Invasi Jawa oleh Mongol
Serbuan Yuan-Mongol ke Jawa | |||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
| |||||||
Pihak terlibat | |||||||
Kekaisaran Tiongkok-Mongol (Dinasti Yuan) |
Kerajaan Kadiri Desa Majapahit | ||||||
Tokoh dan pemimpin | |||||||
Kubilai Khan (komandan tertinggi) Shi-bi (jenderal) Ike Mese Gaoxing |
Jayakatwang (Raja Kadiri) Raden Wijaya (Mantan Panglima Singhasari) | ||||||
Kekuatan | |||||||
20,000-30,000 prajurit 1,000 kapal | Lebih dari 100.000 prajurit | ||||||
Korban | |||||||
Lebih dari 3.000 tewas | Lebih dari 2.000 tewas dan tenggelam |
Serbuan Yuan-Mongol ke Jawa adalah invasi Kekaisaran Tiongkok-Mongol di bawah Dinasti Yuan ke tanah Jawadwipa (pulau Jawa sekarang). Pada tahun 1293, Kubilai Khan, Khan Agung Kekaisaran Mongol dan pendiri Dinasti Yuan, mengirim invasi besar ke pulau Jawa dengan 20,000[1] sampai 30,000 tentara. Ini adalah ekspedisi untuk menghukum Raja Kertanegara dari Kerajaan Singhasari, yang menolak membayar upeti dan bahkan melukai utusan Mongol....
Latar Belakang
Kubilai Khan, penguasa Kekaisaran Mongol dan kaisar Dinasti Yuan, mengirim utusan ke banyak negara untuk meminta mereka tunduk di bawah kekuasaannya dan membayar upeti. Men Shi atau Meng-qi (孟琪), salah satu utusannya yang dikirim ke Jawadwipa, tidak diterima dengan baik di sana.[2] Penguasa Kerajaan Singhasari, Kertanagara, tidak bersedia tunduk kepada Mongol. Kertanegara lalu mengecap wajah sang utusan dengan besi panas seperti yang biasa dilakukan terhadap pencuri, memotong telinganya, dan mengusirnya secara kasar.
Kubilai Khan sangat terkejut dengan kejadian tersebut. Pada tahun 1292, dia pun memerintahkan dikirimkannya ekspedisi untuk menghukum Kertanegara, yang dia sebut orang barbar. Berdasarkan naskah Yuan shi, yang berisi sejarah Dinasti Yuan, 20,000-30,000 prajurit dikumpulkan dari Fujian, Jiangxi dan Huguang di Cina selatan, bersama dengan 1,000 kapal serta bekal untuk satu tahun.[3][4] Pemimpinnya adalah Shi-bi (orang Mongol), Ike Mese (orang Uyghur), dan Gaoxing (orang Cina). Jenis kapal yang digunakan tidak disebutkan dalam Yuan shi, tapi kemungkinan adalah kapal besar karena perahu-perahu kecil harus dibuat untuk memasuki sungai di Jawadwipa.
Sementara itu, setelah mengalahkan Kerajaan Sriwijaya di Sumatra pada tahun 1290, Kerajaan Singhasari menjadi kerajaan terkuat di daerah itu. Akan tetapi Jayakatwang, Adipati di Kediri, negara vasal Singhasari, memberontak dan berhasil membunuh Kertanagara. Sebagian besar kerabat dan bekas keluarga kerajaan membencinya. Menantu Kertanegara, Raden Wijaya, diampuni oleh Jayakatwang dengan bantuan wali dari Madura, Arya Wiraraja. Raden Wijaya kemudian diberi tanah hutan di Tarik. Dia membuka hutan itu dan mendirikan sebuah desa di sana. Desa itu diberi nama Majapahit, yang diambil dari nama buah maja di sana yang memiliki rasa yang pahit, sehingga jadilah namanya Majapahit (maja+pahit).
Invasi
Pasukan Yuan berangkat dari Quanzhou bagian selatan,[5] lalu menyusuri pesisir Dai Viet dan Champa untuk menuju sasaran utama mereka. Negara-negara kecil di Malaya dan Sumatra tunduk dan mengirim utusan kepada mereka, dan komandan Yuan meninggalkan beberapa darughachi di sana. Diketahui bahwa pasukan Yuan sempat berhenti di Ko-lan (Biliton, sekarang Pulau Belitung) pada bulan Januari 1293. Setelah tiba di Jawadwipa (= pulau Jawa) di Pelabuhan Tuban (sekarang di Kabupaten Tuban, Jawa Timur) tanggal 1 Maret 1293, Shi-bi memecah pasukannya, dia mengirim sebagian pasukan pasukan untuk berjalan lewat darat, dan sebagian lainnya menyusuri sungai menggunakan perahu. Berdasarkan Kidung Panji-Wijayakrama, pasukan Yuan kemungkinan sempat menjarah desa Tuban dalam perjalanan mereka.
Ketika pasukan Yuan tiba di Jawadwipa, Raden Wijaya berusaha bersekutu dengan mereka untuk melawan Jayakatwang. Dia memberi pasukan Mongol peta daerahg Kalang. Berdasarkan, Yuan-shi, Raden Wijaya pada awalnya sudah berusaha menyerang Jayakatwang sendirian namun tidak berhasil, sampai kemudian dia mendengar tentang kedatangan pasukan Yuan. Raden Wijaya lalu meminta bantuan mereka. Sebagai balasannya, Raden Wijaya berjanji akan tunduk pada kekuasaan Yuan.
