Lompat ke isi

Astana Pajimatan Himagiri: Perbedaan antara revisi

Koordinat: 7°55′S 110°23′E / 7.917°S 110.383°E / -7.917; 110.383
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Zekti (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Add 1 book for Wikipedia:Pemastian (20240709)) #IABot (v2.0.9.5) (GreenC bot
 
(127 revisi perantara oleh 43 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{Infobox cemetery

| name = Astana Pajimatan Himagiri
{{Infobox Historic building
| native_name = {{plainlist|
| image=Gerbang Imogiri.jpg|thumb|250px
* {{jav|ꦥꦱꦫꦺꦪꦤ꧀ꦢꦊꦩ꧀ꦥꦫꦤꦠ ꦲꦱꦠꦤꦥꦗꦶꦩꦠꦤ꧀ꦲꦶꦩꦓꦶꦫꦶ}}
| name=Pemakaman Imogiri
* ''Pasarean Dalem Para Nata Astana Pajimatan Himagiri''
| map_type=Topografi Jawa
| map_size= 250
| latitude=-7.920163
| longitude=110.395828
| location_town= dekat kota [[Bantul, Bantul|Bantul]] [[Yogyakarta]]
| location_country=[[Indonesia]]
| architect= Kyai Tumenggung Citrokusumo
| client= Sultan Agung, Dinasti Mataram
| engineer=
| construction_start_date=1632
| completion_date=
| date_demolished=
| cost=
| structural_system=
| style= [[Makam berteras]]
| size=
}}
}}
| native_name_lang = jv
| image = COLLECTIE TROPENMUSEUM Imogiri nabij Yogyakarta de vorstelijke begraafplaats waar de familiegraven van de Midden Javaanse vorsten zijn. TMnr 60004749.jpg| image_size = 280px
| caption = Astana Pajimatan Himagiri berada di Bukit Merak {{circa|1890}}
| alt =
| map_type =
| map_size =
| map_caption =
| established = 1632
| abandoned = <!-- or | closed = -->
| location = [[Kabupaten Bantul]], [[Daerah Istimewa Yogyakarta]]
| country = [[Indonesia]]
| type = Makam kerajaan
| style = Makam berteras
| owner = [[Kesunanan Surakarta Hadiningrat]] dan [[Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat]]
| size =
| graves =
| interments =
| cremations =
| leases =
| findagraveid =
| footnotes =
| embedded = {{Infobox cagar budaya|child=yes
| Name = Kompleks Makam Imogiri
| Image =
| Caption =
| Type = [[n/a]]
| Criteria = Situs
| ID = CB.1449
| Location = [[Wukirsari, Imogiri, Bantul|Kalurahan Wukirsari]], [[Imogiri, Bantul|Kapanewon Imogiri]], [[Kabupaten Bantul]], [[Daerah Istimewa Yogyakarta]]
| Year = 17 Oktober 2011
| Session = SK Menteri PM.89/PW.007/MKP/2011
| Link = http://cagarbudaya.kemdikbud.go.id/cagarbudaya/detail/PO2015100500198/kompleks-makam-imogiri
|map_location = Kabupaten Bantul#Indonesia Java
|map_label = {{PAGENAME}}
|map_caption = Lokasi {{PAGENAME}} di [[Kabupaten Bantul]]
|coordinates = {{coord|-7.920163|110.395828}}
}}
}}

'''Astana Pajimatan Himagiri''' ({{lang-jv|ꦥꦱꦫꦺꦪꦤ꧀ꦢꦊꦩ꧀ꦥꦫꦤꦠ ꦲꦱꦠꦤꦥꦗꦶꦩꦠꦤ꧀ꦲꦶꦩꦓꦶꦫꦶ|Pasaréan Dalêm Para Nata Astana Pajimatan Himagiri}}) adalah kompleks [[pemakaman]] yang berlokasi di [[Wukirsari, Imogiri, Bantul|Kalurahan Wukirsari]], [[Imogiri, Bantul|Kapanewon Imogiri]], [[Kabupaten Bantul]], [[Daerah Istimewa Yogyakarta]].<ref>{{citation|author=Kemendikbudristek|title=Kompleks Makam Imogiri|publication-date=2022|publisher=kemdikbud.go.id|url=https://referensi.data.kemdikbud.go.id/kebudayaan/kode/KB001639|access-date=20 April 2022|language=id}}</ref> Kompleks pemakaman ini merupakan tempat pemakaman bagi penguasa monarki dari [[wangsa Mataram]] beserta keluarga dan kerabatnya.

== Terminologi ==
Nama "Astana Pajimatan Himagiri" terdiri dari tiga kata yaitu: ''astana'' ([[bahasa Sanskerta|Sanskerta]]: ''sthāna'' berarti "tempat")<ref>{{Citation|author=Turner, Ralph Lilley|title=''"sthāna"''|others=A Comparative Dictionary of the Indo-Aryan Languages|publication-date=1969–1985|publisher=Oxford University Press|url=https://dsal.uchicago.edu/cgi-bin/app/soas_query.py?qs=sth%C4%81%CC%81na&searchhws=yes&matchtype=exact|access-date=5 Februari 2022|language=en}}</ref>, ''pajimatan'' ([[bahasa Jawa|Jawa]]: ''pajimatan'' berarti "penyakralan")<ref>{{Cite book|url=https://books.google.co.id/books/about/Baoesastra_Djawa.html?id=f4G5AAAAIAAJ&redir_esc=y|title=Baoesastra Djawa|last=Poerwadarminta|first=W.J.S|publisher=J.B. Wolters|year=1939|isbn=0834803496|location=Batavia|language=JV}}</ref> dan ''himagiri'' yang berarti "gunung berkabut".<ref name=himagiri>Turner, Ralph Lilley (1969–1985), [https://dsal.uchicago.edu/cgi-bin/app/soas_query.py?qs=him%C3%A1&searchhws=yes&matchtype=exact "hima"] and [https://dsal.uchicago.edu/cgi-bin/app/soas_query.py?qs=gir%C3%AD&searchhws=yes&matchtype=exact "giri"] (dalam bahasa Inggris), A Comparative Dictionary of the Indo-Aryan Languages, Oxford University Press, diakses tanggal 5 Februari 2022</ref>


Himagiri diambil dari bahasa Sanskerta ''hima'' dan ''giri'' (''hima'' berarti "salju/kabut" dan ''giri'' berarti "gunung/bukit").<ref name=himagiri/> Himagiri juga dipadankan dengan nama lain untuk [[Himalaya]]. Dengan demikian Astana Pajimatan Himagiri bermakna sebagai "tempat penyakralan gunung berkabut".
'''Permakaman Imogiri''', '''Pasarean Imogiri''' atau '''Pajimatan Girirejo Imogiri''' merupakan kompleks permakaman yang berlokasi di [[Imogiri, Imogiri, Bantul]], [[Daerah Istimewa Yogyakarta|DI Yogyakarta]]. Permakaman ini dianggap suci dan kramat karena yang dimakamkan disini merupakan raja-raja dan keluarga raja dari [[Kesultanan Mataram]]. Permakaman Imogiri merupakan salah satu objek wisata di [[Bantul]]. Makam Imogiri dibangun pada tahun [[1632]] oleh [[Sultan Mataram|Sultan Mataram III Prabu Hanyokrokusumo]] yang merupakan keturunan dari Panembahan Senopati Raja Mataram I. Makam ini terletak di atas perbukitan yang juga masih satu gugusan dengan Pegunungan Seribu.


== Sejarah ==
== Sejarah ==
Pemakaman kerajaan terdahulu berada di [[Pasarean Mataram]]. Sedangkan Astana Pajimatan Himagiri dibangun di atas bukit Merak oleh Sultan Agung pada dekade keempat abad ke-17, pembangunannya dimulai pada tahun 1632.<ref>{{Citation|author=Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi D.I. Yogyakarta|title=Kompleks Makam Imogiri|publication-date=2022|publisher=kemdikbud.go.id|url=http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbyogyakarta/makam-imogiri/|access-date=20 April 2022|language=id}}</ref>
Ketika Sinuhun Hanyokrowati (Sinuhun Sedo Krapyak) meninggal, maka puteranya Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom pada waktu sedo itu sedang pergi tirakat ke pegunungan Selatan. Sehingga sebagai wakil pemegang pemerintahan ialah Gusti Pangeran Martopuro. Sesudah setahun lamanya ia bertirakat, maka ia pulang dari pegunungan tersebut sebab sudah sedikit lama dicari-cari oleh penghulu Katangan, tapi sebelum menjadi penghulu. Pada tahun [[1627]], ia masuk ke kerajaan dan pemegang kekuasaan Mataram saat itu ialah Prabu Hanyokrokusumo.


