Lompat ke isi

Byasa: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
MastiBot (bicara | kontrib)
k r2.7.2) (bot Mengubah: sa:वेदव्यासः
M. Adiputra (bicara | kontrib)
 
(24 revisi perantara oleh 15 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{TMH Infobox|width1=275|width2=240
{{TMH Infobox|width1=275|width2=240
| Nama = Byasa
| Nama = Byasa
| Image = Vyasa.jpg
| Image = Sage Vyasa.jpg
| Caption = Resi Byasa dalam lukisan India modern.
| Caption = Resi Byasa dalam lukisan India modern.
| Devanagari = व्यास
| Devanagari = व्यास
Baris 13: Baris 13:
| Anak = [[Suta (resi)|Suta]]
| Anak = [[Suta (resi)|Suta]]
}}
}}
'''Byasa''' ([[Bahasa Sanskerta|Sanskerta]]: व्यास; ''Vyāsa'') (dalam pewayangan disebut '''Resi Abiyasa''') adalah figur penting dalam agama [[Hindu]]. Ia juga bergelar ''Weda Wyasa'' (orang yang mengumpulkan berbagai karya para [[resi]] dari masa sebelumnya, membukukannya, dan dikenal sebagai ''[[Weda]]''). Ia juga dikenal dengan nama '''Krishna Dwaipayana'''. Ia adalah [[filsuf]], [[sastrawan]] [[India]] yang menulis epos terbesar di dunia, yaitu ''[[Mahabharata]]''. Sebagian riwayat hidupnya diceritakan dalam ''[[Mahabharata]]''.
'''Byasa''' atau '''Wiyasa''' ([[Bahasa Sanskerta|Sanskerta]]: व्यास; ''Vyāsa'') (dalam pewayangan disebut '''Resi Abiyasa''') adalah figur penting dalam agama [[Hindu]]. Ia juga bergelar ''Weda Wyasa'' (orang yang mengumpulkan berbagai karya para [[resi]] dari masa sebelumnya, membukukannya, dan dikenal sebagai ''[[Weda]]''). Ia juga dikenal dengan nama '''Krishna Dwaipayana'''. Ia adalah [[filsuf]], [[sastrawan]] [[India]] yang menulis epos terbesar di dunia, yaitu ''[[Mahabharata]]''. Sebagian riwayat hidupnya diceritakan dalam ''[[Mahabharata]]''.


== Kelahiran ==
== Kelahiran ==
Baris 32: Baris 32:
== Tokoh ''Mahabharata'' ==
== Tokoh ''Mahabharata'' ==


Selain dikenal sebagai tokoh yang membagi ''[[Weda]]'' menjadi empat bagian, Byasa juga dikenal sebagai penulis (pencatat) sejarah dalam ''[[Mahabharata]]'', namun ia juga merupakan tokoh penting dalam riwayat yang disusunnya itu. Ibunya ([[Satyawati]]) menikah dengan [[Santanu]], Raja [[Hastinapura]]. Dari perkawinannya lahirlah [[Citrānggada]] dan [[Wicitrawirya]]. Citrānggada gugur dalam suatu pertempuran, sedangkan Wicitrawirya wafat karena sakit. Karena kedua pangeran itu wafat tanpa memiliki keturunan, Satyawati menanggil Byasa agar melangsungkan suatu ''[[yadnya]]'' (upacara suci) untuk memperoleh keturunan. Kedua janda Wicitrawirya yaitu [[Ambika]] dan [[Ambalika]] diminta menghadap Byasa sendirian untuk diupacarai.
Selain dikenal sebagai tokoh yang membagi ''[[Weda]]'' menjadi empat bagian, Byasa juga dikenal sebagai penulis (pencatat) sejarah dalam ''[[Mahabharata]]'', tetapi ia juga merupakan tokoh penting dalam riwayat yang disusunnya itu. Ibunya ([[Satyawati]]) menikah dengan [[Santanu]], Raja [[Hastinapura]]. Dari perkawinannya lahirlah [[Citrānggada]] dan [[Wicitrawirya]]. Citrānggada gugur dalam suatu pertempuran, sedangkan Wicitrawirya wafat karena sakit. Karena kedua pangeran itu wafat tanpa memiliki keturunan, Satyawati memanggil Byasa agar melangsungkan suatu ''[[yadnya]]'' (upacara suci) untuk memperoleh keturunan. Kedua janda Wicitrawirya yaitu [[Ambika]] dan [[Ambalika]] diminta menghadap Byasa sendirian untuk diupacarai.


