Lompat ke isi

SMS Goeben

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
SMS Goeben
SMS Goeben
Sejarah
German Empire
Nama Goeben
Asal nama August Karl von Goeben
Dipesan 8 April 1909
Pembangun Blohm & Voss, Hamburg
Pasang lunas 28 August 1909
Diluncurkan 28 March 1911
Mulai berlayar 2 July 1912
Nasib Transferred to the Ottoman Empire 16 August 1914
Ottoman Empire
Nama Yavuz Sultan Selim
Asal nama Selim I
Diperoleh 16 August 1914
Mulai berlayar 16 August 1914
Dipensiunkan 20 December 1950
Ganti nama Yavuz in 1936
Dicoret 14 November 1954
Nasib Scrapped in 1973
Ciri-ciri umum
Kelas dan jenis battlecruiser kelas-Moltke
Berat benaman
  • Design: 22,979 t (22,616 ton panjang)
  • Full load: 25,400 t (24,999 ton panjang)[1]
Panjang 1.866 m (6.122 ft 1 in)[1]
Lebar 30 m (98 ft 5 in)[1]
Sarat air 92 m (301 ft 10 in)[1]
Tenaga
  • Design: 51,289 shp (38,246 kW)
  • Maximum: 84,490 shp (63,004 kW)[2]
Pendorong 4 screws, Parsons steam turbines
Kecepatan
  • Design: 255 kn (472 km/h; 293 mph)
  • Maximum: 284 kn (526 km/h; 327 mph)[1]
Jangkauan 4,120 nmi (7,630 km; 4,741 mi) at 14 kn (26 km/h; 16 mph)[1]
Awak kapal
  • 43 officers
  • 1,010 men[1]
Senjata
  • 10 × [[28 cm SK L/50 gun|28 cm ([convert: unit tak dikenal]) SK L/50 guns]] (5 × 2)
  • 12 × 15 cm (5,9 in) SK L/45 guns
  • 12 × 88 cm (35 in) SK L/45 guns[1]
  • Pelindung
  • Belt: 280–100 mm (11,0–3,9 in)
  • Barbettes: 230 mm (9,1 in)
  • Turrets: 230 mm
  • Deck: 762–254 mm (30–10 in)
  • Conning tower: 350 mm (14 in)[3]
  • SMS[a] Goeben merupakan kapal penjelajah tempur kelas Moltke kedua sekaligus terakhir yang dimiliki oleh Angkatan Laut Kekaisaran Jerman. Kapal ini dibuat pada periode 1909-1911 dan kemudian diserahkan kepada Angkatan Laut Kekaisaran Ottoman pada masa Perang Dunia I—tiga tahun setelah beroperasi di Angkatan Laut Jerman. SMS Goeben merupakan salah satu kapal tempur tercanggih pada masanya dan terlibat berbagai peristiwa penting selama Perang Dunia I. Jika dibandingkan dengan kapal perang milik Angkatan Laut Kerajaan Inggris dari kelas yang serupa (kelas indefatigable[b]), SMS Goeben memiliki sistem persenjataan dan perlindungan yang lebih baik. Bahkan, dalam peristiwa pengejaran Goeben dan Breslau yang terjadi di masa-masa awal Perang Dunia I, Ernest Troubridge, laksamana skuadron kapal Inggris yang melakukan pengejaran, akhirnya memutuskan untuk menghentikan aksinya akibat menganggap kapal ini sebagai suatu "kekuatan super" yang sebaiknya dihindari.

