Lompat ke isi

Bahasa Jawa Indramayu

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 22 April 2022 19.44 oleh Jatibarang (bicara | kontrib) (Perbaikan kesalahan ketik)
Bahasa Jawa Indramayu
  ꦧꦱꦢꦼꦂꦩꦪꦺꦴꦤꦤ꧀
basa dermayon
Dituturkan diIndonesia
Wilayah Jawa Barat
EtnisJawa
Penutur
± 2 juta penutur jati (2020)
Lihat sumber templat}}
Beberapa pesan mungkin terpotong pada perangkat mobile, apabila hal tersebut terjadi, silakan kunjungi halaman ini
Klasifikasi bahasa ini dimunculkan secara otomatis dalam rangka penyeragaman padanan, beberapa parameter telah ditanggalkan dan digantikam oleh templat.
Posisi bahasa Jawa Indramayu dalam harap diisi Sunting klasifikasi ini 

Catatan:

Simbol "" menandai bahwa bahasa tersebut telah atau diperkirakan telah punah
Bentuk awal
Aksara Jawa
alfabet Latin
Status resmi
Diatur olehLembaga Bahasa dan Sastra Jawa Indramayu
Kode bahasa
ISO 639-3
LINGUIST List
LINGUIST list sudah tidak beroperasi lagi
jav-ind
Glottologindr1248[1]
 Portal Bahasa
L • B • PW   
Sunting kotak info  Lihat butir Wikidata  Info templat

Dialek Dermayon (disebut juga bahasa jawa indramayu)(Carakan: ꦧꦱꦢꦼꦂꦩꦪꦺꦴꦤꦤ꧀). Bahasa Dermayon adalah Bahasa Jawa dialek Dermayon (Indramayu) yang dipergunakan oleh penduduk jawa di utara pulau jawa bagian barat. Bahasa Dermayon memiliki banyak kosa kata di dalamnya, hal ini dikarenakan bahasa dermayon adalah bahasa jawa campuran (Campursari) atau persatuan dari berbagai kosa kata dalam bahasa jawa yang berbeda pada sebagian kecil desa yang berada di daerah Indramayu di masa lampau. Hal itulah yang membentuk suatu Dialek Dermayon.

Bahasa Dermayon terdapat 3 Tingkatan :

Pada setiap tingkatannya terdapat perbedaan dalam kosa kata dan juga aturan penggunaan dalam bahasa jawa dermayon ini. Berikut ini penjelasannya :

N1. Ngoko artinya pengucapan kosa kata yang digunakan dalam bahasa sehari-hari atau masyarakat Indramayu menyebutnya (basa kasaran atau bahasa kasar).

- Aturan penggunaan Kosa Kata Ngoko hanya boleh di gunakan, apabila anda berbicara dengan lawan bicara yang sudah dikenal sebelumnya dan lawan bicara anda di bawah usia dari anda.

N2. Madya artinya merupakan bentuk Kosa Kata campuran antara Besiken dan Ngoko.

- Aturan penggunaan Kosa Kata Madya seringkali digunakan oleh pembicara yang seumuran dengan anda.

N3. Besiken artinya Krama Inggil yang mana bentuk Kosa Kata dari besiken semuanya mengunakan kosa kata yang sangat halus atau krama inggil dan masyarakat Indramayu menyebutnya Besiken.

- Aturan penggunaan kosa kata Besiken atau Krama Inggil digunakan pada saat anda berbicara dengan orang tua atau dengan lawan bicara yang usianya lebih tua dari anda. 


Dialek Dermayon (Indramayu) ini juga sebagai bahasa induk dialek jawa pesisir utara pulau jawa bagian barat. Digunakan di wilayah Kabupaten Indramayu, bagian utara di Kabupaten Majalengka, bagian utara atau timur di Kabupaten Subang dan di utara Kabupaten Karawang Provinsi Jawa Barat, Indonesia.[2][3]

Sejarah

Daerah indramayu merupakan berpenduduk Ras Mongoloid atau bangsa Austronesia (Asia) yang dimungkinkan datang dari dataran Asia, diperkirakan juga sekitar 500 Sebelum Masehi yang hidup di pesisi utara pulau jawa bagian barat atau di daerah Indramayu ini.

Identitas Ras Mongoloid di daerah ini ditandai berupa bukti temuan Tengkorak Manusia Purba Ras Mongoloid atau Ras Asia yang lebih dulu mendiami daerah ini[1], sehingga bisa diterangkan tentang dari golongan mana penduduk daerah ini berasal.  

Mengenai manusia purba yang hidup  pada daerah ini dimasa lampau, kemungkinan besar manusia purba sangat tertarik dengan daerah yang dekat dengan sumber air. Hal ini bisa dibaca pada catatan pemetaan desa-desa kuno pada daerah ini, dimana tempat penduduk rata-rata kebanyakan hidup dipinggiran aliran sungai, seperti halnya daerah Indramayu ini.

Kemungkinan di abad ke-1 Masehi penduduk mulai membagi suatu kelompok berdasakan Ras atau Suku, yang mungkin bertujuan untuk mengenal kelompoknya masing-masing seperti Kelompok Jawa, Sunda, Bugis, Batak dan Kelompok-kelompok lainnya di Indonesia.

Penduduk daerah ini masuk ke kelompok Suku Jawa yang meliputi IndramayuBrebesTegalPemalang,  BumiayuBanyumasCilacapBanjarnegaraPurbalinggaKebumen dan sebagian kecil wilayah utara Cirebon.