Sesuai dengan aturan upacara, pertama [[Ambika]] menghadap Byasa. Karena ia takut melihat wajah Byasa yang sangat hebat, maka ia menutup mata. Karena Ambika menutup mata selama upacara berlangsung, Byasa berkata bahwa anak Ambika akan terlahir buta. Kemudian [[Ambalika]] menghadap Byasa. Sebelumnya [[Satyawati]] mengingatkan agar Ambalika tidak menutup mata supaya anaknya tidak terlahir buta seperti yang terjadi pada Ambika. Ketika Ambalika memandang wajah Byasa, ia menjadi takut namun tidak mau menutup mata sehingga wajahnya menjadi pucat. Byasa berkata bahwa anak Ambalika akan terlahir pucat. Anak Ambika yang buta bernama [[Dretarastra]], sedangkan anak Ambalika yang pucat bernama [[Pandu]]. Karena kedua anak tersebut tidak sehat jasmani, maka Satyawati memohon agar Byasa melakukan upacara sekali lagi. Kali ini, Ambika dan Ambalika tidak mau menghadap Byasa, namun mereka menyuruh seorang dayang-dayang untuk mewakilinya. Dayang-dayang itu bersikap tenang selama upacara, maka anaknya terlahir sehat, dan diberi nama [[Widura]].
Sesuai dengan aturan upacara, pertama [[Ambika]] menghadap Byasa. Karena ia takut melihat wajah Byasa yang sangat hebat, maka ia menutup mata. Karena Ambika menutup mata selama upacara berlangsung, Byasa berkata bahwa anak Ambika akan terlahir buta. Kemudian [[Ambalika]] menghadap Byasa. Sebelumnya [[Satyawati]] mengingatkan agar Ambalika tidak menutup mata supaya anaknya tidak terlahir buta seperti yang terjadi pada Ambika. Ketika Ambalika memandang wajah Byasa, ia menjadi takut namun tidak mau menutup mata sehingga wajahnya menjadi pucat. Byasa berkata bahwa anak Ambalika akan terlahir pucat. Anak Ambika yang buta bernama [[Dretarastra]], sedangkan anak Ambalika yang pucat bernama [[Pandu]]. Karena kedua anak tersebut tidak sehat jasmani, maka Satyawati memohon agar Byasa melakukan upacara sekali lagi. Kali ini, Ambika dan Ambalika tidak mau menghadap Byasa, tetapi mereka menyuruh seorang dayang-dayang untuk mewakilinya. Dayang-dayang itu bersikap tenang selama upacara, maka anaknya terlahir sehat, dan diberi nama [[Widura]].


Ketika [[Gandari]] kesal karena belum melahirkan, sementara [[Kunti]] sudah memberikan keturunan kepada [[Pandu]], maka kandungannya dipukul. Kemudian, seonggok daging dilahirkan oleh Gandari. Atas pertolongan Byasa, daging tersebut dipotong menjadi seratus bagian. Lalu setiap bagian dimasukkan ke dalam sebuah kendi dan ditanam di dalam tanah. Setahun kemudian, kendi tersebut diambil kembali. Dari dalamnya munculah bayi yang kemudian diasuh sebagai para putera [[Dretarastra]].
Ketika [[Gandari]] kesal karena belum melahirkan, sementara [[Kunti]] sudah memberikan keturunan kepada [[Pandu]], maka kandungannya dipukul. Kemudian, seonggok daging dilahirkan oleh Gandari. Atas pertolongan Byasa, daging tersebut dipotong menjadi seratus bagian. Lalu setiap bagian dimasukkan ke dalam sebuah kendi dan ditanam di dalam tanah. Setahun kemudian, kendi tersebut diambil kembali. Dari dalamnya munculah bayi yang kemudian diasuh sebagai para putera [[Dretarastra]].
Baris 41: Baris 41:


== Penutur sejarah ''Mahabharata'' ==
== Penutur sejarah ''Mahabharata'' ==
[[Berkas:Vyasa dictating Mahabharata.jpg|left|thumb|240px|Lukisan yang menggambarkan Resi Byasa menceritakan kisah ''Mahabharata'' kepada Dewa [[Ganesa]] (Batara Gana).]]
[[Berkas:Ganesha write Mahabharata.jpg|jmpl|Lukisan yang menggambarkan Resi Byasa menceritakan kisah ''Mahabharata'' kepada Dewa [[Ganesa]] (Batara Gana).]]
Pada suatu ketika, timbul keinginan Resi Byasa untuk menyusun riwayat keluarga [[Bharata (raja)|Bharata]]. Atas persetujuan Dewa [[Brahma]], Hyang [[Ganesa|Ganapati]] ([[Ganesa]]) datang membantu Byasa. Ganapati meminta Wyasa agar ia menceritakan ''Mahabharata'' tanpa berhenti, sedangkan Ganapati yang akan mencatatnya. Setelah dua setengah tahun, ''Mahabharata'' berhasil disusun. Murid-murid Resi Byasa yang terkemuka seperti [[Pulaha]], [[Jaimini]], [[Sumantu]], dan [[Wesampayana]] menuturkannya berulang-ulang dan menyebarkannya ke seluruh dunia.
Pada suatu ketika, timbul keinginan Resi Byasa untuk menyusun riwayat keluarga [[Bharata (raja)|Bharata]]. Atas persetujuan Dewa [[Brahma]], Hyang [[Ganesa|Ganapati]] ([[Ganesa]]) datang membantu Byasa. Ganapati meminta Wyasa agar ia menceritakan ''Mahabharata'' tanpa berhenti, sedangkan Ganapati yang akan mencatatnya. Setelah dua setengah tahun, ''Mahabharata'' berhasil disusun. Murid-murid Resi Byasa yang terkemuka seperti [[Pulaha]], [[Jaimini]], [[Sumantu]], dan [[Wesampayana]] menuturkannya berulang-ulang dan menyebarkannya ke seluruh dunia.


Baris 54: Baris 54:


=== Perkawinan ===
=== Perkawinan ===
[[Berkas:Byasa-kl.jpg|thumb|right|Byasa dalam pewayangan]]
[[Berkas:Byasa-kl.jpg|jmpl|ka|Byasa dalam pewayangan]]


[[Durgandini]] kemudian menjadi permaisuri [[Sentanu]], raja [[Hastina]]. Ia melahirkan [[Citrānggada|Citranggada]] dan [[Citrawirya]]. Masing-masing secara berturut-turut naik takhta menggantikan [[Sentanu]]. Namun, keduanya masih muda ketika meninggal. [[Citrānggada|Citranggada]] meninggal saat belum menikah, sedangkan [[Citrawirya]] meninggal saat belum memiliki putra.
[[Durgandini]] kemudian menjadi permaisuri [[Sentanu]], raja [[Hastina]]. Ia melahirkan [[Citrānggada|Citranggada]] dan [[Citrawirya]]. Masing-masing secara berturut-turut naik takhta menggantikan [[Sentanu]]. Namun, keduanya masih muda ketika meninggal. [[Citrānggada|Citranggada]] meninggal saat belum menikah, sedangkan [[Citrawirya]] meninggal saat belum memiliki putra.
Baris 63: Baris 63:


