Lompat ke isi

Fatimah az-Zahra

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Fatimah Az-Zahra binti Muhammad
Fatimah Az-Zahra
NamaFatimah Az-Zahra binti Muhammad
Nasab
Jalur ayah
Muhammad bin Abdullah bin Abdul Mutthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Lu'ay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin An-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan bin Ismail bin Ibrahim[1]
Lahir20 Jumadil Akhirah 5 tahun setelah kenabian, H / tahun 606
Mekkah
MeninggalSelasa tanggal 13 Ramadhan tahun 11 H / 632
Madinah
Penyebab kematianSakit
Dimakamkan diJannatul Baqi
KebangsaanIslam (sebagai kerajaan Teokrasi).
EtnisArab, suku Quraisy, Bani Hasyim
ZamanPra Hijriah - Abad pertama Hijriah
Wilayah aktifJazirah Arab
Dipengaruhi  oleh
KeturunanHasan bin Ali
Husain bin Ali
Zainab binti Ali
Ummu Kultsum binti Ali
Muhsin bin Ali
Orang tuaMuhammad
Khadijah binti Khuwailid

Fatimah binti Muhammad (606/614 - 632) atau lebih dikenal dengan Fatimah az-Zahra (Fatimah yang selalu berseri) (Bahasa Arab: فاطمة الزهراء) putri bungsu Nabi Muhammad dari perkawinannya dengan istri pertamanya, Khadijah.

Kelahiran & Kehidupan Keluarga

Kelahiran & Kematian

Pemimpin wanita pada masanya ini adalah putri ke 4 dari anak anak Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam, dan ibunya adalah Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwalid. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa ta’ala menghendaki kelahiran Fatimah yang mendekati tahun ke 5 sebelum Muhammad diangkat menjadi Rasul, bertepatan dengan peristiwa besar yaitu ditunjuknya Rasulullah sebagai penengah ketika terjadi perselisihan antara suku Quraisy tentang siapa yang berhak meletakan kembali Hajar Aswad setelah Ka’bah diperbaharui. Dengan kecerdasan akalnya baginda mampu memecahkan persoalan yang hampir menjadikan peperangan di antara kabilah-kabilah yang ada di Makkah.

Kelahiran Fatimah disambut gembira oleh Rasulullahu alaihi wassalam dengan memberikan nama Fatimah dan julukannya Az-Zahra, sedangkan kunyahnya adalah Ummu Abiha (Ibu dari bapaknya).

Ia putri yang mirip dengan ayahnya, Ia tumbuh dewasa dan ketika menginjak usia 5 tahun terjadi peristiwa besar terhadap ayahnya yaitu turunnya wahyu dan tugas berat yang diemban oleh ayahnya. Dan ia juga menyaksikan kaum kafir melancarkan gangguan kepada ayahnya. sampai cobaan yang berat dengan meninggal ibunya Khadijah. Ia pun sangat sedih dengan kematian ibunya.

Rasulullah sangat menyayangi Fatimah, setelah Rasulullah bepergian ia lebih dulu menemui Fatimah sebelum menemui istri istrinya. Aisyah berkata,” Aku tidak melihat seseorang yang perkataannya dan pembicaraannya yang menyerupai Rasulullah selain Fatimah, jika ia datang mengunjungi Rasulullah, Rasulullah berdiri lalu menciumnya dan menyambut dengan hangat, begitu juga sebaliknya yang diperbuat Fatimah bila Rasulullah datang mengunjunginya”.

Rasulullah mengungkapkan rasa cintanya kepada putrinya takala diatas mimbar:” Sungguh Fatimah bagian dariku, Siapa yang membuatnya marah berarti membuat aku marah”. Dan dalam riwayat lain disebutkan,” Fatimah bagian dariku, aku merasa terganggu bila ia diganggu dan aku merasa sakit jika ia disakiti”.

Setelah Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam menjalankan haji wada’ dan ketika ia melihat Fatimah, baginda menemuinya dengan ramah sambil berkata,” Selamat datang wahai putriku”. Lalu baginda menyuruh duduk disamping kanannya dan membisikkan sesuatu, sehingga Fatimah menangis dengan tangisan yang keras, tatkala Fatimah sedih lalu baginda membisikkan sesuatu kepadanya yang menyebabkan Fatimah tersenyum.

