Lompat ke isi

Tumpeng: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Acaramoy (bicara | kontrib)
→‎Variasi: tambah
Fhikri Latifi (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(115 revisi perantara oleh 60 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{Infobox food/wikidata
[[Image:Tumpeng-Jawa.jpg|thumb|Tumpeng]]
|image=Tumpeng Slametan IGDA.JPG
'''Tumpeng''' adalah cara penyajian [[nasi]] beserta lauk-pauknya dalam bentuk [[kerucut]]; karena itu disebut pula 'nasi tumpeng'. Olahan nasi yang dipakai umumnya berupa [[nasi kuning]], meskipun kerap juga digunakan nasi putih biasa atau [[nasi uduk]]. Cara penyajian nasi ini khas [[Jawa]] atau masyarakat [[Betawi]] keturunan Jawa dan biasanya dibuat pada saat [[kenduri]] atau perayaan suatu kejadian penting. Meskipun demikian, masyarakat Indonesia mengenal kegiatan ini secara umum.
|caption=Tumpeng
|alternate=-
|country=[[Indonesia]]
|region=[[Jawa Tengah]] <br> [[Jawa Timur]] <br> [[Daerah Istimewa Yogyakarta|D.I. Yogyakarta]]
|creator=Orang Jawa
|course=
|served=Hangat
|main_ingredient=[[Nasi]] berbentuk kerucut, [[urap]] (sayuran yang direbus dan dicampur dengan kelapa parut yang dibumbui), [[serundeng]], [[ayam bakar]], [[Ayam goreng (Nusantara)|ayam goreng]], [[tempe]] kering, [[telur pindang]], [[telur dadar]] yang diiris, teri kacang
|variations=[[Tumpeng robyong]], tumpeng nasi putih, tumpeng nasi uduk, tumpeng nasi kuning (selamatan)
|other=
}}
{{Sidebar masakan Indonesia}}
[[Berkas:Tumpeng-Jawa.jpg|jmpl|250px|Sego Tumpeng]]
[[Berkas:Nasi Kuning.jpg|jmpl|250px|Tumpeng untuk [[selamatan]]]]


'''Tumpeng''' atau '''nasi tumpeng''' ({{lang-jv|ꦱꦼꦒꦠꦸꦩ꧀ꦥꦼꦁ|sêga tumpêng}}) adalah hidangan yang disajikan pada upacara adat masyarakat [[Suku Jawa|Jawa]], [[Suku Bali|Bali]], [[Suku Madura|Madura]] dan [[Suku Sunda|Sunda]] yang penyajian [[nasi]]nya dibentuk [[kerucut]] dan ditata bersama dengan lauk-pauknya. Olahan nasi yang dipakai umumnya berupa [[nasi kuning]], nasi putih biasa, atau [[nasi uduk]]. Cara penyajian nasi ini khas [[Jawa]] atau masyarakat [[Suku Betawi|Betawi]] keturunan Jawa dan biasanya dibuat pada saat [[kenduri]] atau perayaan suatu kejadian penting. Meskipun demikian, masyarakat Indonesia sudah mengenal kegiatan ini secara umum.<ref>Asal-usul Tumpeng, Sajian yang Tak Pernah Absen di Setiap Perayaan[https://www.goodnewsfromindonesia.id/2021/08/02/asal-usul-tumpeng-sajian-yang-tak-pernah-absen-di-setiap-perayaan]</ref>
Tumpeng biasa disajikan di atas ''tampah'' (wadah tradisional) dan dialasi daun pisang.


Tumpeng biasa disajikan di atas ''[[tampah]]'' (wadah berbentuk bundar tradisional yang terbuat dari anyaman bambu) yang telah dialasi daun pisang.<ref>Kisah Sejarah dan Makna Tumpeng yang Ternyata Filosofis Banget![https://www.idntimes.com/food/dining-guide/prila-arofani/kisah-sejarah-dan-makna-tumpeng#page-2]</ref><ref>Apa Itu Tumpeng? Ternyata Ini Rahasia di Balik Sajian Nasi yang Berbentuk Kerucut[https://yogyakarta.kompas.com/read/2022/09/07/230155278/apa-itu-tumpeng-ternyata-ini-rahasia-di-balik-sajian-nasi-yang-berbentuk]</ref><ref>Mengungkap Filosofi Jenis Lauk di Nasi Tumpeng[https://investor.id/lifestyle/297351/mengungkap-filosofi-jenis-lauk-di-nasi-tumpeng]</ref>
== Tradisi ==


