Lompat ke isi

Cut Nyak Meutia: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika
Ainisanr (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(26 revisi perantara oleh 21 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{Infobox Person
{{Infobox Person
|name = Cut Nyak Meutia
| name = Cut Nyak Meutia
|image = Cut Nyak Meutia.jpg
| image = Cut Nyak Meutia.jpg
|image_size =
| image_size = 175px
|caption = Cut Nyak Meutia
| caption = Cut Nyak Meutia
|birth_date = [[1870]]
| birth_date = {{birth date|1870|2|15}}
|birth_place = {{negara|Kesultanan Aceh}} [[Keureutoe]], [[Perlak|Pirak]], [[Aceh Utara]], [[Kesultanan Aceh]]
| birth_place = {{negara|Kesultanan Aceh}} [[Keureutoe]], [[Perlak|Pirak]], [[Aceh Utara]], [[Kesultanan Aceh]]
|known_for = [[Pahlawan Nasional Indonesia]]
| known_for = ● Pejuang [[Perang Aceh]],<br/> [[Pahlawan Nasional Indonesia]]
|death_date = [[24 Oktober]] {{death year and age|1910|1870}}
| death_date = {{death date and age|1910|10|24|1870|2|15}}
|death_place = {{flagicon|Belanda}} [[Alue Kurieng]], [[Aceh]], [[Hindia Belanda]]
| death_place = {{flagicon|Belanda}} [[Alue Kurieng]], [[Aceh]], [[Hindia Belanda]]
| death_cause = Gugur terkena 3 butir peluru saat bertempur dengan serdadu Belanda
|spouse =
| burial_place =
|children =
| monuments = Museum Rumah Cut Mutia
|religion = [[Islam]]
| nationality = {{negara|Kesultanan Aceh}} Kesultanan Aceh
| movement = [[Perang Aceh]] Melawan Belanda
| opponents = {{flagicon|Belanda}} Hindia Belanda
| spouse = ●Teuku Syamsarif <br>●Teuku Muhammad<br>● Pang Nanggroë
| children = [[Teuku Raja Sabi]]
| parents = ●Teuku Ben Daud Pirak <br>
●Cut Jah
| family = Saudara Kandung :<br>
Teuku Cut Beurahim,<br> Teuku Muhammadsyah,<br> Teuku Cut Hasan, dan <br>Teuku Muhammad Ali.
}}
}}
'''Tjoet Nyak Meutia''' ([[Keureutoe]], [[Perlak|Pirak]], [[Aceh Utara]], [[1870]] – [[Alue Kurieng]], [[Aceh]], [[24 Oktober]] [[1910]]) adalah [[pahlawan nasional Indonesia]] dari daerah [[Aceh]]. Ia dimakamkan di Alue Kurieng, Aceh. Ia menjadi [[Daftar pahlawan nasional Indonesia|pahlawan nasional Indonesia]] berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 107/1964 pada tahun 1964.
'''Tjoet Nyak Meutia''' ({{Lahirmati|[[Keureutoe]], [[Pirak Timur, Aceh Utara]]|15|2|1870|[[Alue Kurieng]], [[Aceh]]|24|10|1910}}) adalah [[pahlawan nasional Indonesia]] dari daerah [[Aceh]]. Ia dimakamkan di Alue Kurieng, Aceh. Ia menjadi [[Daftar pahlawan nasional Indonesia|pahlawan nasional Indonesia]] berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 107/1964 pada tahun 1964.


