referensiMahabharata
Asalwilayah timur laut India
KediamanKerajaan Rakshasa
RasRakshasa
AyahBimasena
IbuHidimbi (Arimbi)
IstriAhilawati
Versi wayang:
Pergiwa
Suryawati
Sumpani
AnakBarbarika
Versi wayang:
Sasikirana
Suryakaca
Jayasumpena

Gatotkaca (Dewanagari: घटोत्कच; ,IASTGhaṭotkaca, घटोत्कच) adalah seorang tokoh dalam wiracarita Mahabharata, putra Bimasena (Bima) atau Werkodara dari keluarga Pandawa. Ibunya bernama Hidimbi (Arimbi), berasal dari bangsa rakshasa. Gatotkaca dikisahkan memiliki kekuatan luar biasa. Dalam perang besar di Kurukshetra, ia menewaskan banyak sekutu Korawa sebelum akhirnya gugur di tangan Karna.

Di Indonesia, Gatotkaca menjadi tokoh pewayangan yang sangat populer. Misalnya dalam pewayangan Jawa, ia dikenal dengan sebutan Gatotkoco (bahasa Jawa: Gathotkaca). Kesaktiannya dikisahkan luar biasa, antara lain mampu terbang di angkasa tanpa menggunakan sayap, serta terkenal dengan julukan "otot kawat tulang besi".

Etimologi

[sunting | sunting sumber]

Dalam bahasa Sanskerta, nama Ghaṭotkaca (घटोत्कच) secara harfiah bermakna "kepala gundul [yang seperti] kendi".[1] Nama ini terdiri dari dua kata, yaitu ghaṭaṁ (घटं) yang berarti "buli-buli" atau "kendi", dan utkaca (उत्कच) yang berarti "gundul".[2] Nama ini diberikan kepadanya karena sewaktu lahir kepalanya yang gundul mirip dengan buli-buli atau kendi.

Kelahiran

[sunting | sunting sumber]

Menurut versi Mahabharata, Gatotkaca adalah putra Bima dari keluarga Pandawa yang lahir dari seorang rakshasa perempuan bernama Hidimbi. Hidimbi sendiri merupakan raksasa penguasa sebuah hutan; tinggal bersama kakaknya yang bernama Hidimba . Menurut versi ini, Arimbi bukan sekadar penghuni hutan biasa, melainkan putri dari Kerajaan Pringgadani, negeri bangsa rakshasa).

Kisah kelahiran Gatotkaca dikisahkan secara tersendiri dalam pewayangan Jawa. Namanya sewaktu masih bayi adalah Jabang Tetuka. Sampai usia satu tahun, tali pusarnya belum bisa dipotong walau menggunakan senjata apa pun. Arjuna (adik Bimasena) pergi bertapa untuk mendapatkan petunjuk dewa demi menolong keponakannya itu. Pada saat yang sama Karna, yang kelak menjadi panglima Kerajaan Hastina juga sedang bertapa mencari senjata pusaka. Karena wajah keduanya mirip, Batara Narada selaku utusan kahyangan memberikan senjata Kontawijaya kepada Karna, bukan kepada Arjuna. Setelah menyadari kesalahannya, Narada pun menemui Arjuna yang sebenarnya. Lalu Arjuna mengejar Karna untuk merebut senjata Konta, sehingga pertarungan pun terjadi. Karna berhasil meloloskan diri bersama senjata Konta, sedangkan Arjuna hanya berhasil merebut sarung pembungkus pusaka tersebut. Sarung pusaka Konta terbuat dari kayu mastaba yang ternyata bisa digunakan untuk memotong tali pusar Tetuka. Saat dipakai untuk memotong, kayu mastaba musnah dan bersatu dalam perut Tetuka. Kresna yang ikut serta menyaksikannya berpendapat bahwa pengaruh kayu Mastaba akan menambah kekuatan bayi Tetuka. Ia juga meramalkan bahwa kelak Tetuka akan tewas di tangan pemilik senjata Konta.

