Kesultanan Johor: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Pengembalian manual Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
kTidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 127: | Baris 127: | ||
| 1677-1685 || [[Ibrahim Syah dari Johor|Sultan Ibrahim Syah]] || |
| 1677-1685 || [[Ibrahim Syah dari Johor|Sultan Ibrahim Syah]] || |
||
|- |
|- |
||
| 1685-1699 || |
| 1685-1699 || Sultan Mahmud Syah II || |
||
|- |
|- |
||
| 1699-1718 || Masa peralihan || Klaim [[Raja Kecil]] sebagai pewaris sah tahta Johor |
| 1699-1718 || Masa peralihan || Klaim [[Raja Kecil]] sebagai pewaris sah tahta Johor |
Revisi per 14 Juli 2024 23.16
Kesultanan Johor کسلطانن جوهر | |||||||||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
1528–1855 | |||||||||||||||||||
Peta yang menunjukkan pembagian Kesultanan Johor sebelum dan sesudah Perjanjian Inggris-Belanda tahun 1824, dengan Kesultanan Johor pasca-partisi ditampilkan dalam warna ungu paling terang, di ujung Semenanjung Malaya
[1] | |||||||||||||||||||
Ibu kota |
| ||||||||||||||||||
Bahasa yang umum digunakan | Melayu | ||||||||||||||||||
Agama | Islam Sunni | ||||||||||||||||||
Pemerintahan | Monarki | ||||||||||||||||||
Sultan | |||||||||||||||||||
• 1528–1564 | Alauddin Riayat Shah II | ||||||||||||||||||
• 1835–1855 | Ali Iskandar | ||||||||||||||||||
Bendahara | |||||||||||||||||||
• 1513–1520 | Tun Khoja Ahmad | ||||||||||||||||||
• 1806–1857 | Tun Ali | ||||||||||||||||||
Sejarah | |||||||||||||||||||
• Didirikan | 1528 | ||||||||||||||||||
• Dibubarkan | 1855 | ||||||||||||||||||
Mata uang | Tin ingot, koin emas dan perak asli | ||||||||||||||||||
| |||||||||||||||||||
Sekarang bagian dari | Malaysia Indonesia Singapore | ||||||||||||||||||
Bagian dari seri artikel mengenai |
Sejarah Malaysia |
---|
Kesultanan Johor-Riau (Melayu:کسلطانن جوهر رياو) atau Kesultanan Johor Lama, Johor Empire, atau turut juga disebut Kemaharajaan Melayu adalah sebuah kesultanan Melayu berlandaskan Islam yang didirikan oleh Sultan Alauddin Riayat Syah II pada tahun 1528, putra dari Sultan Mahmud Syah I, Raja terakhir Kesultanan Melaka.
Pada puncak kejayaannya kerajaan ini memerintah kawasan yang saat ini meliputi beberapa wilayah di Indonesia, Malaysia dan Singapura. Yakni mencakup Johor, Pahang, Terengganu, Selangor, Negeri Sembilan, Tanjung Tuan Melaka, Muar, Batu Pahat, Singapura, Pulau Tinggi, Kepulauan Karimun, Kepulauan Bintan, Bulang, Lingga, Bunguran, Bengkalis, Kampar, Siak, Jambi dan pulau-pulau lain di lepas pantai timur Semenanjung Malaya.
Dalam perjalanan sejarahnya, ibukota Johor-Riau kerap berpindah-pindah karena berbagai alasan. Mulai dari Kota Kara (Bintan), Pekantua (Riau), Sayong Pinang (Malaysia), Johor Lama (Malaysia), Daik, Lingga, Tanjung Pinang, Singapura dan lainnya.
Semasa zaman penjajahan, beberapa wilayah Johor di bagian semenanjung Malaysia dijajah oleh Inggris, sementara beberapa wilayah Johor di Riau dijajah oleh Belanda. Inilah yang dikemudian hari menyebabkan pemisahan antara Johor dan Riau, dimana pada saat ini wilayah Johor di Semenanjung Malaysia menjadi bagian dari Negara Malaysia, sedangkan wilayah Johor di Riau menjadi wilayah dari Indonesia.
Berdirinya kerajaan Johor-Riau tidak terlepas dari runtuhnya Kesultanan Melaka. Pada tahun 1511, Melaka runtuh ditangan Portugis dan Sultan Mahmud Syah I yang ketika itu memerintah Melaka melarikan diri ke Pahang, lalu ke Bentan atau Pulau Bintan dan mendirikan pusat pemerintahan baru bernama Kota Kara.