Mataram Kuno

Daerah ini juga merupakan distrik bagian utara wilayah dari Kerajaan Mataram Kuno terutama abad ke 8 era Dinasti Sanjaya ketika Rakai Panangkaran bertahata di tahun 760 atau abad ke 8 Masehi. Pada wilayah ini digunakan sebagai kawasan militer Angkatan Laut dipesisir utara serta Angkatan Darat bagian utara Kerajaan Mataram Kuno dan seluruh wilayah ini atau daerah ini digarap menjadi area pertanian terutama era Dinasti Sanjaya yang terkenal akan sistem keagrarisan pertanian yang maju.

Penduduk daerah ini di abad ke 8 sampai abad ke 9 masih beragama Hindu, namun di abad ke 9 penduduk daerah ini beragama budha akibat pengaruh 2 Dinasti di dalam Kerajaan Mataram Kuno terutama kekuasaan Dinasti Syailendra yang membawa Kerajaan Mataram Kuno lebih berkejaya. Hal ini terjadi dari beberapa perkembangan dalam berbagai bidang di Kerajaan Mataram Kuno itu sendiri, seperti politik, ilmu pengetahuan, budaya, sosial dan keagamaan budha. Selain itu pada Dinasti Syailendra juga mampu memperluas wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno hingga ke luar Nusantara. Salah satu Raja Mataram Kuno yang terkenal adalah Rakai Samaratungga, di mana Candhi Borobudur dibangun pada era kepemerintahaannya, Kerajaan Mataram Kuno akhirnya bersatu kembali setelah perkawinan Rakai Pikatan dari Dinasti Sanjaya dan Pramodhawardani dari Wangsa Syailendra.

Sriwijaya

Di abad ke 10 Masehi pasca pergantian Dinasti Syailendra dengan Dinasti Isyana serta pemindahaan pusat Kerajaan Mataram Kuno ke daerah Jawa Timur oleh Mpu Sindok, daerah ini menjadi bagian dari Kerajaan Sriwijaya terutama era Sri Marawijayottunggawarman yang bertahta pada 1008 Masehi. Kerajaan Sriwijaya memperluas wilayah kekuasaanya ke Nusantara juga utara Pulau Jawa termasuk daerah ini. Kejayaan Sriwijaya dapat dilihat dari keberhasilannya di beberapa bidang, seperti bidang maritim dengan menguasai jalur perdagangan melalui Selat Malaka, Selat Sunda, Semenanjung Malaya hingga di daerah jawa dipesisir utara pulau jawa seperti daerah ini. Rakyatnya pun hidup dengan makmur karena kerajaan mendapatkan banyak pemasukan dari pajak kapal-kapal dagang yang melintas. Untuk menjaga stabilitas kerajaan, dibangunlah armada laut yang kuat supaya dapat mengatasi gangguan di jalur pelayaran. Pada saat Trailokyaraja Maulibhusana Warmadewa bertahta atau sekitar tahun 1178 sampai 1220 Masehi, Kerajaan Sriwijaya mengalami kemunduran ekonomi serta desakan dari Kerajaan Thailand, hingga mengakibatkan daerah-daerah pada wilayahnya ada memisahkan diri dan ada juga di kuasai oleh kerajaan lain.

Singasari

Pada Tahun 1276 Masehi daerah ini diduduki oleh Kerajaan Singasari pada saat Kārtanegara bertahta di Kerajaan Singasari, wilayah pesisir utara yang berada di tepi laut jawa sangat mudah teridentitas oleh Kerajaan lain, apalagi seperti daerah Indramayu yang lebih menonjol ke utara letak geografis daerahnya dibandingkan daerah lainnya di pulau jawa bagian barat yang rata-rata tidak menonjol letak geografis daerah.

Pada masa pemerintahan raja Kertanegara wilayah kekuasaannya hampir mencakup seluruh daerah di Nusantara dengan misi Ekspedisi Pamalayu yang direalisasikan pada tahun 1275 Masehi. Bahkan dari misi ini berhasil kuasai kerajaan Campa dengan melalui politik pernikahan antara adik perempuannya dengan raja Campa. Di samping kerajaan Campa beberapa wilayah di Nusantara, seperti Bakulapura, Sunda, Pesisir Utara Jawa, Madura, Bali, dan Gurun dapat ditaklukkan.

Ketika daerah ini duduki oleh Kerajaan Singasari terdapat beberapa pembaruan terutama di bidang kemaritiman dan juga awal mula terciptanya budaya Tari Topeng Kelana asli daerah Indramayu sebenarnya berasal dari pengaruh Kerajaan Singasari di masa lalu atau di abad ke-13.

Kerajaan Singasari menjadi induk budaya dari Indramayu terutama budaya seperti Budaya Singabarong adalah induk budaya Singadepok Indramayu, Budaya Kethoprak atau Wayang Orang induk budaya Sandiwara Indramayu.

Kejayaan Kerajaan Singasari dimasa pemerintahan Kertanegara berakhir setelah munculnya pemberontakan Jayakatwang. Ia adalah bupati Gelang-gelang yang bersama Aria Wiraraja, Patih Kebo Mundarang, Ardharaja, dan pasukan Jaran Guyang pada tahun 1292 mampu menggulingkan pemerintahan Kertanegara, meski Jayakatwang berhasil mengalahkan Kertanegara, tetapi tidak berhasil menguasai istana.

Raden Wijaya melancarkan serangan balasan pada 1293 dan mengalahkan Jayakatwang, setelah peristiwa itu, Raden Wijaya mendirikan kerajaan baru bernama Kerajaan Majapahit dan secara pergantian Kerajaan, daerah ini juga menjadi wilayah majapahit.

