Lompat ke isi

Geografi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Peta Bumi

Geografi adalah ilmu yang mempelajari tentang hubungan, persamaan, dan perbedaan antar ruang di Bumi.[1] Pusat kajian geografi adalah hubungan manusia dan lingkungannya. Secara umum, geografi terbagi menjadi dua cabang keilmuan yaitu geografi fisik dan geografi manusia. Setelah tahun 1945, geografi lebih diarahkan ke ilmu sosial dan mengutamakan kajian tentang geografi manusia.[2] Geografi memiliki konsep-konsep penting yang digunakan untuk memahami hubungan, bentuk, dan fungsi peristiwa alam dan peristiwa sosial.[3]

Asal-usul istilah

Erastothenes merupakan tokoh yang pertama kali menggunakan istilah geografi. Kata geografi berasal dari gabungan kata dalam bahasa Yunani yaitu kata geo dan graphein. Geo berarti bumi dan graphein berarti tulisan atau lukisan, sehingga geografi diartikan sebagai tulisan tentang bumi. Dalam artian yang lebih luas, geografi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang bumi. Bumi yang dimaksud tidak hanya berkenaan dengan bentuk fisiknya saja, melainkan meliputi semua gejala dan proses alam yang terjadi beserta gejala dan proses kehidupannya. Gejala dan proses kehidupan ini juga membahas tentang kehidupan para penghuni bumi yaitu tumbuhan, hewan, dan manusia. Istilah geografi mulai dikenal dan menyebar luas di kalangan cendekiawan pada abad ke-1 M.[4]

Sejarah

Geografi klasik

Pengetahuan tentang geografi telah dikenal sejak zaman Yunani Kuno. Pada masa itu, mitologi masih memberikan banyak pengaruh terhadap pengetahuan tentang bumi. Pengaruh mitologi berkurang setelah ilmu alam mulai berkembang sejak abad ke-6 SM. Dasar ilmu alam dan ilmu pasti mulai membentuk pengetahuan tentang bumi. Penyelidikan tentang bumi mulai memanfaatkan logika.[5] Pada masa sebelum masehi, para filsuf dan sejarawan menjadi pembentuk pandangan dan paham tentang geografi. Penjelasan-penjelasan tentang geografi masih bersifat sejarah, sedangkan penjelasan tentang sejarah bersifat geografi. Selain itu, tulisan tentang pembuatan peta bumi atau lukisan masih terbatas pada daerah-daerah tertentu. Pada masa sebelum masehi, pengetahuan geografi hanya diberikan kepada hal-hal yang dapat diukur menggunakan ilmu matematika.[6] Penjelasan tentang ruang di muka bumi sebagian besar digambarkan oleh para pelancong. Konsep yang diberikan didasari oleh kejadian bersejarah yang dialami secara langsung atau melalui pengamatan langsung. Selain itu, penjelasan geografi juga mulai membahas tentang gejala dan ciri-ciri alam dan manusia sebagai penghuni alam. Penjelasan yang diberikan oleh para pelancong masih bersifat membandingkan daerah asal mereka dan daerah lain yang memiliki perbedaan yang jelas.

Geografi abad pertengahan

Pada akhir abad pertengahan, penjelasan-penjelasan tentang geografi masih berupa hasil laporan perjalanan. Laporan ini terbagi menjadi laporan perjalanan darat dan laporan perjalanan laut.[7] Pengetahuan tentang geografi diperoleh dari catatan perjalanan dari para pedagang yang melakukan perdagangan antarnegara dan antar benua. Selain itu, pengetahuan geografi juga diperoleh melalui para pasukan perang yang melakukan ekspansi ke wilayah negara atau kerajaan lain. Catatan perjalanan darat yang cukup memberikan banyak informasi tentang geografi adalah catatan perjalanan Via Appia. Catatan ini menjelaskan tentang jalur perjalanan darat antara Roma dan Capua pada tahun 950 M. Catatan lain yang juga memberi informasi tentang geografi adalah catatan perjalanan Jalur Sutra. Catatan ini menjelaskan tentang jalur perjalanan darat dari Tiongkok hingga ke Timur Tengah pada masa abad pertengahan. Catatan-catatan perjalanan ini kemudian disebarluaskan ke berbagai negara atau kerajaan, sehingga terjadi berbagai kegiatan yang bertujuan untuk menemukan wilayah baru yang belum dikenal sama sekali.[8]