    Beberapa bulan setelah diserahkan secara resmi kepada Angkatan Laut Kekaisaran Jerman, yakni pada Perang Balkan, SMS Goeben bersama dengan sebuah kapal penjelajah ringan SMS Breslau membentuk sebuah skuadron untuk ditugaskan untuk berpatroli di Laut Tengah. Skuadron yang terdiri dari kedua kapal ini kemudian menjadi satu-satunya skuadron kapal Kekaisaran Jerman yang berpatroli di Laut Tengah. Saat meletusnya Perang Dunia I, kedua kapal ini ditugaskan membombardir kota-kota pelabuhan koloni Perancis di Aljazair. Setelah itu, kedua kapal ini berhasil melarikan diri ke Konstantinopel sekaligus membawa misi diplomatik kepada Kekaisaran Ottoman. Keberhasilan pelarian kedua kapal untuk membawa misi diplomatik Kekaisaran Jerman membuat Winston Churchill yang pada Perang Dunia I merupakan komandan utama Angkatan Laut Kerajaan Inggris beberapa tahun pascaperang menuliskan : "kompas kapal-kapal ini (Goeben & Breslau) telah mengakibatkan lebih banyak pembunuhan, lebih banyak penderitaan, dan lebih banyak kehancuran, dari kapal manapun."

    Bersama SMS Breslau, SMS Goeben secara resmi diserahkan kepada Angkatan Laut Kekaisaran Ottoman pada 16 Agustus 1914. Pascapenyerahannya, SMS Goeben kemudian berganti nama menjadi Yavuz Sultan Selim atau biasa disingkat Yavuz. Kapal ini kemudian digunakan oleh Angkatan Laut Kekaisaran Ottoman untuk membombardir kota-kota pelabuhan milik Rusia di Laut Hitam dan menandai secara resmi masuknya Kekaisaran Ottoman untuk berperang di pihak Jerman pada Perang Dunia I.

    Pada tahun 1936, di bawah pemerintahan Mustafa Kemal Ataturk kapal ini kembali berganti nama menjadi TGC (kapal Republik Turki) Yavuz. Saat Mustafa Kemal Ataturk meninggal dunia pada November 1938, kapal ini kemudian diberikan tugas untuk membawa jenazahnya dari kota Istanbul ke Izmit. Yavuz tetap beroperasi di bawah bendera Angkatan Laut Turki hingga kemudian dipensiunkan pada tahun 1950. Kapal ini kemudian dibongkar pada tahun 1973 setelah pemerintah Jerman Barat menolak permintaan pembelian kapal tersebut dari Turki. SMS Goeben merupakan kapal buatan Kekaisaran Jerman terakhir yang dapat bertahan sekaligus menjadi kapal tipe-dreadnought dengan masa tugas terlama.

    Deskripsi

    Deskripsi umum

    SMS Goeben adalah kapal tempur jenis penjelajah dengan panjang 186.6 meter, lebar 29,4 meter. Bobot kosong dari SMS Goeben adalah 25.400 ton. Kecepatan penuh dari kapal ini dapat mencapai 25.5 knots (47.2 km/jam; 29.3 mpj).[1] Pada kecepatan 14 knots (26 km/jam; 16 mpj), daya jelajah dari kapal ini dapat mencapai 4,120 mil laut (7,630 km; 4,740 mil). Kapal ini dipersenjatai oleh oleh 10 buah meriam utama SK L/50 berkaliber 28 cm yang terpasang pada lima buah kubah meriam di sekeliling kapal. Kapal ini juga dilengkapi oleh 4 torpedo bawah air berkaliber 50 cm.

    Meriam utama

    Penempatan 10 buah meriam utama pada SMS Goeben dapat dibagi kedalam lima indeks yakni A,B,C,D dan E. Posisi dari meriam utama yang memiliki indeks "A" berada pada garis tengah haluan kapal. Meriam "B" terletak diantara dua cerobong pembuangan di bagian sisi kanan kapal dan berada dekat dengan bagian luar dari pembatas dek kapal. Meriam "C" dan "D" berada di bagian tengah, tepat di belakang tiang buritan kapal. Meriam "C" memiliki posisi yang lebih tinggi dari "D" dan keduanya menghadap ke arah belakang dari dek utama kapal. Meriam "E" diletakan di sisi kiri kapal dan berada di antara cerobong pembuangan. Tiga dari meriam utama ini terletak segaris pada garis tengah panjang kapal yang bertujuan untuk menjaga keseeimbangan kapal. Penempatan meriam utama ini membuat empat meriam bekerja secara optimum saat kapal menembak target yang berada di salah satu sisi kapal. Meriam A, C, D, dan E dapat digunakan untuk menembak suatu target yang berada di sisi kiri kapal, sementara meriam A, B, C, dan D dapat digunakan untuk menembak suatu target yang berada di sisi kanan kapal. Jika kapal ini dalam posisi melarikan diri dari suatu kejaran kapal lainnya, maka meriam B, C, D, dan E dapat diarahkan ke belakang kapal untuk menembak kapal pengejar. Namun, saat terjadinya peristiwa pengejaran Goeben dan Breslau di Laut Tengah, hanya terdapat satu atau dua meriam yang dapat diarahkan. Sebaliknya, jika SMS Goeben melakukan pengejaran, maka meriam A, B, dan E dapat digunakan untuk menembak target yang melarikan diri.