Di Pulau Bintan, Sultan Mahmud Shah berusaha untuk membangunkan kekuatan kembali dengan mengumpulkan semua prajurit terlatihnya. Beberapa serangan dan boikot jalur perdagangan dilakukan terhadap Portugis. Usaha itu membuat Portugis yang telah menguasai Melaka mengalami banyak kerugian. Portugis muka dan pada tahun 1526,
Pedro Mascarenhaas memimpin angkatan laut Portugis untuk menyerang Kota Kara di Bintan. Angkatan laut Portugis yang kuat tidak mampu dikalahkan oleh Sultan Mahmud Syah. Sultan dilarikan oleh orang-orang kepercayaannya keluar Pulau Bintan dengan melintasi Selat Melaka dari Bintan menuju Pekantua Kampar, tepatnya di wilayah Kabupaten Pelalawan saat ini dan wafat disana. Dengan wafatnya Sultan Mahmud Syah I, berakhirlah riwayat trah Sri Parameswara memerintah Melaka.
Sultan Mahmud Syah wafat dengan meninggalkan beberapa orang putra dan putri, diantaranya adalah Sultan Mudzaffar yang mendirikan kerajaan Perak, dan Sultan Ali yang mendirikan kerajaan Johor-Riau.
Sultan Mudzaffar dan keturunannya terus menerus menjadi penguasa Kesultanan Perak, sementara Sultan Ali dan keturunannya terus menerus menjadi penguasa Kesultanan Johor-Riau.
Daftar raja Johor
Berikut daftar raja Johor
Periode | Nama Raja | Catatan dan peristiwa penting | ||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
1528-1564 | Sultan Alauddin Syah* | |||||||||||
1564-1570 | Sultan Muzaffar Syah* | |||||||||||
1570-1597 | Sultan Abdul Jalil Syah* | Serangan Portugis pada 1587 | ||||||||||
1597-1615 | Sultan Alauddin Syah II* | Serangan Portugis tahun 1604, membuat perjanjian dengan VOC tahun 1606 | ||||||||||
1613-1615 | Masa peralihan | Penaklukan Kesultanan Aceh tahun 1613 | ||||||||||
1615-1623 | Sultan Abdullah Ma'ayat Syah | Di bawah pengaruh Kesultanan Aceh | ||||||||||
1623-1673 | Sultan Abdul Jalil Syah II | Melepaskan diri dari Aceh selepas mangkatnya Sultan Iskandar Muda | ||||||||||
1673-1677 | Masa peralihan | Penaklukan Jambi tahun 1673 | ||||||||||
1677-1685 | Sultan Ibrahim Syah | |||||||||||
1685-1699 | Sultan Mahmud Syah II | |||||||||||
1699-1718 | Masa peralihan | Klaim Raja Kecil sebagai pewaris sah tahta Johor | ||||||||||
1718-1722 | Raja Kecil | |||||||||||
1722-1728 | Masa peralihan | Pemberontakan Raja Sulaiman, Raja Kecil pindah ke Siak | ||||||||||
1728-1760 | Raja Sulaiman | Bendahara Johor | ||||||||||
1760-1770 | Masa peralihan | Penaklukan Raja Ismail | ||||||||||
1770-1779 | Sultan Abdul Jalil Muazzam Syah Raja Muhammad Ali |
Raja Siak | ||||||||||
1779-1781 | Raja Ismail | |||||||||||
1781-1791 | Raja Yahya | |||||||||||
1791-1811 | Sultan Sayyid Ali | |||||||||||
1811-1818 | Sultan Sayyid Ibrahim | |||||||||||
1818-1819 | Masa peralihan | Siak melepaskan diri dari Johor, kemudian diperebutkan Inggris di Singapura dan Belanda di Tanjungpinang | ||||||||||
1819-1824 | Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah** Sultan Husain*** |
Johor diklaim oleh 2 raja | ||||||||||
1824-1855 | Masa peralihan | Johor menjadi wilayah jajahan Inggris**** | ||||||||||
1855-1862 | Daeng Ibrahim | Tumenggung Johor***** | ||||||||||
1862-1895 | Sultan Abu Bakar ibni Daeng Ibrahim | |||||||||||
1895-1959 | Sultan Ibrahim ibni Sultan Abu Bakar | Kemerdekaan Malaysia, Johor menjadi bagian dari Malaysia | ||||||||||
1959-1981 | Sultan Ismail ibni Sultan Ibrahim | |||||||||||
1981-2010 | Sultan Iskandar ibni Sultan Ismail | |||||||||||
2010-sekarang | Sultan Ibrahim Ismail ibni Sultan Iskandar | |||||||||||
Catatan: * Berdasarkan Sulalatus Salatin versi Raffles. ** Raja Lingga di bawah perlindungan Belanda. *** Raja Singapura di bawah perlindungan Inggris. **** Pengaruh Perjanjian London tahun 1824. ***** Diangkat oleh Inggris menjadi raja di Johor. |
Catatan kaki
- ^ Turner, Peter; Hugh Finlay (1996). Malaysia, Singapore and Brunei. Lonely Planet. ISBN 978-0-86442-393-1.