Geografi masa renaisans

Pada masa renaisans, pengetahuan geografi mengalami perkembangan pesat karena adanya gerakan pembaharuan di bidang seni dan filsafat. Munculnya paham Protestanisme juga menjadi penyebab berkembangnya pengetahuan geografi yang berhubungan dengan humanisme dalam agama. Para sarjana memperoleh keleluasaan dalam mengemukakan pendapatnya tentang keadaan dunia. Para pelancong sudah tidak lagi hanya ingi mengetahui keadaan geografi secara fisik, tetapi memiliki tujuan-tujuan tertentu di dalam perjalanannya. Para pelancong mencoba untuk menemukan daerah baru yang dapat memberikan sumber keuntungan secara ekonomi. Pencarian keuntungan ini dilakukan dengan membentuk daerah koloni atau melakukan perdagangan. Para pelancong juga memiliki tujuan yang berkaitan dengan keagamaan. Sambil berdagang atau membentuk koloni, mereka juga menyebarkan agama yang diyakininya kepada daerah-daerah baru. Tujuan ini dianggap sebagai tugas suci dalam rangka pengembangan ajaran agama. Selain itu, pengetahuan tentang wilayah baru juga dapat diperoleh karena adanya peperangan. Keinginan untuk mencari keuntungan ekonomi dan penyebaran agama dapat menimbulkan konflik sosial pada berbagai kepentingan-kepentingan yang berbeda. Perbedaan kepentingan ini kemudian menimbulkan konflik yang memicu terjadinya peperangan untuk memperebutkan pengaruh kekuasaan.[9]

Sifat penulisan geografi masih bersifat deskriptif meskipun penemuan geografi telah dilakukan dengan tujuan-tujuan ekonomi, agama, dan kekuasaan. Selain itu, penjelasan-penjelasan yang diberikan belum ditulis dengan memperhatikan gejala yang teramati. Para pelancong juga melakukan perjalanan menjelajahi daerah baru untuk dijadikan sebagai petualangan. Hasil petualangan tersebut kemudian digunakan untuk menambah pengetahuan tentang bumi. Pada masa ini juga terjadi perkembangan pesat tentang konsep geografi yang bersifat matematis. Para sarjana mulai memperoleh keleluasaan karena pengaruh gereja mulai berkurang. Para sarjana di bidang ilmu alam mulai memperoleh penemuan-penemuan yang bertentangan dengan tafsiran gereja terhadap Alkitab.[10] Pengetahuan geografi mulai dipelajari secara mendalam sejak adanya penemuan-penemuan oleh para sarjana ilmu alam abad ke-17 M. Tokoh-tokoh yang berpengaruh yaitu Isaac Newton (1629-1695), Robert Boyle (1627-1691), dan Christiaan Huygens (1629-1695). Masyarakat mulai mempelajari gejala-gejala yang berhubungan dengan gunung dan pegunungan, arus laut, dan angin.[11] Geografi masih dikaitkan dengan sejarah dan astronomi hingga abad ke-18 M. Selain itu, pemaknaan geografi masih bersifat sederhana dan hanya diartikan sebagai pengetahuan tentang bumi.[12]

Geografi modern

Pada akhir abad ke-18 M, mulai berkembang pandangan tentang geografi sebagai suatu disiplin ilmiah. Selain itu, geografi juga mulai dipandang sebagai pengetahuan yang dapat dimanfaatkan secara praktis.[13] Sebaliknya, paham tentang geografi manusia mengalami kemunduran di kalangan para sarjana pada masa awal dan pertengahan abad ke-19 M. Kemunduran pengetahuan terjadi di Eropa Barat, khususnya di Inggris dan Berlin. Di Inggris, ilmu tentang geografi manusia tidak berkembang setelah Alexander Maconochie mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai ilmuwan geografi manusia. Di Universitas Berlin, geografi manusia tidak mengalami perkembangan. Penyebabnya adalah tidak adanya penerus dari ilmuwan geografi bernama Carl Ritter yang wafat pada tahun 1859. Pada akhir abad ke-19 M, ilmu tentang geografi lebih dipusatkan kepada pengetahuan geologi dan metode ilmiah yang berkaitan dengan geologi. Kajian yang dilakukan lebih mengutamakan tentang iklim, tumbuhan, dan hewan, serta bentang alam.[14]

Di Amerika Serikat, ilmu geografi mengalami perkembangan pesat di kalangan ilmuwan ilmu terapan. Bentang alam dan sumber daya air mulai dipelajari oleh John Wesley Powell (1834-1902). Pengetahuan ini kemudian digunakan untuk mengetahui penggunaan tanah di suatu tempat dengan sebaik-baiknya. Konservasi sumber daya juga mulai diperhatikan dan dikaji oleh George Perkins Marsh (1801-1882). Marsh mengemukakan pandangannya tentang konservasi sumber daya dalam pendahuluan bukunya yang berjudul Man and Nature, or Physical Geography as Modified by Human Action (1864). Marsh mengembangkan pemikiran Alexander von Humboldt dan Ritter untuk mengemukakan pemikirannya tentang pengaruh manusia terhadap kerusakan alam.[15]

Geografi mutakhir

Pada pertengahan abad ke-20 M. para ilmuwan geografi mulai meneliti geografi dengan menggunakan analisis spasial. Pusat kajian geografi berada dalam ranah deskripsi dan sintesis aspek fisik dan sosial suatu wilayah. Para ahli geografi kemudian menggunakan pemahaman matematis hubungan spasial untuk memperoleh wawasan baru tentang geografi. khususnya lokasi geografis kota dan interaksinya. Selain itu, terjadi perkembangan dalam geografi manusia. Penyelidikan tentang geografi manusi sudah tidak memiliki tujuan tertentu melainkan menggunakan penelitian ilmiah. Pendekatan yang digunakan dalam meneliti ialah teori-teori ekonomi neoklasik dengan konsep marxisme, feminisme, pascakolonialisme dan post-modernisme.[16]

