Lompat ke isi

Pemamahan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 17 Juni 2020 22.38 oleh CommonsDelinker (bicara | kontrib) (Mengganti Masaai_with_cattle.jpg dengan File:Maasai_man_with_cattle.jpg (berkas dipindahkan oleh CommonsDelinker; alasan: File renamed: Criterion 3 (obvious error) · Correct spelling of)
Kambing yang digembalakan secara jelajah bebas di Filipina
Seorang penggembala dari suku Masaai menggembalakan sapinya di Kawah Ngorongoro

Pemamahan (grazing)[1] atau penggembalaan umumnya dijelaskan sebagai sebuah tipe pemberian makan kepada herbivora (umumnya hewan memamah biak) berupa tumbuhan (seperti rumput) dan alga[2]. Pemamahan tidak menyebabkan kematian pada tumbuhan yang dimakannya karena yang dimakan hanya bagian hijauan dari tumbuhan tersebut, sehingga tidak dikategorikan sebagai predasi. Dan pemamahan berbeda dengan parasitisme karena organisme pemangsa tidak terikat pada satu individu dan sebaliknya. Berbagai herbivora kecil mengikuti hewan gembala yang besar yang memakan rumput yang tinggi dan keras, sehingga mengekspos tanaman muda yang lebih lunak.

Penggembalaan penting dalam pertanian di mana hewan ternak digunakan untuk mengubah rerumputan dan hijauan lainnya menjadi daging, susu, dan produk ternak lainnya.

Sistem penggembalaan

Hingga abad ke 19, metode penggembalaan secara umum tidak tampak. Wilayah penggembalaan ternak digembalakan berlebihan dalam waktu lama (overgrazing) sehingga menimbulkan kerusakan lahan dan penurunan hasil ternak.

Penggembalaan musiman

Penggembalaan musiman adalah menggembalakan hewan ternak pada area tertentu dan di musim tertentu pada tahun tersebut. Hal ini memungkinkan suatu lahan diistirahatkan selama penggembalaan tidak berlangsung untuk menumbuhkan rerumputan kembali.[3] Di musim ketika hewan ternak tidak digembalakan (misal di musim dingin), hewan ternak diberi pakan fermentasi (silase).

Penggembalaan rotasi

Penggembalaan rotasi membagi wilayah penggembalaan menjadi beberapa titik untuk menjadi tempat-tempat yang digembalakan secara berurutan hingga kembali ke titik awal. Penggembalaan rotasi harus memperhitungkan "waktu istirahat" yang cukup bagi lahan di suatu titik untuk menumbuhkan kembali rumputnya.[3] Metode ini dilakukan sepanjang musim jika memungkinkan.

Penggembalaan petak-bakar

Penggembala membakar sepetak lahan yang berisi rumput kering. Area yang telah terbakar ini kemudian akan menumbuhkan rumput baru dan hewan ternak digembalakan setelah rumput baru tumbuh. Setelah dua tahun atau lebih, petak lainnya dibakar untuk menumbuhkan rumput baru. Metode ini mencerminkan hubungan antara ekologi api dan bison di padang rumput dan sabana.[4] Usaha ini juga digunakan untuk memulihkan populasi bison yang pernah hampir punah di alam liar.[5] Kini bison tidak dikategorikan sebagai hewan yang terancam punah karena sudah didomestikasi.

Penggembalaan tepian

Penggembalaan tepian (riparian grazing) digunakan untuk melestarikan hewan liar yang berbagi kawasan penggembalaan dengan hewan ternak. Manajemen dilakukan seperti penggunaan pagar atau dibatasi oleh situs alam seperti sungai. Manajemen dilakukan terutama jika spesies, jumlah, dan periode penggembalaan yang berbeda.

Efek ekologis

Domba Norwegia digembalakan di sepanjang pantai di Norwegia. Penggembalaan di daerah ini digunakan untuk menyeimbangkan kebutuhan ekologis

Sejumlah efek ekologis terkait dengan penggembalaan dapat berupa efek positif dan negatif.