== Sejarah dan Tradisi ==
Acara yang melibatkan nasi tumpeng disebut secara awam sebagai 'tumpengan'. Di [[Yogyakarta]] misalnya, berkembang tradisi 'tumpengan' pada malam sebelum tanggal 17 Agustus, Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, untuk mendoakan keselamatan negara.
Masyarakat di [[pulau Jawa]], [[Bali]] dan [[Pulau Madura|Madura]] memiliki kebiasaan membuat tumpeng untuk kenduri atau merayakan suatu peristiwa penting, seperti perayaan kelahiran atau ulang tahun serta berbagai acara syukuran lainnya. Meskipun demikian kini hampir seluruh rakyat Indonesia mengenal tumpeng. Falsafah tumpeng berkait erat dengan kondisi geografis Indonesia, terutama pulau Jawa, yang dipenuhi jajaran [[gunung berapi]]. Tumpeng berasal dari tradisi purba masyarakat Indonesia yang memuliakan gunung sebagai tempat bersemayam para [[hyang]], atau arwah leluhur (nenek moyang). Setelah masyarakat Jawa menganut dan dipengaruhi oleh kebudayaan [[Hindu]], nasi yang dicetak berbentuk kerucut dimaksudkan untuk meniru bentuk gunung suci [[Mahameru]], tempat bersemayam [[dewa|dewa-dewi]].


Meskipun tradisi tumpeng telah ada jauh sebelum masuknya Islam ke pulau Jawa, tradisi tumpeng pada perkembangannya diadopsi dan dikaitkan dengan filosofi [[Islam]] Jawa, dan dianggap sebagai pesan leluhur mengenai permohonan kepada Yang Maha Kuasa. Dalam tradisi kenduri ''Slametan'' pada masyarakat Islam tradisional Jawa, tumpeng disajikan dengan sebelumnya digelar pengajian Al Quran. Menurut tradisi Islam Jawa, "Tumpeng" merupakan akronim dalam bahasa Jawa: ''yen me'''tu''' kudu sing me'''mpeng''''' (bila keluar harus dengan sungguh-sungguh). Lengkapnya, ada satu unit makanan lagi namanya "Buceng", dibuat dari ketan; akronim dari: ''yen mle'''bu''' kudu sing ken'''ceng''''' (bila masuk harus dengan sungguh-sungguh) Sedangkan lauk-pauknya tumpeng, berjumlah 7 macam, angka 7 bahasa Jawa ''pitu'', maksudnya '''''Pitu'''lungan'' (pertolongan). Tiga kalimat akronim itu, berasal dari sebuah doa dalam surah al Isra' ayat 80: "Ya Tuhan, masukanlah aku dengan sebenar-benarnya masuk dan keluarkanlah aku dengan sebenar-benarnya keluar serta jadikanlah dari-Mu kekuasaan bagiku yang memberikan pertolongan". Menurut beberapa ahli tafsir, doa ini dibaca Nabi Muhammad SAW waktu akan [[hijrah]] keluar dari kota Mekah menuju kota Madinah. Maka bila seseorang berhajatan dengan menyajikan Tumpeng, maksudnya adalah memohon pertolongan kepada Yang Maha Pencipta agar kita dapat memperoleh kebaikan dan terhindar dari keburukan, serta memperoleh kemuliaan yang memberikan pertolongan. Dan itu semua akan kita dapatkan bila kita mau berusaha dengan sungguh-sungguh.{{cn}}
Ada tradisi tidak tertulis yang menganjurkan bahwa pucuk dari kerucut tumpeng dihidangkan bagi orang yang profesinya tertinggi dari orang-orang yang hadir. Ini dimaksudkan untuk menunjukkan rasa hormat kepada orang tersebut.

Tumpeng merupakan bagian penting dalam perayaan kenduri tradisional. Perayaan atau kenduri adalah wujud rasa syukur dan terima kasih kepada Yang Maha Kuasa atas melimpahnya hasil panen dan berkah lainnya. Karena memiliki nilai rasa syukur dan perayaan, hingga kini tumpeng sering kali berfungsi menjadi kue ulang tahun dalam perayaan pesta ulang tahun.

