Lompat ke isi

Waduk Saguling: Perbedaan antara revisi

Koordinat: 6°55′04″S 107°24′22″E / 6.917686°S 107.406212°E / -6.917686; 107.406212
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Edogang1 (bicara | kontrib)
 
(39 revisi perantara oleh 16 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{Redirect|Saguling}}
{{Redirect|Saguling}}{{Infobox dam
{{Infobox dam
| name = Waduk Saguling
| name = Waduk Saguling
| image = Saguling_Lake.jpg
| image = Powerhouse (262624391).jpeg
| caption = Waduk Saguling
| caption =
| official_name = Waduk Saguling
| official_name =
| crosses =
| crosses = [[Sungai Citarum]]
| locale = [[Saguling, Bandung Barat|Saguling]], [[Kabupaten Bandung Barat]], [[Jawa Barat]]
| locale = [[Saguling, Bandung Barat|Saguling]], [[Kabupaten Bandung Barat]], [[Jawa Barat]]
| type = Urugan batu dengan inti tanah
| type = Urugan batu dengan inti tanah
| length = 97,50 meter
| length = 301,4 meter
| height = 301,40 meter
| height = 97,5 meter
| crest_elevation = 650,5 mdpl
| hydraulic_head =
| volume = 2.570.000 m<sup>3</sup>
| spillways = 1
| spillway_type = Ogee dan pintu
| spillway_capacity = 6.500 m<sup>3</sup> / detik
| hydraulic_head =362,4 m
| reservoir_surface = 5.606 hektar
| reservoir_catchment = 2.283 km<sup>2</sup><ref name="balitbang">{{cite book | author =
Badan Penelitian dan Pengembangan Pekerjaan Umum | title = Bendungan Besar Di Indonesia | publisher = Departemen Pekerjaan Umum | date = 1995 | location = Jakarta | pages = 18 | language = id | url =https://pu.go.id/pustaka/storage/biblio/file/Bendungan%20Besar%20di%20Indonesia.pdf}}</ref>
| reservoir_capacity = 959.000.000 m<sup>3</sup>
| active_capacity = 609.000.000 m<sup>3</sup>
| inactive_capacity = 350.000.000 m<sup>3</sup>
| width =
| width =
| began = 1980
| began = 1980
| open = 1986
| open = 1986
| purpose = PLTA
| purpose = Pembangkitan listrik
| status = Digunakan
| status = Digunakan
| closed =
| closed =
| cost = [[Dolar Amerika Serikat|US$]] 738,256 juta
| cost =
| designed_by = [[NEWJEC]], [[Indra Karya]], dan [[Geo ACE]]
| owner = PT. PLN
| builder = {{unbulleted list|Bendungan dan PLTA: [[Dumez]] dan [[Mercu Buana Raya]]|Terowongan ''headrace'': [[Spie Batignolles]], [[Pembangunan Perumahan]], dan [[Adhi Karya]]|Pipa pesat: [[Chicago Bridge & Iron Company]]}}
| owner = [[Perusahaan Listrik Negara]]
| maint =
| maint =
| plant_name = PLTA Saguling
| plant_type = Konvensional
| plant_operator = PT [[PLN Indonesia Power]]
| turbines = 4
| installed_capacity = 700 MW<ref name="sinaro">{{cite book | last =Sinaro | first = Radhi | author-link = | title = Menyimak Bendungan di Indonesia (1910-2006) | publisher = Bentara Adhi Cipta | series = | volume = | edition = | date = 2007 | location = Tangerang Selatan | pages = | language = Indonesia | url = http://webadmin.ipusnas.id/ipusnas/publications/books/158847/| doi = | id = | isbn = 978-979-3945-23-1 | mr = | zbl = | jfm =}}</ref>
| annual_generation = 2.156.000 MWh
| website =
| website =
| extra = <mapframe latitude="-6.736895" longitude="107.384491" zoom="10" width="270" height="400" align="center" text="Waduk Saguling (Hijau), Waduk Cirata (Biru), Waduk Jatiluhur (Kuning).">{
"type": "FeatureCollection",
"features": [
{
"type": "Feature",
"properties": {
"marker-symbol": "dam",
"marker-color": "0050d0",
"title": "[[Waduk Cirata]]"
},
"geometry": {
"type": "Point",
"coordinates": [ 107.294712, -6.734338 ]
}
},
{
"type": "Feature",
"properties": {
"marker-symbol": "dam",
"marker-color": "ffb100",
"title": "[[Waduk Jatiluhur]]"
},
"geometry": {
"type": "Point",
"coordinates": [ 107.347412, -6.530916 ]
}
},
{
"type": "Feature",
"properties": {"marker-symbol":"dam", "marker-color":"208020", "title":"Waduk Saguling"},
"geometry": {
"type": "Point",
"coordinates": [ 107.406163, -6.918453 ]
}
}
]
}</mapframe>
|coordinates={{Coord|-6.917686|107.406212|display=inline,title}}
|image_size=300px
|crest_width=10 m
}}
}}
'''Waduk Saguling''' ([[Aksara Sunda Baku|aksara Sunda]]: {{Sund|ᮝᮓᮥᮊ᮪ ᮞᮍᮥᮜᮤᮀ}}) adalah sebuah [[waduk]] yang terletak di [[Kabupaten Bandung Barat]], [[Provinsi Jawa Barat]] pada ketinggian 643 m di atas permukaan laut.<ref>{{Cite web |url=http://www.ilec.or.jp/database/asi/asi-39.html |title=''International Lake Environment Committee'' |access-date=2008-09-01 |archive-date=2012-03-05 |archive-url=https://web.archive.org/web/20120305030644/http://www.ilec.or.jp/database/asi/asi-39.html |dead-url=yes }}</ref> Waduk ini adalah salah satu dari tiga waduk yang membendung aliran [[Sungai Citarum]] yang merupakan sungai terbesar di [[Jawa Barat]]. Dua waduk lainnya adalah [[Waduk Jatiluhur]] dan [[Waduk Cirata]]. Luas genangan waduk ini sekitar 5.606 hektare dengan volume tampungan awal sebesar 875 juta m<sup>3</sup> air.
{{coor title dm|6|50|S|107|25|E}}
[[Berkas:Saguling Dam.jpg|260px|jmpl|Bendungan Saguling]]
'''Waduk Saguling''' adalah [[waduk]] buatan yang terletak di [[Kabupaten Bandung Barat]], [[Provinsi Jawa Barat]] pada ketinggian 643 m di atas permukaan laut.<ref>[http://www.ilec.or.jp/database/asi/asi-39.html ''International Lake Environment Committee'']</ref> Waduk ini merupakan salah satu dari tiga waduk yang membendung aliran [[Sungai Citarum]] yang merupakan sungai terbesar di [[Jawa Barat]]. Dua waduk lainnya adalah [[Waduk Jatiluhur]] dan [[Waduk Cirata]]. Luas daerah genangan waduk ini sekitar 5.600 Hektar dengan volume tampungan awal 875 Juta m<sup>3</sup> air.


