Lompat ke isi

Basuki Rahmat: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (- tapi + tetapi)
DewiA75 (bicara | kontrib)
Basuki Rahmat mantan Mendagri berpangkat Jenderal TNI bukan Mayjen TNI
 
(68 revisi perantara oleh 41 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{Distinguish|Basuki Rochmat}}
{{Infobox Officeholder
{{Infobox Officeholder
|honorific-prefix = [[Jenderal]] [[TNI]] [[Purnawirawan|Purn.]]
|name = {{PAGENAME}}
|name = {{PAGENAME}}
|image =BasukiRachmat.jpg
|image = Basuki Rahmat, Departemen Dalam Negeri dari Masa ke Masa, p121.jpg
|imagesize =
|imagesize =
|caption =
|caption = Basuki Rahmat sebagai Mendagri
|office = Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia|Menteri Dalam Negeri Indonesia
|office = Daftar Menteri Dalam Negeri Indonesia{{!}}Menteri Dalam Negeri Indonesia
|order = 16
|order = ke-16
|term_start = [[24 Februari]] [[1966]]
|term_start = 18 Maret 1966
|term_end = [[17 Oktober]] [[1967]]
|term_end = 9 Januari 1969<br><small>(ad-interim sampai 28 Maret 1966)
|succeeding =
|president = [[Soekarno]]
|president = {{unbulleted list|[[Soekarno]]|[[Soeharto]]}}
|predecessor = [[Sumarno]]
|predecessor = [[Soemarno Sosroatmodjo]]
|successor = [[Amir Machmud]]
|term_start2 = [[17 Oktober]] [[1967]]
|office2 = Daftar Menteri Veteran dan Demobilisasi Indonesia{{!}}Menteri Urusan Veteran dan Demobilisasi
|term_end2 = [[8 Januari]] [[1969]]
|order2 = ke-6
|president2 = [[Soeharto]]
|term_start2 = 24 Februari 1966
|successor2 = [[Amir Machmud]]
|term_end2 = 28 Maret 1966
|birth_date = {{Birth date|1923|11|4}}
|president2 = [[Soekarno]]
|birth_place = {{flagicon|Belanda}} [[Kabupaten Tuban|Tuban]], [[Jawa Timur]], [[Hindia Belanda]]
|predecessor2 = [[M. Sarbini]]
|death_date = {{Death date and age|1969|1|8|1921|11|4|mf=y}}
|successor2 = [[M. Sarbini]]
|death_place = {{flagicon|Indonesia}} [[Jakarta]], [[Indonesia]]
|office3 = Penjabat Gubernur DKI Jakarta
|nationality = [[Indonesia]]
|order3 =
|rank = [[Berkas:Pdu_mayjendtni_komando.png|25px]] [[Mayor Jenderal]] [[TNI]]
|term_start3 = 18 Maret 1966
|branch = [[Berkas:Lambang TNI AD.png|25px]] [[TNI Angkatan Darat]]
|term_end3 = 28 April 1966
|party =
|president3 = [[Soekarno]]
|spouse =
|lieutenant3 =
|relations =
|predecessor3 = [[Soemarno Sosroatmodjo]]
|children =
|successor3 = [[Ali Sadikin]]
|alma_mater =
|birth_date = {{Birth date|1921|11|4}}
|occupation =
|birth_place = [[Senori, Tuban|Senori]], [[Kabupaten Tuban|Tuban]], [[Hindia Belanda]]
|profession =
|death_date = {{Death date and age|1969|1|9|1921|11|4|mf=y}}
|religion = [[Islam]]
|death_place = [[Jakarta]], Indonesia
|signature =
|nationality = <!-- Hanya untuk warga negara asing -->
|website =
|serviceyears = 1943 – 1967
|footnotes =
|servicenumber= 10050
|allegiance = {{ubl|[[Kekaisaran Jepang]] (1943–1945)|[[Indonesia]] (1945–1967)}}
|rank = [[File:22-TNI Army-GEN.svg|25px]] [[Jenderal]] [[TNI]]
|branch = {{ubl|[[Pembela Tanah Air|PETA]] (1943–1945)|[[TNI Angkatan Darat]] (1945–1967)}}
|unit = [[Infanteri]]
|battles = [[Revolusi Nasional Indonesia]]
|party =
|spouse =
|relations =
|children =
|alma_mater =
|occupation =
|profession = [[Tentara]]
|religion = <!-- Kosongkan bagian ini; kolom terkait Suku, Agama dan Ras telah dinonaktifkan -->
|signature =
|website =
|footnotes =
}}
}}


'''[[Mayor Jenderal]] [[TNI]] ([[Purnawirawan|Purn.]]) Basuki Rahmat''' ({{lahirmati|[[Kabupaten Tuban|Tuban]], [[Jawa Timur]], [[Hindia Belanda]]|4|11|1921|[[Jakarta]], [[Indonesia]]|8|1|1969}}) adalah Jenderal Tentara Nasional [[Indonesia]] dan menjadi saksi penandatanganan [[Supersemar]] dokumen serah terima kekuasaan dari Presiden [[Soekarno]] kepada Jenderal [[Soeharto]].
'''[[Jenderal]] [[TNI]] ([[Purnawirawan|Purn.]]) Basuki Rahmat''', juga dieja '''Basoeki Rachmat''' ({{lahirmati|[[Senori, Tuban|Senori]], [[Kabupaten Tuban|Tuban]], [[Jawa Timur]]|4|11|1921|[[Jakarta]], [[Indonesia]]|9|1|1969}}) adalah Jenderal Tentara Nasional [[Indonesia]] dan menjadi saksi penandatanganan [[Supersemar]] dokumen serah terima kekuasaan dari Presiden [[Soekarno]] kepada Jenderal [[Soeharto]].


== Awal Kehidupan ==
== Awal Kehidupan ==
Basuki Rahmat lahir pada tanggal 4 November 1921 di Kecamatan [[Senori, Tuban|Senori]], [[Kabupaten Tuban]], [[Keresidenan Rembang]]. Ayahnya, [[Raden Soedarsono Soemodihardjo]], adalah asisten residen (Wedono) setempat. Ibunya, Soeratni, meninggal pada bulan Januari 1925 ketika Basuki memasuki usia empat tahun, Ketika berusia tujuh tahun, Basuki masuk sekolah dasar. Pada tahun 1932 ayahnya meninggal, sehingga berakibat terhentinya pendidikan Basuki. Dia dikirim untuk tinggal bersama adik ayahnya dan lulus dari SMP pada tahun 1939 serta dari SMA [[Muhammadiyah]] [[Kota Yogyakarta|Yogyakarta]] pada tahun 1942, ketika Jepang mulai menduduki Indonesia.<ref name=":0">{{cite book|last=Djamaluddin|first=Dasman|year=1998|title=Basoeki Rachmat dan Supersemar|location=Jakarta|publisher=Grasindo|isbn=979-669-189-2}}</ref>

Basuki Rahmat lahir pada 4 November 1921 di [[Tuban]], [[Jawa Timur]]. Ayahnya, Raden Soenodihardjo Sudarsono, menjadi asisten seorang kepala daerah setempat. Ibunya, Soeratni, meninggal pada Januari 1925 ketika Basuki berusia empat tahun, sepuluh hari setelah melahirkan anak lain. Ketika ia berusia tujuh tahun, Basuki dikirim ke sekolah dasar. Pada tahun 1932 ayahnya meninggal, mengakibatkan penghentian sementara pendidikan Basuki. Dia dikirim untuk tinggal bersama adik ayahnya dan menyelesaikan pendidikannya, lulus dari SMP pada tahun 1939 dan dari [[Yogyakarta]] [[Muhammadiyah]] sekolah pada tahun 1942, seperti invasi Jepang di Indonesia dimulai.