Kisah perang tersebut diceritakan secara singkat dalam Yuan-shi:
…Pasukan dari Daha datang menyerang Wijaya pada hari ketujuh bulan itu, Ike Mese dan Gaoxing datang pada hari kedelapan, beberapa prajurit Daha dikalahkan, sisanya kabur ke pegunungan. Pada hari kesembilan belas, pasukan Mongol bersama sekutu mereka tiba di Daha, bertempur melawan lebih dari seratus ribu prajurit, menyerang tiga kali, membunuh 2.000 orang sambil memaksa ribuan lainnya mundur ke sungai lalu meneggelamkan mereka. Jayakatwang mundur kembali ke istananya …
— Yuan-shi (Buku 210)
Setelah Jayakatwang dikalahkan oleh pasukan Mongol, Raden Wijaya kembali ke Majapahit, berpura-pura hendak menyiapkan pembayaran upeti untuk Mongol, dan meninggalkan sekutu Mongolnya berpesta merayakan kemenangan mereka. Shi-bi dan Ike Mese mengizinkan Raden Wijaya kembali ke daerahnya untuk menyiapkan upeti serta surat penyerahan diri, namun Gaoxing tidak menyukai hal ini dan dia memperingatkan dua komandan lainnya. Raden Wijaya kemudian meminta sebagian pasukan Yuan untuk datang ke negaranya tanpa membawa senjata.
Akhirnya, dua ratus prajurit Yuan yang tak bersenjata dan dipimpin oleh dua orang perwira dikirim ke negara Raden Wijaya. Akan tetapi Raden Wijaya dengan cepat memobilisasi pasukannya dan menyergap rombongan pasukan Yuan. Setelah itu Raden Wijaya menggerakkan pasukannya menuju kamp utama pasukan Yuan dan melancarkan serangan tiba-tiba. Dia berhasil membunuh banyak prajurit Yuan sedangkan sisanya berlari kembali ke kapal mereka. Pasukan Yuan mundur secara kacau karena angin muson yang dapat membawa mereka pulang akan segera berakhir, sehingga mereka terancam terjebak di pulau Jawa untuk enam bulan berikutnya. Akibat dari serangan itu, pasukan Yuan kehilangan 3.000 prajurit terbaiknya.[6][5]
Akibat
Tiga jenderal Yuan, kehilangan semangat karena terusir dari tanah Jawadwipa dan kehilangan banyak prajurit elit, akhirnya kembali ke Cina bersama sisa pasukan yang selamat. Mengetahui bahwa pasukannya gagal, Kubilai Khan menjadi sangat marah. Dia menghukum Shi-bi dengan 70 cambukan dan menyita sepertiga harta kekayaannya karena kegagalan yang menimpa pasukannya. Ike Mese juga dihukum dan sepertiga harta kekayaannya disita. Sementara Gaoxing mengalami nasib yang berbeda, dia dihadiahi 50 tael emas karena melindungi pasukan dari kehancuran total. Di kemudian hari, Shi-bi dan Ike Mese dimaafkan, dan kaisar mengembalikan reputasi serta harta kekayaan mereka.[7]
Kegagalan ini sekaligus merupakan ekspedisi militer terakhir Kubilai Khan. Sebaliknya, Majapahit kemudian menjadi negara paling kuat pada masanya di Nusantara.[8]
Lihat pula
Catatan kaki
- ^ Weatherford, Jack (2004), Genghis khan and the making of the modern world, New York: Random House, hlm. 239, ISBN 0609809644.
- ^ Grousset, Rene (1988), Empire of steppes, Wars in Japan, Indochina and Java, New Jersey: Rutgers University Press, hlm. 288, ISBN 0813513049.
- ^ Weatherford (2004).
- ^ Man (2007).
- ^ a b Sen, Tan Ta (2009), Cheng Ho and Islam in Southeast Asia, Institute of Southeast Asian Studies, hlm. 186, ISBN 9812308377, 9789812308375 Periksa nilai: invalid character
|isbn=
(bantuan) - ^ Yuan shi Sejarah Yuan.
- ^ Man 2007, hlm. 281.
- ^ Saunders, J. J. (2001), The history of Mongol conquests, Philadelphia: University of Pennsylvania Press, ISBN 0812217667.
Daftar pustaka
- Man, John (2010), Kubilai Khan: Legenda Sang Penguasa Terbesar dalam Sejarah, Tangerang: Alvabet, ISBN 9789793064826
- Bade, David W. (2002), Khubilai Khan and the Beautiful Princess of Tumapel: the Mongols Between History and Literature in Java, Ulaanbaatar: A. Chuluunbat
- Man, John (2007), Kublai Khan: The Mongol king who remade China, London: Bantam Books, ISBN 0553817183
- Levathes, Louise (1994), When China Ruled the Seas, New York: Simon & Schuster, hlm. 54, ISBN 0671701584,
The ambitious khan [Kublai Khan] also sent fleets into the South China Seas to attack Annam and Java, whose leaders both briefly acknowledged the suzerainty of the dragon throne
- d'Ohsson, Constantin Mouradgea (2002), "Chapitre 3 Kublai Khan, Tome III", Histoire des Mongols, depuis Tchinguiz-Khan jusqu'à Timour Bey ou Tamerlan, Boston: Adamant Media, ISBN 9780543947291