Pembangunan kompleks Astana Pajimatan Himagiri dipimpin oleh Tumenggung Citrakusuma, arsitekturnya merupakan perpaduan budaya [[Jawa]]-[[Islam]]. Struktur bangunan yang berada di area pemakaman merupakan ciri utama [[arsitektur Jawa]] pra-Islam. Kompleks pemakaman ini terletak di sebuah bukit yang bernama Merak dengan ketinggian sekitar 100 meter di atas permukaan laut.<ref>{{cite journal|author1=Gunawan, Arif|author2=Wibowo, Nugroho B.|title=Spatial Analysis to Predict Conservation Heritage’s Damage of “Imogiri Graves” by using Microtremor Measurements|journal=Jurnal Tata Kota dan Daerah|volume=5|date=2013|language=en}}</ref>
Sesudah itu Pangeran Martopuro pergi meninggalkan kerajaan menuju [[Ponorogo]]. Atas permintaan rakyat maka wakil dari Pangeran Adipati Anom, yaitu Pangeran Purboyo memerintahkan penghulu Ketegan untuk mencari Pangeran Adipati Anom.


Sebelum membangun pemakaman baru di bukit Merak, Sultan Agung awalnya memerintahkan membangun kembali pemakaman di Girilaya, yang merupakan tempat pemakaman keluarganya. Orang yang dipercaya untuk membangun pemakaman tersebut adalah Panembahan Juminah yang merupakan paman Sultan Agung. Setelah pembangunan tersebut selesai, Panembahan Juminah wafat. Untuk menghormati jasanya, maka Sultan Agung memerintahkan agar pamannya dimakamkan di Girilaya.<ref>{{Citation|author1=Mandoyokusumo, K.R.T.|title=The history of graves of the kings at Imogiri|publication-date=1976|publisher=s.n| url=http://trove.nla.gov.au/work/7277105|access-date=20 April 2022|language=en}}</ref>
Akhirnya terdapatlah Pangeran Adipati Anom sedang bertapa di [[Gunung Kidul]], kemudian ia dibawa pulang ke kerajaan.


Adapun tokoh yang dimakamkan di Girilaya adalah Ki Ageng Giring, Ki Ageng Sentong, Panembahan Girilaya (mertua Sultan Agung), Dyah Banawati (ibu Sultan Agung) dan Panembahan Juminah (paman Sultan Agung).<ref name="spspdiy-1995>{{Citation|author=Suaka Peninggalan Sejarah Purbakala DIY|year=1995|title=Laporan Pendokumentasian Situs Giriloyo, Imogiri, Bantul, Yogyakarta}}</ref> Oleh karena Girilaya telah digunakan sebagai tempat pemakaman keluarga, Sultan Agung berencana membangun pemakaman untuk keturunannya di bukit Merak yang berada di selatan Girilaya.<ref name="Sumartono-2019>{{Citation|last=Sumartono|first=D. A.|title=Catatan Silam Pajimatan Imogiri|year=2019|publisher=Mayangkara|location=Yogyakarta|pages=24}}</ref>
Sesudah itu, Pangeran Adipati Anom diangkat menjadi Raja [[Kesultanan Mataram|Kerajaan Mataram]]. Ia adalah raja yang cerdik dan pandai sehingga rakyatnya maupun makhluk halus serta jin takluk dan tunduk atas kekuasaannya dan Negeri Mataram terkenal sebagai pelindung penyakit.


Pemilihan bukit Merak sebagai lokasi pemakaman tidak dapat dilepaskan dari konsep masyarakat Jawa yang memandang gunung dan bukit atau dataran yang lebih tinggi sebagai suatu tempat yang sakral dan menjadi penghubung manusia kepada tuhan. Bukit Merak dipercaya memiliki kekuatan magis dan sakral.<ref name="Heins-2004>{{Citation|last=Heins|first=M.|title=Karaton Surakarta|year=2004|publication-date=2004|publisher=Yayasan Pawiyatan Kabudayaan Karaton Surakarta Hadiningrat|edition=1|isbn=978-979-98586-0-3}}</ref> Hal tersebut sebagai konstruksi intelektual yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan manusia terhadap hal-hal yang bersifat religius.<ref name="Herusatoto-2008>{{cite book|last=Herusatoto|first=Budiono|title=Simbolisme Jawa|year=2008|publisher=Ombak|location=Yogyakarta|pages=215|isbn=9789793472904}}</ref>
Karena bijaksananya, maka setiap hari [[Jumat|Jum'at]], ia dapat pergi sujud ke [[Mekkah]] dengan secepat kilat. Sesudah 5 tahun ia memerintah, kerajaannya dipindahkan ke Kerta-Plered dan selanjutnya Kanjeng Sultan ingin memulai membuat makam di [[Pegunungan Girilaya]] yang terletak di sebelah [[Timur Laut]] [[Imogiri]] yang dipergunakan sebagai makam raja. Tetapi sebelum makam itu selesai, pamannya yaitu Gusti Pangeran Juminah lebih dulu mengajukan permintaan. Kemudian Sinuhun merasa kecewa.


Sultan Agung wafat pada tahun 1646 dan menjadi raja pertama yang dimakamkan di Astana Pajimatan Himagiri, kemudian penerus [[wangsa Mataram]] dan keturunannya juga turut dimakamkan di sini.<ref name="graaf-1986">{{cite book|last=de Graaf|first=H.J.|title=Puncak Kekuasaan Mataram: Politik Ekspansi Sultan Agung|year=1986|publisher=Pustaka Grafiti Pers|location=Jakarta}}</ref> Hingga pasca [[Perjanjian Giyanti]] pada tahun 1755, yang membagi Mataram menjadi Surakarta dan Yogyakarta, maka raja, keluarga dan kerabatnya dimakamkan di Astana Pajimatan Himagiri. Di sisi barat menjadi lokasi pemakaman raja-raja dari Surakarta, sedangkan di sisi timur menjadi lokasi pemakaman raja-raja dari Yogyakarta.<ref name="chawari-2008">{{cite journal|last=Chawari|first=Muhammad|title=Studi Kelayakan Arkeologi di Kompleks Makam Imogiri Yogyakarta|journal=Berkala Arkeologi|volume=28|issue=1|date=2008|doi=10.30883/jba.v28i1.355|language=id}}</ref>
Tidak lama kemudian, pamannya meninggal seketika. Sesudah pamannya meninggal, Kanjeng Sultan Agung melemparkan pasir yang berasal dari [[Mekkah]] yang akhirnya pasir tersebut jatuh di [[Pegunungan Merak]] dan seterusnya Sinuhun segera membuat makam raja di pegunungan yang besar dan tinggi tersebut.


Astana Pajimatan Himagiri termasuk jaringan tradisi ziarah masyarakat Jawa ke lokasi makam-makam leluhur. Hal ini menjadikan pemakaman ini sebagai salah satu destinasi utama wisata religi yang umum dilakukan oleh masyarakat Jawa.<ref>{{cite journal|last=Mumfangati|first=Titi|title=Tradisi Ziarah Makam Leluhur Pada Masyarakat Jawa|journal=Jantra|volume=3|issue=3|date=2007|pages=223|ISSN=19079605|language=id}}</ref> Kompleks pemakaman ini dikelola oleh [[Kesunanan Surakarta]] dan [[Kesultanan Yogyakarta]] dengan menempatkan para [[abdi dalem]] yang menjaga pemakaman dan dikelola secara bersama.<ref name="chawari-2008"/>
<gallery>
Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Imogiri nabij Yogyakarta de vorstelijke begraafplaats waar de familiegraven van de Midden Javaanse vorsten zijn. TMnr 60004749.jpg|Permakaman Imogiri pada tahun 1890
Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM De ingang van het graf van Sultan Agung op de begraafplaats Imogiri TMnr 60004750.jpg|Pintu Masuk ke Makam Sultan Agung dari Mataram|Sultan Agung pada tahun 1890
</gallery>