Majapahit

Di era Kerajaan Majapahit, daerah ini sempat memiliki agama campuran yaitu Hindu dan Budha, akan tetapi penduduk daerah ini kemungkinan besar beragama Budha dimasa lalu, hal ini berdasarkan hasil temuan berupa Candhi Sambimaya[2] di Blok Dingkel, Desa Sambimaya, Kecamatan Juntinyuat Indramayu.

Candhi Sambimaya adalah Candhi Budha peninggalan penduduk pribumi suku jawa daerah Indramayu ini di masa lalu atau sebelum Indramayu dibangun atau lebih tepatnya peninggalan peradaban dari Kerajaan Majapahit. Ukuran Batu Bata, serta bentuk pada Candhi Sambimaya tersebut juga sama dengan ukuran Batu Bata dan bentuk dipercandian Kerajaan Majapahit di Jawa Timur, namun terdapat kecanggihan pada Candhi Budha ini terutama bagian dasar dari Candhi Sambimaya memiliki Pondasi yang sengaja disusun miring beberapa derajat untuk tahan gempa. Hal ini sama seperti bentuk bangunan Candhi Borobudhur[3] abad ke-8 yang miring beberapa derajat dari susunan pondasi dasar hingga kubah bagian atas yang bertujuan untuk mengurangi beban serta tahan gempa.

Dari temuan lain pada Situs Percandhian Sambimaya ini terdapat pecahan keramik era Dinasti Ming[4]. Dari hal tersebut diyakinkan, bahwa dimasa lampau pernah terjadi hubungan perdagangan antara Kerajaan Majapahit dengan Dinasti Ming (Tiongkok) di daerah ini. Disatu sisi juga pendatang Tiongkok juga banyak yang berdatangan di daerah ini, hal ini dikarenakan pada saat Raja Hayam Wuruk bertahta di Kerajaan Majapahit, di era kepemimpinannya mampun membawa majapahit mencapai keemasannya hingga menjadi kerajaan ternama di Asia, namun disatu sisi lainya kejayaan dari Kerajaan Majapahit mulai melemah pada 1368 Masehi, terutama pasca ditinggalkannya Mahapati Gaja Mada, wilayah utara majapahit atau daerah ini sebagai pusat pelabuhan di pesisir utara pulau jawa bagian barat, akan tetapi dipindah ke Palembang pada 1377 Masehi. Meskipun demikian wilayah majapahit pada daerah ini tetap menjadi distrik Majapahit di pesisir utara pulau jawa bagian barat khususnya Logam dan Minyak.

Naskah jawa kuno pertengahan catatan Kiyai Ageng Rakinem seorang pribumi atau bukan pendatang dari majapahit dan bukanpula penyebar agama budha, melainkan Kiyai Ageng Rakinem adalah seorang Ulama Besar atau kakak dari Syekh Datuk Kahfi, sebelum Kiyai Ageng Rakinem memeluk agama islam, ia hanya seorang petani bukan penyebara agama budha. Kiyai Ageng Rakinem asli pribumi suku jawa daerah ini pada saat daerah ini masih menjadi wilayah Kerajaan Majapahit.

Dalam catatanya, bahwa Kerajaan Majapahit di tahun 1398 perang dengan Kerajaan Singapura, majapahit membawa penduduk jawa dari daerah ini sekitar 7.000 prajurit pada wilayah Majapahit Utara dari Ploso Kěrěp, Watěs Kědiri (Binong sekarang), Bondhan, Kārtasmaya, Kārtichala, Pasekan, Juntinyuat, Ganjar(Gantar), Sidodadi, Sakra (Sukra), Ki kidungamis, Kandhang Awur, Ligung, Panongan, Karangsembung, Dharmawangi, Bantarjati, Jatitujuh, Luwung Malang (Haurgeulis sekarang), Kiwadho(Ciwado), Kārimun (Kerimun Losarang), Kiasem Wethan (Chiasem) serta Pemanukan (Pamanukan) diboyong Kerajaan Majapahit untuk berperang dengan singapura.

Ditahun yang sama juga dalam naskah jawa kuno tulisan Kiyai Ageng Rakinem menyebutkan Syekh Datuk Kahfi beserta orang-orang muslim dari Kerajaan Siam (Thailand) dan orang-orang muslim dari Tiongkok mendarat di dermaga Pasekan Majapahit, selain dari tempat itu beberapa bagian pendatang tersebut mendarat di barat, tepatnya di Eretan Kulhon dan Pemanukan Wethan (Pamanukan Timur) Majapahit. Syekh Datuk Kahfi berbicara menggunakan bahasa Melayu, ia menceritakan tentang kedatangan beserta rombongan yang lainnya yang telah mendarat di Dermaga Paseh Majapahit (Pasekan sekarang), tujuan kedatangannya untuk siar agama Islam di daerah majapahit bagian utara atau daerah ini.