    Meriam sekunder

    SMS Goeben memiliki 12 meriam dengan kaliber 15 cm. Meriam ini diletakan pada celah-celah yang terpasang di sekeliling dek kedua kapal. Bagian dalam dari sisi kapal yang digunakan sebagai tempat peletakan meriam ini dilapisi oleh zirah untuk melindungi kru operasional di lambung kapal. Enam buah meriam dipasang pada bagian kiri, enam bagian lainnya dipasang pada bagian kanan untuk menembak target yang berupa kapal kecil atau kapal torpedo secara serentak. Salah satu meriam yang terdapat di bagian kiri dan kanan kapal dapat diarahkan ke bagian belakang dan depan kapal untuk menembak suatu target jika diperlukan. Untuk pertahanan dari serangan udara, SMS Goeben dapat dikatakan memiliki cukup sedikit meriam anti pesawat dengan kaliber 88mm yang diletakan di berbagai lokasi. Empat buah meriam anti pesawat diletakan di depan tiang pengawas, dua lainnya dibelakang tiang ini, dan dua lagi berada di dek bagian depan dek utama. Terdapat juga 12 torpedo bawah air dengan kaliber 500mm yang terpasang pada kapal ini.

    Lapisan pelindung

    Kapal ini memiliki desain dengan lapisan pelindung yang lebih tebal jika dibandingkan dengan tipe kapal penjelajah lainnya pada saat itu. Namun, lapisan pelindung ini lebih tipis jika dibandingkan dengan kapal tempur besar pada umumnya. Lapisan pelindung yang menyelimuti dek SMS Goeben memiliki ketebalan bervariasi mulai dari paling tebal dengan ketebalan 76,2mm pada ruang mesin dan amunisi dan 25,4 mm pada bagian yang membutuhkan lebih sedikit perlindungan. Untuk melindungi kapal dari serangan torpedo, bagian sabuk kapal dilindungi oleh lapisan pelindung dengan rentang ketebalan 280-100mm. Bagian sabuk atas hingga bawah air (posisi meriam "A" hingga "D"), dilindungi oleh lapisan pelindung setebal 280mm. Ketebalan lapisan pelindung pada sabuk kapal kemudian mulai dikurangi menjadi 100mm mendekati bagian haluan dan buritan. Dinding-dinding sekat kapal memiliki rentang ketebalan 200-100mm. Disekeliling meriam dengan kaliber 15 cm diberi lapisan pelindung dengan ketebalan 230mm, kemudian menipis menjadi 30mm disekitarnya. Bagian atas-depan meriam utama memiliki lapisan pelindung setebal 230mm sementara bagian belakan memiliki lapisan pelindung setebal 61mm. Menara pengamat memiliki lapisan pelindung paling tebal yakni setebal 355mm dan dibagian tertipisnya dilindungi oleh lapisan setebal 5mm.