Jagoan para dewa

[sunting | sunting sumber]
Gatotkaca sebagai tokoh wayang kulit Jawa.

Menurut versi pewayangan Jawa, setelah berhasil dipotong pusarnya, Tetuka dibawa ke kahyangan oleh Narada yang saat itu sedang digempur oleh Patih Sekipu dari Kerajaan Trabelasuket. Patih tersebut diutus rajanya, Kalapracona untuk melamar bidadari bernama Batari Supraba. Tetuka dihadapkan sebagai lawan Sekipu. Semakin dihajar, Tetuka justru semakin kuat. Karena malu, Sekipu mengembalikan Tetuka kepada Narada untuk dibesarkan saat itu juga. Narada menceburkan tubuh Tetuka ke dalam kawah Candradimuka, di Gunung Jamurdipa. Para dewa kemudian melemparkan berbagai jenis senjata pusaka ke dalam kawah. Beberapa saat kemudian, Tetuka muncul ke permukaan sebagai seorang laki-laki dewasa. Segala jenis pusaka para dewa telah melebur dan bersatu ke dalam dirinya. Kemudian Tetuka bertarung melawan Sekipu dan berhasil membunuhnya dengan gigitan taringnya. Kresna dan para Pandawa saat itu datang menyusul ke kahyangan. Kresna memotong taring Tetuka dan menyuruhnya berhenti menggunakan sifat-sifat kaum raksasa. Batara Guru, raja kahyangan menghadiahkan seperangkat pakaian pusaka, yaitu Caping Basunanda, Kotang Antrakusuma, dan Terompah Padakacarma untuk dipakai Tetuka, yang sejak saat itu berganti nama menjadi Gatotkaca. Dengan mengenakan pakaian pusaka tersebut, Gatotkaca mampu terbang menuju Kerajaan Trabelasuket dan membunuh Kalapracona.

Pernikahan

[sunting | sunting sumber]

Dalam versi Mahabharata, Gatotkaca menikahi Ahilawati, gadis dari Kerajaan Naga dan mempunyai anak bernama Barbarika. Dalam versi pewayangan Jawa, Gatotkaca menikah dengan sepupunya, yaitu Pregiwa, putri Arjuna. Ia berhasil menikahi Pregiwa setelah melalui perjuangan berat, yaitu menyingkirkan saingannya, bernama Laksmana Mandrakumara, putra Duryodana dari keluarga Korawa. Dari perkawinannya dengan Pregiwa, Gatotkaca memiliki putra bernama Sasikirana, yang menjadi panglima perang Hastinapura pada masa pemerintahan Prabu Parikesit, putra Abimanyu atau cucu Arjuna. Versi lain mengisahkan, Gatotkaca memiliki dua orang istri lagi selain Pregiwa, yaitu Suryawati dan Sumpaniwati. Dari keduanya masing-masing lahir Suryakaca dan Jayasumpena.

Raja Pringgandani

[sunting | sunting sumber]

Gatotkaca versi Jawa adalah manusia setengah raksasa, tetapi bukan raksasa hutan. Ibunya adalah putri Prabu Tremboko dari Kerajaan Pringgadani. Tremboko tewas di tangan Pandu ayah para Pandawa akibat adu domba yang dilancarkan Sangkuni. Ia kemudian digantikan oleh anak sulungnya yang bernama Arimba. Arimba sendiri tewas di tangan Bimasena pada saat para Pandawa membangun Kerajaan Amarta. Takhta Pringgadani kemudian dipegang oleh Arimbi yang telah diperistri Bima. Suksesi kepemimpinan kelak diserahkan kepada putra mereka setelah dewasa.