Syekh Datuk Kahfi juga menceritakan, bahwa saudara sekandungnya yang bernama Syekh Quro berada di sebrang barat sungai Cipunegara Majapahit (Pamanukan Timur) atau di wilayah Kerajaan Tarumanegara (Pamanukan Barat). Syekh Datuk Kahfi tinggal bersama Kiyai Ageng Rakinem di Dhemang Bondhan Majapahit, Rakinem banyak menimbah ilmu agama islam dari Syekh Datuk Kahfi dan Rakinem menjadi murid pertamanya didaerah pesisir utara pulau jawa bagian barat yang berijazahkan Kiyai atau Ulama, masyarakat Jawa Kuno daerah ini menyebutnya Ageng artinya Agung atau Orang Besar yang kemudian dikenal dengan Kiyai Ageng Rakinem. Setelah lama Syekh Datuk Kahfi tinggal di Bondhan Majapahit, adik dari Kiyai Ageng Rakinem yang bernama Nyi Mas Ratu Kenchana Wungu dinikahi oleh Syekh Datuk Kahfi dengan seserahan pernikahan berupa bangunan Masijid Nyapu Angin yang dibangun pada tahun 1336 Saka atau 1414 Masehi oleh Syekh Datuk Kahfi, Kiyai Ageng Rakinem dan masyarakat dhemang Bondhan. Nama Masjid tersebut yang sekarang dikenal sebagai Masjid Bondan yang terletak di desa Bondan, Kecamatan Sukagumiwang-Indramayu.

Tahun 1456 Masehi catatan naskah jawa kuno pertengahan dari Kiyai Ageng Sidhum (Raden Gagak Pranala) tentang Raden Aria Wiralodra yang pernah bertemu dengannya, ia menceritakan kepada Kiyai Ageng Rakinem dan Syekh Datuk Kahfi, bahwa ada saudaranya yang bernama Raden Aria Wiralodra masih muda mencari daerah ini, dalam pembicaraanya bahwa raden aria wiralodra itu ingin mencari daerah Bengawan Manukwana untuk didirikan sebuah negara pada saat bertemu dengannya. Kiyai Ageng Sidhum membawa Raden Aria Wiralodra ke bondhan untuk bertemu dengan Syekh Datuk Kahfi di kediaman Kiyai Ageng Rakinem. Syekh Datuk Kahfi menanyakan apa tujuan dari Raden Aria Wiralodra dan Ki Tinggil datang ke wilayah Majapahit utara ini (Indramayu sekarang).

Ternyata Raden Aria Wiralodra dalam naskah jawa kuno pertengahan atau Babad catatan Kiyai Ageng Rakinem, Raden Aria Wiralodra mendapatkan sebuah wangsit (petunjuk) dari para leluhurnya yang telah meninggal ketika ia bersemedi di kaki Gunung Sumbing. Ia melakukan itu karena cita-citanya ingin mendirikan sebuah negara tanpa dibawahi oleh kerajaan lain dan ia ingin menebang hutan di daerah Majapahit ini jika para pemimpin desa-desa kuno yang ada di wilayah majapahit utara semuanya setuju. Tujuan penebangan hutan juga agar penduduknya nanti jika berdiri sebuah negara bisa hidup kecukupan dalam hal makanan atau kebutuhan serta tidak ada umpeti yang harus diserahkan kepada raja, melainkan untuk kepentingan warga itu sendiri.

Dari keinginan yang suci dan mulia itu, Kiyai Ageng Rakinem dan Syekh Datuk Kahfi serta Kiyai Ageng Sidhum ikut mendukung cita-cita Raden Aria Wiralodra untuk mendirikan sebuah negara yang terbebas dari umpeti, namun Syekh Datuk Kahfi menjelaskan, bahwa dihutan bagian utara wilayah majapahit ini terdapat Kerajaan Jin yang berbentuk emas serta Raja Jin yang kuat dan jika kerajaan jin itu berhasil dikalahkan, maka orang yang mengalahkan itu adalah pendiri daerah majapahit ini.

Kata Syekh Datuk Kahfi, Kerajaan Jin itu sulit dikalahkan, meskipun di Bondhan wilayah majapahit ada ulama atau Kiyai, namun belum ada yang mampu mengalahkan Kerajaan Jin itu serta untuk mengalahkan Kerajaan Jin itu butuh Tokoh yang kuat terutama orang yang beragama islam yang bisa mengalahkan Kerajaan Jin itu, yang kemudian Syekh Datuk Kahfi menanyakan tentang agama Raden Aria Wiralodra apa yang dianut dan agama yang dianut Raden Aria Wiralodra adalah agama Budha.

Dalam Catatan Kiyai Ageng Rakinem, dari sinilah Syekh Datuk Kahfi mengangkat Raden Aria Wiralodra sebagai murid pertama dari kalangan anak raja pada tahun 1456 Masehi dan mengislamkannya. Di Bondhan Majapahit (Indramayu sekarang) Raden Aria Wiralodra digembleng ilmu agama islam serta diberi ilmu Nyapu Angin, Tlampěk Kěmangmang, Kedigdayan dan Ilmu lainnya oleh Syekh Datuk Kahfi agar Raden Aria Wiralodra bisa membabad (menebang) hutan di wilayah Kerajaan Majapahit ini (Indramayu sekarang) atau lebih cepat selesai.

Raden Aria Wiralodra di utus oleh Syekh Datuk Kahfi untuk bersemedi di dalam rumah sambil Dzikir serta mengirimkan bacaan Doa kepada Allah Swt, Kepada Nabi Muhammad dengan Sholawat dan leluhurnya agar diberi petunjuk dan kekuatan yang melebihi manusia normal serta keinginannya agar benar-benar tercapai mendirikan sebuah Negara.