== Bagian-bagian Makam Imogiri ==
== Tata letak ==
Area pemakaman di Astana Pajimatan Himagiri dibagi menjadi tiga kompleks utama; kompleks makam raja-raja Mataram berada di sisi utara paling atas, kompleks makam raja-raja Surakarta berada di sisi barat dan kompleks makam raja-raja Yogyakarta berada di sisi timur. Di kompleks makam raja-raja Mataram terdapat dua bagian yaitu Astana Kasultanagungan dan Astana Pakubuwanan. Di kompleks makam raja-raja Surakarta terdapat tiga bagian yaitu Astana Kaswargan, Astana Kapingsangan dan Astana Girimulya. Di kompleks makam raja-raja Yogyakarta terdapat tiga bagian yaitu Astana Kaswargan, Astana Besiyaran dan Astana Saptarengga.<ref name="chawari-2008"/>
[[Berkas:Peta Imogiri.jpg|thumb|300px|Peta Permakaman Imogiri]]
=== Tangga Permakaman Imogiri ===
Sebelum memasuki makam raja, terdapat banyak anak tangga yang lebarnya sekitar 4 meter dengahn kemiringan 45 derajat yang menghubungkan pemukiman dengan makam. Anak tangga di Permakaman Imogiri berjumlah 409 anak tangga. Menurut mitos yang dipercayai oleh sebagian masyarakat, jika pengunjung berhasil menghitung jumlah anak tangga dengan benar, maka semua keinginannya akan terkabul. Sebagian anak tangga memiliki arti tertentu, yaitu:
* Anak tangga dari pemukiman menuju daerah dekat masjid berjumlah 32 anak tangga. Jumlah anak tangga ini melambangkan bahwa makam Imogiri dibangun pada tahun [[1632|16'''32''']].
* Anak tangga dari daerah dekat masjid menuju pekarangan masjid berjumlah 13 anak tangga. Jumlah anak tangga ini melambangkan bahwa [[Sultan Agung dari Mataram|Sultan Agung]] diangkat sebagai raja Mataram pada tahun [[1613|16'''13''']].
* Anak tangga dari pekarangan masjid menuju tangga terpanjang berjumlah 45 anak tangga. Jumlah anak tangga ini melambangkan bahwa [[Sultan Agung dari Mataram|Sultan Agung]] wafat pada tahun [[1645|16'''45''']].
* Anak tangga terpanjang berjumlah 346 anak tangga. Jumlah anak tangga ini melambangkan bahwa makam Imogiri dibangun selama '''346''' tahun.
* Anak tangga di sekitar kolam berjumlah 9 anak tangga. Jumlah anak tangga ini melambangkan [[Walisongo]].
<gallery>
Berkas:Tangga Imogiri.jpg|Tangga Permakaman Imogiri dilihat dari bawah
Berkas:Tangga Imogiri2.jpg|Tangga Permakaman Imogiri dilihat dari atas
</gallery>
==== Penghianat Kerajaan ====
Pada saat [[Kesultanan Mataram|Kerajaan Mataram]] ingin menguasai [[Jayakarta]], ada seorang penghianat yang bernama [[Tumenggung Endranata]] memberitahukan kepada [[Belanda]] bahwa [[Kesultanan Mataram|Kerajaan Mataram]] ingin menguasai [[Jayakarta]] dan memberitahukan keberadaan lumbung-lumbung pangan prajurit [[Kesultanan Mataram|Kerajaan Mataram]]. Mengetahui penghianatan tersebut, [[Tumenggung Endranata]] ditangkap dan dipenggal kepalanya. Jasadnya dibagi menjadi 3 bagian dan dikubur di areal Permakaman Imogiri secara terpisah, yaitu:
* Kepalanya dikubur di tengah-tengah [[Gapura Supit Urang]]
* Badannya dikubur di bawah tangga dekat [[Gapura Supit Urang]] (Anak tangga yang permukaannya tidak rata)
* Kakinya dikubur di tengah kolam
Hal ini dilakukan oleh [[Sultan Agung dari Mataram|Sultan Agung]] agar setiap orang yang ingin mengunjungi makam pasti menginjak salah satu dari bagian-bagian jasadnya dan untuk mengenang sekaligus memperingatkan rakyatnya agar penghianatan tidak terjadi lagi.
<gallery>
Berkas:Makam Penghianat.jpg|Anak tangga yang tidak rata merupakan makam dari tubuh Tumenggung Endranata
</gallery>


Di area pemakaman ini juga terdapat lokasi makam seorang pengkhianat, bernama Tumenggung Endranata dengan makam di tiga bagian yang terpisah; di beberapa bagian dari ke-409 anak tangga, di sekitar Gapura Supit Urang dan di kolam sisi kanannya. Tumenggung Endranata sendiri disebut berkhianat karena membocorkan rencana [[penyerbuan di Batavia]].<ref>{{cite book|last=Moedjanto|first=G.|title=The Concept of Power in Javanese Culture|url=https://archive.org/details/conceptofpowerin0000moed|year=1986|publisher=Gadjah Mada University Press|location=Yogyakarta|pages=[https://archive.org/details/conceptofpowerin0000moed/page/220 220]|isbn=9789794200247|language=en}}</ref>
=== Areal Makam Raja ===
Sebelum memasuki areal permakaman terdapat Gapura Supit Urang, Pendopo Supit Urang, Tempat Juru Kunci dan 4 Tempayan Suci. Areal makam raja dibagi menjadi tiga daerah, yaitu:
==== Astana Kasultan Agung ====
Di sini dimakamkan
* [[Sultan Agung dari Mataram|Sultan Agung]],
* [[Sri Ratu Batang]],
* [[Amangkurat II|Hamangkurat Amral]], dan
* [[Amangkurat III|Hamangkurat Mas]].
Sebelum memasuki makam [[Sultan Agung dari Mataram|Sultan Agung]] terdapat tiga gapura yang melambangkan tiga tahapan hidup manusia, yaitu: alam rahim, alam duniawi, dan alam kubur.
Gerbang pertama bercorak bangunan hindu yang terbuat dari susunan batu bata merah tanpa semen dengan bentuk [[Candi Bentar]] dan diberinama [[Gapura Supit Urang]]. Di bagian dalam gerbang pertama terdapat dua buah [[paseban]] yang berada di sisi [[Barat]] dan [[Timur]] gerbang.


Berkaitan dengan Tumenggung Endranata, sejarawan de Graaf mendeskripsikannya sebagai seorang pengkhianat namun bukan dalam konteks penyerbuan Mataram di Batavia. Ia dihukum mati setelah selesainya pemberontakan Adipati Pragola II. Alasan dari penjatuhan hukuman mati tersebut karena janda Adipati Pragola II melapor kepada Sultan Agung bahwa Tumenggung Endranata sesungguhnya menjadi penghasut dalam konflik pemberontakan Adipati Pragola II.<ref name="graaf-1986"/>
<gallery>
Berkas:Gapura Supit Urang.jpg|Gapura Supit Urang
Berkas:Pendopo Supit Urang.jpg|Pendopo Supit Urang
Berkas:Gerbang Ke2.jpg|Gerbang ke 2 dari Makam Sultan Agung
</gallery>


== Bangunan ==
==== Wilayah Makam Raja Surakarta Hadiningrat ====
Astana Pajimatan Himagiri terdiri atas beberapa halaman makam. Setiap astana, masing-masing memiliki tiga halaman. Tempat pemakaman raja berada di halaman paling atas beserta istri dan juga keluarganya, halaman kedua berada di tengah dan halaman terbawah merupakan halaman persiapan bagi peziarah. Tiap halaman dihubungkan dengan sebuah gapura.<ref name="adrisijanti-2000">{{cite book|last=Adrisijanti|first=I.|title=Arkeologi Perkotaan Mataram Islam|year=2000|publisher=Jendela|location=Yogyakarta|pages=343|isbn=9799597846}}</ref> Di dalam kompleks Astana Pajimatan Himagiri juga terdapat berbagai komponen bangunan di antaranya adalah:
Wilayah makam raja Surakarta Hadiningrat dibagi menjadi empat hastana dan di sini dimakamkan raja-raja dari [[Surakarta|Kerajaan Surakarta Hadiningrat]], yaitu:


=== Tangga ===
- Paku Buwana
[[Berkas:De begraafplaats van sultan Agoeng van Mataram te Imogiri ten zuiden van Jogjakarta KITLV 53849.tiff|thumb|ka|240px|Tangga menuju kompleks Astana Pajimatan Himagiri (sekitar 1935).]]
* [[Pakubuwana I|Sri Paduka Paku Buwana I]]
Sebelum memasuki pemakaman, terdapat banyak anak tangga yang lebarnya sekitar 4 meter dengan kemiringan 45 derajat menghubungkan pemukiman dengan pemakaman. Anak tangga di Astana Pajimatan Himagiri kurang lebih berjumlah 446. Setiap bagian anak tangga memiliki arti dan makna tertentu, sebagai berikut:<ref name="spspdiy-1995/>
* [[Amangkurat IV|Sri Paduka Hamangkurat Jawa]]
* [[Pakubuwana II|Sri Paduka Paku Buwana II]]


* Anak tangga dari pemukiman penduduk menuju area dekat [[Masjid Pajimatan Imogiri|Masjid Pajimatan Himagiri]] berjumlah 32. Jumlah anak tangga ini menandakan Astana Pajimatan Himagiri yang dibangun pada tahun [[1632|16'''32''']].
- Kasuwargan Surakarta
* Anak tangga dari area dekat Masjid Pajimatan Himagiri menuju pekarangan Masjid Pajimatan Himagiri berjumlah 13. Jumlah anak tangga ini melambangkan kenaikan takhta [[Sultan Agung dari Mataram|Sultan Agung Anyakrakusuma]] sebagai raja Mataram pada tahun [[1613|16'''13''']].
* [[Pakubuwana III|Sri Paduka Paku Buwana III]]
* Anak tangga dari pekarangan Masjid Pajimatan Himagiri menuju tangga terpanjang berjumlah 46. Jumlah anak tangga ini menandakan kemangkatan Sultan Agung pada tahun [[1646|16'''46''']].
* [[Pakubuwana IV|Sri Paduka Paku Buwana IV]]
* Anak tangga terpanjang berjumlah 346. Jumlah anak tangga ini menandakan Astana Pajimatan Himagiri yang dibangun secara bertahap selama 346 tahun.
* [[Pakubuwana V|Sri Paduka Paku Buwana V]]
* Anak tangga di sekitar kolam berjumlah 9. Jumlah anak tangga ini melambangkan 9 anggota [[Walisanga]].