== Karier militer ==
== Karier militer ==
[[Berkas:BasukiRachmat.jpg|jmpl|150px|Basuki Rahmat]]
Pada tahun 1943, selama [[pendudukan Jepang di Indonesia]], Basuki bergabung dengan [[Pembela Tanah Air|Tentara Pembela Tanah Air (PETA)]], yang didirikan oleh tentara Jepang untuk melatih tentara tambahan dalam menghadapi invasi tentara Amerika Serikat ke Pulau Jawa. Di PETA, Basuki diangkat menjadi Komandan Kompi.


Dengan terjadinya peristiwa [[Deklarasi Kemerdekaan Indonesia|Proklamasi Kemerdekaan]] pada tanggal 17 Agustus 1945 yang diproklamasikan oleh para pemimpin Nasionalis [[Soekarno]] dan [[Mohammad Hatta]], Basuki, seperti kebanyakan pemuda lain bergabung ke kelompok milisi yang dipersiapkan untuk membentuk tentara Angkatan Darat Indonesia.
Pada tahun 1943, Selama [[pendudukan Jepang di Indonesia]], Basuki bergabung dengan Pembela Tanah Angkatan Darat (PETA), sebuah kekuatan tambahan berlari oleh Jepang untuk melatih tentara tambahan dalam kasus invasi Amerika Serikat Jawa. Dalam MAP, Basuki, bangkit untuk menjadi Komandan Kompi.


Dengan [[Deklarasi Kemerdekaan Indonesia|Proklamasi Kemerdekaan]] pada 17 Agustus 1945 oleh para pemimpin Nasionalis [[Soekarno]] dan [[Mohammad Hatta]], Basuki, seperti banyak pemuda lain ke dalam milisi Mulai Band dalam persiapan untuk pembentukan dari Angkatan Darat Indonesia. Pada tanggal 5 Oktober 1945, Tentara Keamanan Rakyat (TKR) terbentuk, dengan Basuki mendaftar dengan TKR pada bulan yang sama di kota Ngawi di provinsi asalnya [[Jawa Timur]]. Di sana ia ditempatkan dengan KODAM VII / Brawijaya (kemudian dikenal sebagai Wilayah Militer V / Brawijaya), komando militer dibebankan dengan keamanan Jawa Timur.
Pada tanggal 5 Oktober 1945, Tentara Keamanan Rakyat (TKR) terbentuk, dan di bulan yang sama Basuki mendaftar menjadi anggota TKR di kota Ngawi di provinsi asalnya [[Jawa Timur]]. Di sana ia ditempatkan di KODAM VII / Brawijaya (kemudian dikenal sebagai Wilayah Militer V/Brawijaya), komando militer bertanggung jawab atas keamanan provinsi Jawa Timur.


Pada perintah militer ini, Basuki menjabat sebagai Komandan Batalyon di Ngawi (1945-1946), Komandan Batalyon di Ronggolawe (1946-1950), Komandan Resimen ditempatkan di Bojonegoro (1950-1953), Kepala Staf Panglima Tentara dan Teritorium V / Brawijaya (1953-1956) dan Penjabat Panglima Daerah Militer V / Brawijaya (1956).
Dalam penugasan militernya, Basuki pernah menjabat sebagai Komandan Batalyon di Ngawi (1945–1946), Komandan Batalyon di Ronggolawe (1946–1950), Komandan Resimen di Bojonegoro (1950–1953), Kepala Staf Panglima Tentara dan Teritorium V/Brawijaya (1953–1956), dan Panglima Daerah Militer V/Brawijaya (1956).<ref name=":1">{{Cite book|last=Bachtiar|first=Harsja W.|date=1998|title=Siapa Dia?: Perwira Tinggi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat|location=Jakarta|publisher=Djambatan|isbn=979428100X|url-status=live}}</ref>


Pada September 1956, Basuki dipindahkan ke [[Melbourne]], Australia untuk melayani sebagai atase militer ke kedutaan di sana. Basuki kembali ke Indonesia pada bulan November tahun 1959 dan menjabat sebagai Asisten IV / Logistik Kepala Staf Angkatan Darat [[Abdul Haris Nasution]].
Pada bulan September 1956, Basuki dipindahkan ke [[Melbourne]], [[Australia]] untuk bertugas sebagai atase militer di Kedutaan Besar Republik Indonesia. Kemudian Basuki kembali lagi ke Indonesia pada bulan November tahun 1959 dan menjabat sebagai Asisten IV / Logistik di bawah Kepala Staf Angkatan Darat [[Abdul Haris Nasution]].


Basuki kembali ke KODAM VII / Brawijaya pada tahun 1960, menjabat sebagai Kepala Staf sebelum akhirnya menjadi Panglima tahun 1962.
Basuki kembali ke KODAM VII/Brawijaya pada tahun 1960 dan menjabat sebagai Kepala Staf sebelum akhirnya menjadi Panglima pada tahun 1962.<ref name=":1" />


== Pembunuhan Jenderal ==
== Pembunuhan Jenderal ==
Pada tahun 1965, terjadi banyak ketegangan politik di Indonesia, khususnya antara Angkatan Darat dan [[Partai Komunis Indonesia]] (PKI). PKI, yang perlahan tetapi pasti mendapatkan pijakan dalam politik Indonesia, mereka siap menjadi partai politik yang paling kuat karena hubungan mereka dengan Presiden [[Soekarno]]. Pada bulan September tahun 1965, Basuki menjadi semakin waspada terhadap kegiatan PKI di Jawa Timur dan pergi ke Jakarta untuk melaporkan pengamatannya kepada Panglima Angkatan Darat, [[Ahmad Yani]]. Mereka bertemu di malam 30 September di mana Basuki melaporkan kepada Yani tentang peningkatan kegiatan PKI di di provinsinya. Yani memuji laporan Basuki tersebut dan mengajaknya untuk menemani Yani ke pertemuan dengan Presiden keesokan harinya untuk melaporkan tentang kegiatan PKI.<ref name=":2">{{cite book|last=Hughes|first=John|year=2002|title=The End of Sukarno: A Coup That Misfired A Purge That Ran Wild|location=Singapore|publisher=Archipelago Press|isbn=981-4068-65-9|page=44}}</ref>