Pada masa ini, geografi telah digunakan untuk menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi oleh manusia. Geografi sebagai bidang keilmuan kemudian mulai digabungkan dengan berbagai disiplin ilmiah lainnya. Selain itu, penelitian geografi juga telah mempergunakan metode statistik dan metode kuantitatif serta memanfaatkan penggunaan piranti komputer untuk mengolah dan menganalisa data.[17] Pengadaan data geografi juga telah menggunakan citra satelit sehingga informasi yang diperoleh menjadi lebih tepat dan akurat. Penggunaan citra satelit dalam kajian penelitian geografi dipelopori oleh para geograf Amerika Serikat dan Swedia pada tahun 1960 dengan menerapkan metode kuantitatif. Citra satelit digunakan pada geografi fisik dan cabang geografi lainnya dengan bantuan piranti komputer. Penggunaan citra satelit ini kemudian diterapkan di berbagai negara maju.[18]

Defenisi

Eratosthenes (abad ke-1)[19]
"Geografi berasal dari kata geographica yang berarti penulisan atau penggambaran mengenai bentuk muka Bumi."
Claudius Ptolomaeus
"Geografi adalah suatu penyajian melalui peta dari sebagian dan seluruh permukaan bumi."
Ullman (1954)
"Geografi adalah interaksi antar ruang."
Strabo (1970)
"Geografi erat kaitannya dengan faktor lokasi, karakteristik tertentu dan hubungan antar wilayah secara keseluruhan. Pendapat ini kemudian disebut konsep 'Natural Attribute of Place'."
Ekblaw dan Mulkerne
"Geografi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari bumi, dan kehidupannya, memengaruhi pandangan hidup kita, makanan yang kita konsumsi, pakaian yang kita gunakan, rumah yang kita huni, dan tempat rekreasi yang kita nikmati."
Paul Vidal de La Blance
"Geografi adalah studi tentang kualitas negara-negara, di mana penentuan suatu kehidupan tergantung bagaimana manusia mengelola alam ini."
Prof. Bintarto (1981)[19]
"Geografi mempelajari hubungan kausal gejala-gejala di permukaan bumi, baik yang bersifat fisik maupun yang menyangkut kehidupan makhluk hidup beserta permasalahannya melalui pendekatan keruangan, kelingkungan, dan regional untuk kepentingan program, proses, dan keberhasilan pembangunan."
Hasil seminar dan lokakarya IGI (Ikatan Geografi Indonesia) di Semarang (1988)[19]
"Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kewilayahan, serta kelingkungan dalam konteks keruangan."
Von Rithoffen
"Geografi adalah studi tentang gejala, dan sifat-sifat permukaan bumi serta penduduknya yang disusun berdasarkan letaknya, dan mencoba menjelaskan hubungan timbal balik antara gejala-gejala, dan sifat tersebut."
Haris (2012)
"Geografi adalah suatu ilmu yang mengkaji segala aspek-aspek yang ada di permukaan bumi dengan konsep spasial untuk pemanfaatan pembangunan yang ada di permukaan Bumi."
Bernhardus Varenius, Dalam karyanya yang berjudul GEOGRAPHIA GENERALIS, dia membagi geografi menjadi
  1. Geografi absolute
  2. Geografi relative
  3. Geografi komparatif

Objek bahasan

Geografi mempunyai dua objek bahasan yaitu objek material dan objek formal. Objek material geografi yaitu fenomena geosfer yang meliputi segala benda mati dan makhluk hidup di dalam bumi beserta lingkungannya. Pembahasan tentang geosfer terdiri dari lima lapisannya, yaitu atmosfer, litosfer, hidrosfer, biosfer, dan antroposfer. Atmosfer, litosfer, dan hidrosfer membahas tentang benda mati di bumi. Atmosfer membahas tentang udara yang menyelubungi bumi, litosfer membahas kulit bumi, sedangkan hidrosfer membahas tentang air. Biosfer dan antrosfer membahas tentang makhluk hidup. Biosfer membahas tentang hewan dan tumbuhan, sedangkan antrosfer membahas tentang manusia.