=== Masjid ===
- Kapingsangan Surakarta
Astana Pajimatan Himagiri dilengkapi dengan masjid di sisi barat pelataran menuju tangga pemakaman. Masjid ini disebut Masjid Pajimatan Himagiri yang digunakan sebagai tempat ibadah oleh para abdi dalem saat sedang bertugas di sana. Ruang utama masjid memiliki luas sekitar 10x6 meter persegi. Bagian serambi memiliki ukuran sekitar 6x3 meter persegi. Masjid ini memiliki halaman seluas kurang lebih 80 meter persegi.<ref name="adrisijanti-1973">{{Citation|last=Adrisijanti|first=I.|title=Kekunoan Islam di Imagiri, Tinjauan Terhadap Seni Bangun dan Seni Hiasnya|date=1973|location=Yogyakarta|publisher=Gadjah Mada University Press|language=id}}</ref>
* [[Pakubuwana VI|Sri Paduka Paku Buwana VI]]
* [[Pakubuwana VII|Sri Paduka Paku Buwana VII]]
* [[Pakubuwana VIII|Sri Paduka Paku Buwana VIII]]
* [[Pakubuwana IX|Sri Paduka Paku Buwana IX]]


=== Bangsal ===
- Grimulya Surakarta
Bangsal dapat di jumpai di area pemakaman dan juga di depan masjid. Bangsal adalah bangunan terbuka yang memiliki deretan penyangga (''saka guru'') namun tidak memiliki dinding. Bangsal di Astana Pajimatan Himagiri digunakan oleh para abdi dalem untuk menjalankan tugasnya. Di samping itu bangsal juga sering digunakan untuk tempat menunggu oleh para peziarah yang sedang berziarah ke makam.<ref name="adrisijanti-2000"/>
* [[Pakubuwana X|Sri Paduka Paku Buwana X]]
* [[Pakubuwana XI|Sri Paduka Paku Buwana XI]]
* [[Pakubuwana XII|Sri Paduka Paku Buwana XII]]


=== Kelir ===
==== Wilayah Makam Raja Yogyakarta Hadiningrat ====
Kelir adalah bangunan kecil berbentuk pagar bertembok di area pintu masuk tiap halaman. Kelir berfungsi sebagai penghalang agar pandangan orang tidak melihat langsung ke dalam. Di Astana Pajimatan Himagiri terdapat empat bangunan kelir, yaitu kelir di Gapura Supit Urang, kelir di Regol Sri Manganti I, kelir di Regol Sri Manganti II dan kelir di Gapura Papak.<ref name="adrisijanti-2000"/>
Wilayah makam raja Yogyakarta Hadiningrat dibagi menjadi 3 hastana dan disini dimakamkan raja-raja dari [[Yogyakarta|Kerajaan Yogyakarta Hadiningrat]], yaitu:
- Kasuwargan Yogyakarta
* [[Hamengkubuwana I|Sri Paduka Hamangku Buwana I]]
* [[Hamengkubuwana III|Sri Paduka Hamangku Buwana III]]


=== Regol ===
- Besiyaran Yogyakarta
Serangkaian halaman terbuka di Astana Pajimatan Himagiri disebut dengan pelataran. Setiap pelataran dihubungkan dengan regol sebagai pembatas antara masing-masing pelataran. Regol merujuk kepada bangunan beratap yang berfungsi sebagai pintu masuk yang menghubungkan satu kompleks halaman ke kompleks halaman yang lain.<ref name="adrisijanti-2000"/>
* [[Hamengkubuwana IV|Sri Paduka Hamangku Buwana IV]]
* [[Hamengkubuwana V|Sri Paduka Hamangku Buwana V]]
* [[Hamengkubuwana VI|Sri Paduka Hamangku Buwana VI]]


=== Gapura ===
- Saptorenggo Yogyakarta
Untuk menuju ke atas Astana Pajimatan Himagiri terdapat gapura yang bernama Gapura Supit Urang. Supit Urang adalah nama strategi perang Mataram yang dilakukan dengan cara mengepung musuh secara rangkap dari kedua sisi, sehingga musuh benar-benar terkurung membentuk pola seperti udang. Gapura Supit Urang secara simbolik merupakan gapura utama untuk masuk ke semua area pemakaman. Kedelapan astana yang ada di kompleks Astana Pajimatan Himagiri masing-masing memiliki gapura sebagai akses masuknya.<ref name="adrisijanti-2000"/>
* [[Hamengkubuwana VII|Sri Paduka Hamangku Buwana VII]]
* [[Hamengkubuwana VIII|Sri Paduka Hamangku Buwana VIII]]
* [[Hamengkubuwana IX|Sri Paduka Hamangku Buwana IX]]


== Kompleks ==
== Peninggalan Sultan Agung ==
[[Berkas:Map of Astana Pajimatan Himagiri cemetery.jpg|thumb|ka|300px|Denah pemakaman di Astana Pajimatan Himagiri]]
Di Pemakaman Imogiri ini juga terdapat peninggalan-peninggalan [[Sultan Agung dari Mataram|Sultan Agung]] yang bertuah dan menarik wisatawan untuk datang ke tempat ini. Peninggalan-peninggalan tersebut yaitu:
Daftar berikut adalah urutan pembagian kompleks makam di Astana Pajimatan Himagiri. Pada mulanya penguasa Mataram berada di bagian yang sama, setelah kerajaan terpecah bagian untuk penguasa Surakarta dan Yogyakarta dipisahkan.
* Air Suci dari Empat Tempayan
* Cincin Kayu yang terbuat dari tongkat [[Sultan Agung dari Mataram|Sultan Agung]]
* Daun Tujuh Macam
=== Air Suci dari Empat Tempayan ===
Sebelum memasuki areal makam [[Sultan Agung dari Mataram|Sultan Agung]], terdapat empat buah [[tempayan]] yang berada di atas gerbang kedua. Tempayan-tempayan ini merupakan pemberian dari empat kerajaan kepada [[Sultan Agung dari Mataram|Sultan Agung]].
* Tempayan pertama yang terletak di sisi [[Barat]] merupakan pemberian dari [[Kerajaan Sriwijaya]] ([[Palembang]]) yang diberi nama ''Nyai Danumurti''.
* Tempayan kedua merupakan pemberian dari [[Kerajaan Samudera Pasai]] ([[Aceh]]) yang diberi nama ''Kyai Danumaya''.
* Tempayan ketiga merupakan pemberian dari [[Kerajaan Ngerum]] ([[Turki]]) yang diberi nama ''Kyai Mendung'''.
* Tempayan keempat merupakan pemberian dari [[Siam|Kerajaan Syam]] ([[Thailand]]) yang diberi nama ''Nyai Siyem''.
Oleh [[Sultan Agung dari Mataram|Sultan Agung]], keempat tempayan ini diisi air yang dipergunakan untuk [[wudu|berwudhu]]. Air dari keempat tempayan tersebut disebut air suci dan memiliki khasiat yang dapat memberi kekuatan dan sarana pengobatan. Pada awalnya tidak sembarang orang yang dapat meminum air dari tempayan-tempayan tersebut. Saat terjadinya [[Serangan Umum 1 Maret]] di [[Yogyakarta]], [[Soekarno|Presiden Soekarno]] mengirimkan surat kepada [[Hamengkubuwana IX|Sri Sultan Hamengkubuwana IX]] agar prajurit [[Tentara Nasional Indonesia|TNI]] yang bertempur di [[Yogyakarta]] diperbolehkan untuk meminum air suci tempayan tersebut. Sultan memperbolehkan para prajurit untuk meminum air tersebut. Usai meminum air tersebut, kekuatan prajurit bertambah sehingga dapat memenangkat pertempuran melawan [[Belanda]].