Keesokan paginya pada tanggal 1 Oktober, Basuki dihubungi oleh Markas Besar Angkatan Darat dan diberitahu tentang [[Gerakan 30 September|penculikan para jenderal]], termasuk Yani. Mendengar hal ini, Basuki bersama dengan seorang pembantunya masuk mobil dan berkendara di sekitar kota untuk memeriksa apa yang sedang terjadi. Saat ia sedang mengemudi, Basuki melihat pasukannya dari Jawa Timur, Batalion 530 menjaga [[Istana Merdeka|Istana Kepresidenan]] dan terkejut mendapati bahwa mereka tidak memakai identitas apa pun.<ref name=":2" /> Setelah mengamati mereka dari jarak dekat bersama ajudannya, Basuki segera kembali ke penginapannya, dan di sana ia diberitahu bahwa ia dibutuhkan di markas [[Kostrad]].
Pada tahun 1965, ada banyak ketegangan politik di Indonesia, khususnya antara Angkatan Darat dan [[Partai Komunis Indonesia]] (PKI). PKI, yang perlahan tetapi pasti mendapatkan pijakan dalam politik Indonesia, sekarang sudah siap untuk menjadi partai politik yang paling kuat karena hubungan mereka dengan Presiden [[Soekarno]]. Pada bulan September tahun 1965, Basuki tumbuh waspada terhadap kegiatan komunis di Jawa Timur dan pergi ke Jakarta untuk melaporkan pengamatannya kepada Panglima Angkatan Darat, [[Ahmad Yani]]. Mereka bertemu pada malam 30 September ketika bertemu dengan Yani Basuki dan melaporkan kejadian di di provinsinya. Yani Basuki memuji tentang laporan tersebut dan ingin dia untuk menemaninya ke pertemuan dengan Presiden keesokan harinya untuk menyampaikan kisahnya kegiatan Komunis.


Basuki pergi ke markas [[Kostrad]] dan mendapati bahwa Panglima Kostrad, Mayor Jenderal [[Soeharto]] telah memutuskan untuk mengambil alih kepemimpinan Angkatan Darat dan mengendalikan situasi. Dari Soeharto, Basuki mengetahui bahwa sebuah gerakan yang menyebut diri mereka sebagai Gerakan September 30 telah menggunakan pasukan dari Batalion 530 untuk menempati titik-titik strategis di Jakarta. Soeharto kemudian memerintahkan Basuki untuk bernegosiasi dengan pasukan tersebut agar mereka menyerahkan diri sebelum pukul 6.00 atau Soeharto akan menindak pasukan tersebut. Basuki menemui pasukan tersebut dan diperlakukan dengan sangat hormat. Ia menyampaikan ultimatum Soeharto dan berhasil bernegosiasi dengan pasukan Batalion 530 sehingga pada pukul 16:00, Batalion 530 menyerahkan diri ke Kostrad.<ref name=":2" />
Keesokan paginya pada tanggal 1 Oktober, Basuki dihubungi oleh Markas Besar Angkatan Darat dan diberitahu tentang [[Gerakan 30 September|penculikan para jenderal]], termasuk Yani. Mendengar hal ini, Basuki bersama dengan seorang pembantunya masuk mobil dan mengambil drive di sekitar kota untuk memeriksa apa yang sedang terjadi. Saat ia sedang mengemudi, Basuki melihat pasukannya dari Jawa Timur, Batalyon 530 menjaga [[Istana Merdeka|Istana Kepresidenan]] dan bahkan lebih terkejut bahwa mereka tidak memakai identitas apapun. Setelah menyarankan agar mendekati mereka dengan ajudannya, Basuki melaju kembali ke akomodasi di mana ia diberitahu bahwa ia dibutuhkan di [[Kostrad]] markas.


Siang harinya, Gerakan G30S membuat pengumuman tentang adanya Dewan Revolusi yang bermaksud melakukan makar. Di antara nama-nama yang disebut-sebut dalam dewan tersebut nama Basuki juga termasuk. Namun Basuki bukan satu-satunya Jendral yang namanya dimasukkan dalam dewan tersebut, karena banyak nama jendral anti-komunis seperti [[Umar Wirahadikusumah]] dan [[Amirmachmud]] yang juga terdaftar dalam dewan ini. Basuki dengan cepat menyangkal keterlibatannya dalam Dewan Revolusi.
Basuki pergi ke markas Kostrad untuk menemukan bahwa Panglima Kostrad, Mayor Jenderal [[Soeharto]] telah memutuskan untuk menanggung kepemimpinan Angkatan Darat dan mengambil kendali situasi. Dari Soeharto, Basuki menemukan bahwa sebuah gerakan yang menyebut diri mereka Gerakan September 30 telah menggunakan pasukan untuk menempati titik-titik strategis di Jakarta. Soeharto kemudian mengatakan Basuki bahwa dia perlu dia untuk menegosiasikan pasukan ke menyerah sebelum 6 atau dia akan menggunakan kekuatan. Ini, Basuki disampaikan kepada Batalyon 530 yang memperlakukannya dengan sangat hormat. Basuki berhasil dan oleh 16:00, Batalyon 530 menyerahkan diri ke Kostrad.


Ternyata selama beberapa hari sebelumnya, tanpa sepengetahuan Basuki, diselenggarakan pertemuan antara Soekarno, Panglima Angkatan Udara [[Omar Dhani]], Panglima Angkatan Laut [[RE Martadinata]], dan Kapolri Sucipto Judodiharjo di Halim untuk menunjuk Panglima Angkatan Darat yang baru. Meskipun yang kemudian akan ditunjuk sebagai Panglima Angkatan Darat adalah Mayor Jenderal Pranoto Reksosamudra, namun nama Basuki sempat dipertimbangkan. Namun Soekarno segera menghentikan gagasan penunjukkan Basuki tersebut dengan berkelakar bahwa Basuki biasanya akan jatuh sakit pada saat dibutuhkan.
Pada siang hari, Gerakan G30S membuat pengumuman Dewan Revolusi. Di antara nama-nama yang tercantum adalah bahwa Basuki. Ini bukan insiden terisolasi karena banyak jenderal anti-Komunis seperti [[Umar Wirahadikusumah]] dan [[Amirmachmud]] juga terdaftar di dewan ini. Basuki dengan cepat menyangkal janji.


Setelah 1 Oktober, semua pihak menimpakan kesalahan kepada PKI dan di seluruh Indonesia, terutama di Pulau Jawa, terjadi banyak yang dibentuk dengan tujuan untuk menumpas PKI. Sementara itu, Basuki kembali ke Jawa Timur untuk mengawasi gerakan anti-PKI di sana.
Juga selama hari dan tanpa sepengetahuan Basuki adalah pertemuan yang diselenggarakan di Halim antara Soekarno, Panglima Angkatan Udara [[Omar Dhani]], Panglima Angkatan Laut [[RE Martadinata]], dan Kapolri Sucipto Judodiharjo untuk menunjuk baru Panglima Angkatan Darat. Meskipun itu Mayor Jenderal Pranoto Reksosamudra yang akan ditunjuk Panglima Angkatan Darat, nama Basuki sempat dipertimbangkan. Itu cepat diberhentikan oleh Sukarno, yang berkelakar bahwa Basuki akan selalu jatuh sakit saat kesempatan itu membutuhkannya.