Dalam kenduri, syukuran, atau slametan, setelah pembacaan doa, tradisi tak tertulis menganjurkan pucuk tumpeng dipotong dan diberikan kepada orang yang paling penting, paling terhormat, paling dimuliakan, atau yang paling dituakan di antara orang-orang yang hadir. Ini dimaksudkan untuk menunjukkan rasa hormat kepada orang tersebut. Kemudian semua orang yang hadir diundang untuk bersama-sama menikmati tumpeng tersebut. Dengan tumpeng masyarakat menunjukkan rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan sekaligus merayakan kebersamaan dan kerukunan.<ref>{{aut|Nurjannah, R.}} (2017). [http://eprints.uny.ac.id/20862/1/Rina%20Nurjannah%2009209241033.pdf ''Makna simbolik yang terdapat pada kesenian tradisional Bokoran dalam upacara adat mitoni di Desa Sidanegara Kecamatan Kaligondang Kabupaten Purbalingga'']. Skripsi pada Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta. (tidak diterbitkan)</ref>

Acara yang melibatkan nasi tumpeng disebut secara awam sebagai 'tumpengan'. Di [[Yogyakarta]] misalnya, berkembang tradisi 'tumpengan' pada malam sebelum tanggal 17 Agustus, Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, untuk mendoakan keselamatan negara.

'''Kesalahan Saat Membagikan Tumpeng'''

Sering kita jumpai masyarakat awam bahkan hingga kaum pelaku tradisi dan budaya masih salah dalam memperlakukan tumpeng. Orang-orang dalam acara yang menggunakan tumpeng memotong bagian atas tumpeng secara horizontal, hal ini sangatlah keliru. Bagian atas tumpeng melambangkan Tuhan dan bagian bawah melambangkan kawula-Nya, sehingga tumpeng itu juga adalah simbol dari penyatuan Tuhan dan hamba-Nya atau dalam bahasa Jawa disebut "''manunggaling kawula Gusti''". Sehingga jika tumpeng itu dipotong bagian atasnya secara horizontal maka terputuslah penyatuan antara Tuhan dan hamba-Nya. Tumpeng dapat dibelah di bagian tengah dari bagian dasar ke puncak sehingga terpisah menjadi 2 kemudian dikeduk dari bawah ke atas agar bagian bawah dan atas dapat menyatu, baru setelah itu dibagikan.<ref>{{Cite web|last=Khairunnisa|first=Syifa Nuri|date=2020-08-19|title=Jangan Potong Puncak Tumpeng, Begini Cara yang Benar|url=https://www.kompas.com/food/read/2020/08/10/121200075/jangan-potong-puncak-tumpeng-begini-cara-yang-benar|website=Kompas.com|access-date=2024-08-16}}</ref>


== Lauk-pauk ==
== Lauk-pauk ==


Tidak ada lauk-pauk baku untuk menyertai nasi tumpeng. Namun demikian, beberapa lauk yang biasa menyertai adalah [[perkedel]], [[abon]], [[kedelai]] goreng, telur dadar/[[telur goreng]], [[timun]] yang dipotong melintang, dan daun [[seledri]]. Variasinya melibatkan [[tempe]] kering, [[serundeng]], [[urap]] [[kacang panjang]], [[ikan asin]] atau [[lele]] [[goreng]], dan sebagainya. Dalam pengartian makna tradisional tumpeng, dianjurkan bahwa lauk-pauk yang digunakan terdiri dari hewan darat (ayam atau sapi), hewan laut (ikan lele, ikan bandeng atau rempeyek teri) dan sayur-mayur (kangkung, bayam atau kacang panjang). Setiap lauk ini memiliki pengartian tradisional dalam budaya Jawa dan Bali.
Tidak ada lauk-pauk baku untuk menyertai nasi tumpeng. Namun, beberapa lauk-pauk yang biasa menyertai antara lain [[perkedel]], [[abon]], [[kedelai]] goreng, telur dadar/[[telur goreng]], [[timun]] yang dipotong melintang, dan daun [[seledri]]. Variasinya melibatkan [[tempe]] kering, [[serundeng]], [[urap]] [[kacang panjang]], [[ikan asin]] atau [[lele]] [[goreng]], dan sebagainya. Dalam pengartian makna tradisional tumpeng, dianjurkan bahwa lauk-pauk yang digunakan terdiri dari hewan darat (ayam atau sapi), hewan laut (ikan lele, ikan bandeng atau rempeyek teri) dan sayur-mayur (kangkung, bayam atau kacang panjang). Setiap lauk ini memiliki pengartian tradisional dalam budaya Jawa dan Bali.
Lomba merias tumpeng cukup sering dilakukan, khususnya di kota-kota di [[Jawa Tengah]] dan [[Yogyakarta]], umtuk memeriahkan Hari Proklamasi Kemerdekaan.
Lomba merias tumpeng cukup sering dilakukan, khususnya di kota-kota di [[Jawa Tengah]] dan [[Yogyakarta]], umtuk memeriahkan Hari Proklamasi Kemerdekaan.