=== Makam raja-raja Mataram ===
Saat ini, masyarakat umum dapat diperbolehkan meminum air suci dari tempayan tersebut melalui juru kunci makam. Air ini bisa diambil selama masih ada air yang tersisa di dalam tempayan tersebut, karena tidak sembarang hari tempayan-tempayan ini dapat diisi air. Upacara khusus untuk mengisi keempat tempayan ini dengan air yang dilakukan setahun sekali dinamakan ''[[Nguras Enceh]]''. Upacara ini dilaksanakan setiap [[Jumat]] [[Kliwon]] di bulan [[Sura]] ([[Muharam]]). Jika di bulan tersebut tidak ada hari [[Jumat]] [[Kliwon]], maka upacara pengisian air ini dapat dilaksanakan pada hari [[Selasa]] [[Kliwon]]. Bagi yang mempunyai kepercayaan (percaya), air tersebut dapat menjadi sarana tolak bala serta dapat digunakan sebagai perantara untuk mengobati berbagai penyakit. Bagi pengunjung yang ingin mengambil air suci dan membawanya pulang, diperbolehan dengan beberapa syarat. Syarat-syarat tersebut, yaitu:
Kompleks makam raja-raja [[Kesultanan Mataram|Mataram]] dibagi menjadi dua bagian yang terdiri dari:
* Pertama, yang memebawa air tersebut harus menyimpannya dengan baik.
==== Astana Kasultanagungan ====
* Kedua, sebelum diminum harus membaca [[Surah Al-Fatihah]] dan [[Surah Al-Ikhlas]] masing-masing tiga kali untuk [[Sultan Agung dari Mataram|Sultan Agung].
* [[Sultan Agung dari Mataram|Sultan Agung Anyakrakusuma]]
* Ketiga, jika ingin membawanya pulang, pengunjung diminta memberikan sumbangan seikhlasnya (Uang sumbangan ini digunakan untuk membantu pembiayaan upacara ''Nguras Enceh'').
* Ratu Batang / Kanjeng Ratu Wetan (permaisuri Sultan Agung)
* [[Amangkurat II|Sri Susuhunan Amangkurat II]]
* [[Amangkurat III|Sri Susuhunan Amangkurat III]]
==== Astana Pakubuwanan ====
* [[Pakubuwana I|Sri Susuhunan Pakubuwana I]]
* [[Amangkurat IV|Sri Susuhunan Amangkurat IV]]
* [[Pakubuwana II|Sri Susuhunan Pakubuwana II]]


=== Makam raja-raja Surakarta ===
Air suci tersebut jika dibawa pulang, khasiatnya dapat bertahan selama satu tahun, terhitung sejak diambil dari tempayan. Air suci tersebut dapat dicampur, namun harus menggunakan air mentah. Karena, jika dicampur dengan air yang sudah dimasak, khasiat dari air suci ini akan hilang.
Kompleks makam raja-raja [[Kesunanan Surakarta|Surakarta]] dibagi menjadi tiga bagian yang terdiri dari:
==== Astana Kaswargan Surakarta ====
* [[Pakubuwana III|Sri Susuhunan Pakubuwana III]]
* [[Pakubuwana IV|Sri Susuhunan Pakubuwana IV]]
* [[Pakubuwana V|Sri Susuhunan Pakubuwana V]]
==== Astana Kapingsangan Surakarta ====
* [[Pakubuwana VI|Sri Susuhunan Pakubuwana VI]]
* [[Pakubuwana VII|Sri Susuhunan Pakubuwana VII]]
* [[Pakubuwana VIII|Sri Susuhunan Pakubuwana VIII]]
* [[Pakubuwana IX|Sri Susuhunan Pakubuwana IX]]
==== Astana Girimulya Surakarta ====
* [[Pakubuwana X|Sri Susuhunan Pakubuwana X]]
* [[Pakubuwana XI|Sri Susuhunan Pakubuwana XI]]
* [[Pakubuwana XII|Sri Susuhunan Pakubuwana XII]]


=== Makam raja-raja Yogyakarta ===
<gallery>
Kompleks makam raja-raja [[Kesultanan Yogyakarta|Yogyakarta]] dibagi menjadi tiga bagian yang terdiri dari:
Berkas:Nyai Danumurti.jpg|Tempayan ''Nyai Danumurti''
==== Astana Kaswargan Yogyakarta ====
Berkas:Kyai Danumaya.jpg|Tempayan ''Kyai Danumaya''
* [[Hamengkubuwana I|Sri Sultan Hamengkubuwana I]]
Berkas:Kyai Mendung.jpg|Tempayan ''Kyai Mendung''
* [[Hamengkubuwana III|Sri Sultan Hamengkubuwana III]]
</gallery>
==== Astana Besiyaran Yogyakarta ====
* [[Hamengkubuwana IV|Sri Sultan Hamengkubuwana IV]]
* [[Hamengkubuwana V|Sri Sultan Hamengkubuwana V]]
* [[Hamengkubuwana VI|Sri Sultan Hamengkubuwana VI]]
==== Astana Saptarengga Yogyakarta ====
* [[Hamengkubuwana VII|Sri Sultan Hamengkubuwana VII]]
* [[Hamengkubuwana VIII|Sri Sultan Hamengkubuwana VIII]]
* [[Hamengkubuwana IX|Sri Sultan Hamengkubuwana IX]]


=== Cincin Kayu ===
== Budaya dan tradisi ==
Terdapat tiga tradisi yang biasa dilakukan di Astana Pajimatan Himagiri di antaranya adalah ''Nawu Enceh'', Kirab Budaya ''Ngarak Siwur'', dan ''Nyadran''.<ref name="purwadi-2005">{{cite book|author=Purwadi|title=Upacara Tradisional Jawa: Menggali Untaian Kearifan Lokal|year=2005|publisher=Pustaka Pelajar|location=Yogyakarta|pages=253|isbn=9793721863}}</ref> Prosesi masing-masing tradisi tersebut adalah sebagai berikut:
Kayu berbentuk cincin tersebut berasal dari tongkat [[Sultan Agung dari Mataram|Sultan Agung]] yang ditanam lalu berubah menjadi pohon yang besar. Pohon itu ditebang dan kayunya dibuat menjadi cincin. Jika ingin membawa pulang cincin tersebut, pengunjung harus dites terlebih dahulu, apakah kayu tersebut mau mengikuti pengunjung yang ingin membawa pulang cincin tersebut atau tidak. Kayu berbentuk cincin tersebut akan ditaruh di air. Jika tenggelam, maka pertanda bahwa cincin tersebut mau mengikuti pengunjung. Kayu ini, konon sangat berkhasiat bagi pemiliknya.


=== Daun Tujuh Macam ===
=== Nawu Enceh ===
''Nawu Enceh'' adalah upacara menguras air gentong dengan tujuan membersihkan gentong yang ada di depan makam Sultan Agung. Tradisi ini dilakukan pada setiap bulan [[Sura]] pada hari [[Jumat]] [[Kliwon]].<ref name="purwadi-2005"/> Acara tersebut dimulai dengan pembacaan doa oleh juru kunci makam. Doa dipanjatkan kepada [[Allah]] untuk para leluhur yang telah meninggal dunia.<ref name="hari-2017">{{cite journal|last=Haribowo|first=Yandhika|title=The Symbolic Meaning of Carnival Culture in Imogiri|journal=Bening|volume=6|issue=1|date=2017|pages=8}}</ref>
Daun ini bisa digunakan sebagai pengobatan bagi suami-istri yang sudah lama menikah namun tidak punya anak.


=== Ngarak Siwur ===
== Jadwal Pembukaan Makam Imogiri Untuk Umum ==
''Ngarak Siwur'' adalah kirab budaya yang masih berhubungan dengan tradisi Nawu Enceh. Kirab Budaya dilakukan sebelum upacara Nawu Enceh yaitu pada hari [[Kamis]] [[Wage]] di sore hari.<ref name="purwadi-2005"/> Kirab budaya ini menitik beratkan pada ''ngarak'' atau mempawaikan ''siwur'' yaitu alat yang digunakan untuk mengambil air di dalam tempayan yang terbuat dari tempurung kelapa berjumlah dua buah dari masing-masing karaton (Surakarta dan Yogyakarta).<ref name="hari-2017"/>
[[Berkas:Jadwal Imogiri.jpg|thumb|200px]]Makam Imogiri dibuka setiap:
* Hari [[Jumat|Jum'at]], Mulai pukul 13.00.
* Hari [[Senin]], mulai pukul 10.00.
* Hari [[Minggu]], mulai pukul 10.00.
* Tanggal 1 dan 8 bulan [[Syawal]], mulai pukul 10.00.
* Tanggal 10 bulan Besar, mulai pukul 10.00.