Setelah Raden Aria Wiralodra dewasa, Syekh Datuk Kahfi memberi Ijazah apa yang di inginkan Raden Aria Wiralodra adalah keniatan yang ada dalam dirinya sampai ia mau menjadi muridnya tanpa paksaan, permusuhan soal agama dan oleh karena itu Syekh Datuk Kahfi masih mengingat, bahwa Raden Aria Wiralodra menerima ajakannya untuk menganut Agama Islam dengan Ikhlas tanpa Paksaan, Peperangan, Permusuhan, karena Raden Aria Wiralodra memiliki keinginan mendirikan sebuah negara dengan baik, maka Syekh Datuk Kahfi memberikannya Ijazah Ilmu Agama Islam, Ilmu Nyapu Angin miliknya dan diberi nama Kanjeng Gusti Aria Wiralodra yang di beri gelar Sultan Wiralodra pada 1461 Masehi. Tinggil juga diberi Ijazah Kiyai oleh Syekh Datuk Kahfi, untuk menjadi Panekawan Kangjeng Gusthi Aria Wiralodra.

Kerajaan-Kerajaan Jin ditaklukan. Hutan-Hutan lebat di wilayah Kerajaan Majapahit daerah ini ditebang hingga berupa lahan yang bersih, lahan-lahan yang bersih itu diserahkan kepada penduduk desa-desa kuno untuk ditanami padi atau di alih fungsikan dari Hutan menjadi persawahan, hingga sampai perbatasan Kerajaan Majapahit dengan Tarumanegara di sungai Cipunegara.

Hutan-hutan di wilayah selatan sampai ke Tomo, Kiwadho, Ganjar, Ploso Kěrěp, Kidungamis, Wates Kediri, Kārtajati, Jatitujuh, Ligung, Sendangwangi, Dharma, Penyingkiran, Lemahsugih, Bantěran, Bantêrjejeg.

Hutan-Hutan diwilayah Timur, Karangampêl, Krangkêng, Kārtamaya, Bodhan, Kārtichala, Juntinyuat, Pasêhkan, Sěndang Sěliran, Pělanongan, Kedhokan, Larangan, Losarang, Kandhang Awur, Kroya.

Hutan-Hutan di Barat Luwung Malang (Haurgeulis sekarang), Wates Kědiri, Sakra (Sukra), Pāmanukan Wethan.

Setelah semua hutan dibersikan dan serahkan kepada penduduk Jawa Kuno Wangsamajapahit untuk ditanami persawahan. Syekh Datuk Kahfi kembali bertemu dengan Kanjeng Gusti Aria Wiralodra, bahwa ia akan pamit pergi ke Pajajaran dan sekaligus pertemuan terakhir dengan Kanjeng Gusti Aria Wiralodra.

Kutipan Fakta

Dalam Babad Dermayu. Diketahui, bahwa Kiyai Ageng Sidhum adalah Gagak Pranala (Buyutnya Aria Wiralodra) asli penduduk pribumi jawa daerah ini namun ia hidup dan pendiri desa Lelea yakni di Lelea ketika IndramayuMajalengka dan Subang Timur masih wilayah dari Kerajaan Majapahit.

Kiyai Ageng Sidhum adalah masih Keluarga dari Raden Aria Wiralodra, beliau hidup di barat pada saat Indramayu masih wilayah dari Kerajaan Majapahit. Kiyai Ageng Sidhum adalah murid Syekh Datuk Kahfi datang atau mendarat di Pelabuhan Paseh (Pasekan) saat daerah Indramayu masih wilayah Kerajaan Majapahit. Syekh Datuk Kahfi datang ke daerah ini pada 1397 sebagai menyiar agama islam pertama di wilayah Kerajaan Majapahit khususnya di IndramayuMajalengka dan Subang.

Pada pendirian daerah ini Raden Aria Wiralodra adalah wangsa atau masa hidupnya bersama dengan Syekh Datuk Kahfi, Kiyai Ageng Rakinem, Syekh Quro, Sunan Kalijaga, Kiyai Ageng Sidhum (Sidum), dan Ki Demang Wongso Yudo(asal Semarang).

Sedangkan di era Mataram Islam adalah Raden Bagus taka yang dinobatkan sebagai Gubernur Dermayon yang bergelar Ngabehi Wiralodra. meskipun sama-sama dari Bagelen tapi berbeda tahun kepemerintahannya

Nama Manukwara bukanlah kerajaan melainkan Sejarah Imajinasi atau Karangan seseorang.

  Guru agama islam Raden Aria Wiralodra adalah Syekh Datuk Kahfi bukan Syekh Banten (Syekh Syarif Hidayatullah) .

Masyarakan Indramayu menyebut Syekh Datuk Kahfi adalah Sunan Gunung Jati disingkat Syekh Nurjati tapi bukan Syekh Syarif Hidayatullah yang dimaksud menyebut Syekh Syarif Hidayatullah adalah Syekh Banten bukan Gunung Jati


Catatan siar islam di Indramayu pertama sebelum daerah ini bangun oleh   Syekh Datuk Kahfi(Thailand 1393), sesudah Indramayu dibangun: Syekh Abdul Khodir Jaelani(Demak 1479), Syekh Quro (Karawang 1412), Syekh Sahid (Sunan Kalijaga 1481) dan Syekh Lemah Abang (Demak 1481).

Nāgari Kāsultanan Dhārma-Ayu

Nagari Kāsultanan Dhārma-Ayu (Bahasa Jawa:ꦤꦒꦫꦶ ꦏꦱꦸꦭ꧀ꦠꦤꦤ꧀​ ꦣꦫ꧀​ꦩꦪꦸ ) Kāsultanan Dhārma-Ayu sendiri dibentuk oleh Kanjeng Gusti Aria Wiralodra (Sultan Wiralodra I) pada tahun 1400 Saka atau sekitar 1478 Masehi. Pembentukan Kesultanan Dermayon ini di dasari dari runtuhnya Kerajaan Majapahit pada ditahun 1478 Masehi, namun baru berdaulat atau negara mutlak pada 7 Oktober 1527 Masehi oleh Kanjeng Gusti Wirapati (Sultan Wiralodra II).