    Sistem penggerak

    Sistem penggerak kapal terdiri dari 4 buah penguap Schulz Thornycroft berbahan bakar batubara yang kemudian menghasilkan uap untuk menjalankan 4 buah turbin uap Parsons. Turbin-turbin ini membutuhkan uap yang dihasilkan oleh penguap Schulz Thornycroft untuk menggerakan 4 batang engkol penggerak, yang mana tiap engkolnya menghasilkan daya setara 85.782 tenaga kuda (63.968 kW). Baling-baling kapal ini sendiri memiliki diameter 3.74m. Sistem penggerak ini kemudian memungkinkan SMS Goeben bergerak maju dengan kecepatan 25,5 knot (47.2 km/j; 29.3 mpj) dengan kecepatan maksimum sebesar 28.4 knot (52.6 km/h; 32.7 mpj) untuk jarak yang pendek. Jarak tempuh kapal ini bergantung ketersediaan batu bara sebagai bahan bakar dan juga kebutuhan makanan dari kru kapal. Gudang penyimpanan bahan bakar mampu menampung hingga 3.300 ton batu bara. Kemudian ditambahkan pula nantinya tangki untuk menampung 200 ton minyak. Jarak lokasi serangan mendadak yang dapat dilakukan oleh SMS Goeben juga bergantung pada bahan bakar dan cuaca lautan. Daya jelajah kapal ini dapat mencapai 4.120 mil laut (7,630 km; 4,740 mi) pada kecepatan 14 knots (26 km/j; 16 mpj), dan daya maksimum operasional kapal ini sejauh 6.500 mil laut (12,038km; 7,480 mi) jika melaju dengan kecepatan 10 knot.

    Tambahan lainnya

    Goeben juga memiliki dua buah derek yang masing-masing diletakan di samping cerobong pembakaran di bagian tengah kapal. Derek ini umumnya berfungsi untuk menaikkan kebutuhan kapal mulai dari batu bara hingga makanan. Selain itu, derek ini juga dapat digunakan untuk menaikan dan menurunkan sekoci atau kapal-kapal kecil lainnya yang diangkut pada kapal ini. Sekoci dan kapal-kapal kecil yang terdapat pada kapal ini dapat digunakan sebagai transportasi oleh kru kapal untuk menuju ke pantai dari kapal atau sebaliknya. Kapal-kapal dan sekoci ini sebenarnya tidak ditujukan sebagai kapal penyelamat jika nantinya SMS Goeben tenggelam. Alih-alih, kru kapal yang jumlahnya dapat mencapai 1350 orang diberikan jaket pelampung dan raket karet untuk mengantisipasi peristiwa ini.

    Angkatan laut kekaisaran Jerman

    Pascaresmi beroperasi
    Pengejaran kapal Goeben dan Breslau

    Angkatan laut Inggris dan Perancis sebenarnya telah mewaspadai pergerakan SMS Goeben dan Breslau di Laut Tengah yang diyakini akan mengganggu kapal-kapal transportasi Perancis.[4] Perkiraan ini sesuai dengan perintah Kaisar Wilhelm II yang telah mengintruksikan SMS Goeben dan Breslau untuk melakukan serangan di bagian barat Laut Tengah, sebagai antisipasi kembalinya pasukan Perancis dari koloninya di Aljazair ke Eropa, ataupun kemudian meloloskan diri ke Samudra Atlantik untuk kembali ke perairan Jerman.[5] Namun, Jerman telah bersiap lebih awal akan hal ini — sebelum dideklarasikannya perang. Pada tanggal 3 Agustus 1914, Souchon telah mengarahkan kedua kapalnya ke Aljazair, dan dalam perjalanan, Souchon menerima kabar bahwa, Kekaisaran Jerman telah mendeklarasikan perang terhadap Perancis.[6] Pada 4 Agustus 1914, setibanya di wilayah Aljazair, SMS Goeben kemudian membombardir kota Philippevile. Berselang 10 menit kemudian, SMS Breslau memborbardir kota Bône sesuai perintah Kaisar.[7][8] Meskipun serangan ini mengakibatkan kerusakan yang relatif minor, serangan ini mengakibatkan dampak psikologis terhadap armada Sekutu dan berhasil menunda pengiriman tentara Perancis ke Eropa.[8] Setelah melakukan serangan tersebut, Wilhelm Souchon menerima telegram perintah lain dari atasannya— Alfred von Tirpitz dan Hugo von Pohl — untuk secara diam-diam berlayar ke Konstantinopel. Perintah ini berlawanan dan bahkan dilakukan tanpa sepengetahuan Kaisar Wilhelm II.[9]