Objek formal geografi membahas tentang cara pandang manusia tentang segala material yang ada di bumi. Cara pandang ini kemudian disertai dengan cara berpikir dan melakukan analisa terhadap material tersebut. Pendekatan yang digunakan untuk membuat suatu cara pandang tentang objek material yaitu melalui analisis. Analisis yang dapat diterapkan di dalam geografi ialah analisis keruangan, analisis lingkungan, dan analisis kewilayahan.[20]

Konsep

Lokasi

Lokasi merupakan konsep tentang keberadaan suatu objek di bumi yang berkaitan dengan suatu tempat atau letak daerah. Konsep lokasi terbagi menjadi lokasi absolut dan lokasi relatif. Lokasi absolut dapat diketahui dengan melihat garis lintang dan garis bujur, sedangkan lokasi relatif merupakan lokasi yang berubah-ubah tempatnya. Keadaan lokasi absolut bersifat tetap dan berpedoman pada astronomi bumi. Garis lintang digunakan untuk menentukan perbedaan iklim, sedangkan garis bujur digunakan untuk menentukan perbedaan waktu. Dalam kajian geografis, lokasi relatif lebih banyak digunakan dibandingkan lokasi absolut. Lokasi relatif digunakan untuk menentukan lokasi geografis.[21]

Jarak

Konsep jarak digunakan dalam kehidupan sosial, ekonomi maupun politik. Manusia menggunakan konsep jarak untuk memperoleh berbagai keuntungan. Dalam geografi, konsep jarak dibagi menjadi jarak mutlak dan jarak relatif. Perbedaan antara jarak mutlak dan jarak relatif adalah pada satuan yang digunakan. Jarak mutlak dinyatakan dalam satuan meter atau kilometer, sedangkan jarak relatif dinyatakan dalam satuan waktu.[21]

Morfologi

Dalam geografi, morfologi merupakan konsep tentang bentuk permukaan bumi. Bentuk ini diperoleh melalui proses alam. Morfologi menghubungkan antara proses alam dan hubungannya dengan kegiatan manusia.[22]

Keterjangkauan

Dalam geografi, keterjangkauan diartikan sebagai suatu kemudahan dalam mengakses jarak yang ditempuh. Kemudahan ini berkaitan dengan ketersediaan sarana dan prasarana.[22]

Pola

Dalam geografi, pola merupakan bentuk interaksi antara manusia dengan lingkungan alam di sekitarnya. Pola juga dapat terbentuk melalui interaksi antara lingkungan di sekitar manusia dan lingkungan lainnya. Pembahasan tentang pola di dalam geografi berkaitan dengan persebaran fenomena alam di bumi.[23]

Aglomerasi

Aglomerasi merupakan konsep tentang pengelompokan penduduk. Pengelompokan didasarkan kegiatan yang dilakukan manusia pada suatu daerah atau wilayah.[23]

Nilai kegunaan

Nilai kegunaan berkaitan dengan manfaat yang diberikan oleh suatu wilayah di muka bumi pada makhluk hidup. Nilai kegunaan ini bersifat relatif dan berbeda-beda pada tiap wilayah. Nilai kegunaan pada suatu wilayah dibedakan menjadi suatu kelebihan dan suatu kekurangan. Pengembangan dari nilai kegunaan berguna untuk meningkatkan kesejahteraan suatu wilayah.[23]

Interdependensi

Interdependensi adalah konsep tentang adanya sifat saling ketergantungan antara suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Tiap wilayah dapat memengaruhi dan dipengaruhi oleh daerah lain karena adanya interaksi untuk memenuhi kebutuhan. Interaksi yang terjadi kemudian membentuk komunikasi, perdagangan maupun migrasi antarwilayah.[24]

Diferensiasi area

Diferensiasi area berkaitan dengan perbandingan antarwilayah yang diketahui melalui perbedaan yang ada. Masing-masing wilayah memiliki keunikan yang membedakannya dengan wilayah lain.[25]

Keterkaitan ruangan

Keterkaitan ruangan memberikan penjelasan tentang tingkat keterkaitan antarwilayah akibat adanya interaksi. Jenis interaksi yang terjadi merupakan suatu hubungan sebab-akibat di masing-masing wilayah.[26]

Pendekatan Geografi

Pendekatan Spasial (Keruangan)

Analisis keruangan merupakan pendekatan yang khas dalam geografi karena merupakan studi tentang keragaman ruang muka bumi dengan menelaah masing-masing aspek-aspek keruangannya. Aspek-aspek ruang muka bumi meliputi faktor lokasi, kondisi alam, dan kondisi sosial budaya masyarakatnya. Dalam mengkaji aspek-aspek tersebut, seorang ahli geografi sangat memperhatikan faktor letak, distribusi (persebaran), interelasi serta interaksinya. Salah satu contoh pendekatan keruangan tersebut adalah sebidang tanah yang harganya mahal karena tanahnya subur, dan terletak di pinggir jalan. Pada contoh tersebut, yang pertama adalah menilai tanah berdasarkan produktivitas pertanian, sedangkan yang kedua menilai tanah berdasarkan nilai ruangnya yaitu letak yang strategis.

Pendekatan Ekologi (Lingkungan)

Pendekatan lingkungan didasarkan pada salah satu prinsip dalam disiplin ilmu biologi, yaitu interelasi yang menonjol antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Di dalam analisis lingkungan geografi menelaah gejala interaksi, dan interelasi antara komponen fisikal (alamiah) dengan nonfisik (sosial). Pendekatan ekologi melakukan analisis dengan melihat perubahan komponen biotik, dan abiotik dalam keseimbangan ekosistem suatu wilayah. Misalnya, suatu padang rumput yang ditinggalkan oleh kawanan hewan pemakan rumput akan menyebabkan terjadinya perubahan lahan, dan kompetisi penghuninya.