Nagari Kasultanan Dhārma-Ayu juga dirujuk sebagai Nagari Kasultanan Ngadharmayonan atau hanya Dermayon atau Dermayu, kerajaan ini didirikan setelah memisahkan diri dari Kerajaan Majapahit.


Prasasti Pendirian Negeri[5]

ꦤꦔꦶꦁ ꦧꦼꦚ꧀ꦗꦶꦁ ꦄꦭ꧀ꦭꦃ ꦤꦾꦸꦏꦤꦶ   ꦏꦼꦫꦲ꧀ꦩꦠꦤ꧀ ꦏꦁ ꦭꦶꦤꦸꦮꦶꦃ ꦣꦫ꧀ ꦄꦪꦸ ꦩꦸꦭꦶꦃꦲꦫ꧀ꦗ꧀ꦗ ꦠꦤ꧀ ꦄꦤ ꦱꦮꦶꦗꦶ ꦮꦶꦗꦶ ꦥꦼ‌ꦫ꧀ꦠ꧀ꦠꦼꦭꦤꦼ ꦪꦼꦤ꧀   ꦮꦺꦴꦤ꧀ꦠꦼꦤ꧀ ꦠꦏ꧀ꦰꦏ ꦤꦾꦧꦿꦁ ꦧꦼꦔꦮꦤ꧀  ꦕꦶꦩꦤꦸꦏ꧀ ꦱꦸꦩꦸꦫ꧀ ꦏꦼꦗꦪꦴꦤ꧀  ꦢꦼꦫꦼꦱ꧀ ꦩꦶꦭꦶ ꦤ꧀​ꦢ꧀​ꦭꦸꦥꦸꦏ꧀​ ꦩꦸꦫꦸꦧ꧀​ ꦠꦤ꧀ꦥ ꦥꦠꦿ ꦱꦢꦪ ꦥꦤ꧀ ꦩꦹꦏ꧀ꦠꦶ ꦩꦭꦶꦃ  ꦱꦺꦴꦩꦲꦤ꧀ ꦭꦮꦤ꧀ ꦥꦿꦗꦸꦫꦶꦠ꧀ ꦫꦺꦴꦮꦁ   ꦭꦮꦤ꧀ ꦥꦿꦶꦒꦸꦁ ꦱꦩꦾ ꦠꦼꦤ꧀ꦠꦽꦩ꧀ ꦄꦠꦶꦤꦼ  ꦱꦢꦪ ꦲꦫ꧀ꦗ꧀ꦗ ꦠꦸꦩꦸꦭꦶ ꦅꦁ ꦱꦼꦏꦼꦲꦶꦁ ꦤꦼꦒꦫ  ꦥꦢ ꦫꦲꦫ꧀ꦗ꧀ꦗ

Nanging Benjing Allah nyukani Kerahmatan kang linuwih Darma ayu mulih harja Tan ana sawiji - wiji Pertelane Yen wonten taksaka nyabrang bengawan Cimanuk Sumur kajayaan deres mili Dlupak murub tanpa patra Sadaya pan mukti malih Somahan lawan prajurit Rowang lawan priagung Samya tentram atine Sadaya harja tumuli Ing sekehing Negara pada raharja

Akan tetapi Allah melimpahkan Rahmat-Nya yang berlimpah Darma Ayu kembali makmur tiada ada suatu hambatan Tandanya Jika ada ular nyebrangi sungai cimanuk Sumur kejayaan mengalir deras Lampu menyala tanpa minyak Semua hidup makmur Bekerja sama dengan tentara Membantu penguasa Semua hidup aman dan tentram seluruh negara hidup makmur.

Nama

Nama Nagari Kāsultanan Dhārma-Ayu berasal dari kata Dharma artinya Nāgaradharmakārtagama  atau Agama, sedangkan nama Ayu artinya Suci. Pengartian dari semuanya adalah Agama Islam Yang Suci di balik nama Dharma-Ayu itu sendiri.

Pengertian jawa nama Dharma Ayu berasal dari Bahasa Jawa Dharma (Kebenaran) dan Ayu (Rahayu atau Ketentraman atau Kesucian) pengartian semuanya Kebenaran yang Suci atau Asli.

Nama lain atau sebutan dari Kesultanan ini : Dermayu.

Dermayon.

Dermayonan.

Ngadhermayonan.


Politik

Nagari Kasultanan Dharma-Ayu ini memakai Dinasti Politik sebagai tahta kepemerintahan Kekuasaannya. Dinasti Politik juga identik dengan Kerajaan-Kerajaan Besar dan sudah umum dipakai kerajaan besar lainnya yang mana Dinasti Politik tahta raja yang berkuasa akan diwariskan secara turun temurun dari ayah kepada anaknya. Tujuan tersebut agar kekuasaan akan tetap berada di lingkaran keluarga Pemerintahan yang bertahta.

Raden Aria Wiralodra yang dinobatkan oleh ayahnya Gagak Singalodra di Bagelen sebagai Pangeran Wiralodra, namun pada saat pergi ke Majapahit (Wilayah Indramayu sekarang), tahtanya berubah menjadi Kanjeng Gusti Aria Wiralodra atau Sulthon Ngawiralodra setelah dinobatkan oleh Syekh Datuk Kahfi pada 1461 sebagai pemimpin Daerah Majapahit Barat yang awalnya di dahului oleh Arya Damar sebagai pemimpin daerah ini sebelum dipindah ke Palembang pada 1449 Masehi oleh Kerajaan Majapahit

Nama Aria Wiralodra adalah nama asli atau bukan Indraprasta. Nama lain Raden Aria Wiralodra yaitu Gagak Singalodra.