Pada tanggal 16 Oktober 1965, sebuah pawai besar diselenggarakan di Surabaya di mana Komando Aksi Bersama yang terdiri dari berbagai partai politik dibentuk.
Setelah 1 Oktober, semua jari menunjuk kesalahan pada PKI dan seluruh Indonesia, terutama di Jawa, gerakan mulai dibentuk dengan tujuan menghancurkan PKI. Sementara itu, Basuki kembali ke Jawa Timur untuk mengawasi gerakan anti-PKI di sana.


Meskipun Basuki telah mendorong partai-partai politik untuk bergabung dengan Komando Aksi Bersama, Basuki tidak serta merta memerintahkan pasukannya untuk mengganyang PKI sebagaimana komandan-komando yang lain. Selama minggu-minggu pertama penumpasan PKI di seluruh negeri, tidak ada insiden apa pun di ibu kota Jawa Timur, [[Surabaya]]. Kurangnya komitmen untuk menumpas PKI ini dan dimasukkannya nama Basuki sebagai anggota Dewan Revolusi menyebabkan banyak orang yang curiga bahwa Basuki adalah simpatisan PKI. Beberapa stafnya harus memaksa Basuki terlebih dahulu sebelum akhirnya ia membekukan kegiatan-kegiatan pro-PKI di Surabaya dan Jawa Timur.<ref>{{Cite web|title=Report from East Java|url=http://cip.cornell.edu/DPubS/Repository/1.0/Disseminate/seap.indo/1107008153/body/pdf|website=Cornell University Library|language=en|archive-url=https://web.archive.org/web/20060923110418/http://cip.cornell.edu/DPubS/Repository/1.0/Disseminate/seap.indo/1107008153/body/pdf|archive-date=23 September 2016}}</ref>
Pada tanggal 16 Oktober 1965, reli diadakan di Surabaya selama Command Amerika Aksi yang terdiri dari berbagai partai politik dibentuk.


Pada bulan November tahun [[1965]], Basuki dipindahkan ke Jakarta dan menjadi anggota staf Soeharto yang pada saat itu menjabat sebagai Panglima Angkatan Darat, dan menduduki jabatan sebagai Deputi Bidang Keuangan dan Hubungan Sipil. Basuki juga aktif sebagai anggota Panitia Sosial Politik (Panitia SosPol), sebuah think-tank politik Angkatan Darat yang dibentuk Soeharto setelah ia menjadi Komandan.<ref>{{Cite book|last=Vatikiotis|first=Michael R.J.|date=2004|url=https://press-files.anu.edu.au/downloads/press/p33231/pdf/book.pdf|title=The Military and Democracy in Asia and the Pacific|publisher=Australian National University E Press|isbn=9781920942007|language=en|chapter=The military and democracy in Indonesia|url-status=live}}</ref>
Meskipun ia telah mendorong partai-partai politik untuk bergabung dengan Komando Aksi Serikat, Basuki tidak melakukan pasukannya ke menindak PKI sebagai mudah karena semua komandan lain lakukan. Selama minggu-minggu pertama penumpasan nasional pada PKI, tidak ada yang terjadi di ibukota Jawa Timur [[Surabaya]]. Kurangnya komitmen bersama dengan daftar nama Basuki sebagai bagian dari Dewan Revolusi menyebabkan banyak untuk mencurigai bahwa Basuki adalah simpatisan PKI. Ini membutuhkan beberapa memaksa dari staf sebelum Basuki membeku kegiatan pro-PKI di Surabaya dan Jawa Timur


Pada bulan Februari tahun 1966, dalam sebuah Reshuffle Kabinet, Basuki diangkat menjadi Menteri Urusan Veteran.
Pada bulan November tahun [[1965]], Basuki dipindahkan ke Jakarta dan menjadi anggota staf untuk Soeharto sekarang Panglima Angkatan Darat, mengambil posisi Deputi Bidang Keuangan dan Hubungan Sipil. Basuki juga menjadi aktif sebagai anggota Komite Sosial-Politik (Sospol'' Panitia''), Angkatan Darat politik think-tank yang dibentuk Soeharto setelah ia menjadi Komandan

Pada bulan Februari tahun 1966, dalam Reshuffle Kabinet, Basuki diangkat menjadi Menteri Urusan Veteran.


== Supersemar ==
== Supersemar ==
{{main|Supersemar}}
{{main|Supersemar}}


Pada 11 Maret 1966, Basuki menghadiri rapat kabinet di Istana Presiden, yang pertama sejak Sukarno reshuffle kabinet pada akhir Februari. Pertemuan belum berlangsung lama sebelum Sukarno, setelah menerima catatan dari komandan pengawalnya, tiba-tiba meninggalkan ruangan. Ketika pertemuan itu selesai, Basuki dan Menteri Perindustrian, [[M. Jusuf|Mohammad Jusuf]], pergi ke luar Istana Presiden untuk bergabung Amir Machmud, Komandan KODAM V / Jaya. Basuki kemudian diberitahu apa yang telah terjadi dan diberitahu bahwa Soekarno telah pergi ke [[Bogor]] dengan helikopter karena tidak aman di Jakarta.
Pada tanggal 11 Maret 1966, Basuki menghadiri rapat kabinet yang pertama diadakan setelah Soekarno melakukan reshuffle kabinet di akhir bulan Februari di Istana Presiden. Pertemuan belum lama berlangsung ketika Soekarno tiba-tiba meninggalkan ruangan, setelah menerima catatan dari komandan pengawalnya. Ketika pertemuan itu selesai, Basuki dan Menteri Perindustrian, [[M. Jusuf|Mohammad Jusuf]], pergi keluar dari Istana Presiden untuk bertemu dengan Amir Machmud, Komandan KODAM V / Jaya. Basuki kemudian diberitahu apa yang telah terjadi dan mendapat informasi bahwa Soekarno telah pergi ke [[Bogor]] naik helikopter karena tidak aman di Jakarta.


Jusuf menyarankan agar mereka bertiga pergi ke Bogor untuk memberikan dukungan moral bagi Sukarno. Dua jenderal setuju dan bersama-sama ke Bogor setelah meminta izin Soeharto. Menurut Amir Machmud, Suharto meminta tiga Jenderal untuk memberitahu Sukarno kesiapan untuk memulihkan keamanan harus Presiden memesannya.
Jusuf menyarankan agar mereka bertiga pergi ke Bogor untuk memberikan dukungan moral bagi Sukarno. Dua jenderal tersebut setuju dan bersama-sama pergi ke Bogor setelah meminta izin dari Soeharto. Menurut Amir Machmud, Soeharto meminta ketiga jenderal tersebut untuk memberitahu Soekarno mengenai kesiapannya untuk memulihkan keamanan apabila Soekarno memerintahkannya.