== Variasi ==
== Variasi ==
* ''Tumpeng Robyong''- Tumpeng ini biasa disajikan pada [[upacara siraman]] dalam [[pernikahan adat Jawa]]. Tumpeng ini diletakkan di dalam ''bakul'' dengan berbagai macam sayuran. Di bagian puncak tumpeng ini diletakkan telur ayam, terasi, bawang merah dan cabai.
* ''[[Tumpeng Robyong]]'' - Tumpeng ini biasa disajikan pada [[upacara siraman]] dalam [[pernikahan adat Jawa]]. Tumpeng ini diletakkan di dalam ''bakul'' dengan berbagai macam sayuran. Di bagian puncak tumpeng ini diletakkan telur ayam, terasi, bawang merah dan cabai.
* ''Tumpeng Nujuh Bulan''- Tumpeng ini digunakan pada syukuran kehamilan tujuh bulan. Tumpeng ini terbuat dari nasi putih. Selain satu kerucut besar di tengah, tumpeng ini dikelilingi enam buah tumpeng kecil lainnya. Biasa disajikan di atas ''tampah'' yang dialasi daun pisang.
* ''Tumpeng Nujuh Bulan'' - Tumpeng ini digunakan pada syukuran kehamilan tujuh bulan. Tumpeng ini terbuat dari nasi putih. Selain satu kerucut besar di tengah, tumpeng ini dikelilingi enam buah tumpeng kecil lainnya. Biasa disajikan di atas ''tampah'' yang dialasi daun pisang.
* ''Tumpeng Pungkur''- digunakan pada saat kematian seorang wanita atau pria yang masih lajang. Dibuat dari nasi putih yang disajikan dengan lauk-pauk sayuran. Tumpeng ini kemudian dipotong vertikal dan diletakkan saling membelakangi.
* ''Tumpeng Pungkur'' - digunakan pada saat kematian seorang wanita atau pria yang masih lajang. Dibuat dari nasi putih yang disajikan dengan lauk-pauk sayuran. Tumpeng ini kemudian dipotong vertikal dan diletakkan saling membelakangi.
* ''Tumpeng Putih''- warna putih pada nasi putih menggambarkan kesucian dalam adat Jawa. Digunakkan untuk acara sakral.
* ''Tumpeng Putih'' - warna putih pada nasi putih menggambarkan kesucian dalam adat Jawa. Digunakkan untuk acara sakral.
* ''Tumpeng Nasi Kuning''- warna kuning menggambarkan kekayaan dan moral yang luhur. Digunakan untuk syukuran acara-acara gembira, seperti kelahiran, pernikahan, tunangan, dan sebagainya.
* ''Tumpeng Nasi Kuning'' - warna kuning menggambarkan kekayaan dan moral yang luhur. Digunakan untuk syukuran acara-acara gembira, seperti kelahiran, pernikahan, tunangan, dan sebagainya.
* ''Tumpeng Nasi Uduk''- Disebut juga ''tumpeng tasyakuran''. Digunakan untuk peringatan Maulud Nabi.
* ''Tumpeng Nasi Uduk'' - Disebut juga ''tumpeng tasyakuran''. Digunakan untuk peringatan Maulud Nabi.
* ''Tumpeng Seremonial/Modifikasi''
* ''Tumpeng Seremonial/Modifikasi''