== Pembangunan ==
== Sejarah ==
Pembangunan Waduk Saguling berawal dari gagasan seorang insinyur berkebangsaan Belanda, Prof. Ir. W.J. van Blommestein untuk mengintegrasikan seluruh pengairan di [[Jawa Barat]]. Ia mulai mengumpulkan data-data pendukung di aliran [[Sungai Citarum]] pada dekade 1920-an. Hingga suatu ketika pada tahun 1948 muncul makalahnya tentang rencana pembangunan Waduk di aliran Sungai Citarum. Namun bukan Waduk Saguling yang lebih dahulu direncanakan dibangun, melainkan [[Waduk Jatiluhur]] karena dianggap paling mendesak pemanfaatannya. Barulah setelahnya ia merencanakan pembangunan waduk tambahan, salah satunya Waduk Saguling yang awalnya akan diberi nama Waduk Tarum.
Pada tahun 1922, para ahli asal [[Belanda]] mulai melakukan survei mengenai kelayakan pembangunan waduk di sepanjang aliran [[Sungai Citarum]], mulai dari survei hidrologi, survei topologi, hingga survei geologi. Survei yang lebih rinci kemudian dilakukan oleh Prof. Ir. [[W.J. van Blommestein]] guna memanfaatkan derasnya aliran Sungai Citarum untuk membangkitkan listrik.<ref name="sinaro"/> Pada tahun 1948, Blommestein pun menerbitkan sebuah makalah mengenai rencana pembangunan waduk di aliran Sungai Citarum. Dalam makalahnya, ia mengemukakan agar [[Waduk Jatiluhur]] dibangun lebih dahulu, karena dianggap paling mendesak. Selain waduk tersebut, ia merencanakan pembangunan waduk-waduk tambahan, salah satunya adalah Waduk Saguling yang awalnya diberi nama Waduk Tarum.<ref>{{Cite web |url=http://www.pikiran-rakyat.com/wisata/2012/02/12/176579/ikon-waduk-saguling |title=Ikon: Waduk Saguling Bandung Barat |access-date=2018-02-28 |archive-date=2018-02-21 |archive-url=https://web.archive.org/web/20180221222406/http://www.pikiran-rakyat.com/wisata/2012/02/12/176579/ikon-waduk-saguling |dead-url=yes }}</ref>