    Dikarenakan Goeben dan Breslau tidak dapat sampai ke Konstantinopel tanpa mengisi ulang bahan bakar yang berupa batubara, kedua kapal ini kemudian berlayar kearah timur menuju Messina untuk mengisi ulang bahan bakar.[10] Dalam perjalanan, mereka bertemu dua kapal Inggris—HMS Indomitable dan Indefatigable—yang bergerak berlawanan arah. Pada saat itu, Inggris belum mendeklarasikan perang terhadap Jerman sehingga tidak terjadi kontak senjata antar kapal.[11][12] Kapal-kapal Inggris ini kemudian hanya diperintahkan melacak dan mengikuti pergerakan dari SMS Goeben dan Breslau.[11] Mengetahui kapalnya diikuti, Souchon memerintahkan agar skuadronnya berlayar dengan kecepatan penuh untuk sampai ke Messina. Meskipun diketahui bahwa, kecepatan dari SMS Goeben dapat mencapai 25.5 knot (47,2 km/jam),[1] kerusakan komponen menyebabkan Goeben hanya dapat berlayar dengan kecepatan 22 knot.[13] Hal ini pun tercapai setelah melalui usaha yang sangat keras dari kru kapal. Tercatat setidaknya empat orang kru kapal yang bertugas di tungku pembakaran SMS Goeben tewas akibat kepanasan.[13][14] Dibandingkan Goeben dan Breslau, kedua kapal Inggris ini memiliki kecepatan yang lebih rendah, sehingga tak lama kemudian Goeben dan Breslau lolos dari pantauan kedua kapal ini. Keesokan paginya, pada 5 Agustus 1914, ketika Inggris dan Jerman secara resmi telah dalam keadaan berperang, skuadron kapal Souchon telah sampai tanpa gangguan ke wilayah Messina.[12]

    Saat mengisi batu bara di Messina, Souchon menerima telegram yang berisi perintah pembatalan misi ke Konstantinopel, dikarenakan Kekaisaran Ottoman saat itu telah membatalkan izin yang sebelumnya diberikan kepada Goeben dan Breslau untuk melewati Dardanelles. Di bawah tekanan dari pemerintah Italia di Messina yang menghendaki kepergian kedua kapal secepatnya, Souchon pada akhirnya memutuskan untuk tetap berlayar ke Konstantinopel. Ia mengetahui bahwa, kapal-kapal Inggris dan Perancis telah menunggunya di Laut Tengah, dan lebih memilih memaksa Ottoman untuk menerima kedua kapalnya.[8]

    Sebelum tengah malam, pada 6 Agustus 1914, Ernest Troubridge yang merupakan komandan kapal penjelajah Inggris di Laut Tengah menerima laporan terkait posisi terkini SMS Goeben dan Breslau. [15] Beberapa saat kemudian, Goeben dan Breslau mengangkat jangkarnya dan pergi ke arah timur menuju Konstantinopel.[16] Awalnya kedua kapal ini terlihat menuju Laut Adriatik. Melihat kondisi ini, skuadron kapal penjelajah inggris yang terdiri dari HMS DefenceWarriorBlack Prince dan Duke of Edinburgh melakukan gerakan memotong untuk menghalangi kedua kapal Jerman ini memasuki Laut Adriatik. Namun, rupanya gerakan ini sengaja dibuat oleh Souchon untuk mengelabui angkatan laut Inggris—alih-alih meneruskan pelayarannya ke Laut Adriatik, Souchon kemudian memerintahkan kapal-kapalnya untuk berbelok arah menuju Dardanelles.[15][17] Menyadari kesalahannya, Ernest Troubridge juga ikut memutar haluannya dan memerintahkan HMS Dublin beserta dua buah kapal penghancur yang mengikutinya untuk menyusul dan kemudian menyerang kedua kapal Jerman tersebut..[15] Pada 7 Agustus 1914, Troubridge memutuskan untuk menghentikan pengejaran terhadap Goeben dan Breslau.[18] Sebelumnya Winston Churchill diketahui telah mengirimkan telegram[c][19] agar angkatan laut Inggris di Laut Tengah menghindari kontak senjata terhadap "kekuatan super"—maksud Churchill terkait "kekuatan super" adalah angkatan laut Austria-Hongaria yang kemungkinan pada saat itu tengah berpatroli di Laut Adriatik.[4][13] Ernest Troubridge menyalahartikan maksud dari Churchill dan menganggap bahwa, "kekuatan super" tersebut adalah SMS Goeben dan Breslau, yang dari segi ukuran dan persenjataan jauh lebih besar sekaligus lebih canggih jika dibandingkan dengan armada Troubridge yang saat itu melakukan pengejaran.[13][20]