Dalam [[Serat Centhini]], yakni semacam kitab ensiklopedia kebudayaan [[Jawa]] dari awal abad XIX, disebutkan tidak kurang dari sembilan rupa tumpeng yang perlu disiapkan sebagai ''[[sajen]]'' dalam pertunjukan [[wayang kulit]] dan ruwatan. Aneka tumpeng ini dituliskan pada tembang (pupuh) ke-157 bait 2-3. Disebutkan, antara lain, ''tumpĕng tutul'', ''tumpĕng lugas'', ''tumpĕng kĕndhit'', ''tumpĕng pucuk lombok bang'' (tumpeng dengan [[cabai merah]] di pucuknya), ''tumpĕng magana isi janganan'' (tumpeng megana isi sayuran), ''tumpĕng magana isi wak ayam'' (tumpeng megana isi ayam), ''tumpĕng rajĕg dom-wajane'', ''tumpĕng tigan ing pucuk'' (dengan [[telur]] di pucuknya), dan ''tumpĕng sĕmbur''.<ref>{{aut|Ranggasutrasna, R.Ng.}} ''dkk.'' (1814). ''Serat Suluk Tambangraras'' (Serat Centhini) [https://archive.org/details/seratcenthini/centhini02/page/n363/mode/2up Jil. '''II''': 365 (Pupuh 157: 2-3)]</ref>

== Referensi ==
{{reflist|2}}

== Pranala luar ==
{{Makanan-stub}}{{Masakan Indonesia}}




[[Kategori:Makanan]]
[[Kategori:Hidangan Indonesia]]
[[Kategori:Makanan Indonesia]]
[[Kategori:Nasi]]
[[kategori:Nasi]]
[[Kategori:Budaya Jawa]]
[[Kategori:Budaya Jawa]]

Revisi terkini sejak 16 Agustus 2024 16.22

Infotaula de menjarTumpeng
Tumpeng
Asal
WilayahJawa Tengah
Jawa Timur
D.I. Yogyakarta
Negara asalIndonesia
PembuatOrang Jawa
Keahlian memasakMasakan Jawa dan masakan Indonesia Edit nilai pada Wikidata
Rincian
Jenismasakan nasi Edit nilai pada Wikidata
Suhu penyajianHangat
Bahan utamaNasi berbentuk kerucut, urap (sayuran yang direbus dan dicampur dengan kelapa parut yang dibumbui), serundeng, ayam bakar, ayam goreng, tempe kering, telur pindang, telur dadar yang diiris, teri kacang
VariasiTumpeng robyong, tumpeng nasi putih, tumpeng nasi uduk, tumpeng nasi kuning (selamatan)
Sego Tumpeng
Tumpeng untuk selamatan

Tumpeng atau nasi tumpeng (bahasa Jawa: ꦱꦼꦒꦠꦸꦩ꧀ꦥꦼꦁ, translit. sêga tumpêng) adalah hidangan yang disajikan pada upacara adat masyarakat Jawa, Bali, Madura dan Sunda yang penyajian nasinya dibentuk kerucut dan ditata bersama dengan lauk-pauknya. Olahan nasi yang dipakai umumnya berupa nasi kuning, nasi putih biasa, atau nasi uduk. Cara penyajian nasi ini khas Jawa atau masyarakat Betawi keturunan Jawa dan biasanya dibuat pada saat kenduri atau perayaan suatu kejadian penting. Meskipun demikian, masyarakat Indonesia sudah mengenal kegiatan ini secara umum.[1]

Tumpeng biasa disajikan di atas tampah (wadah berbentuk bundar tradisional yang terbuat dari anyaman bambu) yang telah dialasi daun pisang.[2][3][4]

Sejarah dan Tradisi

[sunting | sunting sumber]

Masyarakat di pulau Jawa, Bali dan Madura memiliki kebiasaan membuat tumpeng untuk kenduri atau merayakan suatu peristiwa penting, seperti perayaan kelahiran atau ulang tahun serta berbagai acara syukuran lainnya. Meskipun demikian kini hampir seluruh rakyat Indonesia mengenal tumpeng. Falsafah tumpeng berkait erat dengan kondisi geografis Indonesia, terutama pulau Jawa, yang dipenuhi jajaran gunung berapi. Tumpeng berasal dari tradisi purba masyarakat Indonesia yang memuliakan gunung sebagai tempat bersemayam para hyang, atau arwah leluhur (nenek moyang). Setelah masyarakat Jawa menganut dan dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu, nasi yang dicetak berbentuk kerucut dimaksudkan untuk meniru bentuk gunung suci Mahameru, tempat bersemayam dewa-dewi.