=== Nyadran Karaton ===
Pada bulan Puasa dan hari besar agama Islam, Makam Imogiri ditutup untuk umum.
Nyadran Karaton adalah serangkaian upacara adat yang dilakukan oleh masing-masing karaton (Surakarta dan Yogyakarta) pada saat bulan [[Syakban|Ruwah]] untuk mengucapkan rasa syukur yang dilakukan secara kolektif dengan mengunjungi dan mendoakan leluhur yang telah meninggal. Upacara adat ini melibatkan ''abdi dalem'', ''santana dalem'' dan ''pangageng karaton''.<ref name="purwadi-2005"/>


== Tata Cara Berpakaian ==
== Galeri ==
<gallery mode="packed" heights="200px">
Ada tata cara berpakaian tertentu yang harus dilakukan ketika ingin memasuki kompleks makam di bagian dalam.
Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM De ingang van het graf van Sultan Agung op de begraafplaats Imogiri TMnr 60004750.jpg|Gapura menuju Astana Kasultanagungan (makam [[Sultan Agung|Sultan Agung Anyakrakusuma]]).
=== Pengunjung Wanita ===
Berkas:Begrafenis van Pakoe Boewono X, soesoehoenan van Soerakarta, vermoedelijk bij aankomst te Imogiri, KITLV 9858.tiff|Peti jenazah Sri Susuhunan Pakubuwana X tiba di depan pelataran Masjid Pajimatan Himagiri.
Pengunjung wanita yang ingin memasuki makam di bagian dalam harus mengenakan [[kain panjang]], [[kemben]], dan melepas semua perhiasan.
Berkas:Begrafenisstoet van Pakoe Boewono X, soesoehoenan van Soerakarta, vermoedelijk bij aankomst te Imogiri, KITLV 9857.tiff|Sri Susuhunan Pakubuwana X hendak disalatkan di Masjid Pajimatan Himagiri sebelum dikebumikan.
=== Pengunjung Pria ===
Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Begrafenis van Z.V.H. Pakoe Boewono X Soesoehoenan van Solo. Aankomst van het stoffelijk overschot - gedragen door kratondienaren - bij de vorstelijke begraafplaats te Imogiri TMnr 10003252.jpg|Peti jenazah Sri Susuhunan Pakubuwana X hendak dibawa naik ke Astana Pajimatan Himagiri.
Pengunjung pria yang ingin memasuki kompleks makam di bagian dalam harus mengenakan kain panjang, [[baju peranakan]], dan [[blangkon]].
Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Begrafenis van Z.V.H. Pakoe Boewono X Soesoehoenan van Solo. De stoet loopt de trap van het vorstelijke kerkhof op nadat de kist is binnengedragen. Europeanen zijn er niet toegestaan TMnr 10003253.jpg|Prosesi menaiki tangga pemakaman [[Pakubuwana X|Sri Susuhunan Pakubuwana X]]. Setelah peti jenazah dibawa masuk kompleks pemakaman orang Eropa tidak diperbolehkan di sana.
Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Begrafenis van Z.V.H. Pakoe Boewono X Soesoehoenan van Solo. Na de bijzetting lopen toeschouwers terug over de lange trap die naar de heuveltop van Imogiri voert TMnr 10003254.jpg|Seusai prosesi pemakaman Sri Susuhunan Pakubuwana X, para abdi dalem dan masyarakat berjalan kembali menuruni tangga dari puncak Bukit Merak.
</gallery>
{{clr}}


== Lihat pula ==
Jika tidak menaati aturan tersebut, maka pengunjung hanya diperbolehkan sampai pintu gerbang pertama.
* [[Pasarean Mataram]]
* [[Pasarean Tegalarum]]
* [[Astana Mangadeg]]
* [[Astana Girilayu]]
* [[Astana Giriganda]]


== Referensi ==
== Referensi ==
{{Reflist}}
* Buku Panduan Pasarean Imogiri

* [http://wisatamelayu.com/id/opinion-109-berburu-sejarah-berebut-berkah-dari-makam-imogiri.html Berburu Sejarah, Berebut Berkah dari Makam Imogiri, WisataMelayu.com]
== Bacaan lebih lanjut ==
{{Commonscat|Imogiri}}
* {{citation|title=Riwayat Pasarean Imogiri Mataram|last=Martohastono|first=R. Ng.|year=1956|publisher=Brosur – Buku saku|location=Yogyakarta|language=id}}
* {{citation|title=Skema Makam Raja-Raja di Imogiri|last=Djagapuraya|first=R. W.|year=1976|publisher=Brosur – Buku saku|location=Yogyakarta|language=id}}
* {{citation|title=The Royal Cemetery of Imogiri|last=Suroso|first=Supriyono T|year=n.d.|publisher=Guide book|location=Yogyakarta|language=en}}

== Pranala luar ==
* [https://www.findagrave.com/cemetery/2692616/memorial-search?page=1#sr-221799004 Javanese Royal Graveyard of Imogiri] (dalam bahasa Inggris)

{{coord|7|55|S|110|23|E|region:ID|display=title}}


{{Topik Yogyakarta}}
== Lihat Pula ==
* [[Kesultanan Yogyakarta]]
* [[Kasunanan Surakarta]]
* [[Kerajaan Mataram Islam]]
* [[Makam Kotagede]]
* [[Makam Giriloyo]], Imogiri


[[Kategori:Yogyakarta]]
[[Kategori:Cagar budaya di Bantul]]
[[Kategori:Tempat wisata di Yogyakarta]]
[[Kategori:Bangunan bersejarah di Bantul]]
[[Kategori:Arsitektur Jawa]]
[[Kategori:Makam di Yogyakarta]]
[[Kategori:Makam di Indonesia]]
[[Kategori:Makam di Indonesia]]

Revisi terkini sejak 10 Juli 2024 04.47

Astana Pajimatan Himagiri
  • ꦥꦱꦫꦺꦪꦤ꧀ꦢꦊꦩ꧀ꦥꦫꦤꦠ ꦲꦱꦠꦤꦥꦗꦶꦩꦠꦤ꧀ꦲꦶꦩꦓꦶꦫꦶ
  • Pasarean Dalem Para Nata Astana Pajimatan Himagiri
Astana Pajimatan Himagiri berada di Bukit Merak ca 1890
Peta
Details
Didirikan1632
Lokasi
NegaraIndonesia
JenisMakam kerajaan
GayaMakam berteras
PemilikKesunanan Surakarta Hadiningrat dan Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat
Cagar budaya Indonesia
Kompleks Makam Imogiri
Peringkatn/a
KategoriSitus
No. RegnasCB.1449
Lokasi
keberadaan
Kalurahan Wukirsari, Kapanewon Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta
No. SKSK Menteri PM.89/PW.007/MKP/2011
Tanggal SK17 Oktober 2011
Koordinat7°55′13″S 110°23′45″E / 7.920163°S 110.395828°E / -7.920163; 110.395828
Astana Pajimatan Himagiri di Kabupaten Bantul
Astana Pajimatan Himagiri
Astana Pajimatan Himagiri
Lokasi Astana Pajimatan Himagiri di Kabupaten Bantul
Astana Pajimatan Himagiri di Jawa
Astana Pajimatan Himagiri
Lokasi Astana Pajimatan Himagiri di Kabupaten Bantul
Nama sebagaimana tercantum dalam
Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya

Astana Pajimatan Himagiri (bahasa Jawa: ꦥꦱꦫꦺꦪꦤ꧀ꦢꦊꦩ꧀ꦥꦫꦤꦠ ꦲꦱꦠꦤꦥꦗꦶꦩꦠꦤ꧀ꦲꦶꦩꦓꦶꦫꦶ, translit. Pasaréan Dalêm Para Nata Astana Pajimatan Himagiri) adalah kompleks pemakaman yang berlokasi di Kalurahan Wukirsari, Kapanewon Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.[1] Kompleks pemakaman ini merupakan tempat pemakaman bagi penguasa monarki dari wangsa Mataram beserta keluarga dan kerabatnya.