Tatkala Aisyah bertanya tentang apa yang dibisikannya lalu Fatimah menjawab,” Saya tak ingin membuka rahasia”. Setelah Rasulullah wafat, Aisyah bertanya lagi kepada Fatimah tentang apa yang dibisikan Rasulullah kepadanya sehingga membuat Fatimah menangis dan tersenyum. Lalu Fatimah menjawab, ”Adapun yang baginda katakan kepadaku pertama kali adalah baginda memberitahu bahwa sesungguhnya Jibril telah membacakan al-Qur’an dengan hafalan kepada baginda setiap tahun sekali, sekarang dia membacakannya setahun 2 kali, lalu baginda berkata, “Sungguh Aku melihat ajalku telah dekat, maka bertakwalah dan bersabarlah, sebaik-baiknya Salaf (pendahulu) untukmu adalah Aku”. Maka akupun menangis yang engkau lihat saat kesedihanku. Dan saat baginda membisikan yang kedua kali, baginda berkata, ”Wahai Fatimah apakah engkau tidak suka menjadi penghulu wanita-wanita penghuni surga dan engkau adalah orang pertama dari keluargaku yang akan menyusulku”. Kemudian saya tertawa.

Tatkala 6 bulan sejak wafatnya Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam, Fatimah jatuh sakit, namun ia merasa gembira karena kabar gembira yang diterima dari ayahnya. Tak lama kemudian iapun beralih ke sisi Tuhannya pada malam Selasa tanggal 13 Ramadhan tahun 11 H dalam usia 27 tahun.

Keluarga


Pernikahan

Ketika usianya beranjak dewasa, Fatimah Az-Zahra dipersunting oleh salah satu sepupu, sahabat sekaligus orang kepercayaan Rasulullah, Ali bin Abi Thalib.

Pada hari itu pula para penghuni langit bergembira melihat pernikahan Ali dan fatimah.Sungguh pernikahan yang sangat indah, dengan bermahar baju besi yang dahulu di berikan oleh rasulullah kepada ali, kini menjadi mahar untuk anaknya. Di antara sahabat yang melamar az-Zahra adalah Abu Bakar dan Umar, akan tetapi Nabi SAW menolak dengan cara yang halus.[5] Kemudian Ali bin Abi Thalib r.a. mencoba mendatangi Nabi untuk meminang Fathimah. Ali bercerita:

Aku ingin mendatangi Rasulullah SAW untuk meminang putri beliau yaitu Fathimah. Aku berkata, “Demi Allah aku tidak memiliki apa-apa.” Kemudian aku ingat akan kebaikan beliau SAW maka aku beranikan diri untuk meminangnya. Nabi SAW bersabda kepadaku, “Apakah kamu memiliki sesuatu?”

Aku berkata, “Tidak ya Rasulullah.” Kemudian beliau bertanya, “Lantas di manakah baju besi al-Khuthaimah yang pernah aku berikan kepadamu pada hari lalu?” “Masih aku bawa ya Rasulullah.” Jawabku. Selanjutnya Nabi SAW bersabda, “Berikanlah barang itu kepada Fathimah sebagai mahar.”[6] Segeralah Ali pergi dan sebentar kemudian datang dengan membawa baju besi. Rasulullah SAW memerintahkan kepada beliau untuk menjualnya, kemudian hasilnya sebagai perlengkapan pernikahan.[7] Akhirnya baju besi tersebut dibeli oleh Utsman bin ‘Affan r.a. dengan harga 470 dirham. Lalu Ali menyerahkan uang tersebut kepada Rasulullah SAW. Maka, beliau menyerahkan sebagian uang tersebut kepada bilal untuk dibelikan parfum dan wewangian, sedangkan sisanya diserahkan kepada Ummu Salamah r.a. untuk dibelikan perlengkapan pengantin.

Selanjutnya, Nabi SAW mengundang para sahabat dan mempersaksikan kepada mereka bahwa beliau telah menikahkan putrinya Fathimah dan Ali bin Abi Thalib dengan mahar 400 mitsqal perak menurut sunnah yang lurus dan berdasarkan faridhah yang wajib. Beliau mengakhiri khotbah nikahnya dengan memohonkan barakah kepada Allah bagi kedua mempelai serta mendoakan mereka agar menjadi keluarga yang shalih. Setelah itu beliau menyambut para tamu yakni para sahabat yang mulia yang tersedia di hadapan mereka dengan buah kurma.[8]

Pada malam pernikahan az-Zahra bersama Farisul Islam Ali bin Abi Thalib, Rasulullah SAW memerintahkan Ummu Salamah agar membawa pengantin putri ke rumah Ali bin Abi Thalib yang telah dipersiapkan sebagai tempat tinggal mereka berdua, dan beliau meminta agar mereka berdua menunggu beliau di sana.