Arimbi memiliki lima orang adik bernama Brajadenta, Brajamusti, Brajalamadan, Brajawikalpa, dan Kalabendana. Brajadenta diangkat sebagai patih dan diberi tempat tinggal di Kasatrian Glagahtinunu. Sangkuni dari Kerajaan Hastina datang menghasut Brajadenta bahwa takhta Pringgadani seharusnya menjadi miliknya, bukan milik Gatotkaca. Akibat hasutan tersebut, Brajadenta memberontak untuk merebut takhta dari tangan Gatotkaca yang baru saja dilantik sebagai raja. Brajamusti yang memihak Gatotkaca bertarung menghadapi Brajadenta. Kedua raksasa tersebut tewas bersama. Roh mereka menyusup masing-masing ke dalam kedua telapak tangan Gatotkaca, sehingga menambah kesaktian keponakan mereka tersebut. Setelah peristiwa itu, Gatotkaca mengangkat Brajalamadan sebagai patih baru, dengan gelar Patih Prabakiswa.

Versi Mahabharata

[sunting | sunting sumber]

Kematian Gatotkaca terdapat dalam jilid ketujuh kitab Mahabharata yang berjudul Dronaparwa, pada bagian Ghattotkacabadhaparwa. Ia dikisahkan gugur dalam perang di Kurukshetra pada malam hari ke-14. Perang besar tersebut adalah perang saudara antara keluarga Pandawa melawan Korawa. Mahabharata mengisahkan, sebagai seorang raksasa, Gatotkaca memiliki kekuatan luar biasa terutama pada malam hari. Setelah kematian Jayadrata di tangan Arjuna, pertempuran seharusnya dihentikan untuk sementara karena senja telah tiba. Namun Gatotkaca menghadang pasukan Korawa saat mereka dalam perjalanan menuju perkemahan mereka.

Pertempuran berlanjut; semakin malam, kesaktian Gatotkaca semakin meningkat. Banyak prajurit Korawa yang dibunuhnya. Seorang sekutu Korawa dari bangsa rakshasa bernama Alambusa maju menghadapinya. Gatotkaca menghajarnya dengan kejam karena Alambusa telah membunuh sepupunya, yaitu Irawan putra Arjuna pada pertempuran hari kedelapan. Tubuh Alambusa ditangkap dan dibawa terbang tinggi, kemudian dibanting ke tanah sampai hancur berantakan. Duryodana, pemimpin Korawa merasa ngeri melihat keganasan Gatotkaca. Ia memaksa Karna menggunakan senjata pusaka Indrastra pemberian Dewa Indra yang bernama Vasavishakti (menurut pewayangan Jawa, disebut senjata Konta) untuk membunuh rakshasa itu. Semula Karna menolak karena pusaka tersebut hanya bisa digunakan sekali saja dan akan dipergunakannya untuk membunuh Arjuna. Karena terus didesak, akhirnya Karna melemparkan pusakanya ke arah Gatotkaca. Menyadari ajalnya sudah dekat, Gatotkaca memikirkan cara untuk membunuh prajurit Korawa dalam jumlah besar sekaligus sekali serang. Gatotkaca pun memperbesar ukuran tubuhnya sampai ukuran maksimal dan kemudian roboh menimpa ribuan prajurit Korawa setelah senjata pamungkas Karna menembus dadanya. Pandawa sangat terpukul dengan gugurnya Gatotkaca. Dalam barisan Pandawa, hanya Kresna yang tersenyum melihat kematian Gatotkaca. Ia gembira karena Karna telah kehilangan pusaka andalannya sehingga nyawa Arjuna dapat dikatakan aman.

Versi Jawa

[sunting | sunting sumber]

Perang di Kurukshetra dalam pewayangan Jawa biasa disebut dengan nama Baratayuda. Kisahnya diadaptasi dan dikembangkan dari naskah Kakawin Bharatayuddha yang ditulis tahun 1157 pada zaman Kerajaan Kadiri. Versi pewayangan mengisahkan, Gatotkaca sangat akrab dengan sepupunya yang bernama Abimanyu, putra Arjuna. Setelah mengetahui bahwa Abimanyu menikah dengan Utari, paman Gatotkaca yang bernama Kalabendana datang menemui Abimanyu dengan tujuan mengajaknya pulang, tetapi tidak berhasil. Gatotkaca justru memarahi Kalabendana yang dianggapnya lancang mencampuri urusan rumah tangga sepupunya itu. Karena terlalu marah, Gatotkaca memukul kepala Kalabendana. Mekipun perbuatan tersebut dilakukan tanpa sengaja, tetapi pamannya itu tewas seketika.