Di Bogor, tiga bertemu dengan Soekarno yang tidak senang dengan keamanan dan dengan desakan Amir Machmud bahwa semuanya aman. Soekarno kemudian mulai mendiskusikan pilihan dengan tiga Jenderal sebelum akhirnya Sukarno kemudian mulai mendiskusikan pilihan dengan Basuki, Jusuf, dan Amirmachmud sebelum akhirnya meminta mereka bagaimana dia bisa mengurus situasi. Basuki dan Jusuf diam, tetapi Amir Machmud menyarankan bahwa Sukarno memberi Suharto beberapa kekuatan dan memerintah Indonesia dengan dia sehingga semuanya dapat diamankan. Pertemuan kemudian dibubarkan, Sukarno mulai mempersiapkan Keputusan Presiden.
Di Bogor, ketiga jendral tersebut bertemu dengan Soekarno yang tidak senang dengan situasi keamanan dan dengan penegasan Amir Machmud bahwa segalanya aman. Soekarno kemudian mulai mendiskusikan pilihan-pilihan yang ada dengan Basuki, Jusuf, dan Amir Machmud sebelum akhirnya bertanya pada mereka bagaimana ia bisa mengendalikan situasi. Basuki dan Jusuf diam, tetapi Amir Machmud menyarankan agar Soekarno memberikan beberapa kewenangan dan bersama-sama memerintah Indonesia sehingga semuanya dapat diamankan. Pertemuan kemudian dibubarkan dan Soekarno mulai mempersiapkan Surat Keputusan Presiden. Waktu pengeluaran Surat Keputusan yang kemudian menjadi Supersemar akhirnya siap dan menunggu tanda tangan dari Soekarno. Soekarno ragu-ragu di detik-detik terakhir tetapi Jusuf dan dua jenderal serta orang-orang terdekat Soekarno dalam Kabinet yang juga telah tiba di Bogor mendorongnya untuk menandatangani. Soekarno akhirnya menandatangani surat itu. Sebagai jendral yang paling senior, Basuki dipercaya untuk membawa surat keputusan tersebut dan diperintahkan untuk menyampaikannya kepada Soeharto. Malam itu, tiga Jenderal segera pergi ke Markas Kostrad dan Basuki menyerahkan surat tersebut kepada Soeharto.


Terdapat kontroversi mengenai peran Basuki dalam peristiwa Supersemar. Ada salah satu versi yang menyatakan bahwa ada empat jenderal yang pergi ke Bogor, di mana jendral yang keempat adalah [[Maraden Panggabean]]. Versi ini menyebutkan bahwa Basuki dan Panggabean menodongkan pistol ke Soekarno dan memaksanya untuk menandatangani Supersemar yang telah dipersiapkan dan dibawa oleh Jusuf dalam map berwarna merah muda.<ref>{{Cite news|date=28 Agustus 2018|title=Panggabean Bantah Menodong Bung Karno|url=http://www.listserv.dfn.de/cgi-bin/wa?A2=ind9808d&L=indonews&D=0&F=P&P=83569&D=1|work=Harian Suara Pembaruan|publisher=Indonesia Daily News Online|access-date=2021-06-01|archive-date=2012-09-09|archive-url=https://archive.today/20120909051128/http://www.listserv.dfn.de/cgi-bin/wa?A2=ind9808d&L=indonews&D=0&F=P&P=83569&D=1|dead-url=unfit}}</ref>
Itu senja ketika Keputusan yang akan menjadi Supersemar akhirnya siap dan menunggu tanda tangan Sukarno. Sukarno memiliki beberapa keraguan menit terakhir tetapi Jusuf, bersama dengan dua jenderal dan lingkaran dalam Sukarno dalam Kabinet yang juga telah membuat perjalanan ke Bogor mendorongnya untuk menandatangani. Soekarno akhirnya menandatangani surat itu. Sebagai keluar paling senior dari tiga Jenderal, Basuki dipercayakan dengan huruf dan diperintahkan untuk menyampaikannya kepada Soeharto. Malam itu, tiga Jenderal segera pergi ke Markas Kostrad dan Basuki menyerahkan surat kepada Soeharto.


Pada tanggal 13 Maret, Soekarno memanggil Basuki, Jusuf, dan Amir Machmud. Soekarno marah karena Soeharto telah melarang PKI dan menyatakan kepada tiga jendral yang Supersemar tidak memuat perintah semacam itu. Soekarno kemudian memerintahkan agar Surat Keputusan tersebut ditunjukkan padanya untuk memeriksa isi Supersemar, tetapi salinan Surat Keputusan itu tidak pernah diketemukan kecuali salinan yang berada di tangan mantan Duta Besar Kuba, [[A.M. Hanafi|AM Hanafi.]]
Ada kontroversi mengenai peran Basuki di Supersemar. Satu account yang menyatakan bahwa empat jenderal telah pergi ke Bogor, makhluk Umum keempat [[Maraden Panggabean]]. Akun ini menyatakan bahwa bersama-sama dengan Panggabean, Basuki diadakan Sukarno di titik pistol dan memaksanya untuk menandatangani Supersemar telah disiapkan yang Jusuf telah dibawanya di dalam folder merah muda


== Orde Baru ==
Pada 13 Maret, Soekarno memanggil Basuki, Jusuf, dan Amirmachmud. Soekarno marah karena Soeharto telah melarang PKI dan mengatakan tiga jenderal yang Supersemar tidak mengandung instruksi tersebut. Soekarno kemudian memerintahkan agar surat diproduksi untuk memperjelas isi Supersemar tetapi tidak pernah datang selain dari salinan yang mantan Duta Besar Kuba, AM Hanafi dikumpulkan.


Penyerahan Supersemar secara de facto memberi Soeharto kekuasaan eksekutif dan ia segera mulai membentuk Kabinet yang lebih menguntungkan baginya. Basuki menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri sejak Kabinet pertama Soeharto pada bulan Maret 1966 hingga ketika Soeharto secara resmi menjadi presiden pada bulan Juni 1968.
== [[Orde Baru]] ==

Penyerahan Supersemar memberi Soeharto de facto kekuasaan eksekutif dan ia segera mulai membangun Kabinet yang lebih menguntungkan baginya. Basuki menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri dimulai dengan Kabinet pertama Suharto pada bulan Maret 1966 menjadi salah satu yang ia beri nama pada Juni 1968 ketika ia resmi Presiden.


== Kematian ==
== Kematian ==
[[Berkas:Basoeki Rachmat - TMP Kalibata.jpeg|jmpl|Makam Basuki Rahmat di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta]]

Basuki Rahmat meninggal pada tanggal 9 Januari 1969 saat masih memegang jabatan sebagai Menteri Dalam Negeri. Ia digantikan oleh Amir Machmud dalam posisi ini.
Basuki Rahmat meninggal pada tanggal 9 Januari 1969 ketika masih memegang jabatan sebagai Menteri Dalam Negeri. Posisinya digantikan oleh [[Amirmachmud|Amir Machmud.]]<ref name=":0" />


== Penghargaan ==
== Penghargaan ==
Setelah ia meninggal Pemda Jakarta memberi nama Jalan Proklamasi (Depok Timur) menghubungkan ke Jalan Arif Rahman Hakim (Margonda) menjadi Jalan Basuki Rahmat. TV Jakarta dan Depok pernah membuat film pendek mengenai riwayat hidupnya.
Setelah ia meninggal Pemda [[Jakarta]] mengubah nama Jalan Proklamasi (Depok Timur) yang terhubung ke Jalan Arif Rahman Hakim (Margonda) menjadi Jalan Basuki Rahmat. TV Jakarta dan Depok pernah membuat film pendek mengenai riwayat hidupnya.