=== Sebagai raja dan pendeta ===
=== Sebagai raja dan pendeta ===
Pewaris sah takhta [[Hastina]] sesungguhnya adalah [[Bisma]] putra [[Sentanu]] dari istri pertama. Namun ia telah bersumpah tidak akan menjadi raja, sehingga sebagai pengganti [[Citrawirya]], Abyasa pun naik takhta sampai kelak ketiga putranya dewasa. Setelah tiba saatnya, Abyasa pun turun takhta digantikan [[Pandu]] sebagai raja [[Hastina]] selanjutnya. Ia kembali menjadi pendeta di pertapaan Ratawu yang terletak di pegunungan Saptaarga. Abyasa merupakan pendeta agung yang sangat dihormati. Tidak hanya keluarga [[Hastina]] saja yeng menjadikannya tempat meminta nasihat, namunjuga dari negeri-negeri lainnya.
Pewaris sah takhta [[Hastina]] sesungguhnya adalah [[Bisma]] putra [[Sentanu]] dari istri pertama. Namun ia telah bersumpah tidak akan menjadi raja, sehingga sebagai pengganti [[Citrawirya]], Abyasa pun naik takhta sampai kelak ketiga putranya dewasa. Setelah tiba saatnya, Abyasa pun turun takhta digantikan [[Pandu]] sebagai raja [[Hastina]] selanjutnya. Ia kembali menjadi pendeta di pertapaan Ratawu yang terletak di pegunungan Saptaarga. Abyasa merupakan pendeta agung yang sangat dihormati. Tidak hanya keluarga [[Hastina]] saja yeng menjadikannya tempat meminta nasihat, tetapijuga dari negeri-negeri lainnya.


=== Akhir hayat ===
=== Akhir hayat ===
Baris 71: Baris 71:


== Lihat pula ==
== Lihat pula ==
{{commonscat|Vyasa}}
* ''[[Weda]]''
* ''[[Weda]]''
* ''[[Mahabharata]]''
* ''[[Mahabharata]]''


{{Portalbar|Asia|India|Agama|Mitologi|Sastra|Biografi}}

{{Tokoh Mahabharata}}
{{Tokoh Mahabharata}}
{{tokoh mitologi hindu}}
{{tokoh mitologi hindu}}
{{Hindu Awatara}}
{{Hindu Awatara}}
{{Authority control}}


[[Kategori:Filsuf Hindu]]
[[Kategori:Filsuf Hindu]]
Baris 85: Baris 87:
[[Kategori:Tokoh Mahabharata]]
[[Kategori:Tokoh Mahabharata]]
[[Kategori:Resi]]
[[Kategori:Resi]]

[[cs:Vjása]]
[[de:Vyasa]]
[[en:Vyasa]]
[[es:Viasa]]
[[fr:Vyāsa]]
[[gu:વ્યાસ]]
[[hi:वेदव्यास]]
[[it:Vyāsa]]
[[ja:ヴィヤーサ]]
[[jv:Abyasa]]
[[kn:ವೇದವ್ಯಾಸ]]
[[ko:브야사]]
[[ml:വേദവ്യാസൻ]]
[[ms:Byasa]]
[[pl:Wjasa]]
[[pt:Vyasa]]
[[ru:Вьяса]]
[[sa:वेदव्यासः]]
[[sv:Vyasa]]
[[ta:வியாசர்]]
[[te:వ్యాసుడు]]
[[th:ฤๅษีวยาส]]
[[uk:В'ясадева]]
[[zh:广博仙人]]

Revisi terkini sejak 26 Oktober 2023 04.10

Byasa
व्यास
Resi Byasa dalam lukisan India modern.
Resi Byasa dalam lukisan India modern.
Tokoh dalam mitologi Hindu
NamaByasa
Ejaan Dewanagariव्यास
Ejaan IASTVyāsa
Nama lainKrishna Dwaipayana; Abyasa; Sutiknaprawa; Rancakaprawa
GelarResi; Wedawyasa (pembagi Weda); Ciranjiwin (manusia abadi)
Kitab referensiMahabharata; Purana; Bhagawadgita
KediamanHidup mengembara. Terutama di Himalaya, Kurukshetra, dan tempat suci lainnya di India.
ProfesiResi, filsuf, sastrawan, pujangga, pembagi kitab Weda
AnakSuta

Byasa atau Wiyasa (Sanskerta: व्यास; Vyāsa) (dalam pewayangan disebut Resi Abiyasa) adalah figur penting dalam agama Hindu. Ia juga bergelar Weda Wyasa (orang yang mengumpulkan berbagai karya para resi dari masa sebelumnya, membukukannya, dan dikenal sebagai Weda). Ia juga dikenal dengan nama Krishna Dwaipayana. Ia adalah filsuf, sastrawan India yang menulis epos terbesar di dunia, yaitu Mahabharata. Sebagian riwayat hidupnya diceritakan dalam Mahabharata.