Terminologi

[sunting | sunting sumber]

Nama "Astana Pajimatan Himagiri" terdiri dari tiga kata yaitu: astana (Sanskerta: sthāna berarti "tempat")[2], pajimatan (Jawa: pajimatan berarti "penyakralan")[3] dan himagiri yang berarti "gunung berkabut".[4]

Himagiri diambil dari bahasa Sanskerta hima dan giri (hima berarti "salju/kabut" dan giri berarti "gunung/bukit").[4] Himagiri juga dipadankan dengan nama lain untuk Himalaya. Dengan demikian Astana Pajimatan Himagiri bermakna sebagai "tempat penyakralan gunung berkabut".

Pemakaman kerajaan terdahulu berada di Pasarean Mataram. Sedangkan Astana Pajimatan Himagiri dibangun di atas bukit Merak oleh Sultan Agung pada dekade keempat abad ke-17, pembangunannya dimulai pada tahun 1632.[5]

Pembangunan kompleks Astana Pajimatan Himagiri dipimpin oleh Tumenggung Citrakusuma, arsitekturnya merupakan perpaduan budaya Jawa-Islam. Struktur bangunan yang berada di area pemakaman merupakan ciri utama arsitektur Jawa pra-Islam. Kompleks pemakaman ini terletak di sebuah bukit yang bernama Merak dengan ketinggian sekitar 100 meter di atas permukaan laut.[6]

Sebelum membangun pemakaman baru di bukit Merak, Sultan Agung awalnya memerintahkan membangun kembali pemakaman di Girilaya, yang merupakan tempat pemakaman keluarganya. Orang yang dipercaya untuk membangun pemakaman tersebut adalah Panembahan Juminah yang merupakan paman Sultan Agung. Setelah pembangunan tersebut selesai, Panembahan Juminah wafat. Untuk menghormati jasanya, maka Sultan Agung memerintahkan agar pamannya dimakamkan di Girilaya.[7]

Adapun tokoh yang dimakamkan di Girilaya adalah Ki Ageng Giring, Ki Ageng Sentong, Panembahan Girilaya (mertua Sultan Agung), Dyah Banawati (ibu Sultan Agung) dan Panembahan Juminah (paman Sultan Agung).[8] Oleh karena Girilaya telah digunakan sebagai tempat pemakaman keluarga, Sultan Agung berencana membangun pemakaman untuk keturunannya di bukit Merak yang berada di selatan Girilaya.[9]

Pemilihan bukit Merak sebagai lokasi pemakaman tidak dapat dilepaskan dari konsep masyarakat Jawa yang memandang gunung dan bukit atau dataran yang lebih tinggi sebagai suatu tempat yang sakral dan menjadi penghubung manusia kepada tuhan. Bukit Merak dipercaya memiliki kekuatan magis dan sakral.[10] Hal tersebut sebagai konstruksi intelektual yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan manusia terhadap hal-hal yang bersifat religius.[11]

Sultan Agung wafat pada tahun 1646 dan menjadi raja pertama yang dimakamkan di Astana Pajimatan Himagiri, kemudian penerus wangsa Mataram dan keturunannya juga turut dimakamkan di sini.[12] Hingga pasca Perjanjian Giyanti pada tahun 1755, yang membagi Mataram menjadi Surakarta dan Yogyakarta, maka raja, keluarga dan kerabatnya dimakamkan di Astana Pajimatan Himagiri. Di sisi barat menjadi lokasi pemakaman raja-raja dari Surakarta, sedangkan di sisi timur menjadi lokasi pemakaman raja-raja dari Yogyakarta.[13]

Astana Pajimatan Himagiri termasuk jaringan tradisi ziarah masyarakat Jawa ke lokasi makam-makam leluhur. Hal ini menjadikan pemakaman ini sebagai salah satu destinasi utama wisata religi yang umum dilakukan oleh masyarakat Jawa.[14] Kompleks pemakaman ini dikelola oleh Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta dengan menempatkan para abdi dalem yang menjaga pemakaman dan dikelola secara bersama.[13]

Tata letak

[sunting | sunting sumber]

Area pemakaman di Astana Pajimatan Himagiri dibagi menjadi tiga kompleks utama; kompleks makam raja-raja Mataram berada di sisi utara paling atas, kompleks makam raja-raja Surakarta berada di sisi barat dan kompleks makam raja-raja Yogyakarta berada di sisi timur. Di kompleks makam raja-raja Mataram terdapat dua bagian yaitu Astana Kasultanagungan dan Astana Pakubuwanan. Di kompleks makam raja-raja Surakarta terdapat tiga bagian yaitu Astana Kaswargan, Astana Kapingsangan dan Astana Girimulya. Di kompleks makam raja-raja Yogyakarta terdapat tiga bagian yaitu Astana Kaswargan, Astana Besiyaran dan Astana Saptarengga.[13]

Di area pemakaman ini juga terdapat lokasi makam seorang pengkhianat, bernama Tumenggung Endranata dengan makam di tiga bagian yang terpisah; di beberapa bagian dari ke-409 anak tangga, di sekitar Gapura Supit Urang dan di kolam sisi kanannya. Tumenggung Endranata sendiri disebut berkhianat karena membocorkan rencana penyerbuan di Batavia.[15]

Berkaitan dengan Tumenggung Endranata, sejarawan de Graaf mendeskripsikannya sebagai seorang pengkhianat namun bukan dalam konteks penyerbuan Mataram di Batavia. Ia dihukum mati setelah selesainya pemberontakan Adipati Pragola II. Alasan dari penjatuhan hukuman mati tersebut karena janda Adipati Pragola II melapor kepada Sultan Agung bahwa Tumenggung Endranata sesungguhnya menjadi penghasut dalam konflik pemberontakan Adipati Pragola II.[12]

Astana Pajimatan Himagiri terdiri atas beberapa halaman makam. Setiap astana, masing-masing memiliki tiga halaman. Tempat pemakaman raja berada di halaman paling atas beserta istri dan juga keluarganya, halaman kedua berada di tengah dan halaman terbawah merupakan halaman persiapan bagi peziarah. Tiap halaman dihubungkan dengan sebuah gapura.[16] Di dalam kompleks Astana Pajimatan Himagiri juga terdapat berbagai komponen bangunan di antaranya adalah:

Tangga menuju kompleks Astana Pajimatan Himagiri (sekitar 1935).

Sebelum memasuki pemakaman, terdapat banyak anak tangga yang lebarnya sekitar 4 meter dengan kemiringan 45 derajat menghubungkan pemukiman dengan pemakaman. Anak tangga di Astana Pajimatan Himagiri kurang lebih berjumlah 446. Setiap bagian anak tangga memiliki arti dan makna tertentu, sebagai berikut:[8]

  • Anak tangga dari pemukiman penduduk menuju area dekat Masjid Pajimatan Himagiri berjumlah 32. Jumlah anak tangga ini menandakan Astana Pajimatan Himagiri yang dibangun pada tahun 1632.
  • Anak tangga dari area dekat Masjid Pajimatan Himagiri menuju pekarangan Masjid Pajimatan Himagiri berjumlah 13. Jumlah anak tangga ini melambangkan kenaikan takhta Sultan Agung Anyakrakusuma sebagai raja Mataram pada tahun 1613.
  • Anak tangga dari pekarangan Masjid Pajimatan Himagiri menuju tangga terpanjang berjumlah 46. Jumlah anak tangga ini menandakan kemangkatan Sultan Agung pada tahun 1646.
  • Anak tangga terpanjang berjumlah 346. Jumlah anak tangga ini menandakan Astana Pajimatan Himagiri yang dibangun secara bertahap selama 346 tahun.
  • Anak tangga di sekitar kolam berjumlah 9. Jumlah anak tangga ini melambangkan 9 anggota Walisanga.