Pada tahun 1976, [[PLN]] mulai melakukan studi, investigasi, dan perencanaan untuk pembangunan waduk ini, dengan dibantu oleh [[NEWJEC]], [[Indra Karya]], dan [[Geo ACE]] sebagai konsultan. Biaya yang dikeluarkan untuk membangun waduk ini mencapai US$ 738,256 juta, yang mana US$ 470 juta di antaranya berasal dari pinjaman [[IBRD]] dan OECF. Pada tahun 1979, mulai dilakukan pembangunan jalan akses ke lokasi pembangunan [[bendungan]], dan setahun kemudian, mulai dilakukan pemindahan terhadap sekitar 10.000 orang warga yang terdampak oleh pembangunan waduk, yang tersebar di 31 desa dari 6 kecamatan, yakni [[Sindangkerta, Bandung Barat|Sindangkerta]], [[Cililin]], [[Batujajar, Bandung Barat|Batujajar]], [[Padalarang]], [[Rajamandala]], dan [[Cipatat]]. Pemindahan dilakukan dengan cara memasukkan warga yang terdampak oleh pembangunan waduk ke dalam program [[transmigrasi]] di [[Sumatera]] dan [[Kalimantan Timur]], serta ke dalam program [[Perkebunan Inti Rakyat]] di [[Banten]].<ref name="sinaro"/>
Pembangunan Waduk Saguling dimulai dengan mulainya kontruksi bendungan di [[Saguling, Saguling, Bandung Barat|Desa Saguling]], [[Saguling, Bandung Barat|Kecamatan Saguling]] pada tahun 1980-1986. Konsultan desain bendungannya dari New JEC (Jepang) serta PT. Indra Karya sedangkan kontraktor pembangunannya oleh Dummer Travaux Publics (Prancis) dan PT. Raya Contractor. Biaya pembangunan waduk ini menghabiskan dana 662.968.000 Dollar AS termasuk biaya pembebasan lahan di 49 [[desa]] yang didominasi lahan pertanian<ref>[http://www.pikiran-rakyat.com/wisata/2012/02/12/176579/ikon-waduk-saguling Ikon: Waduk Saguling Bandung Barat]</ref>. Terdapat sekitar 12.00 Kepala Keluarga (KK) yang harus pindah dari [[desa]]nya, sebagian ada pula yang transmigrasi.

