Beberapa pesan mungkin terpotong pada perangkat mobile, apabila hal tersebut terjadi, silakan kunjungi halaman iniKlasifikasi bahasa ini dimunculkan secara otomatis dalam rangka penyeragaman padanan, beberapa parameter telah ditanggalkan dan digantikam oleh templat.
Beberapa rumpun bahasa dimasukkan sebagai cabang dari dua rumpun bahasa yang berbeda. Untuk lebih lanjutnya, silakan lihat pembagian dari sub-rumpun Melayu-Sumbawa dan Kalimantan Utara Raya
Ciri-ciri khusus Bahasa Sunda yang digunakan di wilayah kabupaten Bogor diduga dapat terjadi dalam berbagai tataran kebahasaan; misalnya, dalam bidang fonologi, morfologi, leksis, sintaksis, semantik, dan beberapa ciri prosodi seperti pitch, stress, dinamik, tempo, jeda, intonasi, dan kontur. Keseluruhannya dipergunakan dalam pengucapan bahasa Sunda sehari-hari.[8]
Kedudukan dan peranan
Oleh para pemakainnya, bahasa Sunda Bogor dianggap memiliki peranan yang sangat penting, sejalan dengan situasi dan kepentingan pemakaian bahasa, hal ini sesuai dengan kedudukannya sebagai bahasa daerah dengan fungsi bahasa Indonesia. Di mana bahasa Indonesia juga memiliki peranan penting di samping penggunaan bahasa Sunda dialek Bogor bagi para penuturnya.[9]
Kedudukan bahasa Sunda Bogor cukup kuat, sesuai dengan fungsinya sebagai alatkomunikasi intra daerah dan budaya. Bahkan menurut informasi dari para pejabat setempat, bahasa Sunda Bogor sering sangat membantu penyampaian informasi dari atas ke bawah, serta dari pejabat dan aparat kepada rakyat. Dilihat dari segi penggunaannya yang seperti itu, di samping sebagai bahasa daerah, bahasa Sunda Bogor mempunyai kedudukan dampingan bagi bahasa Indonesia, termasuk dalam menjalankan administrasipemerintahan yang sifatnya lisan.[9]
Tradisi sastra
Seperti halnya di beberapa daerah lainnya. Telah lama dikenal di Jawa Baratsastra daerah yang diungkapkan dalam bahasa daerah, dalam hal ini bahasa Sunda. Sastra yang diungkapkan dalam bahasa Sunda ini dikenal dengan sebutan sastra Sunda. Pada masa-masa yang lebih awal sastra Sunda lisan lebih dahulu berkembang di masyarakat Sunda, termasuk di daerah kabupaten Bogor dan kota Bogor. Pada masa-masa itu puisi yang berupa mantra dan sindir 'pantun'. Demikian juga bentuk prosa seperti dongeng dan carita pantun sudah menjadi khazanah tradisi masyarakat Sunda. Setelah masyarakat mengenal tulisan, baik tulisan atau aksara Sunda, Arab, maupun Latin. Sastra tulis mulai pula dikenal dan digemari masyarakat. Tradisi sastra tulis Sunda berlaku dan tetap digemari masyarakat hingga kini.[9]
Kekhasan
Secara geografis, wilayah pemakaian bahasa Sunda dialek Bogor meliputi hampir seluruh wilayah Kabupaten Bogor terutama di wilayah selatan dan seluruh kecamatan di Kota Bogor,[10] kecuali beberapa daerah seperti Gunungsindur, Rumpin, Jasinga Raya (menggunakan dialek Banten) dan Cibinong yang digolongkan menggunakan dialek atau bahasa yang berbeda.[11] Dialek Bogor memiliki beberapa leksikon-leksikon atau unsur-unsur leksikal yang khas dipergunakan di wilayah kabupaten Bogor, di antaranya yaitu:[12][13]
"sangeuk" berarti "malas" (bahasa Sunda standar: horéam);
"nyaneut" berarti "mengudap" (bahasa Sunda standar: ngopi);[a]
"joré" berarti "jelek" (bahasa Sunda standar: goréng);
"tundun" berarti "rambutan" (bahasa Sunda standar: rambutan);[14]
"doang" berarti "saja" (bahasa Sunda standar: hungkul); misal dalam kalimat "ngan boga hiji doang" yang berarti "hanya punya satu saja";
"nyaah" berarti "sayang" (bahasa Sunda standar: lebar) dalam konteks menyesali; misalnya "nyaah, ari duit jang dipaké ulin hungkul mah" yang berarti "sayang, jika uang hanya dipakai untuk bermain saja." Dalam bahasa Sunda standar, kata "nyaah" hanya diperuntukkan untuk manusia atau makhluk hidup lainnya, namun dalam dialek Bogor, bisa digunakan untuk semua benda termasuk benda mati.