Setelah shalat Isya’, Rasulullah SAW mendatangi keduanya, kemudian beliau meminta diambilkan air dan beliau berwudhu dengannya lalu menuangkan air tersebut kepada mereka berdua seraya berdoa:

“Ya Allah berkahilah keduanya, berikanlah barakah atas mereka dan berkahilah keturunan mereka berdua.”[9]

Maka, bergembiralah kaum muslimin dengan pernikahan az-Zahra dan imam Ali r.a. Datang pula Hamzah paman Rasulullah dan juga paman Ali dengan membawa dua biri-biri kemudian disembelih lalu para sahabat memakannya di Madinah.

Belum genap satu tahun setelah pernikahan keduanya, Allah mengaruniakan penyejuk pandangan kepada Fathimah dan kekasihnya dengan lahirnya cucu pertama dari Rasulullah SAW yang diberi nama Hasan bin Ali, pada tahun ketiga setelah hijrah. Hal itu menggembirakan Nabi SAW dengan kegembiraan yang besar, maka didengungkanlah adzan ke telinga bayi, dan digosoklah langit-langit mulut bayi tersebut dengan kurma serta diberi nama “Hasan”, lalu digundullah kepalanya dan disedekahkanlah perak seberat rambut tersebut kepada orang-orang fakir.

Belum lagi umur Hasan berumur satu tahun menyusul kemudian lahirlah Husein pada bulan Sya’ban tahun 4 Hijriyah.[10]

Maka terbukalah hati Nabi SAW terhadap kedua cucunya yang berharga yakni Hasan dan Husein. Sungguh, beliau melihat bahwa kedua cucunya memiliki arti khusus bagi kehidupan beliau di muka bumi ini, maka beliau melimpahkan kecintaan dan kasih sayang yang dalam kepada keduanya. Tatkala turun ayat:

“Sesungguhnya Allah bermaksud menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. alAhzab: 33).

Adalah Nabi ketika itu bersama Ummu Salamah r.a. dan beliau mengundang Fathimah, Ali, Hasan dan Husein kemudian beliau menyelimuti mereka dengan kain seraya berdoa:

“Ya Allah inilah ahli baitku, Ya Allah hilangkanlah dosa-dosa dari mereka dan bersihkanlah mereka dengan sebersih-bersihnya.”

Demikianlah Rasulullah SAW mengulanginya tiga kali kemudian beliau melanjutkan doanya:

“Ya Allah jadikanlah shalawat-Mu dan barakah-Mu terlimpah kepada keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah melimpahkannya kepada keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Mahamulia.”[11]

Kemudian diikuti buah yang penuh barakah yakni Fathimah melahirkan anak wanita pada tahun 5 Hijriyah yang oleh kakeknya diberi nama Zainab. Setelah berselang dua tahun, lahir seorang anak wanita lagi yang diberi nama oleh Rasulullah SAW Ummi Kultsum.

Karena itulah Allah telah mengaruniakan kepada az-Zahra nikmat yang agung karena keturunan Nabi hanya diteruskan oleh anaknya, demikian pula Allah telah menjaga mereka yang memiliki silsilah keturunan yang paling mulia yang dikenal oleh manusia.

Keturunan

Dari pernikahannya dengan Ali bin Abi Thalib, Fatimah Az Zahra memiliki 4 anak, 2 putra dan 2 putri. 2 putra yaitu Hasan dan Husain. Sedangkan yang putri yaitu Zainab dan Ummu Kultsum. Hasan dan Husain sangat disayangi oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi Waalihi Wassalam. Sebenarnya ada satu lagi anak Fatimah Az Zahra bernama Muhsin ,tetapi Muhsin meninggal dunia karena keguguran.


Kesayangan ayahnya

Fatimah Az-Zahra tumbuh menjadi seorang gadis yang tidak hanya merupakan putri dari Rasulullah, namun juga mampu menjadi salah satu orang kepercayaan ayahnya pada masa baginda. Fatimah Az-Zahra memiliki kepribadian yang sabar,dan penyayang karena dan tidak pernah melihat atau dilihat lelaki yang bukan mahromnya. Rasullullah sering sekali menyebutkan nama Fatimah, salah satunya adalah ketika Rasulullah pernah berkata " Fatimah merupakan bidadari yang menyerupai manusia".

Catatan

  1. ^ Siyar Alamin Nubala karya Adz-Dzahabi, Al-Bidayah wa Nihayah karya Ibnu Katsir, Fathul Bari karya Ibnu Hajar Al-Asqalani, Zad al-Ma'ad karyaa Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah; Quraisy adalah julukan bagi salah satu di antara Fihr atau an-Nadhr (Raudhatul Anwar karya Shafiyyurahman al-Mubarakfuri).

Pranala luar