Pada tanggal 15 Februari 1982, [[Menteri Pertambangan dan Energi]], Prof. Dr. [[Subroto]], meresmikan pengalihan sementara aliran Sungai Citarum ke terowongan pengelak untuk memungkinkan pembangunan bendungan, dan pada tanggal 31 Mei 1983, Presiden [[Soeharto]] pun meletakkan batu pertama pembangunan bendungan. Pada bulan Januari 1984, bendungan selesai dibangun, dan pada tanggal 15 Februari 1985, Gubernur Jawa Barat, [[Aang Kunaefi]], meresmikan penutupan terowongan pengelak, sehingga waduk mulai terisi. Pada tanggal 27 September 1985, terjadi gempa yang menyebabkan retaknya dinding dari sejumlah rumah warga yang terletak di dekat bendungan. Menurut informasi dari [[Badan Meteorologi dan Geofisika]], gempa tersebut adalah [[gempa lokal]]. Gempa yang lebih keras kemudian terjadi pada tanggal 20 Oktober 1985. Gempa-gempa tersebut diperkirakan diakibatkan oleh tertekannya tanah/batuan di dasar bendungan, karena volume bendungan yang cukup besar. Untuk mengurangi potensi longsor, ratusan [[jangkar prategang]] pun dipasang di sejumlah bagian bendungan, dengan panjang masing-masing jangkar dapat mencapai 100 meter. Pada tanggal 24 Juli 1986, Presiden Soeharto meresmikan pengoperasian PLTA Saguling.<ref name="sinaro"/>


== Pemanfaatan ==
== Pemanfaatan ==
Waduk Saguling terutama digunakan untuk membangkitkan listrik melalui sebuah PLTA berkapasitas 700 MW yang dapat membangkitkan listrik sebanyak 2.156 GWh per tahun. Waduk Saguling juga dimanfaatkan sebagai prasarana perikanan darat dan obyek pariwisata. Dengan dibangunnya waduk ini, [[umur layanan]] Waduk Jatiluhur pun bertambah panjang. Waduk ini juga membantu Waduk Jatiluhur dalam mengendalikan banjir yang kerap terjadi di [[Karawang]], [[Purwakarta]], dan [[Bekasi]].<ref name="sinaro"/>
Semula, Waduk Saguling direncanakan hanya untuk keperluan menghasilkan tenaga listrik. Pada tahap pertama pembangkit tenaga listrik yang dipasang berkapasitas 700 MW, tetapi bila di kemudian hari ada peningkatan kebutuhan listrik pembangkit dapat ditingkatkan hingga mencapai 1.400 MW. Badan yang bertanggungjawab dalam pembangunannya adalah Proyek Induk Pembangkit Hidro (PIKITDRO) dari [[Perusahaan Listrik Negara]] (PLN), Depatemen Pertambangan dan Energi (sekarang menjadi [[Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia]]. Selanjutnya, dengan mempertimbangkan permasalahan lingkungan di daerah itu, Saguling ditata-ulang sebagai bendungan multiguna, termasuk untuk kegunaan pengembangan lain seperti perikanan, agri-akuakultur, pariwisata, dan lain-lain.