;Tanda kehormatan

* [[Daftar pahlawan nasional Indonesia|Pahlawan Nasional]] (SK Presiden RI No. 1/TK/1969) - 9 Januari 1969
* {{flag|Indonesia}}<ref>{{Cite web|title=Daftar WNI yang Mendapat Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera tahun 1959 s.d. 2003|url=https://cdn.setneg.go.id/_multimedia/document/20180910/41462-Bintang_Mahaputera_tahun_1959-2003.pdf|website=Sekretariat Negara Republik Indonesia|access-date=2021-01-20}}</ref>
** [[Berkas:Bintang Republik Indonesia Adipradana rib.svg|49x49px]] [[Bintang Republik Indonesia Adipradana]] – <small>Keppres No.072/TK/TH.1995, Tanggal 7 Agustus 1995</small><ref>{{Cite web|url=https://cdn.setneg.go.id/_multimedia/document/20200107/3822wni_penerima_tanda_kehormatan_bintang_republik_indonesia_1959_sekarang.pdf|title=Daftar WNI yang Menerima Tanda Kehormatan Bintang Republik Indonesia Tahun 1959 - Sekarang|website=www.setneg.go.id|access-date=17 Oktober 2024}}</ref>
** [[Berkas:Bintang Mahaputera Utama rib.svg|49x49px]] [[Bintang Mahaputera Utama]] – 1969
** [[Berkas:Pita (Ribbon) Satyalencana Pepera.png|49x49px]] [[Daftar tanda kehormatan di Indonesia#Satyalancana Sipil 2|Satyalancana Pepera]] – 1977<ref>{{Cite book|last=Departemen Dalam Negeri|first=Indonesia|date=1976|url=https://books.google.co.id/books?id=-5_xxJr2cYkC&pg=RA8-PA29&dq=Satyalancana+papera&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&source=gb_mobile_search&ovdme=1&sa=X&ved=2ahUKEwitpPS5z7OIAxVhR2wGHRrvIH4Q6AF6BAgJEAM#v=onepage&q=Satyalancana%20papera&f=false|title=Mimbar|location=Indonesia|publisher=Departemen Dalam Negeri|pages=29|url-status=live}}</ref>


== Referensi ==
{{Pahlawan Nasional Indonesia}}
{{Reflist}}{{Kabinet Pembangunan I}}{{Kabinet Ampera II}}{{Kabinet Ampera I}}{{Pahlawan Nasional Indonesia}}{{Menteri Dalam Negeri Indonesia}}


[[Kategori:Pejuang kemerdekaan Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh TNI]]
[[Kategori:Tokoh militer Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat]]
[[Kategori:Panglima Komando Daerah Militer V/Brawijaya]]
[[Kategori:Tokoh Jawa]]
[[Kategori:Tokoh Ngawi]]
[[Kategori:Tokoh Jawa Timur]]
[[Kategori:Tokoh Tuban]]
[[Kategori:Tokoh dari Tuban]]
[[Kategori:Tokoh dari Tuban]]
[[Kategori:Pangdam]]
[[Kategori:Tokoh dari Kecamatan Senori]]
[[Kategori:Tokoh Angkatan 45]]
[[Kategori:Politikus Indonesia]]
[[Kategori:Menteri Indonesia]]
[[Kategori:Menteri Dalam Negeri Indonesia]]
[[Kategori:Menteri Dalam Negeri Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh Jawa Timur]]
[[Kategori:Tokoh Jawa]]
[[Kategori:Tokoh Orde Baru]]
[[Kategori:Tokoh Orde Baru]]
[[Kategori:Penerima Bintang Republik Indonesia Adipradana]]
[[Kategori:Penerima Bintang Mahaputera Utama]]

Revisi terkini sejak 17 Oktober 2024 09.27

Basuki Rahmat
Basuki Rahmat sebagai Mendagri
Menteri Dalam Negeri Indonesia ke-16
Masa jabatan
18 Maret 1966 – 9 Januari 1969
(ad-interim sampai 28 Maret 1966)
Presiden
Menteri Urusan Veteran dan Demobilisasi ke-6
Masa jabatan
24 Februari 1966 – 28 Maret 1966
PresidenSoekarno
Sebelum
Pendahulu
M. Sarbini
Pengganti
M. Sarbini
Sebelum
Penjabat Gubernur DKI Jakarta
Masa jabatan
18 Maret 1966 – 28 April 1966
PresidenSoekarno
Informasi pribadi
Lahir(1921-11-04)4 November 1921
Senori, Tuban, Hindia Belanda
Meninggal9 Januari 1969(1969-01-09) (umur 47)
Jakarta, Indonesia
ProfesiTentara
Karier militer
Pihak
Dinas/cabang
Masa dinas1943 – 1967
Pangkat Jenderal TNI
NRP10050
SatuanInfanteri
Pertempuran/perangRevolusi Nasional Indonesia
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Jenderal TNI (Purn.) Basuki Rahmat, juga dieja Basoeki Rachmat (4 November 1921 – 9 Januari 1969) adalah Jenderal Tentara Nasional Indonesia dan menjadi saksi penandatanganan Supersemar dokumen serah terima kekuasaan dari Presiden Soekarno kepada Jenderal Soeharto.

Awal Kehidupan

[sunting | sunting sumber]

Basuki Rahmat lahir pada tanggal 4 November 1921 di Kecamatan Senori, Kabupaten Tuban, Keresidenan Rembang. Ayahnya, Raden Soedarsono Soemodihardjo, adalah asisten residen (Wedono) setempat. Ibunya, Soeratni, meninggal pada bulan Januari 1925 ketika Basuki memasuki usia empat tahun, Ketika berusia tujuh tahun, Basuki masuk sekolah dasar. Pada tahun 1932 ayahnya meninggal, sehingga berakibat terhentinya pendidikan Basuki. Dia dikirim untuk tinggal bersama adik ayahnya dan lulus dari SMP pada tahun 1939 serta dari SMA Muhammadiyah Yogyakarta pada tahun 1942, ketika Jepang mulai menduduki Indonesia.[1]

Karier militer

[sunting | sunting sumber]
Basuki Rahmat

Pada tahun 1943, selama pendudukan Jepang di Indonesia, Basuki bergabung dengan Tentara Pembela Tanah Air (PETA), yang didirikan oleh tentara Jepang untuk melatih tentara tambahan dalam menghadapi invasi tentara Amerika Serikat ke Pulau Jawa. Di PETA, Basuki diangkat menjadi Komandan Kompi.

Dengan terjadinya peristiwa Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 yang diproklamasikan oleh para pemimpin Nasionalis Soekarno dan Mohammad Hatta, Basuki, seperti kebanyakan pemuda lain bergabung ke kelompok milisi yang dipersiapkan untuk membentuk tentara Angkatan Darat Indonesia.