    SMS Goeben dan Breslau kemudian berlabuh di Pulau Donoussa untuk kembali mengisi bahan bakarnya.[21] Pada sore hari, 10 Agustus 1914, kedua kapal ini memasuki wilayah Dardanelles dan bertemu kapal Ottoman yang kemudian mengawal mereka melewati Laut Marmara.[22] Untuk mempertahankan netralitasnya di publik internasional, pada saat itu, Kekaisaran Ottoman menawarkan pengalihan kepemilikan kapal melalui sebuah transaksi penjualan fiktif. Sebelum penawaran ini disetujui oleh Jerman, pada tanggal 11 Agustus 1914, Kekaisaran Ottoman mengumumkan bahwa, mereka telah melakukan pembelian senilai 80 juta Mark terhadap kapal ini.[23][24] Pada tanggal 16 Agustus 1914, kedua kapal ini secara resmi diserahkan kepada Kekaisaran Ottoman oleh Jerman. Setelah itu, SMS Goeben berganti nama menjadi Yavuz Sultan Selim dan SMS Breslau berganti nama menjadi Midilli.[23]

    Angkatan Laut Kekaisaran Ottoman

    Operasi Laut Hitam

    1914
    1915
    1916-1917
    1918

    Penugasan pasca-Perang Dunia I

    Yavuz and Turkish destroyers arrived in Sevastopol in mid-July 1918 and were placed in the Sevastopol dockyard. The Yavuz was being repaired and laid up until the end of the war in November. The German Navy formally transferred ownership of the vessel to the Turkish government on November 2nd, 1918 without monetary payment. World War 1 then ended on November 11th, 1918 and the German Empire, the Austro-Hungarian Empire and the Ottoman Empire were all defeated. The capital ships of the Imperial German Navy were required to be interned at Scapa Flow under the direction of the British Navy. This eventually totaled some 74 warships. Arriving in British-controlled waters, the German ships were scuttled by their own crews on June 21st, 1919 by orders from the German commander - Rear Admiral Ludwig von Reuter.

    Due to the Treaty of Sevres between the Ottoman Empire and the Allies, Yavuz was to be handed over to the Royal Navy as a war prize. Due to her not being seaworthy, the Royal Navy left her in Sevastopol. In 1923, after the Turkish War of Independence, the Treaty of Sevres was replaced by the Treaty of Lausanne which required Turkish warships, including Yavuz, to be repatriated back to the Turkish Navy. After the war, Yavuz was the only German-built battlecruiser still in service. From 1918 until 1926, she remained in the port city of Izmit, rusting at dockside. She could not make steam with her old propulsion arrangement having only two working boilers and her damage at the minefields had not been completely repaired. The Turkish government provided money for a floating dock so her hull could be repaired in 1927 which took over three years. Her boilers were converted to mixed-coal-fired by oil burning sprayers with some upgrades to her armament for anti-aircraft defense adding 8x1 - 88/45, 2x1 - 88/45 AA, 2x500 "PomPoms" one forward and one aft.