Awalnya Tjoet Meutia melakukan perlawanan terhadap Belanda bersama suaminya Teuku Muhammad atau Teuku Tjik Tunong. Namun pada bulan Maret 1905, Tjik Tunong berhasil ditangkap Belanda dan dihukum mati di tepi pantai Lhokseumawe. Sebelum meninggal, Teuku Tjik Tunong berpesan kepada sahabatnya Pang Nagroe agar mau menikahi istrinya dan merawat anaknya Teuku Raja Sabi.
Tjoet Nyak Meutia atau Cut Meutia merupakan , anak dari hasil perkawinan antara Teuku Ben Daud Pirak dengan Cut Jah. Dalam perkawinan tersebut mereka dikaruniai 5 orang anak. Cut Meutia merupakan putri satu-satunya di dalam keluarga tersebut, sedangkan keempat saudaranya adalah laki-laki. Saudara tertua bernama Cut Beurahim disusul kemudian Teuku Muhammadsyah, Teuku Cut Hasen dan Teuku Muhammad Ali Orang tua Tjoet Nyak Meutia merupakan keturunan asli Aceh seorang Uleebalang di desa Pirak yang berada dalam daerah '''Keuleebalangan Keureutoe'''. Awalnya Tjoet Meutia melakukan perlawanan terhadap Belanda bersama suaminya Teuku Muhammad atau Teuku Tjik Tunong. Namun pada bulan Maret [[1905]], Tjik Tunong berhasil ditangkap Belanda dan dihukum mati di tepi pantai [[Lhokseumawe]]. Sebelum meninggal, Teuku Tjik Tunong berpesan kepada sahabatnya Pang Nanggroe agar mau menikahi istrinya dan merawat anaknya Teuku Raja Sabi.


Tjoet Meutia kemudian menikah dengan Pang Nagroe sesuai wasiat suaminya dan bergabung dengan pasukan lainnya di bawah pimpinan Teuku Muda Gantoe. Pada suatu pertempuran dengan Korps [[Marechausée]] di Paya Cicem, Tjoet Meutia dan para wanita melarikan diri ke dalam hutan. Pang Nagroe sendiri terus melakukan perlawanan hingga akhirnya tewas pada tanggal 26 September 1910.
Tjoet Meutia kemudian menikah dengan Pang Nanggroe sesuai wasiat suaminya dan bergabung dengan pasukan lainnya di bawah pimpinan Teuku Muda Gantoe. Pada suatu pertempuran dengan Korps [[Marechausée]] di Paya Cicem, Tjoet Meutia dan para wanita melarikan diri ke dalam hutan. Pang Nagroe sendiri terus melakukan perlawanan hingga akhirnya tewas pada tanggal [[26 September]] [[1910]].


Tjoet Meutia kemudian bangkit dan terus melakukan perlawanan bersama sisa-sisa pasukkannya. Ia menyerang dan merampas pos-pos kolonial sambil bergerak menuju Gayo melewati hutan belantara. Namun pada tanggal 24 Oktober 1910, Tjoet Meutia bersama pasukkannya bentrok dengan Marechausée di Alue Kurieng. Dalam pertempuran itu Tjoet Njak Meutia gugur.
Tjoet Meutia kemudian bangkit dan terus melakukan perlawanan bersama sisa-sisa pasukannya. Ia menyerang dan merampas pos-pos kolonial sambil bergerak menuju Gayo melewati hutan belantara. Namun pada tanggal [[24 Oktober]] [[1910]], Tjoet Meutia bersama pasukannya bentrok dengan Marechausée di Alue Kurieng. Dalam pertempuran itu Tjoet Njak Meutia gugur.


Pada tanggal 19 Desember 2016, atas jasa jasanya, Pemerintah Republik Indonesia, mengabadikannya dalam pecahan uang kertas rupiah baru Republik Indonesia, pecahan Rp1.000.<ref name="finance.detik.com_RupiahDesainBar">{{Cite web |title=Rupiah Desain Baru Terbit Hari Ini |author= |work=detikfinance |date=19 Desember 2016 |accessdate={{date|2016-12-19}} |url=https://finance.detik.com/moneter/d-3374624/rupiah-desain-baru-terbit-hari-ini#key1 |language= |quote= |archivedate= |archiveurl= |dead-url=no}}</ref>
Pada tanggal [[19 Desember]] [[2016]], atas jasa-jasanya, Pemerintah Republik Indonesia, mengabadikannya dalam pecahan uang kertas rupiah baru Republik Indonesia, pecahan Rp1.000.<ref name="finance.detik.com_RupiahDesainBar">{{Cite news|title=Rupiah Desain Baru Terbit Hari Ini |author= |work=[[Detik.com|detikcom]] |date=19 Desember 2016 |accessdate={{date|2016-12-19}} |url=https://finance.detik.com/moneter/d-3374624/rupiah-desain-baru-terbit-hari-ini#key1 |language= |quote= |archivedate= |archiveurl= |dead-url=no|last=ZRF|first=Angga Aliya}}</ref>