Pendekatan Regional (Kompleks Wilayah)

Analisis kompleks wilayah membandingkan berbagai kawasan di muka bumi dengan memperhatikan aspek-aspek keruangan, dan lingkungan dari masing-masing wilayah secara komprehensif. Contohnya, wilayah kutub tentu sangat berbeda karakteristik wilayahnya dengan wilayah khatulistiwa.[27]

Prinsip

Prinsip persebaran

Prinsip persebaran merupakan prinsip paling awal yang digunakan untuk mengkaji gejala dan fakta geografi. Penggunaan prinsip ini didasari oleh adanya persebaran yang tidak merata pada berbagai fenomena geografi di bumi. Bentuk fenomena yang menggunakan prinsip persebaran yaitu bentang alam, tumbuhan, hewan dan manusia.[28] Suatu fenomena dapat dijelaskan dengan terarah melalui prinsip persebaran. Selain itu, prinsip persebaran juga dapat menjelaskan hubungan antar fenomena.[29]

Prinsip keterkaitan

Prinsip keterkaitan merupakan kelanjutan dari prinsip persebaran. Fenomena-fenomena yang telah diketahui pola penyebaran dan faktanya, dihubungkan satu sama lain. Prinsip keterkaitan berlandaskan kepada fakta bahwa manusia dan alam memiliki hubungan yang saling berkaitan. Hubungan ini dapat terjadi antara manusia dengan manusia, alam dengan alam, maupun alam dengan manusia.[29]

Prinsip penggambaran

Prinsip penggambaran merupakan prinsip yang menjelaskan tentang hubungan antara fenomena dan penyebarannya dalam satu ruang. Batasan ruang yang dijelaskan adalah geosfer. Informasi dapat diberikan dalam bentuk tulisan, tabel, gambar atau grafik. Penyajian informasi dilakukan dalam bentuk fakta, gejala, atau masalah yang memiliki hubungan sebab-akibat. Selain itu, penyajian informasi dapat menggunakan metode kualitatif maupun kuantitatif.[30]

Prinsip korologi

Prinsip korologi merupakan gabungan dari prinsip persebaran, prinsip keterkaitan dan prinsip penggambaran. Dalam prinsip korologi, analisa persebaran terhadap gejala dan permasalahan geografi dilakukan dengan mengamati aspek yang memengaruhi interaksi. Prinsip korologi diterapkan pada geografi modern.[30]

Prinsip pemetaan

Peta dunia Ptolemy yang disusun kembali dari Geographia Ptolemeus (sekitar 150) pada abad ke-15, mengindikasikan "Sinae" (Cina) di ekstrem kanan, luar pulau "Taprobane" (Sri Lanka, besar), dan "Aurea Chersonesus" (Asia Tenggara).

Ptolemeus juga merancang, dan menyediakan petunjuk tentang cara membuat peta dunia yang dihuni (oikoumenè), dan provinsi Romawi. Pada bagian kedua dari buku Geographia ia memberikan daftar topografi yang diperlukan, dan keterangan untuk peta. Oikoumenè Nya membentang 180 derajat garis bujur dari kepulauan Canary di Samudra Atlantik ke Cina, dan sekitar 80 derajat lintang dari Arktik, India timur sampai jauh ke Afrika; Ptolemeus menyadari bahwa ia mengetahui hanya seperempat dari seluruh dunia .

Metode

Hubungan keruangan merupakan kunci pada ilmu sinoptik ini, dan menggunakan peta sebagai perangkat utamanya. Kartografi klasik digabungkan dengan pendekatan analisis geografis yang lebih modern kemudian menghasilkan Sistem Informasi Geografis (SIG) yang berbasis komputer.

Geografer menggunakan empat pendekatan:

  • Sistematis - Mengelompokkan pengetahuan geografis menjadi kategori yang kemudian dibahas secara global.
  • Regional - Mempelajari hubungan sistematis antara kategori untuk wilayah tertentu atau lokasi di atas planet.
  • Deskriptif - Secara sederhana menjelaskan lokasi suatu masalah dan populasinya.
  • Analitis - Menjawab kenapa ditemukan suatu masalah dan populasi tersebut pada wilayah geografis tertentu.

Aspek

Aspek geografi didasari oleh struktur lingkungannya. Berdasarkan struktur lingkungannya, geografi dapat dibedakan menjadi aspek fisik dan aspek non-fisik. Aspek fisik geografi meliputi aspek topologi, biotik, dan non-biotik. Sedangkan aspek non-fisik mengutamakan kajian tentang perilaku manusia. Aspek non-fisik meliputi aspek sosial, aspek ekonomi, aspek budaya, dan aspek politik.[31]

Cabang

Geografi fisik

Cabang ini memusatkan pada geografi sebagai ilmu bumi, menggunakan biologi untuk memahami pola flora dan fauna global, serta matematika dan fisika untuk memahami pergerakan bumi dan hubungannya dengan anggota tata surya yang lain. Termasuk juga di dalamnya ekologi muka bumi dan geografi lingkungan.