Simbol

Burung Gagak adalah Simbol Kuno dari Negeri Kesultanan Dermayu ini, penyempatan Simbol Burung Gagak adalah Simbol Ke-islaman Dermayu atau Kekhalifahan Dermayu pada 1478 Masehi.

Simbol Negeri Gagak Singalodra[6]

Alasan memilih Burung Gagak Burung gagak memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi, kecerdasan gagak bahkan disebutkan dalam Al-Qur'an, bahwa hewan ini yang dikirimkan Allah SWT untuk mengajari manusia pada masa awal keberadaannya. Allah berfirman dalam surat Al-Ma’idah ayat 31:

 فَبَعَثَ ٱللَّهُ غُرَابًا يَبْحَثُ فِى ٱلْأَرْضِ لِيُرِيَهُۥ كَيْفَ يُوَٰرِى سَوْءَةَ أَخِيهِ ۚ قَالَ يَٰوَيْلَتَىٰٓ أَعَجَزْتُ أَنْ أَكُونَ مِثْلَ هَٰذَا ٱلْغُرَابِ فَأُوَٰرِىَ سَوْءَةَ أَخِى ۖ فَأَصْبَحَ مِنَ ٱلنَّٰدِمِينَ 

Artinya: "Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana seharusnya menguburkan mayat saudaranya.

Dari Al-Qur'an yang menyebut Burung Gagak yang mengajari manusia itulah menjadi alasan Raden Aria Wiralodra memilih Burung Gagak sebagai Simbol Negeri Kesultanan Dermayu di masa lalu. Sebagaimana penduduk Negeri Kesultanan Dermayu di masa lalu memiliki kecerdasan yang tinggi.  Selain dari pada itu, Burung Gagak diartikan sebagai Burung yang berani, kesetiaan dan memiliki kelebihan lainnya, sehingga muncul suatu sebutan Gagak Winangshi[7] pada simbol Gagak Negeri Kesultanan Dermayu. Sebenarnya simbol gagak dermayon memiliki nama asli yaitu Gagak Singalodra.  

Pembagian Administratif Kewilayahan

Di dalam Nagari Kāsultanan Dhārma-Ayu terdapat beberapa Kawedanan di dalamnya diantaranya :

Kawedanan Jatibarang.

Kawedanan Karangampel.

Kawedanan Kandhang Awur (Kandanghaur). 

Kawedanan Pamanukan.

Kawedanan Losarang.

Madya Kedaton Dhārma-Ayu (Indramayu).

Madya Kedaton Muncer Kelana (Istana Puser Bhumi (Indramayu)) istana Sultan Benggala.


Pada tahun 1481 Masehi Kesultanan ini juga tidak luput dari dakwah para ulama besar dimasa lalu seperti perjalanan Sunan Kalijaga beserta muridnya yang masih beragama Hindu bernama Ki Demang Wongso Yudo asal Semarang di suruh untuk belajar di Kawedanan Karangampel. Di Karangampel di didik oleh Syekh Abdul Khodir Jaelani (Syekh Demak) yang lebih dahulu tinggal di Indramayu.

Sunan Kalijaga datang ke Dermayu karena mendapatkan informasi dari para sesepuh Bagelen (Purworejo, Jawa Tengah), bahwa Pengganti dari Kerajaan Bagelen adalah Kesultanan Dermayu. Hal ini dikarenakan Pusaka Para Raja Bagelen di hibahkan ke Kanjeng Gusti Aria Wiralodra (Sultan Wiralodra I) yang menandai sebagai pengganti Raja Bagelen.

Sesampainya di Dermayu (Indramayu) Sunan Kalijaga berkeliling desa-desa yang ada di Indramayu Sampai ke Kawedanan Pamanukan (Sekarang bagian dari ( Kabupaten Subang)). Sunan kalijaga  menjelaskan di Indramayu, bahwa nama Kalihjaga sendiri memiliki arti yaitu Kalih artinya Loro (Dua) maksud dari loro (dua) adalah Loro (dua) ajaran yaitu Al-Qur'an & Hadis,  sedangkan Jaga artinya Dijaga. Jika diartikan semuanya, maka Dua Ajaran yang dimaksud yaitu Al-Qur'an & Hadis hukum wajib yang harus di jaga, jika keduanya telah dipelajari, maka siapapun yang menerapkanya dalam kehidupan di dunia akan menjadi manusia kalihjaga di masa depan. Dalam catatan perjalanan dari Sunan Kalihjaga juga mengatakan Ngimami ing Bhumi Dermayu lan Pemanukan dan sekaligus menitipkan muridnya yang bernama Ki Demang Wongso Yudo sampai jadi ulama di Indramayu dan dirinya melanjutkan pulang ke Demak.

Setelah lama berguru di Karangampel, ia telah menjadi seorang Kiyai. Kiyai Demang Wongso Yudo menetap tinggal dan menjadi ulama besar di  Kawedanan Jatibarang yang sekarang makom dan petilasannya ada di daerah Tukdana.