== Penghargaan ==
* [[Pahlawan Nasional Indonesia]] dari Aceh.
* Mata Uang Nominal 1.000 Rupiah

Nama Cut Meutia juga diabadikan di beberapa tempat:
* Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia, Aceh Utara.
* Museum Rumah Cut Meutia, Aceh Utara
* [[Masjid Cut Meutia]], Jakarta Pusat.
* Taman Cut Meutia, Bekasi, Jawa Barat.
* Dan beberapa nama - nama Jalan di Indonesia.

== Tempat Peristirahatan ==
Pasukan Belanda menggencarkan pengejaran terhadap pasukan Cut Meutia pada bulan Oktober 1910. Hal itu membuat Cut Meutia memindahkan pasukannya dari gunung ke gunung untuk menghindari pengepungan yang dilakukan Belanda.

Hingga pada tanggal 24 Oktober 1910 di daerah Alue Kurieng, terjadi pertempuran sengit antara pasukan Belanda dan pasukan yang dipimpin Cut Meutia. Dalam pertempuran ini Cut Meutia gugur. Sebelum wafat, Cut Meutia menitipkan anaknya kepada Teuku Syech Buwah untuk dijaga.<ref>{{Cite web|url=https://www.tagar.id/siapa-cut-meutia-namanya-jadi-rs-covid19-di-aceh|title=Siapa Cut Meutia, Namanya Jadi RS Covid-19 di Aceh|last=News|first=Tagar|date=2017-12-23|website=TAGAR|language=id|access-date=2020-04-27}}</ref>


== Referensi ==
== Referensi ==
<references />
{{reflist}}


{{DEFAULTSORT:Nyak Meutia, Teuku}}
{{Pahlawan Indonesia}}
{{Pahlawan Indonesia}}
{{lifetime|1870|1910|}}
{{lifetime|1870|1910|}}
{{Authority control}}

{{DEFAULTSORT:Nyak Meutia, Teuku}}
[[Kategori:Pahlawan nasional Indonesia]]
[[Kategori:Pahlawan nasional Indonesia]]
[[Kategori:Bangsawan Aceh]]
[[Kategori:Bangsawan Aceh]]
[[Kategori:Tokoh yang gugur dalam perang]]
[[Kategori:Kematian akibat perang]]
[[Kategori:Tokoh Aceh]]
[[Kategori:Tokoh dari Aceh Utara]]
[[Kategori:Perang Aceh]]
[[Kategori:Sejarah Aceh]]
[[Kategori:Wanita Aceh]]

Revisi terkini sejak 15 Juni 2024 07.32

Cut Nyak Meutia
Cut Nyak Meutia
Lahir(1870-02-15)15 Februari 1870
Kesultanan Aceh Keureutoe, Pirak, Aceh Utara, Kesultanan Aceh
Meninggal24 Oktober 1910(1910-10-24) (umur 40)
Belanda Alue Kurieng, Aceh, Hindia Belanda
Sebab meninggalGugur terkena 3 butir peluru saat bertempur dengan serdadu Belanda
MonumenMuseum Rumah Cut Mutia
KebangsaanKesultanan Aceh Kesultanan Aceh
Dikenal atas● Pejuang Perang Aceh,
Pahlawan Nasional Indonesia
Gerakan politikPerang Aceh Melawan Belanda
Lawan politikBelanda Hindia Belanda
Suami/istri●Teuku Syamsarif
●Teuku Muhammad
● Pang Nanggroë
AnakTeuku Raja Sabi
Orang tua●Teuku Ben Daud Pirak
●Cut Jah
KeluargaSaudara Kandung :
Teuku Cut Beurahim,
Teuku Muhammadsyah,
Teuku Cut Hasan, dan
Teuku Muhammad Ali.