== Permasalahan ==
== Permasalahan ==
Sekarang, waduk ini juga digunakan untuk kebutuhan lokal seperti mandi, mencuci, bahkan untuk membuang kotoran. Hal ini membuat Waduk Saguling kondisinya lebih mengkhawatirkan ketimbang Waduk Cirata dan Waduk Jatiluhur yang sudah dibangun lebih dahulu. Hal tersebut terjadi karena sebagai pintu pertama Sungai Citarum, di Saguling inilah semua kotoran "disaring" untuk pertama kali sebelum kemudian disaring kembali oleh Waduk Cirata dan terakhir oleh Waduk Jatiluhur.<ref>[http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0403/05/Jabar/893958.htm "Waduk Saguling yang Kian Terancam", Harian Kompas]</ref>. Sisa usia Waduk Saguling diperkirakan tinggal 27 tahun apabila penanganan pencemaran air dan sedimentasi Sungai Citarum tidak dilakukan secara komprehensif. Seharusnya, usia Waduk Saguling minimal masih 31 tahun lagi. Laju sedimentasi di Waduk Saguling mencapai 4,2 juta meter kubik per tahun. Selain itu kandungan bahan kimia berbahaya dalam air waduk akibat pencemaran limbah rumah tangga dan pabrik di daerah aliran Citarum rentan memicu korosi alat pembangkit listrik. <ref>[http://regional.kompas.com/read/2013/11/08/1434370/Usia.Waduk.Saguling.Tinggal.27.Tahun Usia Waduk Saguling Tinggal 27 Tahun]</ref>
Sekarang, waduk ini juga digunakan untuk kebutuhan lokal seperti mandi, mencuci, bahkan untuk membuang kotoran. Hal ini membuat Waduk Saguling kondisinya lebih mengkhawatirkan ketimbang Waduk Cirata dan Waduk Jatiluhur yang sudah dibangun lebih dahulu. Hal tersebut terjadi karena sebagai pintu pertama Sungai Citarum, di Saguling inilah semua kotoran "disaring" untuk pertama kali sebelum kemudian disaring kembali oleh Waduk Cirata dan terakhir oleh Waduk Jatiluhur.<ref>{{Cite news|url=http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0403/05/Jabar/893958.htm |title="Waduk Saguling yang Kian Terancam", Harian Kompas |access-date=2008-09-01 |archive-date=2005-12-08 |archive-url=https://web.archive.org/web/20051208061506/http://kompas.com/kompas-cetak/0403/05/Jabar/893958.htm |dead-url=yes |work=[[Kompas.com]] }}</ref> Sisa usia Waduk Saguling diperkirakan tinggal 27 tahun apabila penanganan pencemaran air dan sedimentasi Sungai Citarum tidak dilakukan secara komprehensif. Seharusnya, usia Waduk Saguling minimal masih 31 tahun lagi. Laju sedimentasi di Waduk Saguling mencapai 4,2 juta meter kubik per tahun. Selain itu kandungan bahan kimia berbahaya dalam air waduk akibat pencemaran limbah rumah tangga dan pabrik di daerah aliran Citarum rentan memicu korosi alat pembangkit listrik.<ref>[http://regional.kompas.com/read/2013/11/08/1434370/Usia.Waduk.Saguling.Tinggal.27.Tahun Usia Waduk Saguling Tinggal 27 Tahun]</ref>


Daerah di sekitar Waduk Saguling berupa perbukitan, dengan banyak sumber air yang berkontribusi pada waduk. Hal tersebut membuat bentuk Waduk Saguling sangat tidak beraturan dengan banyak teluk. Daerah waduk ini asalnya adalah berupa daerah pertanian. Daerah perikanan dari waduk berhadapan dengan tekanan kuat dari populasi penduduk. Hal tersebut terjadi karena 50% dari populasi terdiri dari petani dengan tingkat pertumbuhan tinggi. Peningkatan populasi petani tersebut mengakibatkan berkurangnya lahan yang dapat diolah sehingga memaksa mereka mengembangkan lahan pertanian mereka dengan melakukan pembabatan hutan. Sebagai konsekuensinya, muncul masalah banjir dan longsor di musim hujan. Institut Ekologi di Bandung telah mempelajari hal ini sejak tahun [[1978]], terutama tentang kondisi dasar daerah ini dan pemantauan serta pengelolaan lingkungan untuk meningkatkan standar hidup penduduk.
Daerah di sekitar Waduk Saguling berupa perbukitan, dengan banyak sumber air yang berkontribusi pada waduk. Hal tersebut membuat bentuk Waduk Saguling sangat tidak beraturan dengan banyak teluk. Daerah waduk ini asalnya adalah berupa daerah pertanian. Daerah perikanan dari waduk berhadapan dengan tekanan kuat dari populasi penduduk. Hal tersebut terjadi karena 50% dari populasi terdiri dari petani dengan tingkat pertumbuhan tinggi. Peningkatan populasi petani tersebut mengakibatkan berkurangnya lahan yang dapat diolah sehingga memaksa mereka mengembangkan lahan pertanian mereka dengan melakukan pembabatan hutan. Sebagai konsekuensinya, muncul masalah banjir dan longsor di musim hujan. Institut Ekologi di Bandung telah mempelajari hal ini sejak tahun [[1978]], terutama tentang kondisi dasar daerah ini dan pemantauan serta pengelolaan lingkungan untuk meningkatkan standar hidup penduduk.