    The Turkish Government was concerned with the growing naval superiority of her old foe Greece and the strength of the Soviet Navy in the Black Sea. The Turkish government ordered four destroyers and two submarines from Italy and again restarted work on Yavuz. During the 1930s, her hull was reduced in length by 1.5 feet and her beam increased by 4 inches. Her gross tonnage had increased by 100 tons due to the extra steel needed for her hull repair and new boilers were added. To increase stability, one 9.5in gun was removed from each side. Now re-commissioned in 1936, she again became the flagship of the revitalized Turkish Navy and was protected by her four new Italian destroyers. However, by 1937, the Turkish Navy felt her lack of anti-aircraft protection made her outdated. 

    Perang Dunia II
    Pasca-Perang Dunia II

    Baca juga

    Notes

    Catatan kaki

    1. ^ "SMS" merupakan kepanjangan dari "Seiner Majestät Schiff ", atau "Kapal Sang Kaisar" dalam bahasa Jerman
    2. ^ Kapal Indefatigable atau sejenis memiliki bobot 22.100 t (21.800 ton panjang; 24.400 ton pendek) saat dalam keadaan penuh, sebagai perbandingan, kapal SMS Goeben atau sejenis memiliki bobot penuh 25.400 t (25.000 ton panjang; 28.000 ton pendek). Indefatigable juga dilindungi oleh lapisan baja setebal 4–6 in (100–150 mm). Sementara, lapisan baja Goeben's memiliki ketebalan 11–3 in (279–76 mm) . Lihat: Gardiner & Gray, hlm. 26 & 152.
    3. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Telegram

    Citations

    1. ^ a b c d e f g h i j Staff, hlm. 12.
    2. ^ Staff, hlm. 14.
    3. ^ Staff, hlm. 13.
    4. ^ a b Guns of August.
    5. ^ Halpern, hlm. 51.
    6. ^ Massie, hlm. 29-30.
    7. ^ The Man Who Let Goeben Escape.
    8. ^ a b c the Malta garrison.
    9. ^ Herwig, hlm. 153.
    10. ^ Halpern, hlm. 52.
    11. ^ a b Massie, hlm. 30-31..
    12. ^ a b Halpern, hlm. 51-52.
    13. ^ a b c d Strachan, hlm. 646.
    14. ^ Tuchman, hlm. 184.
    15. ^ a b c The Man Who Let Goeben Escape.
    16. ^ Halpern, hlm. 54.
    17. ^ Massie, hlm. 41-42.
    18. ^ Tuchman, hlm. 180-182.
    19. ^ Milne, hlm. 39.
    20. ^ Massie & 31.
    21. ^ Halpern, hlm. 56.
    22. ^ German ships Goeben and Breslau reach Constantinople.
    23. ^ a b Hamilton & Herwig, hlm. 164.
    24. ^ Strachan, hlm. 650.