Meskipun tradisi tumpeng telah ada jauh sebelum masuknya Islam ke pulau Jawa, tradisi tumpeng pada perkembangannya diadopsi dan dikaitkan dengan filosofi Islam Jawa, dan dianggap sebagai pesan leluhur mengenai permohonan kepada Yang Maha Kuasa. Dalam tradisi kenduri Slametan pada masyarakat Islam tradisional Jawa, tumpeng disajikan dengan sebelumnya digelar pengajian Al Quran. Menurut tradisi Islam Jawa, "Tumpeng" merupakan akronim dalam bahasa Jawa: yen metu kudu sing mempeng (bila keluar harus dengan sungguh-sungguh). Lengkapnya, ada satu unit makanan lagi namanya "Buceng", dibuat dari ketan; akronim dari: yen mlebu kudu sing kenceng (bila masuk harus dengan sungguh-sungguh) Sedangkan lauk-pauknya tumpeng, berjumlah 7 macam, angka 7 bahasa Jawa pitu, maksudnya Pitulungan (pertolongan). Tiga kalimat akronim itu, berasal dari sebuah doa dalam surah al Isra' ayat 80: "Ya Tuhan, masukanlah aku dengan sebenar-benarnya masuk dan keluarkanlah aku dengan sebenar-benarnya keluar serta jadikanlah dari-Mu kekuasaan bagiku yang memberikan pertolongan". Menurut beberapa ahli tafsir, doa ini dibaca Nabi Muhammad SAW waktu akan hijrah keluar dari kota Mekah menuju kota Madinah. Maka bila seseorang berhajatan dengan menyajikan Tumpeng, maksudnya adalah memohon pertolongan kepada Yang Maha Pencipta agar kita dapat memperoleh kebaikan dan terhindar dari keburukan, serta memperoleh kemuliaan yang memberikan pertolongan. Dan itu semua akan kita dapatkan bila kita mau berusaha dengan sungguh-sungguh.[butuh rujukan]

Tumpeng merupakan bagian penting dalam perayaan kenduri tradisional. Perayaan atau kenduri adalah wujud rasa syukur dan terima kasih kepada Yang Maha Kuasa atas melimpahnya hasil panen dan berkah lainnya. Karena memiliki nilai rasa syukur dan perayaan, hingga kini tumpeng sering kali berfungsi menjadi kue ulang tahun dalam perayaan pesta ulang tahun.

Dalam kenduri, syukuran, atau slametan, setelah pembacaan doa, tradisi tak tertulis menganjurkan pucuk tumpeng dipotong dan diberikan kepada orang yang paling penting, paling terhormat, paling dimuliakan, atau yang paling dituakan di antara orang-orang yang hadir. Ini dimaksudkan untuk menunjukkan rasa hormat kepada orang tersebut. Kemudian semua orang yang hadir diundang untuk bersama-sama menikmati tumpeng tersebut. Dengan tumpeng masyarakat menunjukkan rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan sekaligus merayakan kebersamaan dan kerukunan.[5]

Acara yang melibatkan nasi tumpeng disebut secara awam sebagai 'tumpengan'. Di Yogyakarta misalnya, berkembang tradisi 'tumpengan' pada malam sebelum tanggal 17 Agustus, Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, untuk mendoakan keselamatan negara.

Kesalahan Saat Membagikan Tumpeng

Sering kita jumpai masyarakat awam bahkan hingga kaum pelaku tradisi dan budaya masih salah dalam memperlakukan tumpeng. Orang-orang dalam acara yang menggunakan tumpeng memotong bagian atas tumpeng secara horizontal, hal ini sangatlah keliru. Bagian atas tumpeng melambangkan Tuhan dan bagian bawah melambangkan kawula-Nya, sehingga tumpeng itu juga adalah simbol dari penyatuan Tuhan dan hamba-Nya atau dalam bahasa Jawa disebut "manunggaling kawula Gusti". Sehingga jika tumpeng itu dipotong bagian atasnya secara horizontal maka terputuslah penyatuan antara Tuhan dan hamba-Nya. Tumpeng dapat dibelah di bagian tengah dari bagian dasar ke puncak sehingga terpisah menjadi 2 kemudian dikeduk dari bawah ke atas agar bagian bawah dan atas dapat menyatu, baru setelah itu dibagikan.[6]

Lauk-pauk

[sunting | sunting sumber]