== Lihat pula ==
* [[Balai Besar Wilayah Sungai Citarum|Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum]]
* [[Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai|Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS)]]
* [[:Kategori:BPDAS Citarum Ciliwung|BPDAS Citarum Ciliwung]]
* [[Daerah aliran sungai|Daerah Aliran Sungai (DAS)]]
* [[Daftar daerah aliran sungai di Indonesia|Daftar daerah aliran sungai (DAS) di Indonesia]]
* [[Daftar danau dan waduk di Indonesia]]
* [[Daftar pembangkit listrik di Indonesia]]
* [[Irigasi Premium]]
* [[Wilayah sungai|Wilayah sungai (WS) dan pembagiannya di Indonesia]]


== Referensi ==
== Referensi ==
Baris 43: Baris 112:


== Pranala luar ==
== Pranala luar ==
* [http://www.ilec.or.jp/database/asi/asi-39.html ''Lake Saguling'' di ''International Lake Environment Committee'']
* [http://www.ilec.or.jp/database/asi/asi-39.html ''Lake Saguling'' di ''International Lake Environment Committee''] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20120305030644/http://www.ilec.or.jp/database/asi/asi-39.html |date=2012-03-05 }}
* [http://www.bandungtotal.com/wisata/waduk-saguling/ Waduk Saguling di Direktori Wisata Bandung]
* [http://www.bandungtotal.com/wisata/waduk-saguling/ Waduk Saguling di Direktori Wisata Bandung] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20080920064423/http://www.bandungtotal.com/wisata/waduk-saguling/ |date=2008-09-20 }}
* [http://pustaka.pu.go.id/sites/default/files/Bendungan%20Besar%20di%20Indonesia.pdf Bendungan Besar di Indonesia]
* [http://pustaka.pu.go.id/sites/default/files/Bendungan%20Besar%20di%20Indonesia.pdf Bendungan Besar di Indonesia]{{Pranala mati|date=Maret 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}


{{Bendungan dan waduk di Indonesia|state=autocollapse}}
{{Lokasi wisata Jawa Barat}}
{{DEFAULTSORT:Saguling}}
{{DEFAULTSORT:Saguling}}
[[Kategori:Bendungan dan waduk di Jawa Barat|Saguling]]

[[Kategori:Bendungan dan waduk di Indonesia]]
[[Kategori:Tempat wisata di Jawa Barat]]
[[Kategori:Tempat wisata di Jawa Barat]]
[[Kategori:DAS Citarum]]

Revisi terkini sejak 28 Maret 2024 21.50

Waduk Saguling
LokasiSaguling, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat
Koordinat6°55′04″S 107°24′22″E / 6.917686°S 107.406212°E / -6.917686; 107.406212
KegunaanPembangkitan listrik
StatusDigunakan
Mulai dibangun1980
Mulai dioperasikan1986
Biaya konstruksiUS$ 738,256 juta
PemilikPerusahaan Listrik Negara
Kontraktor
PerancangNEWJEC, Indra Karya, dan Geo ACE
Bendungan dan saluran pelimpah
Tipe bendunganUrugan batu dengan inti tanah
Tinggi97,5 meter
Panjang301,4 meter
Lebar puncak10 m
Volume bendungan2.570.000 m3
Ketinggian di puncak650,5 mdpl
MembendungSungai Citarum
Jumlah pelimpah1
Tipe pelimpahOgee dan pintu
Kapasitas pelimpah6.500 m3 / detik
Waduk
Kapasitas normal959.000.000 m3
Kapasitas aktif609.000.000 m3
Kapasitas nonaktif350.000.000 m3
Luas tangkapan2.283 km2[1]
Luas genangan5.606 hektar
PLTA Saguling
PengelolaPT PLN Indonesia Power
JenisKonvensional
Kepala hidraulik362,4 m
Jumlah turbin4
Kapasitas terpasang700 MW[2]
Produksi tahunan2.156.000 MWh
Peta
Waduk Saguling (Hijau), Waduk Cirata (Biru), Waduk Jatiluhur (Kuning).