Topik terkait: atmosfer - kepulauan - benua - gurun - pulau - bentuk muka bumi - samudra - laut - sungai - danau - ekologi - iklim - tanah - geomorfologi - biogeografi - garis waktu geografi, paleontologi - paleogeografi - hidrologi.

Geografi manusia

Cabang geografi non-fisik juga disebut antropogeografi yang fokus sebagai ilmu sosial, aspek non-fisik yang menyebabkan fenomena dunia. Mempelajari bagaimana manusia beradaptasi dengan wilayahnya, dan manusia lainnya, dan pada transformasi makroskopis bagaimana manusia berperan di dunia. Bisa dibagi menjadi: geografi ekonomi, geografi politik (termasuk geopolitik), geografi sosial (termasuk geografi kota), geografi feminisme, dan geografi militer.

Topik terkait: Negara-negara di dunia - negara - bangsa - negara bagian - perkumpulan individu - provinsi - kabupaten - kota - kecamatan.

Geografi manusia-lingkungan

Selama masa determinisme lingkungan, geografi bukan merupakan ilmu tentang hubungan keruangan, tetapi tentang bagaimana manusia, dan lingkungannya berinteraksi. Walaupun paham determinisme lingkungan sudah tidak berkembang, masih ada tradisi kuat di antara geografer untuk mengkaji hubungan antar manusia dengan alam. Terdapat dua bidang pada geografi manusia-lingkungan: ekologi budaya, dan politik, dan penelitian risiko-bencana. Karakter manusia yang harus memenuhi kebutuhan hidupnya, maka harus melakukan penggunaan alam atau eksploitasi alam guna terpenuhinya kebutuhan hidup.

Perencanaan dan Pengembangan Wilayah

Cabang geografi ini adalah cabang yang relatif baru. Dikembangkan pada sekitar tahun 1980-an oleh para ahli geografi Eropa, terutama dari Belanda. Saat kerjasama universitas antar kedua negara dilakukan, sejumlah ahli Geografi asal Belanda ikut serta dalam program pencangkokan dosen di UGM. Hasilnya adalah lahirnya program studi baru bernama Program Studi Perencanaan Pengembangan Wilayah, dan sekarang lebih dikenal dengan Program Studi Pembangunan Wilayah. Sebelum berdiri menjadi disiplin tersendiri yang memadukan Ilmu Geografi dengan Ilmu Perencanaan Wilayah, proyek ini dikenal dengan nama Rural and Regional Development Planning (RRDP). Selain itu dapat dijelaskan bahwa perencanaan, dan pengembangan wilayah dapat berkaitan dengan ilmu-ilmu sosial terutama terkait dengan fenomena sosial yang terjadi di masyarakat, sehingga sangat bersinggungan dengan konsep-konsep, dan teori-teori sosial yang ada.

Ekologi budaya dan politik

Ekologi budaya muncul sebagai hasil kerja Carl Sauer pada geografi, dan pemikiran dalam antropologi. Ekologi budaya mempelajari bagaimana manusia beradaptasi dengan lingkungan alamnya. Ilmu keberlanjutan (sustainability) kemudian tumbuh dari tradisi ini. Ekologi poltik bangkit ketika beberapa geografer menggunakan aspek geografi kritis untuk melihat hubungan kekuatan alam, dan bagaimana pengaruhnya terhadap manusia. Misalnya, studi yang berpengaruh oleh Micahel Watts berpendapat bahwa kelaparan di Sahel disebabkan oleh perubahan sistem politik, dan ekonomi di wilayah itu sebagai hasil dari kolonialisme, dan menyebarnya praktik kapitalisme.

Penelitian risiko-bencana

Penelitian pada bencana dimulai oleh Gilbert F. Withe, yang mencoba memahami mengapa orang tinggal di dataran banjir yang mudah terkena bencana. Sejak itu, bidang ini berkembang menjadi multi disiplin dengan mempelajari bencana alam (seperti gempa bumi), dan bencana teknologi (seperti kebocoran reaktor nuklir). Geografer yang mempelajari bencana tertarik pada dinamika bencana, dan bagaimana manusia, dan masyarakat menghadapinya.

Geografi sejarah

Cabang ini mencari penjelasan bagaimana budaya dari berbagai tempat di bumi berkembang, dan menjadi seperti sekarang. Studi tentang muka bumi merupakan satu dari banyak kunci atas bidang ini - banyak disimpulkan tentang pengaruh masyarakat dahulu pada lingkungan, dan sekitarnya.

Ada apa dibalik nama? Geografi sejarah, dan kampus Berkeley

"Geografi Sejarah" tentu saja merupakan akibat timbal-balik dari geografi, dan sejarah. Tetapi di Amerika Serikat, mempunyai arti yang lebih spesifik. Nama ini dikenalkan oleh Carl Ortwin Sauer dari Universitas California, Berkeley dengan programnya mereorganisasi geografi budaya (beberapa orang menyebutkan semua geografi) pada semua wilayah, dimulai pada awal abad ke-20.