Efek negatif terutama terjadi ketika terjadi penggembalaan yang berlebihan (overgrazing) sehingga menyebabkan erosi tanah dan menurunkan kuantitas dan kualitas air di dalam tanah dan permukaan, serta hilangnya keragaman hayati. Contoh historis penggembalaan berlebihan diikuti dengan konversi lahan menyebabkan berkurangnya populasi chaparral dan hutan hingga 70 persen. Penggembalaan dan konversi lahan yang masih terjadi di tempat tersebut semakin mengancam jawasan hutan California.[6]

Di beberapa habitat, penggembalaan pada tingkatan yang mencukupi dapat memulihkan efek penggembalaan berlebihan dan mengembalikan populasi rerumputan dan tumbuhan asli setempat. Penggembalaan juga mampu mengendalikan populasi rumput yang tumbuh liar karena hilangnya hewan pemakan rumput asli, bisa dikarenakan perburuan liar atau efek lainnya. Seperti di kawasan padang rumput di Eropa akibat berkurangnya populasi Bison Eropa, sehingga penggembalaan dibutuhkan di tempat tersebut untuk menjaga keseimbangan struktur dan keragaman hayati.

Banyak dari wilayah penggembalaan terbentuk dari hasil tebang habis hutan dan pengeringan rawa dan lahan basah sehingga aktivitas penggembalaan terbentuk.[7]

Manfaat penggembalaan

Hewan ternak merupakan sarana penting untuk mengubah rerumputan yang tidak bisa dikonsumsi langsung oleh manusia menjadi makanan bernutrisi tinggi.[8] Penggembalaan dapat memberikan manfaat bagi tanah dan keragaman hayati karena memberikan kesempatan spesies tertentu untuk tumbuh. Selain itu, urin dan kotoran hewan ternak yang digembalakan mampu menyuburkan tanah dan mengembalikan nutrisi seperti nitrogen, fosfor, dan kalium.[9] Kotoran ternak juga menyumbang manfaat bagi serangga dan mikroorganisme yang mendiami habitat wilayah penggembalaan; serangga dan mikrorganisme tersebut mampu mendekomposisi sampah organik dengan cepat. Peningkatan kadar organik tanah juga mampu meningkatkan kualitas air tanah karena berfungsi sebagai penyaring air yang akan masuk ke dalam tanah.[9]

Penggembalaan juga mampu mengendalikan potensi kebakaran liar yang mungkin terjadi, karena rumput yang tidak dimakan lambat laun akan mati dan mengering sehingga berpotensi terbakar secara alami akibat panas matahari maupun sambaran petir.

Penggembalaan mendukung keragaman hayati. Beberapa spesies tumbuhan tidak mampu bersaing dengan rumput yang tumbuh lebih cepat sehingga terjadi kompetisi. Hewan ternak melakukan seleksi dengan memakan rumput yang tumbuh cepat dan meninggalkan beberapa spesies tumbuhan yang tidak menjadi makanan mereka. Spesies tumbuhan yang dilestarikan tersebut mungkin memiliki manfaat bagi serangga dan hewan lainnya yang bergantung pada keberadaan tumbuhan tersebut. Misal serangga tertentu hanya menyerbukkan tumbuhan tertentu. Tingginya rerumputan dan banyaknya tumpukan rumput yang mati juga tidak diinginkan oleh beberapa spesies unggas yang bersarang di padang rumput.[10]

Pemamahan non-rumput

Meski rumput sering kali dikaitkan dengan mamalia dalam mencari makan, ekologis menggunakan istilah pemamahan (grazing) sebagai aktivitas makan memakan antara herbivora dan produsen yang tidak menyebabkan kematian pada suatu organisme.[11] Hal ini berarti mencakup aktivitas makan memakan pada berbagai habitat termasuk invertebrata laut yang memakan bagian tanaman dari kelp, dan siput yang memakan lumut di permukaan bebatuan.

Lihat pula

Referensi

Pranala luar