Ketika perang Baratayuda meletus, Abimanyu benar-benar tewas dikeroyok para Korawa pada hari ke-13. Pada hari ke-14, Arjuna berhasil membalas kematian putranya itu dengan cara memenggal kepala Jayadrata, ipar Duryodana. Akhirnya Duryodana memaksa Karna menyerang perkemahan Pandawa pada malam itu juga, meskipun hal itu melanggar peraturan perang. Setelah tahu bahwa para Korawa melancarkan serangan malam, pihak Pandawa mengirim Gatotkaca untuk menghadang. Gatotkaca sengaja dipilih karena Kotang Antrakusuma yang ia pakai mampu memancarkan cahaya terang benderang. Gatotkaca berhasil menewaskan sekutu Korawa yang bernama Lembusa. Sementara itu dua pamannya, yaitu Brajalamadan dan Brajawikalpa, tewas di tangan musuh mereka, masing-masing bernama Lembusura dan Lembusana.

Gatotkaca berhadapan dengan Karna, pemilik senjata Kontawijaya. Ia menciptakan kembaran dirinya sebanyak seribu orang sehingga membuat Karna merasa kebingungan. Atas petunjuk Batara Surya, Karna berhasil menemukan Gatotkaca yang asli. Ia pun melepaskan senjata Konta ke arah Gatotkaca. Gatotkaca mencoba menghindar dengan cara terbang setinggi-tingginya. Namun arwah Kalabendana tiba-tiba muncul menangkap Kontawijaya sambil menyampaikan berita dari kahyangan bahwa ajal Gatotkaca telah ditetapkan malam itu. Gatotkaca yang pasrah terhadap takdirnya berpesan supaya mayatnya bisa digunakan untuk membunuh musuh. Kalabendana setuju, kemudian menusuk pusar Gatotkaca menggunakan senjata Konta. Pusaka itu melebur dengan sarungnya, yaitu kayu mastaba yang masih tersimpan di dalam perut Gatotkaca. Setelah Gatotkaca gugur, arwah Kalabendana melemparkan jenazahnya ke arah Karna. Karna berhasil melompat sehingga lolos dari maut. Namun keretanya hancur berkeping-keping akibat tertimpa tubuh Gatotkaca. Pecahan kereta tersebut melesat ke segala arah dan menewaskan para prajurit Korawa yang berada di sekitarnya.

Gatotkaca dalam budaya populer

[sunting | sunting sumber]

Sejak zaman kuno hingga Indonesia modern saat ini, Gatotkaca telah menjadi tokoh budaya pop dan tokoh wayang yang sangat populer di Indonesia, memiliki versi cerita sendiri yang diceritakan dalam versi Jawa dan Bali dari Kakawin Bharatayuddha oleh Empu Sedah dan Empu Panuluh.

  • Dalam wayang Jawa, ia dikenal sebagai "Gathotkaca" dengan ketenaran superhero dan terkenal dengan julukan "Satriya otot kawat balung wesi".
  • Untuk orang Bali, Gatotkaca dipuja sebagai dewa dan secara populer digambarkan dalam karya seni dan patung, seperti Patung Satria Gatotkaca di persimpangan jalan utama Kuta di Bali.
  • Gatotkaca telah sering digambarkan dalam budaya populer Indonesia seperti musik, permainan, komik dan film.

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Datta, Amaresh (2006-01-01). "The Encyclopaedia of Indian Literature (Volume Two) (Devraj to Jyoti)". ISBN 978-81-260-1194-0. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-29. Diakses tanggal 2018-07-29. 
  2. ^ "Archived copy". Diarsipkan dari versi asli tanggal 10 January 2007. Diakses tanggal 3 December 2006. 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]