Astana Pajimatan Himagiri dilengkapi dengan masjid di sisi barat pelataran menuju tangga pemakaman. Masjid ini disebut Masjid Pajimatan Himagiri yang digunakan sebagai tempat ibadah oleh para abdi dalem saat sedang bertugas di sana. Ruang utama masjid memiliki luas sekitar 10x6 meter persegi. Bagian serambi memiliki ukuran sekitar 6x3 meter persegi. Masjid ini memiliki halaman seluas kurang lebih 80 meter persegi.[17]

Bangsal dapat di jumpai di area pemakaman dan juga di depan masjid. Bangsal adalah bangunan terbuka yang memiliki deretan penyangga (saka guru) namun tidak memiliki dinding. Bangsal di Astana Pajimatan Himagiri digunakan oleh para abdi dalem untuk menjalankan tugasnya. Di samping itu bangsal juga sering digunakan untuk tempat menunggu oleh para peziarah yang sedang berziarah ke makam.[16]

Kelir adalah bangunan kecil berbentuk pagar bertembok di area pintu masuk tiap halaman. Kelir berfungsi sebagai penghalang agar pandangan orang tidak melihat langsung ke dalam. Di Astana Pajimatan Himagiri terdapat empat bangunan kelir, yaitu kelir di Gapura Supit Urang, kelir di Regol Sri Manganti I, kelir di Regol Sri Manganti II dan kelir di Gapura Papak.[16]

Serangkaian halaman terbuka di Astana Pajimatan Himagiri disebut dengan pelataran. Setiap pelataran dihubungkan dengan regol sebagai pembatas antara masing-masing pelataran. Regol merujuk kepada bangunan beratap yang berfungsi sebagai pintu masuk yang menghubungkan satu kompleks halaman ke kompleks halaman yang lain.[16]

Untuk menuju ke atas Astana Pajimatan Himagiri terdapat gapura yang bernama Gapura Supit Urang. Supit Urang adalah nama strategi perang Mataram yang dilakukan dengan cara mengepung musuh secara rangkap dari kedua sisi, sehingga musuh benar-benar terkurung membentuk pola seperti udang. Gapura Supit Urang secara simbolik merupakan gapura utama untuk masuk ke semua area pemakaman. Kedelapan astana yang ada di kompleks Astana Pajimatan Himagiri masing-masing memiliki gapura sebagai akses masuknya.[16]

Denah pemakaman di Astana Pajimatan Himagiri

Daftar berikut adalah urutan pembagian kompleks makam di Astana Pajimatan Himagiri. Pada mulanya penguasa Mataram berada di bagian yang sama, setelah kerajaan terpecah bagian untuk penguasa Surakarta dan Yogyakarta dipisahkan.

Makam raja-raja Mataram

[sunting | sunting sumber]

Kompleks makam raja-raja Mataram dibagi menjadi dua bagian yang terdiri dari:

Astana Kasultanagungan

[sunting | sunting sumber]

Astana Pakubuwanan

[sunting | sunting sumber]

Makam raja-raja Surakarta

[sunting | sunting sumber]

Kompleks makam raja-raja Surakarta dibagi menjadi tiga bagian yang terdiri dari:

Astana Kaswargan Surakarta

[sunting | sunting sumber]

Astana Kapingsangan Surakarta

[sunting | sunting sumber]

Astana Girimulya Surakarta

[sunting | sunting sumber]

Makam raja-raja Yogyakarta

[sunting | sunting sumber]

Kompleks makam raja-raja Yogyakarta dibagi menjadi tiga bagian yang terdiri dari:

Astana Kaswargan Yogyakarta

[sunting | sunting sumber]

Astana Besiyaran Yogyakarta

[sunting | sunting sumber]

Astana Saptarengga Yogyakarta

[sunting | sunting sumber]

Budaya dan tradisi

[sunting | sunting sumber]

Terdapat tiga tradisi yang biasa dilakukan di Astana Pajimatan Himagiri di antaranya adalah Nawu Enceh, Kirab Budaya Ngarak Siwur, dan Nyadran.[18] Prosesi masing-masing tradisi tersebut adalah sebagai berikut:

Nawu Enceh

[sunting | sunting sumber]

Nawu Enceh adalah upacara menguras air gentong dengan tujuan membersihkan gentong yang ada di depan makam Sultan Agung. Tradisi ini dilakukan pada setiap bulan Sura pada hari Jumat Kliwon.[18] Acara tersebut dimulai dengan pembacaan doa oleh juru kunci makam. Doa dipanjatkan kepada Allah untuk para leluhur yang telah meninggal dunia.[19]

Ngarak Siwur

[sunting | sunting sumber]

Ngarak Siwur adalah kirab budaya yang masih berhubungan dengan tradisi Nawu Enceh. Kirab Budaya dilakukan sebelum upacara Nawu Enceh yaitu pada hari Kamis Wage di sore hari.[18] Kirab budaya ini menitik beratkan pada ngarak atau mempawaikan siwur yaitu alat yang digunakan untuk mengambil air di dalam tempayan yang terbuat dari tempurung kelapa berjumlah dua buah dari masing-masing karaton (Surakarta dan Yogyakarta).[19]

Nyadran Karaton

[sunting | sunting sumber]

Nyadran Karaton adalah serangkaian upacara adat yang dilakukan oleh masing-masing karaton (Surakarta dan Yogyakarta) pada saat bulan Ruwah untuk mengucapkan rasa syukur yang dilakukan secara kolektif dengan mengunjungi dan mendoakan leluhur yang telah meninggal. Upacara adat ini melibatkan abdi dalem, santana dalem dan pangageng karaton.[18]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Kemendikbudristek (2022), Kompleks Makam Imogiri, kemdikbud.go.id, diakses tanggal 20 April 2022 
  2. ^ Turner, Ralph Lilley (1969–1985), "sthāna" (dalam bahasa Inggris), A Comparative Dictionary of the Indo-Aryan Languages, Oxford University Press, diakses tanggal 5 Februari 2022 
  3. ^ Poerwadarminta, W.J.S (1939). Baoesastra Djawa (dalam bahasa Jawa). Batavia: J.B. Wolters. ISBN 0834803496. 
  4. ^ a b Turner, Ralph Lilley (1969–1985), "hima" and "giri" (dalam bahasa Inggris), A Comparative Dictionary of the Indo-Aryan Languages, Oxford University Press, diakses tanggal 5 Februari 2022
  5. ^ Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi D.I. Yogyakarta (2022), Kompleks Makam Imogiri, kemdikbud.go.id, diakses tanggal 20 April 2022 
  6. ^ Gunawan, Arif; Wibowo, Nugroho B. (2013). "Spatial Analysis to Predict Conservation Heritage's Damage of "Imogiri Graves" by using Microtremor Measurements". Jurnal Tata Kota dan Daerah (dalam bahasa Inggris). 5. 
  7. ^ Mandoyokusumo, K.R.T. (1976), The history of graves of the kings at Imogiri (dalam bahasa Inggris), s.n, diakses tanggal 20 April 2022 
  8. ^ a b Suaka Peninggalan Sejarah Purbakala DIY (1995), Laporan Pendokumentasian Situs Giriloyo, Imogiri, Bantul, Yogyakarta 
  9. ^ Sumartono, D. A. (2019), Catatan Silam Pajimatan Imogiri, Yogyakarta: Mayangkara, hlm. 24 
  10. ^ Heins, M. (2004), Karaton Surakarta (edisi ke-1), Yayasan Pawiyatan Kabudayaan Karaton Surakarta Hadiningrat, ISBN 978-979-98586-0-3 
  11. ^ Herusatoto, Budiono (2008). Simbolisme Jawa. Yogyakarta: Ombak. hlm. 215. ISBN 9789793472904. 
  12. ^ a b de Graaf, H.J. (1986). Puncak Kekuasaan Mataram: Politik Ekspansi Sultan Agung. Jakarta: Pustaka Grafiti Pers. 
  13. ^ a b c Chawari, Muhammad (2008). "Studi Kelayakan Arkeologi di Kompleks Makam Imogiri Yogyakarta". Berkala Arkeologi. 28 (1). doi:10.30883/jba.v28i1.355. 
  14. ^ Mumfangati, Titi (2007). "Tradisi Ziarah Makam Leluhur Pada Masyarakat Jawa". Jantra. 3 (3): 223. ISSN 1907-9605. 
  15. ^ Moedjanto, G. (1986). The Concept of Power in Javanese Culture (dalam bahasa Inggris). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. hlm. 220. ISBN 9789794200247. 
  16. ^ a b c d e Adrisijanti, I. (2000). Arkeologi Perkotaan Mataram Islam. Yogyakarta: Jendela. hlm. 343. ISBN 9799597846. 
  17. ^ Adrisijanti, I. (1973), Kekunoan Islam di Imagiri, Tinjauan Terhadap Seni Bangun dan Seni Hiasnya, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press 
  18. ^ a b c d Purwadi (2005). Upacara Tradisional Jawa: Menggali Untaian Kearifan Lokal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hlm. 253. ISBN 9793721863. 
  19. ^ a b Haribowo, Yandhika (2017). "The Symbolic Meaning of Carnival Culture in Imogiri". Bening. 6 (1): 8. 

Bacaan lebih lanjut

[sunting | sunting sumber]
  • Martohastono, R. Ng. (1956), Riwayat Pasarean Imogiri Mataram, Yogyakarta: Brosur – Buku saku 
  • Djagapuraya, R. W. (1976), Skema Makam Raja-Raja di Imogiri, Yogyakarta: Brosur – Buku saku 
  • Suroso, Supriyono T (n.d.), The Royal Cemetery of Imogiri (dalam bahasa Inggris), Yogyakarta: Guide book 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]

7°55′S 110°23′E / 7.917°S 110.383°E / -7.917; 110.383