Waduk Saguling (aksara Sunda: ᮝᮓᮥᮊ᮪ ᮞᮍᮥᮜᮤᮀ) adalah sebuah waduk yang terletak di Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat pada ketinggian 643 m di atas permukaan laut.[3] Waduk ini adalah salah satu dari tiga waduk yang membendung aliran Sungai Citarum yang merupakan sungai terbesar di Jawa Barat. Dua waduk lainnya adalah Waduk Jatiluhur dan Waduk Cirata. Luas genangan waduk ini sekitar 5.606 hektare dengan volume tampungan awal sebesar 875 juta m3 air.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Pada tahun 1922, para ahli asal Belanda mulai melakukan survei mengenai kelayakan pembangunan waduk di sepanjang aliran Sungai Citarum, mulai dari survei hidrologi, survei topologi, hingga survei geologi. Survei yang lebih rinci kemudian dilakukan oleh Prof. Ir. W.J. van Blommestein guna memanfaatkan derasnya aliran Sungai Citarum untuk membangkitkan listrik.[2] Pada tahun 1948, Blommestein pun menerbitkan sebuah makalah mengenai rencana pembangunan waduk di aliran Sungai Citarum. Dalam makalahnya, ia mengemukakan agar Waduk Jatiluhur dibangun lebih dahulu, karena dianggap paling mendesak. Selain waduk tersebut, ia merencanakan pembangunan waduk-waduk tambahan, salah satunya adalah Waduk Saguling yang awalnya diberi nama Waduk Tarum.[4]

Pada tahun 1976, PLN mulai melakukan studi, investigasi, dan perencanaan untuk pembangunan waduk ini, dengan dibantu oleh NEWJEC, Indra Karya, dan Geo ACE sebagai konsultan. Biaya yang dikeluarkan untuk membangun waduk ini mencapai US$ 738,256 juta, yang mana US$ 470 juta di antaranya berasal dari pinjaman IBRD dan OECF. Pada tahun 1979, mulai dilakukan pembangunan jalan akses ke lokasi pembangunan bendungan, dan setahun kemudian, mulai dilakukan pemindahan terhadap sekitar 10.000 orang warga yang terdampak oleh pembangunan waduk, yang tersebar di 31 desa dari 6 kecamatan, yakni Sindangkerta, Cililin, Batujajar, Padalarang, Rajamandala, dan Cipatat. Pemindahan dilakukan dengan cara memasukkan warga yang terdampak oleh pembangunan waduk ke dalam program transmigrasi di Sumatera dan Kalimantan Timur, serta ke dalam program Perkebunan Inti Rakyat di Banten.[2]

Pada tanggal 15 Februari 1982, Menteri Pertambangan dan Energi, Prof. Dr. Subroto, meresmikan pengalihan sementara aliran Sungai Citarum ke terowongan pengelak untuk memungkinkan pembangunan bendungan, dan pada tanggal 31 Mei 1983, Presiden Soeharto pun meletakkan batu pertama pembangunan bendungan. Pada bulan Januari 1984, bendungan selesai dibangun, dan pada tanggal 15 Februari 1985, Gubernur Jawa Barat, Aang Kunaefi, meresmikan penutupan terowongan pengelak, sehingga waduk mulai terisi. Pada tanggal 27 September 1985, terjadi gempa yang menyebabkan retaknya dinding dari sejumlah rumah warga yang terletak di dekat bendungan. Menurut informasi dari Badan Meteorologi dan Geofisika, gempa tersebut adalah gempa lokal. Gempa yang lebih keras kemudian terjadi pada tanggal 20 Oktober 1985. Gempa-gempa tersebut diperkirakan diakibatkan oleh tertekannya tanah/batuan di dasar bendungan, karena volume bendungan yang cukup besar. Untuk mengurangi potensi longsor, ratusan jangkar prategang pun dipasang di sejumlah bagian bendungan, dengan panjang masing-masing jangkar dapat mencapai 100 meter. Pada tanggal 24 Juli 1986, Presiden Soeharto meresmikan pengoperasian PLTA Saguling.[2]