Tjoet Nyak Meutia (15 Februari 1870 – 24 Oktober 1910) adalah pahlawan nasional Indonesia dari daerah Aceh. Ia dimakamkan di Alue Kurieng, Aceh. Ia menjadi pahlawan nasional Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 107/1964 pada tahun 1964.

Tjoet Nyak Meutia atau Cut Meutia merupakan , anak dari hasil perkawinan antara Teuku Ben Daud Pirak dengan Cut Jah. Dalam perkawinan tersebut mereka dikaruniai 5 orang anak. Cut Meutia merupakan putri satu-satunya di dalam keluarga tersebut, sedangkan keempat saudaranya adalah laki-laki. Saudara tertua bernama Cut Beurahim disusul kemudian Teuku Muhammadsyah, Teuku Cut Hasen dan Teuku Muhammad Ali Orang tua Tjoet Nyak Meutia merupakan keturunan asli Aceh seorang Uleebalang di desa Pirak yang berada dalam daerah Keuleebalangan Keureutoe. Awalnya Tjoet Meutia melakukan perlawanan terhadap Belanda bersama suaminya Teuku Muhammad atau Teuku Tjik Tunong. Namun pada bulan Maret 1905, Tjik Tunong berhasil ditangkap Belanda dan dihukum mati di tepi pantai Lhokseumawe. Sebelum meninggal, Teuku Tjik Tunong berpesan kepada sahabatnya Pang Nanggroe agar mau menikahi istrinya dan merawat anaknya Teuku Raja Sabi.

Tjoet Meutia kemudian menikah dengan Pang Nanggroe sesuai wasiat suaminya dan bergabung dengan pasukan lainnya di bawah pimpinan Teuku Muda Gantoe. Pada suatu pertempuran dengan Korps Marechausée di Paya Cicem, Tjoet Meutia dan para wanita melarikan diri ke dalam hutan. Pang Nagroe sendiri terus melakukan perlawanan hingga akhirnya tewas pada tanggal 26 September 1910.

Tjoet Meutia kemudian bangkit dan terus melakukan perlawanan bersama sisa-sisa pasukannya. Ia menyerang dan merampas pos-pos kolonial sambil bergerak menuju Gayo melewati hutan belantara. Namun pada tanggal 24 Oktober 1910, Tjoet Meutia bersama pasukannya bentrok dengan Marechausée di Alue Kurieng. Dalam pertempuran itu Tjoet Njak Meutia gugur.

Pada tanggal 19 Desember 2016, atas jasa-jasanya, Pemerintah Republik Indonesia, mengabadikannya dalam pecahan uang kertas rupiah baru Republik Indonesia, pecahan Rp1.000.[1]

Penghargaan

[sunting | sunting sumber]

Nama Cut Meutia juga diabadikan di beberapa tempat:

  • Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia, Aceh Utara.
  • Museum Rumah Cut Meutia, Aceh Utara
  • Masjid Cut Meutia, Jakarta Pusat.
  • Taman Cut Meutia, Bekasi, Jawa Barat.
  • Dan beberapa nama - nama Jalan di Indonesia.

Tempat Peristirahatan

[sunting | sunting sumber]

Pasukan Belanda menggencarkan pengejaran terhadap pasukan Cut Meutia pada bulan Oktober 1910. Hal itu membuat Cut Meutia memindahkan pasukannya dari gunung ke gunung untuk menghindari pengepungan yang dilakukan Belanda.

Hingga pada tanggal 24 Oktober 1910 di daerah Alue Kurieng, terjadi pertempuran sengit antara pasukan Belanda dan pasukan yang dipimpin Cut Meutia. Dalam pertempuran ini Cut Meutia gugur. Sebelum wafat, Cut Meutia menitipkan anaknya kepada Teuku Syech Buwah untuk dijaga.[2]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ ZRF, Angga Aliya (19 Desember 2016). "Rupiah Desain Baru Terbit Hari Ini". detikcom. Diakses tanggal 19 Desember 2016. 
  2. ^ News, Tagar (2017-12-23). "Siapa Cut Meutia, Namanya Jadi RS Covid-19 di Aceh". TAGAR. Diakses tanggal 2020-04-27.