Catatan Lain

Tom pires juga memaparkan adanya kerajaan jawa, ia menyebutkan pada masa sebelumnya kerajaan jawa dipimpin Aria Wiralodra, kaitan cimanuk hilir (indramayu) dengan majapahit sejalan dengan bukti arkeologis di Desa Dermayu , Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu kini, yakni berupa makam di sekitar tepi Sungai Cimanuk pada pusara tersebut, menurut penelisik arkeolog nanang saptono (2000). terdapat ukiran pada batu pusara tersebut berupa "Surya Majapahit" yaitu lambang negara majapahit, kompleks makam tersebut dijaga petugas dari cagar budaya wilayah Jawa Barat, DKI Jakarta dan Serang dibawah Ditjen Kebudayaan Kemdikbud RI, makam tersebut berkaitan dengan tokoh ternama arya dillah atau arya damar , Bupati Palembang pada masa Majapahit.

Kaitan arya damar dihubungkan pula dengan nama raden kusen / kin san (adik raden patah demak) yang juga putra arya damar, seperti yang dicatat dalam babad mertasinga yang dipaparkan filolog Raffan S.Hasyim, Raden Kusen menjalani hukuman agar mendalami agama islam disekitar Sungai Cimanuk, setelah peristiwa terbunuhnya sunan ngundung (ayah sunan kudus) di wilayah Kesultanan Demak Raden susen yang juga adik raden patah berbeda ayah , akhirnya menetap disekitar Sungai Cimanuk, bahkan beristri penduduk sekitar dan menurunkan silsilah hingga pada Ki Geden Penganjang dan Ki Geden Paoman.

Realitas seperti itu memiliki kaitan dengan tersebarnya Bahasa Jawa disekitar Indramayu yang cenderung dari pengaruh masa Majapahit abad ke-15 hingga sekarang kata-kata Bahasa Jawa kuno dan pertengahan masih digunakan penduduk Indramayu, seperti kata "Reyang" (Saya untuk laki2), Dermaga yang artinya Jalan raya, Kuwu (Kepala desa), Lebu (Balai desa), Manjing (Masuk), Rabi (Istri), Laki (Suami), Kisik (Pantai), Umah (Rumah), Miyang (Pergi) Dan sebagainya.

Bahasa Jawa di Indramayu juga semakin mendapatkan pengaruh setelah majapahit runtuh karena pengaruh Walisongo melalui Kesultanan Demak dan Cirebon, bahkan sebelumnya pengaruh kuat dalam syiar islam di Indramayu oleh uwak Sunan Gunung Jati, yakni mbah kuwu cerbon atau walangsungsang atau cakrabuana, ki somadullah , abdullah iman, syiar itu bersama-sama Ki Gedhen itu berada di kompleks pemakaman gunung jati, Cirebon. disitu Bahasa Jawa di Indramayu mengikuti fase Bahasa Jawa pertengahan, kemudian mulai tahun 1628-1629 pengaruh fase Bahasa Jawa baru masuk dari Kesultanan Mataram (sultan agung) yang saat itu menguasai hampir seluruh Pulau Jawa pada saat itu terjadi penyerbuan ke Batavia tetapi dua kali penyerangan itu mengalami kekalahan, salah satu laskar Sultan Agung dari bagelan bernama Wiralodra Kemudian diangkat menjadi adipati dermayu (indramayu) catatan Belanda menyebutnya angka tahun 1678.

Bahasa Jawa di Indramayu sekarang menjadi dialek sendiri berdasarkan pengaruh dari fase Jawa kuno pertengahan dan baru, tidak hanya pengaruh dari Mataram, sultan agung yang merupakan fase jawa baru, demikian pula tidak ada dari pengaruh dari Jawa Banyumas, pada awalnya hanya saja, pada tahun 1920 ketika belanda selesai membangun waduk di wilayah barat indramayu banyak terjadi migrasi dari Brebes, Tegal, Cirebon dan Wilayah timur Indramayu ke wilayah barat Indramayu yang subur. Adanya migrasi tersebut menjadi penduduk di wilayah barat Indramayu , sehingga penyebutan diri di Indramayu ada yang menyebut dirinya "Inyong", "Isun", Dan Reyang, Wilayah Inyong Ada dibeberapa blok atau desa atau sekitar 10% secara umum dan keseluruhan, di kabupaten indramayu untuk penyebutan diri adalah "Reyang" yang mempunyai arti (Saya untuk laki-laki), Dan "Kita" (Saya untuk laki-laki dan perempuan).[4]

Menurut LIPI (1984) di pantai utara Jawa Barat ada dialek dua bahasa jawa yaitu dialek Indramayu dan Cirebon Perkembangan berikutnya masuk dialek Tegal/Brebes yaitu para nelayan/pekerja yang masuk wilayah utara Subang, Cilamaya dan sekitarnya, sehingga di wilayah itu ada tiga Dialek Yaitu, Bahasa Jawa Dialek Indramayu, Dialek Cirebon Dan Dialek Tegal/Brebes, Sedangkan di wilayah Utara Majalengka tetap menggunakan dua dialek yaitu bahasa jawa dialek Indramayu dan Dialek Cirebon.

Referensi

  1. ^ Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2023). "Jawa Indramayu". Glottolog 4.8. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History. 
  2. ^ "Kamus Bahasa Jawa Indramayu Indonesia Lengkap". Diakses tanggal 2019-08-11. 
  3. ^ "Sekilas Indramayu – Situs resmi kab. Indramayu". indramayukab.go.id. Diakses tanggal 2019-08-11. 
  4. ^ Supali Kasim, Kamus Hidup Budaya Dermayu Kompas, Diakses tanggal 3 April 2020.

Pranala luar