Pemanfaatan[sunting | sunting sumber]

Waduk Saguling terutama digunakan untuk membangkitkan listrik melalui sebuah PLTA berkapasitas 700 MW yang dapat membangkitkan listrik sebanyak 2.156 GWh per tahun. Waduk Saguling juga dimanfaatkan sebagai prasarana perikanan darat dan obyek pariwisata. Dengan dibangunnya waduk ini, umur layanan Waduk Jatiluhur pun bertambah panjang. Waduk ini juga membantu Waduk Jatiluhur dalam mengendalikan banjir yang kerap terjadi di Karawang, Purwakarta, dan Bekasi.[2]

Permasalahan[sunting | sunting sumber]

Sekarang, waduk ini juga digunakan untuk kebutuhan lokal seperti mandi, mencuci, bahkan untuk membuang kotoran. Hal ini membuat Waduk Saguling kondisinya lebih mengkhawatirkan ketimbang Waduk Cirata dan Waduk Jatiluhur yang sudah dibangun lebih dahulu. Hal tersebut terjadi karena sebagai pintu pertama Sungai Citarum, di Saguling inilah semua kotoran "disaring" untuk pertama kali sebelum kemudian disaring kembali oleh Waduk Cirata dan terakhir oleh Waduk Jatiluhur.[5] Sisa usia Waduk Saguling diperkirakan tinggal 27 tahun apabila penanganan pencemaran air dan sedimentasi Sungai Citarum tidak dilakukan secara komprehensif. Seharusnya, usia Waduk Saguling minimal masih 31 tahun lagi. Laju sedimentasi di Waduk Saguling mencapai 4,2 juta meter kubik per tahun. Selain itu kandungan bahan kimia berbahaya dalam air waduk akibat pencemaran limbah rumah tangga dan pabrik di daerah aliran Citarum rentan memicu korosi alat pembangkit listrik.[6]

Daerah di sekitar Waduk Saguling berupa perbukitan, dengan banyak sumber air yang berkontribusi pada waduk. Hal tersebut membuat bentuk Waduk Saguling sangat tidak beraturan dengan banyak teluk. Daerah waduk ini asalnya adalah berupa daerah pertanian. Daerah perikanan dari waduk berhadapan dengan tekanan kuat dari populasi penduduk. Hal tersebut terjadi karena 50% dari populasi terdiri dari petani dengan tingkat pertumbuhan tinggi. Peningkatan populasi petani tersebut mengakibatkan berkurangnya lahan yang dapat diolah sehingga memaksa mereka mengembangkan lahan pertanian mereka dengan melakukan pembabatan hutan. Sebagai konsekuensinya, muncul masalah banjir dan longsor di musim hujan. Institut Ekologi di Bandung telah mempelajari hal ini sejak tahun 1978, terutama tentang kondisi dasar daerah ini dan pemantauan serta pengelolaan lingkungan untuk meningkatkan standar hidup penduduk.

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Badan Penelitian dan Pengembangan Pekerjaan Umum (1995). Bendungan Besar Di Indonesia (PDF). Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum. hlm. 18. 
  2. ^ a b c d e Sinaro, Radhi (2007). Menyimak Bendungan di Indonesia (1910-2006) (dalam bahasa Indonesia). Tangerang Selatan: Bentara Adhi Cipta. ISBN 978-979-3945-23-1. 
  3. ^ "International Lake Environment Committee". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-05. Diakses tanggal 2008-09-01. 
  4. ^ "Ikon: Waduk Saguling Bandung Barat". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-02-21. Diakses tanggal 2018-02-28. 
  5. ^ ""Waduk Saguling yang Kian Terancam", Harian Kompas". Kompas.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2005-12-08. Diakses tanggal 2008-09-01. 
  6. ^ Usia Waduk Saguling Tinggal 27 Tahun

Pranala luar[sunting | sunting sumber]