Kelahiran

[sunting | sunting sumber]

Artikel ini adalah bagian dari seri
Filsafat Hindu

OM
Ajaran Filsafat
Samkhya • Yoga • Mimamsa
Nyaya • Waisesika • Wedanta

Aliran Wedanta

Adwaita • Wisistadwaita
Dwaita • Suddhadwaita
Dwaitadwaita • Acintya-bheda-abheda
Filsuf

Abad kuno

Kapila • Patanjali • Jaimini
Gotama • Kanada • Byasa

Abad pertengahan

Adi Shankara • Ramanuja
Madhwacarya • Madhusudana
Wedanta Desika • Jayatirtha

Abad modern

Ramakrishna • Ramana
Vivekananda • Narayana Guru
Sri Aurobindo • Sivananda
OM Portal agama Hindu

Dalam kitab Mahabharata diketahui bahwa orang tua Byasa adalah Resi Parasara dan Satyawati (alias Durgandini atau Gandawati). Diceritakan bahwa pada suatu hari, Resi Parasara berdiri di tepi Sungai Yamuna, minta diseberangkan dengan perahu. Satyawati menghampirinya lalu mengantarkannya ke seberang dengan perahu. Di tengah sungai, Resi Parasara terpikat oleh kecantikan Satyawati. Satyawati kemudian bercakap-cakap dengan Resi Parasara, sambil menceritakan bahwa ia terkena penyakit yang menyebabkan badannya berbau busuk. Ayah Satyawati berpesan, bahwa siapa saja lelaki yang dapat menyembuhkan penyakitnya boleh dijadikan suami. Mendengar hal itu, Resi Parasara berkata bahwa ia bersedia menyembuhkan penyakit Satyawati. Karena kesaktiannya sebagai seorang resi, Parasara menyembuhkan Satyawati dalam sekejap.

Setelah lamaran disetujui oleh orang tua Satyawati, Parasara dan Satyawati melangsungkan pernikahan. Kedua mempelai menikmati malam pertamanya di sebuah pulau di tengah sungai Yamuna, konon terletak di dekat kota Kalpi di distrik Jalaun di Uttar Pradesh, India. Di sana Resi Parasara menciptakan kabut gelap nan tebal agar pulau tersebut tidak dapat dilihat orang. Dari hasil hubungannya, lahirlah seorang anak yang sangat luar biasa. Ia diberi nama Krishna Dwaipayana, karena kulitnya hitam (krishna) dan lahir di tengah pulau (dwaipayana). Anak tersebut tumbuh menjadi dewasa dengan cepat dan mengikuti jejak ayahnya sebagai seorang resi.

Weda Wyasa

[sunting | sunting sumber]

Umat Hindu memandang Krishna Dwaipayana sebagai tokoh yang membagi Weda menjadi empat bagian (Caturweda), dan oleh karena itu ia juga memiliki nama Weda Wyasa yang artinya "Pembagi Weda". Kata Wyasa berarti "membelah", "memecah", "membedakan". Dalam proses pengkodifikasian Weda, Wyasa dibantu oleh empat muridnya, yaitu Pulaha, Jaimini, Samantu, dan Wesampayana.

Telah diperdebatkan apakah Wyasa adalah nama seseorang ataukah kelas para sarjana yang membagi Weda. Kitab Wisnupurana memiliki teori menarik mengenai Wyasa. Menurut pandangan Hindu, alam semesta adalah suatu siklus, ada dan tiada berulang kali. Setiap siklus dipimpin oleh beberapa Manu, satu untuk setiap Manwantara, yang memiliki empat zaman, disebut Caturyuga (empat Yuga). Dwaparayuga adalah Yuga yang ketiga. Kitab Purana (Buku 3, Chanto 3) berkata:

Dalam setiap zaman ketiga (Dwapara), Wisnu, dalam diri Wyasa, untuk menjaga kualitas umat manusia, membagi Weda, yang seharusnya satu, menjadi beberapa bagian. Mengamati terbatasnya ketekunan, energi, dan dengan wujud yang tak kekal, ia membuat Weda empat bagian, sesuai kapasitasnya; dan raga yang dipakainya, dalam menjalankan tugas untuk mengklasifikasi, dikenal dengan nama Wedawyasa.