Bagi Sauer, muka bumi, dan budaya di atasnya hanya bisa dipahami jika mempelajari semua pengaruhnya (fisik, budaya, ekonomi, politik, lingkungan) menurut sejarah. Sauer menekankan kajian wilayah sebagai satu-satunya cara untuk mendapatkan kekhususan pada wilayah di atas bumi.

Filosofi Sauer merupakan pembentuk utama pemikiran geografi di Amerika pada pertengahan abad ke-20. Sampai sekarang kajian wilayah masih menjadi bagian departemen geografi di kampus-kampus di AS. Tetapi banyak geografer beranggapan ini akan membahayakan ilmu geografi itu sendiri untuk jangka panjang: penyebabnya adalah terlalu banyak pengumpulan data, dan klasifikasi, sementara analisis, dan penjelasannya terlalu sedikit. Studi ini menjadi lebih spesifik pada wilayah sementara geografer angkatan berikutnya berusaha mencari nama yang tepat untuk ini. Mungkin ini yang menyebabkan krisis 1950-an pada geografi yang hampir menghancurkannya sebagai disiplin akademis.

Teknik geografis

Penginderaan jauh

Penginderaan jauh adalah ilmu yang memperoleh informasi mengenai objek atau fenomena di permukaan bumi tanpa kontak langsung dengan objek atau fenomena yang dikaji. Pengamatan dan pengumpulan informasi dilakukan dengan menggunakan sensor tertentu. Sensor yang digunakan dapat menangkap dan merekam pantulan cahaya atau sumber energi lainnya dan kemudian mengubahnya sebagai data yang dapat dijelaskan, dianalisa dan diterapkan secara nyata. Konsep penginderaan jauh sangat mirip dengan cara kerja dari mata manusia.[32] Sensor yang digunakan pada penginderaan jauh dipasang pada platform yang berbentuk satelit atau pesawat terbang. Satelit digunakan untuk melakukan penginderaan jauh dari luar angkasa, sedangkan pesawat terbang digunakan untuk penginderaan di dalam atmosfer bumi. Hasil penginderaan jauh dengan satelit disebut citra satelit, sedangkan hasil penginderaan dengan pesawat terbang disebut foto udara.[33]Pengindraan jauh diperoleh melalui media perekam objek atau fenomena yang memanfaatkan energi yang berasal dari gelombang elektromagnetik, dan mewujudkan hasil perekaman tersebut dalam bentuk citra. Pengertian 'tanpa kontak langsung' di sini dapat diartikan secara sempit, dan luas. Secara sempit berarti bahwa memang tidak ada kontak antara objek dengan analis, misalnya ketika data citra satelit diproses, dan ditransformasi menjadi peta distribusi temperatur permukaan pada saat perekaman. Secara luas berarti bahwa kontak dimungkinkan dalam bentuk aktivitas 'ground truth', yaitu pengumpulan sampel lapangan untuk dijadikan dasar pemodelan melalui interpolasi, dan ekstrapolasi pada wilayah yang jauh lebih luas, dan pada rincian yang lebih tinggi.

Pada awalnya penginderaan jauh kurang dipandang sebagai bagian dari geografi, dibandingkan kartografi. Meskipun demikian, lambat laun disadari bahwa penginderaan jauh merupakan satu-satunya alat utama dalam geografi yang mampu memberikan synoptic overview—pandangan secara ringkas tetapi menyeluruh—atas suatu wilayah sebagai titik tolak kajian lebih lanjut. Penginderaan jauh juga mampu menghasilkan berbagai macam informasi keruangan dalam konteks ekologis, dan kewilayahan yang menjadi ciri kajian geografis. Di samping itu, dari sisi persentasenya, pendidikan penginderaan jauh di Amerika Serikat, Australia, dan Eropa lebih banyak diberikan oleh lembaga ilmu (departemen, sekolah atau fakultas) geografi.

Dari segi metode yang digunakan, dikenal metode penginderaan jauh manual atau visual, dan metode penginderaan jauh digital. Penginderaan jauh manual memanfaatkan citra tercetak (foto udara, citra hasil pemindaian scanner di pesawat udara maupun satelit) melalui analisis, dan interpretasi secara manual/visual]. Penginderaan jauh digital menggunakan citra dalam format digital, misalnya hasil pemotretan kamera digital, hasil pemindaian foto udara yang sudah tercetak, dan hasil pemindaian oleh sensor satelit, dan menganalisisnya dengan bantuan komputer. Baik metode manual maupun digital menghasilkan peta, dan laporan. Peta hasil metode manual dapat dikonversi menjadi peta tematik digital melalui proses digitisasi (sering diistilahkan digitasi).