"kékéncéng" berarti "wajan" (bahasa Sunda standar: katél[b]);
"cucurak" berarti "makan bersama" (bahasa Sunda standar: botram); merupakan sebuah tradisi pada masyarakat Sunda pada zaman dahulu, di mana setelah mereka pulang berladang mereka akan melakukan makan bersama dengan rekan-rekan mereka dengan beralaskan daun pisang;
"enéng" berarti "anak" dalam konteks pronomina tanpa memandang jenis kelamin, dalam bahasa Sunda standar, dibedakan menjadi dua yaitu: anak perempuan=enéng, anak laki-laki=ujang;
"tilok" berarti "jarang" (bahasa Sunda standar: tara);
"sampé"/"nyampé" berarti "sampai" (bahasa Sunda standar: tepi/nepi);
"ilok" berarti "masa" (bahasa Sunda standar: piraku/maenya) dalam bentuk adverbia; misalnya "ah, ilok bisa kitu?" berarti "ah, masa bisa seperti itu?
"sipeunteu" berarti "mencuci muka" (bahasa Sunda standar: tamas) dalam tingkatan bahasa halus (bahasa Sunda: basa hormat/basa lemes), dalam konteks bahasa formal/biasa, kedua dialek sama-sama menggunakan kata "sibeungeut";
"nyaré" (bersal dari kata "saré" yang bermakna "tidur") berarti "menginap" (bahasa Sunda standar: ngéndong);
"parangsa" berarti "kukira" (bahasa Sunda standar: panyana); contoh kalimatnya: "parangsa téh saha, ari pék téh manéh" yang berarti "kukira siapa, ternyata kamu";
"danas" berarti "nanas" (bahasa Sunda standar: ganas);[15]
"aseupan" berarti "kukusan" (bahasa Sunda standar: haseupan);
"hi'id" berarti "kipas bambu" (bahasa Sunda standar: hihid);
"purukuyan" berarti "pedupaan" (bahasa Sunda standar: parupuyan);
"silaru" berarti "laron" (bahasa Sunda standar: siraru);
"tumbiri" berarti "pelangi" (bahasa Sunda standar: katumbiri);
"teprok" berarti "bertepuk tangan" (bahasa Sunda standar: keprok);
"cérécét" berarti "saputangan" (bahasa Sunda standar: carécét);
"réhé" berarti "sepi" (bahasa Sunda standar: tiiseun/sepi);
"endek" berarti "akan" (bahasa Sunda standar: arék);
"haju" berarti "lalu"/"terus" (bahasa Sunda standar: laju);
"kos" berarti "seperti" (bahasa Sunda standar: kawas); misalnya "éta sapatu téh kos nu aing boga" yang berarti "itu sepatu seperti kepunyaanku"
Fonologi
Sistem fonologi dan morfologi bahasa Sunda Bogor tidak begitu berbeda dengan sistem fonologi dan morfologi bahasa Sunda lulugu.[16]
Konsonan letus pada posisi akhir tidak dilepas.[21]
Konsonan /c/, /j/, sengau /ñ/, serta vokal tidak terdapat pada posisi akhir.[21]
Konsonan /k/ pada posisi akhir diucapkan jelas, tidak dilepas dan tidak berupa hamzah (glotal).[22]
Bunyi hamzah /ʔ/ pada awal kata yang dimulai dengan vokal, pada tengah kata di antara dua vokal yang sejenis dan pada akhir kata dengan suku terbuka tidak bersifat fonemis.[22]
Gugus Konsonan
Gugus konsonan yang terdapat dalam bahasa Sunda Bogor ialah:[22]
py
[ʔampyak]
'bangunan tambahan rumah'
pl
[gaplak]
'(sejenis) penganan'
dr
[bɛndrɔŋ]
'(sejenis) minuman'
tr
[bacɛtrɔk]
'gado-gado'
bl
[bɛlɛkɛtɛblɛʔ]
'sayur campur sisa kemarin'
sr
[ŋɔsɛksrak]
'serba ingin tahu'
br
[jabrug]
'(sejenis) alat penangkap ikan'
kr
[buŋkrɤn]
'anak ikan'
kl
[jəjəŋklɔk]
'bangku kecil
gr
[grahaʔ]
'gerhana'
Keterangan
^dalam dialek Bogor, kata ngopi lebih dikenal sebagai aktivitas meminum kopi, seperti pada bahasa gaul
Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2019). "Bogor". Glottolog 4.1. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History.Parameter |date-access= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Sutawijaya, Alam; Samsuri, Elin; Jupena Wahyu, Ucu (1985). Struktur Bahasa Sunda Dialek Bogor. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. OCLC565980720.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Suramiharja, Agus; Hidayat, Hidayat; Mulyana, Yoyo; Sjarif, Ny. Tiem Kartimi Sjahrul (1984). Geografi Dialek Sunda Kabupaten Bogor. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. OCLC13495807.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)