Tokoh Mahabharata

[sunting | sunting sumber]

Selain dikenal sebagai tokoh yang membagi Weda menjadi empat bagian, Byasa juga dikenal sebagai penulis (pencatat) sejarah dalam Mahabharata, tetapi ia juga merupakan tokoh penting dalam riwayat yang disusunnya itu. Ibunya (Satyawati) menikah dengan Santanu, Raja Hastinapura. Dari perkawinannya lahirlah Citrānggada dan Wicitrawirya. Citrānggada gugur dalam suatu pertempuran, sedangkan Wicitrawirya wafat karena sakit. Karena kedua pangeran itu wafat tanpa memiliki keturunan, Satyawati memanggil Byasa agar melangsungkan suatu yadnya (upacara suci) untuk memperoleh keturunan. Kedua janda Wicitrawirya yaitu Ambika dan Ambalika diminta menghadap Byasa sendirian untuk diupacarai.

Sesuai dengan aturan upacara, pertama Ambika menghadap Byasa. Karena ia takut melihat wajah Byasa yang sangat hebat, maka ia menutup mata. Karena Ambika menutup mata selama upacara berlangsung, Byasa berkata bahwa anak Ambika akan terlahir buta. Kemudian Ambalika menghadap Byasa. Sebelumnya Satyawati mengingatkan agar Ambalika tidak menutup mata supaya anaknya tidak terlahir buta seperti yang terjadi pada Ambika. Ketika Ambalika memandang wajah Byasa, ia menjadi takut namun tidak mau menutup mata sehingga wajahnya menjadi pucat. Byasa berkata bahwa anak Ambalika akan terlahir pucat. Anak Ambika yang buta bernama Dretarastra, sedangkan anak Ambalika yang pucat bernama Pandu. Karena kedua anak tersebut tidak sehat jasmani, maka Satyawati memohon agar Byasa melakukan upacara sekali lagi. Kali ini, Ambika dan Ambalika tidak mau menghadap Byasa, tetapi mereka menyuruh seorang dayang-dayang untuk mewakilinya. Dayang-dayang itu bersikap tenang selama upacara, maka anaknya terlahir sehat, dan diberi nama Widura.

Ketika Gandari kesal karena belum melahirkan, sementara Kunti sudah memberikan keturunan kepada Pandu, maka kandungannya dipukul. Kemudian, seonggok daging dilahirkan oleh Gandari. Atas pertolongan Byasa, daging tersebut dipotong menjadi seratus bagian. Lalu setiap bagian dimasukkan ke dalam sebuah kendi dan ditanam di dalam tanah. Setahun kemudian, kendi tersebut diambil kembali. Dari dalamnya munculah bayi yang kemudian diasuh sebagai para putera Dretarastra.

Byasa tinggal di sebuah hutan di wilayah Kurukshetra, dan sangat dekat dengan lokasi Bharatayuddha, sehingga ia tahu dengan detail bagaimana keadaan di medan perang Bharatayuddha, karena terjadi di depan matanya sendiri. Setelah pertempuran berakhir, Aswatama lari dan berlindung di asrama Byasa. Tak lama kemudian Arjuna beserta para Pandawa menyusulnya. Di tempat tersebut mereka berkelahi. Baik Arjuna maupun Aswatama mengeluarkan senjata sakti Brahmastra. Karena dicegah oleh Byasa, maka pertarungan mereka terhenti.

Penutur sejarah Mahabharata

[sunting | sunting sumber]
Lukisan yang menggambarkan Resi Byasa menceritakan kisah Mahabharata kepada Dewa Ganesa (Batara Gana).

