Lompat ke isi

Transisi dari Ming ke Qing

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Penaklukan Ming oleh Qing

Pertempuran Shanhaiguan pada tahun 1644.
Tanggal1618–1683
LokasiManchuria, Tiongkok
Hasil

Kemenangan besar Qing Manchu

Pihak terlibat

Dinasti Qing


Para pembelot dari Dinasti Ming

Dinasti Ming Didukung oleh:
Dinasti Yuan Utara (1618–1635)
Kekhanan Yarkent (1646–1650)
Kekhanan Kumul


Kekhanan Turfan

Dinasti Shun


Pasukan pemberontak Zhang Xianzhong
Tokoh dan pemimpin

Nurhaci (WIA)
Hong Taiji
Dodo
Dorgon
Shunzhi Emperor
Jirgalang


Li Yongfang (berkhianat tahun 1618)
Geng Zhongming (berkhianat tahun 1633)
Kong Youde (berkhianat tahun 1633)
Shang Kexi (berkhianat)
Zu Dashou (berkhianat tahun 1642)
Wu Sangui (berkhianat tahun 1644)
Shi Lang (berkhianat)
Zheng Zhilong (berkhianat)
Meng Qiaofang (berkhianat)

Kaisar Chongzhen
Yuan Chonghuan
Zhu Shichuan, Pangeran Yanchang 
Milayin (米喇印) 
Ding Guodong (丁國棟)  
Shi Kefa
Koxinga
Li Dingguo
Ou Guangchen
Zhu Youlang, Pangeran Gui
Zhu Yuyue, Pangeran Tang
Zhu Yujian, Pangeran Tang
Zhu Yousong, Pangeran Fu
Zhu Yihai, Pangeran Lu
Zhu Shugui, Pangeran Ningjing
Didukung oleh:
Ligdan Khan


Sa'id Baba
Turumtay 
Sultan Khan

Li Zicheng 
Ma Shouying


Zhang Xianzhong

Penaklukan Ming oleh Qing, juga dikenal dengan istilah transisi Ming–Qing dan penaklukan Manchu di Tiongkok, adalah periode konflik yang berlangsung antara Dinasti Qing (yang didirikan oleh klan Manchu yang bernama Aisin Gioro dan berasal dari Manchuria) melawan Dinasti Ming di Tiongkok, walaupun periode ini juga melibatkan kekuatan-kekuatan lain, seperti Dinasti Shun yang berusia pendek. Sebelum dilancarkannya penaklukan, pemimpin Aisin Gioro Nurhaci menugaskan penulisan sebuah dokumen yang berjudul Tujuh Kebencian Besar pada tahun 1618. Dokumen ini menjabarkan kebencian-kebencian mereka terhadap Ming. Kebanyakan dari keluhan tersebut terkait dengan sikap pilih kasih Manchu terhadap klan klan Manchu Yehe. Permintaan Nurhaci agar Ming membayar upeti kepadanya untuk menyelesaikan keluhan-keluhan tersebut pada dasarnya merupakan pernyataan perang, karena Ming tidak akan mau membayar upeti kepada klan yang pernah menjadi salah satu pembayar upeti untuk Tiongkok. Nurhaci kemudian mulai menyerbu wilayah Ming di Liaoning, Manchuria selatan.

Pada saat yang sama, Dinasti Ming menghadapi masalah keuangan dan pemberontakan petani. Pada 24 April 1644, Beijing jatuh ke tangan pemberontak yang dipimpin oleh Li Zicheng, mantan pejabat Ming yang menjadi pemimpin pemberontakan petani. Ia kemudian menyatakan berdirinya Dinasti Shun. Kaisar Ming terakhir, Kaisar Chongzhen, menggantung dirinya di sebuah pohon di kebun kekaisaran di luar Kota Terlarang. Setelah Li Zicheng mulai melancarkan serangan terhadap jenderal Ming Wu Sangui, sang jenderal bersekutu dengan orang-orang Manchu. Li Zicheng dikalahkan dalam Pertempuran Shanhaiguan oleh pasukan gabungan Wu Sangui dan pangeran Manchu Dorgon. Pada 6 Juni, pasukan Manchu dan Wu memasuki ibu kota dan memproklamirkan Kaisar Shunzhi yang masih muda sebagai Kaisar Tiongkok.

Kaisar Kangxi naik tahta pada tahun 1661, dan pada tahun 1662 wali-walinya melancarkan Pembersihan Besar untuk menghabisi perlawanan loyalis Ming di Tiongkok Selatan. Ia kemudian memadamkan beberapa pemberontakan, seperti Pemberontakan Tiga Bawahan yang dipimpin oleh Wu Sangui di Tiongkok selatan, dan juga melancarkan kampanye militer yang memperluas wilayah kekaisarannya. Pada tahun 1662, Zheng Chenggong (Koxinga) mengusir penjajah Belanda dari Taiwan dan mendirikan Kerajaan Tungning, negara loyalis Ming yang ingin menaklukan kembali Tiongkok. Namun, Tungning dikalahkan dalam Pertempuran Penghu oleh laksamana Han Shi Lang yang pernah mengabdi kepada Koxinga.

Jatuhnya Dinasti Ming disebabkan oleh gabungan beberapa faktor. Kenneth Swope menyatakan bahwa faktor utama adalah memburuknya hubungan antara kaisar dengan kepemimpinan militer Ming.[1] Faktor-faktor lain meliputi ekspedisi-ekspedisi militer yang dilancarkan ke utara, tekanan inflasi yang disebabkan oleh pengeluaran negara yang terlalu besar, bencana alam, dan epidemi. Kepemimpinan kaisar yang lemah dan pemberontakan petani di Beijing pada tahun 1644 semakin memperparah keadaan. Kekuasaan Ming masih bertahan di Tiongkok selatan selama beberapa tahun, walaupun upaya perlawanan ini pada akhirnya akan dipadamkan oleh Manchu.[2]

Catatan kaki

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Kenneth M. Swope, The Military Collapse of China's Ming Dynasty, 1618-44 (Routledge: 2014)
  2. ^ Lillian M. Li, Alison Dray-Novey and Haili Kong, Beijing: From Imperial Capital to Olympic City (MacMillan, 2008) hlm. 35