Pada tanggal 5 Oktober 1945, Tentara Keamanan Rakyat (TKR) terbentuk, dan di bulan yang sama Basuki mendaftar menjadi anggota TKR di kota Ngawi di provinsi asalnya Jawa Timur. Di sana ia ditempatkan di KODAM VII / Brawijaya (kemudian dikenal sebagai Wilayah Militer V/Brawijaya), komando militer bertanggung jawab atas keamanan provinsi Jawa Timur.

Dalam penugasan militernya, Basuki pernah menjabat sebagai Komandan Batalyon di Ngawi (1945–1946), Komandan Batalyon di Ronggolawe (1946–1950), Komandan Resimen di Bojonegoro (1950–1953), Kepala Staf Panglima Tentara dan Teritorium V/Brawijaya (1953–1956), dan Panglima Daerah Militer V/Brawijaya (1956).[2]

Pada bulan September 1956, Basuki dipindahkan ke Melbourne, Australia untuk bertugas sebagai atase militer di Kedutaan Besar Republik Indonesia. Kemudian Basuki kembali lagi ke Indonesia pada bulan November tahun 1959 dan menjabat sebagai Asisten IV / Logistik di bawah Kepala Staf Angkatan Darat Abdul Haris Nasution.

Basuki kembali ke KODAM VII/Brawijaya pada tahun 1960 dan menjabat sebagai Kepala Staf sebelum akhirnya menjadi Panglima pada tahun 1962.[2]

Pembunuhan Jenderal

[sunting | sunting sumber]

Pada tahun 1965, terjadi banyak ketegangan politik di Indonesia, khususnya antara Angkatan Darat dan Partai Komunis Indonesia (PKI). PKI, yang perlahan tetapi pasti mendapatkan pijakan dalam politik Indonesia, mereka siap menjadi partai politik yang paling kuat karena hubungan mereka dengan Presiden Soekarno. Pada bulan September tahun 1965, Basuki menjadi semakin waspada terhadap kegiatan PKI di Jawa Timur dan pergi ke Jakarta untuk melaporkan pengamatannya kepada Panglima Angkatan Darat, Ahmad Yani. Mereka bertemu di malam 30 September di mana Basuki melaporkan kepada Yani tentang peningkatan kegiatan PKI di di provinsinya. Yani memuji laporan Basuki tersebut dan mengajaknya untuk menemani Yani ke pertemuan dengan Presiden keesokan harinya untuk melaporkan tentang kegiatan PKI.[3]

Keesokan paginya pada tanggal 1 Oktober, Basuki dihubungi oleh Markas Besar Angkatan Darat dan diberitahu tentang penculikan para jenderal, termasuk Yani. Mendengar hal ini, Basuki bersama dengan seorang pembantunya masuk mobil dan berkendara di sekitar kota untuk memeriksa apa yang sedang terjadi. Saat ia sedang mengemudi, Basuki melihat pasukannya dari Jawa Timur, Batalion 530 menjaga Istana Kepresidenan dan terkejut mendapati bahwa mereka tidak memakai identitas apa pun.[3] Setelah mengamati mereka dari jarak dekat bersama ajudannya, Basuki segera kembali ke penginapannya, dan di sana ia diberitahu bahwa ia dibutuhkan di markas Kostrad.

Basuki pergi ke markas Kostrad dan mendapati bahwa Panglima Kostrad, Mayor Jenderal Soeharto telah memutuskan untuk mengambil alih kepemimpinan Angkatan Darat dan mengendalikan situasi. Dari Soeharto, Basuki mengetahui bahwa sebuah gerakan yang menyebut diri mereka sebagai Gerakan September 30 telah menggunakan pasukan dari Batalion 530 untuk menempati titik-titik strategis di Jakarta. Soeharto kemudian memerintahkan Basuki untuk bernegosiasi dengan pasukan tersebut agar mereka menyerahkan diri sebelum pukul 6.00 atau Soeharto akan menindak pasukan tersebut. Basuki menemui pasukan tersebut dan diperlakukan dengan sangat hormat. Ia menyampaikan ultimatum Soeharto dan berhasil bernegosiasi dengan pasukan Batalion 530 sehingga pada pukul 16:00, Batalion 530 menyerahkan diri ke Kostrad.[3]

Siang harinya, Gerakan G30S membuat pengumuman tentang adanya Dewan Revolusi yang bermaksud melakukan makar. Di antara nama-nama yang disebut-sebut dalam dewan tersebut nama Basuki juga termasuk. Namun Basuki bukan satu-satunya Jendral yang namanya dimasukkan dalam dewan tersebut, karena banyak nama jendral anti-komunis seperti Umar Wirahadikusumah dan Amirmachmud yang juga terdaftar dalam dewan ini. Basuki dengan cepat menyangkal keterlibatannya dalam Dewan Revolusi.

Ternyata selama beberapa hari sebelumnya, tanpa sepengetahuan Basuki, diselenggarakan pertemuan antara Soekarno, Panglima Angkatan Udara Omar Dhani, Panglima Angkatan Laut RE Martadinata, dan Kapolri Sucipto Judodiharjo di Halim untuk menunjuk Panglima Angkatan Darat yang baru. Meskipun yang kemudian akan ditunjuk sebagai Panglima Angkatan Darat adalah Mayor Jenderal Pranoto Reksosamudra, namun nama Basuki sempat dipertimbangkan. Namun Soekarno segera menghentikan gagasan penunjukkan Basuki tersebut dengan berkelakar bahwa Basuki biasanya akan jatuh sakit pada saat dibutuhkan.

Setelah 1 Oktober, semua pihak menimpakan kesalahan kepada PKI dan di seluruh Indonesia, terutama di Pulau Jawa, terjadi banyak yang dibentuk dengan tujuan untuk menumpas PKI. Sementara itu, Basuki kembali ke Jawa Timur untuk mengawasi gerakan anti-PKI di sana.

Pada tanggal 16 Oktober 1965, sebuah pawai besar diselenggarakan di Surabaya di mana Komando Aksi Bersama yang terdiri dari berbagai partai politik dibentuk.

Meskipun Basuki telah mendorong partai-partai politik untuk bergabung dengan Komando Aksi Bersama, Basuki tidak serta merta memerintahkan pasukannya untuk mengganyang PKI sebagaimana komandan-komando yang lain. Selama minggu-minggu pertama penumpasan PKI di seluruh negeri, tidak ada insiden apa pun di ibu kota Jawa Timur, Surabaya. Kurangnya komitmen untuk menumpas PKI ini dan dimasukkannya nama Basuki sebagai anggota Dewan Revolusi menyebabkan banyak orang yang curiga bahwa Basuki adalah simpatisan PKI. Beberapa stafnya harus memaksa Basuki terlebih dahulu sebelum akhirnya ia membekukan kegiatan-kegiatan pro-PKI di Surabaya dan Jawa Timur.[4]

Pada bulan November tahun 1965, Basuki dipindahkan ke Jakarta dan menjadi anggota staf Soeharto yang pada saat itu menjabat sebagai Panglima Angkatan Darat, dan menduduki jabatan sebagai Deputi Bidang Keuangan dan Hubungan Sipil. Basuki juga aktif sebagai anggota Panitia Sosial Politik (Panitia SosPol), sebuah think-tank politik Angkatan Darat yang dibentuk Soeharto setelah ia menjadi Komandan.[5]

Pada bulan Februari tahun 1966, dalam sebuah Reshuffle Kabinet, Basuki diangkat menjadi Menteri Urusan Veteran.