    References

    • Barlas, D. Lek; Güvenç, Serhat (2002). "To Build a Navy with the Help of Adversary: Italian-Turkish Naval Arms Trade, 1929–32". Middle Eastern Studies. London: Taylor & Francis. 38 (4): 143. doi:10.1080/714004485. ISSN 1743-7881. 
    • Bennett, Geoffrey (2005). Naval Battles of the First World War. London: Pen & Sword Military Classics. ISBN 978-1-84415-300-8. OCLC 57750267. 
    • Brice, Martin H. (1969). "S.M.S. Goeben/T.N.S. Yavuz: The Oldest Dreadnought in Existence—Her History and Technical Details". Warship International. Toldedo, OH: Naval Records Club. VI (4): 272–279. 
    • Buxton, Ian (2008). Big Gun Monitors: Design, Construction and Operations 1914–1945 (edisi ke-2nd, revised and expanded). Annapolis, MD: Naval Institute Press. ISBN 978-1-59114-045-0. 
    • Campbell, N. J. M. (1978). Battle Cruisers. Warship Special. 1. Greenwich, England: Conway Maritime Press. ISBN 978-0-85177-130-4. 
    • Corbett, Julian (1997) [1929]. Naval Operations. History of the Great War: Based on Official Documents. II (edisi ke-reprint of the 1929 second). London and Nashville, TN: Imperial War Museum in association with the Battery Press. ISBN 978-1-870423-74-8. 
    • Deringil, Selim (2004). Turkish Foreign Policy During the Second World War: An 'Active' Neutrality. LSE Monographs in International Studies. Cambridge: Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-52329-5. 
    • Gardiner, Robert; Gray, Randal, ed. (1985). Conway's All the World's Fighting Ships: 1906–1921. Annapolis: Naval Institute Press. ISBN 978-0-87021-907-8. 
    • Güvenç, Serhat; Barlas, Dilek (2003). "Atatürk's Navy: Determinants of Turkish Naval Policy, 1923–38". Journal of Strategic Studies. London: Routledge. 26 (1): 1. doi:10.1080/01402390308559306. ISSN 1743-937X. 
    • Halpern, Paul G. (1995). A Naval History of World War I. Annapolis: Naval Institute Press. ISBN 978-1-55750-352-7. 
    • Hamilton, Richard F.; Herwig, Holger H. (2005). Decisions for War, 1914–1917. Cambridge: Cambridge University Press. ISBN 978-0-51119-678-2. 
    • Herwig, Holger H. (1998) [1980]. "Luxury" Fleet: The Imperial German Navy 1888–1918. Amherst, New York: Humanity Books. ISBN 978-1-57392-286-9. OCLC 57239454. 
    • Hough, Richard (2003). Dreadnought: A History of the Modern Battleship. Cornwall, UK: Penzance. ISBN 978-1-904381-11-2. 
    • Langensiepen, Bernd; Güleryüz, Ahmet (1995). The Ottoman Steam Navy 1828–1923. London: Conway Maritime Press. ISBN 978-0-85177-610-1. 
    • McLaughlin, Stephen (2001). "Predreadnoughts vs a Dreadnought: The Action off Cape Sarych, 18 November 1914". Dalam Preston, Antony. Warship 2001–2002. London: Conway Maritime Press. hlm. 117–140. ISBN 978-0-85177-901-0. 
    • Nekrasov, George (1992). North of Gallipoli: The Black Sea Fleet at War 1914–1917. East European monographs. CCCXLIII. Boulder, Colorado: East European Monographs. ISBN 978-0-88033-240-8. 
    • Rohwer, Jürgen; Monakov, Mikhail S. (2001). Stalin's Ocean-Going Fleet: Soviet Naval Strategy and Shipbuilding Programmes, 1935–1953. London: Routledge. ISBN 978-0-7146-4895-8. 
    • Staff, Gary (2006). German Battlecruisers: 1914–1918. Oxford: Osprey Books. ISBN 978-1-84603-009-3. 
    • Stillwell, Paul (1996). Battleship Missouri: An Illustrated History. Annapolis, Maryland: Naval Institute Press. ISBN 978-1-55750-780-8. 
    • Sturton, Ian, ed. (1987). Conway's All the World's Battleships: 1906 to the Present. London: Conway Maritime Press. ISBN 978-0-85177-448-0. OCLC 246548578. 
    • Whitley, M. J. (1998). Battleships of World War Two: An International Encyclopedia. Annapolis, Maryland: Naval Institute Press. ISBN 978-1-55750-184-4. OCLC 40834665. 
    • Willmott, H.P. (2002). Battleship. London: Cassell Military. ISBN 978-0-304-35810-6. 
    • Worth, Richard (2001). Fleets of World War II. Cambridge, MA: Da Capo Press. ISBN 978-0-306-81116-6. 

    Other sources

    Topik Jerman juga tersedia dalam Proyek Wikimedia lainnya.
    Commons
    Galeri dan peta
    Wiktionary
    Kamus dan tesaurus
    Wikiquote
    Kutipan
    Wikibooks
    Buku dan manual
     
    Wikisource
    Perpustakaan
    Wikiversity
    Bahan belajar