Pada suatu ketika, timbul keinginan Resi Byasa untuk menyusun riwayat keluarga Bharata. Atas persetujuan Dewa Brahma, Hyang Ganapati (Ganesa) datang membantu Byasa. Ganapati meminta Wyasa agar ia menceritakan Mahabharata tanpa berhenti, sedangkan Ganapati yang akan mencatatnya. Setelah dua setengah tahun, Mahabharata berhasil disusun. Murid-murid Resi Byasa yang terkemuka seperti Pulaha, Jaimini, Sumantu, dan Wesampayana menuturkannya berulang-ulang dan menyebarkannya ke seluruh dunia.

Versi pewayangan Jawa

[sunting | sunting sumber]

Dalam pewayangan Jawa, tokoh Byasa disebut dengan nama "Abyasa", "Kresna Dipayana", "Sutiknaprawa", atau "Rancakaprawa". Kisah kehidupannya dikembangkan sedemikian rupa oleh para dalang sehingga cenderung berbeda dengan versi aslinya.

Kelahiran

[sunting | sunting sumber]

Abyasa merupakan putra pasangan Parasara dan Durgandini. Dikisahkan Durgandini menderita bau amis pada badannya semenjak lahir. Ia diobati Parasara seorang pendeta muda, di atas perahu sampai sembuh. Keduanya saling jatuh hati dan melakukan sanggama, sehingga lahir Abyasa.

Abyasa tidak lahir sendiri. Parasara juga mencipta perahu, penyakit, dan alat-alat pengobatannya menjadi manusia berjumlah enam, yaitu Setatama, Rekathawati, Bimakinca, Kincaka, Rupakinca, dan Rajamala. Semuanya dipersaudarakan dengan Abyasa.

Perkawinan

[sunting | sunting sumber]
Byasa dalam pewayangan

Durgandini kemudian menjadi permaisuri Sentanu, raja Hastina. Ia melahirkan Citranggada dan Citrawirya. Masing-masing secara berturut-turut naik takhta menggantikan Sentanu. Namun, keduanya masih muda ketika meninggal. Citranggada meninggal saat belum menikah, sedangkan Citrawirya meninggal saat belum memiliki putra.

Durgandini kemudian memanggil Abyasa untuk menikahi kedua janda Citrawirya, yaitu Ambika dan Ambalika. Saat itu ia baru saja bertapa sehingga keadaan tubuhnya sangat buruk dan mengerikan. Ambika ketakutan saat pertama kali bertemu sampai memejamkan mata. Abyasa meramalkan kalau Ambika kelak melahirkan putra buta. Sementara itu, Ambalika memalingkan muka karena takut. Abyasa meramalkan kelak Ambalika akan melahirkan bayi berleher cacad. Abyasa juga menikahi dayang Ambalika bernama Datri. Perempuan itu ketakutan dan mencoba lari. Ia pun diramal kelak akan melahirkan putra berkaki pincang.

Akhirnya, Ambika, Ambalika, dan Datri masing-masing melahirkan putra yang diberi nama Dretarastra, Pandu, dan Widura.

Sebagai raja dan pendeta

[sunting | sunting sumber]

Pewaris sah takhta Hastina sesungguhnya adalah Bisma putra Sentanu dari istri pertama. Namun ia telah bersumpah tidak akan menjadi raja, sehingga sebagai pengganti Citrawirya, Abyasa pun naik takhta sampai kelak ketiga putranya dewasa. Setelah tiba saatnya, Abyasa pun turun takhta digantikan Pandu sebagai raja Hastina selanjutnya. Ia kembali menjadi pendeta di pertapaan Ratawu yang terletak di pegunungan Saptaarga. Abyasa merupakan pendeta agung yang sangat dihormati. Tidak hanya keluarga Hastina saja yeng menjadikannya tempat meminta nasihat, tetapijuga dari negeri-negeri lainnya.

Akhir hayat

[sunting | sunting sumber]

Versi pewayangan mengisahkan kematian Abyasa sesaat sesudah perang Baratayuda usai, yaitu ketika keturunannya yang bernama Parikesit cucu Arjuna dilahirkan. Konon, atas jasa-jasanya selama hidup di dunia, datang kereta emas dari kahyangan menjemput Abyasa. Ia pun naik ke surga bersama seluruh raganya.

Nama Dipayana kemudian diwarisi oleh Parikesit.

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]