Supersemar

[sunting | sunting sumber]

Pada tanggal 11 Maret 1966, Basuki menghadiri rapat kabinet yang pertama diadakan setelah Soekarno melakukan reshuffle kabinet di akhir bulan Februari di Istana Presiden. Pertemuan belum lama berlangsung ketika Soekarno tiba-tiba meninggalkan ruangan, setelah menerima catatan dari komandan pengawalnya. Ketika pertemuan itu selesai, Basuki dan Menteri Perindustrian, Mohammad Jusuf, pergi keluar dari Istana Presiden untuk bertemu dengan Amir Machmud, Komandan KODAM V / Jaya. Basuki kemudian diberitahu apa yang telah terjadi dan mendapat informasi bahwa Soekarno telah pergi ke Bogor naik helikopter karena tidak aman di Jakarta.

Jusuf menyarankan agar mereka bertiga pergi ke Bogor untuk memberikan dukungan moral bagi Sukarno. Dua jenderal tersebut setuju dan bersama-sama pergi ke Bogor setelah meminta izin dari Soeharto. Menurut Amir Machmud, Soeharto meminta ketiga jenderal tersebut untuk memberitahu Soekarno mengenai kesiapannya untuk memulihkan keamanan apabila Soekarno memerintahkannya.

Di Bogor, ketiga jendral tersebut bertemu dengan Soekarno yang tidak senang dengan situasi keamanan dan dengan penegasan Amir Machmud bahwa segalanya aman. Soekarno kemudian mulai mendiskusikan pilihan-pilihan yang ada dengan Basuki, Jusuf, dan Amir Machmud sebelum akhirnya bertanya pada mereka bagaimana ia bisa mengendalikan situasi. Basuki dan Jusuf diam, tetapi Amir Machmud menyarankan agar Soekarno memberikan beberapa kewenangan dan bersama-sama memerintah Indonesia sehingga semuanya dapat diamankan. Pertemuan kemudian dibubarkan dan Soekarno mulai mempersiapkan Surat Keputusan Presiden. Waktu pengeluaran Surat Keputusan yang kemudian menjadi Supersemar akhirnya siap dan menunggu tanda tangan dari Soekarno. Soekarno ragu-ragu di detik-detik terakhir tetapi Jusuf dan dua jenderal serta orang-orang terdekat Soekarno dalam Kabinet yang juga telah tiba di Bogor mendorongnya untuk menandatangani. Soekarno akhirnya menandatangani surat itu. Sebagai jendral yang paling senior, Basuki dipercaya untuk membawa surat keputusan tersebut dan diperintahkan untuk menyampaikannya kepada Soeharto. Malam itu, tiga Jenderal segera pergi ke Markas Kostrad dan Basuki menyerahkan surat tersebut kepada Soeharto.

Terdapat kontroversi mengenai peran Basuki dalam peristiwa Supersemar. Ada salah satu versi yang menyatakan bahwa ada empat jenderal yang pergi ke Bogor, di mana jendral yang keempat adalah Maraden Panggabean. Versi ini menyebutkan bahwa Basuki dan Panggabean menodongkan pistol ke Soekarno dan memaksanya untuk menandatangani Supersemar yang telah dipersiapkan dan dibawa oleh Jusuf dalam map berwarna merah muda.[6]

Pada tanggal 13 Maret, Soekarno memanggil Basuki, Jusuf, dan Amir Machmud. Soekarno marah karena Soeharto telah melarang PKI dan menyatakan kepada tiga jendral yang Supersemar tidak memuat perintah semacam itu. Soekarno kemudian memerintahkan agar Surat Keputusan tersebut ditunjukkan padanya untuk memeriksa isi Supersemar, tetapi salinan Surat Keputusan itu tidak pernah diketemukan kecuali salinan yang berada di tangan mantan Duta Besar Kuba, AM Hanafi.

Orde Baru

[sunting | sunting sumber]

Penyerahan Supersemar secara de facto memberi Soeharto kekuasaan eksekutif dan ia segera mulai membentuk Kabinet yang lebih menguntungkan baginya. Basuki menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri sejak Kabinet pertama Soeharto pada bulan Maret 1966 hingga ketika Soeharto secara resmi menjadi presiden pada bulan Juni 1968.

Makam Basuki Rahmat di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta

Basuki Rahmat meninggal pada tanggal 9 Januari 1969 ketika masih memegang jabatan sebagai Menteri Dalam Negeri. Posisinya digantikan oleh Amir Machmud.[1]

Penghargaan

[sunting | sunting sumber]

Setelah ia meninggal Pemda Jakarta mengubah nama Jalan Proklamasi (Depok Timur) yang terhubung ke Jalan Arif Rahman Hakim (Margonda) menjadi Jalan Basuki Rahmat. TV Jakarta dan Depok pernah membuat film pendek mengenai riwayat hidupnya.

Tanda kehormatan

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b Djamaluddin, Dasman (1998). Basoeki Rachmat dan Supersemar. Jakarta: Grasindo. ISBN 979-669-189-2. 
  2. ^ a b Bachtiar, Harsja W. (1998). Siapa Dia?: Perwira Tinggi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat. Jakarta: Djambatan. ISBN 979428100X. 
  3. ^ a b c Hughes, John (2002). The End of Sukarno: A Coup That Misfired A Purge That Ran Wild. Singapore: Archipelago Press. hlm. 44. ISBN 981-4068-65-9. 
  4. ^ "Report from East Java". Cornell University Library (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 23 September 2016. 
  5. ^ Vatikiotis, Michael R.J. (2004). "The military and democracy in Indonesia". The Military and Democracy in Asia and the Pacific (PDF) (dalam bahasa Inggris). Australian National University E Press. ISBN 9781920942007. 
  6. ^ "Panggabean Bantah Menodong Bung Karno". Harian Suara Pembaruan. Indonesia Daily News Online. 28 Agustus 2018. Archived from the original on 2012-09-09. Diakses tanggal 2021-06-01. 
  7. ^ "Daftar WNI yang Mendapat Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera tahun 1959 s.d. 2003" (PDF). Sekretariat Negara Republik Indonesia. Diakses tanggal 2021-01-20. 
  8. ^ "Daftar WNI yang Menerima Tanda Kehormatan Bintang Republik Indonesia Tahun 1959 - Sekarang" (PDF). www.setneg.go.id. Diakses tanggal 17 Oktober 2024. 
  9. ^ Departemen Dalam Negeri, Indonesia (1976). Mimbar. Indonesia: Departemen Dalam Negeri. hlm. 29.