Tidak ada lauk-pauk baku untuk menyertai nasi tumpeng. Namun, beberapa lauk-pauk yang biasa menyertai antara lain perkedel, abon, kedelai goreng, telur dadar/telur goreng, timun yang dipotong melintang, dan daun seledri. Variasinya melibatkan tempe kering, serundeng, urap kacang panjang, ikan asin atau lele goreng, dan sebagainya. Dalam pengartian makna tradisional tumpeng, dianjurkan bahwa lauk-pauk yang digunakan terdiri dari hewan darat (ayam atau sapi), hewan laut (ikan lele, ikan bandeng atau rempeyek teri) dan sayur-mayur (kangkung, bayam atau kacang panjang). Setiap lauk ini memiliki pengartian tradisional dalam budaya Jawa dan Bali. Lomba merias tumpeng cukup sering dilakukan, khususnya di kota-kota di Jawa Tengah dan Yogyakarta, umtuk memeriahkan Hari Proklamasi Kemerdekaan.

  • Tumpeng Robyong - Tumpeng ini biasa disajikan pada upacara siraman dalam pernikahan adat Jawa. Tumpeng ini diletakkan di dalam bakul dengan berbagai macam sayuran. Di bagian puncak tumpeng ini diletakkan telur ayam, terasi, bawang merah dan cabai.
  • Tumpeng Nujuh Bulan - Tumpeng ini digunakan pada syukuran kehamilan tujuh bulan. Tumpeng ini terbuat dari nasi putih. Selain satu kerucut besar di tengah, tumpeng ini dikelilingi enam buah tumpeng kecil lainnya. Biasa disajikan di atas tampah yang dialasi daun pisang.
  • Tumpeng Pungkur - digunakan pada saat kematian seorang wanita atau pria yang masih lajang. Dibuat dari nasi putih yang disajikan dengan lauk-pauk sayuran. Tumpeng ini kemudian dipotong vertikal dan diletakkan saling membelakangi.
  • Tumpeng Putih - warna putih pada nasi putih menggambarkan kesucian dalam adat Jawa. Digunakkan untuk acara sakral.
  • Tumpeng Nasi Kuning - warna kuning menggambarkan kekayaan dan moral yang luhur. Digunakan untuk syukuran acara-acara gembira, seperti kelahiran, pernikahan, tunangan, dan sebagainya.
  • Tumpeng Nasi Uduk - Disebut juga tumpeng tasyakuran. Digunakan untuk peringatan Maulud Nabi.
  • Tumpeng Seremonial/Modifikasi

Dalam Serat Centhini, yakni semacam kitab ensiklopedia kebudayaan Jawa dari awal abad XIX, disebutkan tidak kurang dari sembilan rupa tumpeng yang perlu disiapkan sebagai sajen dalam pertunjukan wayang kulit dan ruwatan. Aneka tumpeng ini dituliskan pada tembang (pupuh) ke-157 bait 2-3. Disebutkan, antara lain, tumpĕng tutul, tumpĕng lugas, tumpĕng kĕndhit, tumpĕng pucuk lombok bang (tumpeng dengan cabai merah di pucuknya), tumpĕng magana isi janganan (tumpeng megana isi sayuran), tumpĕng magana isi wak ayam (tumpeng megana isi ayam), tumpĕng rajĕg dom-wajane, tumpĕng tigan ing pucuk (dengan telur di pucuknya), dan tumpĕng sĕmbur.[7]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Asal-usul Tumpeng, Sajian yang Tak Pernah Absen di Setiap Perayaan[1]
  2. ^ Kisah Sejarah dan Makna Tumpeng yang Ternyata Filosofis Banget![2]
  3. ^ Apa Itu Tumpeng? Ternyata Ini Rahasia di Balik Sajian Nasi yang Berbentuk Kerucut[3]
  4. ^ Mengungkap Filosofi Jenis Lauk di Nasi Tumpeng[4]
  5. ^ Nurjannah, R. (2017). Makna simbolik yang terdapat pada kesenian tradisional Bokoran dalam upacara adat mitoni di Desa Sidanegara Kecamatan Kaligondang Kabupaten Purbalingga. Skripsi pada Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta. (tidak diterbitkan)
  6. ^ Khairunnisa, Syifa Nuri (2020-08-19). "Jangan Potong Puncak Tumpeng, Begini Cara yang Benar". Kompas.com. Diakses tanggal 2024-08-16. 
  7. ^ Ranggasutrasna, R.Ng. dkk. (1814). Serat Suluk Tambangraras (Serat Centhini) Jil. II: 365 (Pupuh 157: 2-3)

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]