Metode manual kadangkala juga dilakukan dengan bantuan komputer, yaitu melalui proses interpretasi di layar monitor (on-screen digitisation), yang langsung menurunkan peta digital. Metode analisis citra digital menurunkan peta tematik digital secara langsung. Peta-peta digital tersebut dapat di-'lay out', dan dicetak untuk menjadi produk kartografis (disebut basis dat kartografis), tetapi dapat pula menjadi masukan (input) dalam suatu sistem informasi geografis sebagai basis data geografis. Peta-peta itu untuk selanjutnya menjadi titik tolak para geografiwan dalam menjalankan kajian geografinya.

Kartografi

Kartografi atau pemetaan mempelajari representasi permukaan bumi dengan simbol abstrak. Bisa dibilang, tanpa banyak kontroversi, kartografi merupakan penyebab meluasnya kajian geografi. Kebanyakan geografer mengakui bahwa ketertarikan mereka pada geografi dimulai ketika mereka terpesona oleh peta pada masa kecil mereka. walaupun subdisiplin ilmu geografi lainnya masih bergantung pada peta untuk menampilkan hasil analisisnya, pembuatan peta itu sendiri masih terlalu abstrak untuk dianggap sebagai ilmu terpisah.

Kartografi berkembang dari kumpulan teknik menggambar menjadi bagian sebuah ilmu. Seorang kartografer harus memahami psikologi kognitif, dan ergonomi untuk membuat simbol apa yang cocok untuk mewakili informasi tentang bumi yang bisa dimengerti orang lain secara efektif, dan psikologi perilaku untuk memengaruhi pembaca memahami informasi yang dibuatnya. Mereka juga harus belajar geodesi, dan matematika yang tidak sederhana untuk memahami bagaimana bentuk bumi berpengaruh pada penyimpangan atau distorsi dari proses proyeksi ke bidang datar.

Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis membahas masalah penyimpanan informasi yang berkaitan dengan keberadaan suatu objek atau fenomena di bumi. Seluruh proses pengelolaan data hingga hasil analisa pada Sistem Informasi Geografis dilakukan melalui komputer. Sistem Informasi Geografi terdiri dari kumpulan perangkat lunak, perangkat keras, data geografis, pengguna, dan aplikasi.[34] Data geografis yang diperlukan berbentuk data spasial dan data atribut. Data spasial berkaitan dengan posisi atau lokasi geografis dari suatu objek di permukaan bumi, sedangkan data atribut memberikan penjelasan berupa informasi numerik, foto, atau narasi. Data spasial dapat diperoleh dari grafis peta analog, foto udara, citra satelit, survei lapangan, pengukuran theodolit, atau pengukuran menggunakan Global Position System. Sedangkan data atribut dapat diperoleh melalui statistik, pengukuran lapangan, atau sensus.[35]

Metode kuantitatif geografi

Metode kuantitatif geografi membahas metode numerik yang khas (atau paling tidak yang banyak ditemukan) dalam geografi. Sebagai tambahan pada analisis keruangan, anda mungkin akan menemukan analisis klaster, analisis diskriminan, dan uji statistik non-parametris pada studi geografi.

Bidang Terkait

Perencanaan Kota dan Wilayah

Perencanaan kota, dan wilayah menggunakan ilmu geografi untuk membantu mempelajari bagaimana membangun (atau tidak membangun) suatu lahan menurut kriteria tertentu, misalnya keamanan, keindahan, kesempatan ekonomi, perlindungan cagar alam tau cagar budaya, dsb. Perencanaan kota, baik kota kecil maupun kota besar, atau perencanaan pedesaan mungkin bisa dianggap sebagai geografi terapan walau mungkin terlihat lebih banyak seni, dan pelajaran sejarah. Beberapa masalah yang dihadapi para perencana wilayah di antaranya adalah eksodus masyarakat desa, dan kota, dan Pertumbuhan Pintar (Smart Growth).

Ilmu wilayah

Pada tahun 1950-an, gerakan ilmu wilayah muncul, dipimpin oleh Walter Isard untuk menghasilkan lebih banyak dasar kuantitatif, dan analitis pada masalah geografi, sebagai tanggapan atas pendekatan kualitatif pada program geografi tradisional. Ilmu wilayah berisi pengetahuan bagaimana dimensi keruangan menjadi peran penting, seperti ekonomi regional, pengelolaan sumber daya, teori lokasi, perencanaan kota, dan wilayah, transportasi, dan komunikasi, geografi manusia, persebaran populasi, ekologi muka bumi, dan kualitas lingkungan.

Manfaat

Ilmu geografi dapat dimanfaatkan dalam tiga bidang, yaitu subjektifisme, objektivisme logis serta nilai etika dan estetika. Subjektivisme berhubungan dengan kegunaan geografi bagi manusia. Dalam hal ini, geografi terapan memiliki penerapannya secara langsung terutama dalam bidang pemetaan wilayah. Manfaat geografi dalam bidang objektivisme logis lebih dipandang melalui pengetahuan empiris yang didapatkan dari hasil percobaan dan pengukuran secara langsung. Dalam hal ini, geografi digunakan untuk melihat letak geografis secara keseluruhan dari suatu wilayah tertentu. Dalam bidang etika dan estetika, geografi berguna untuk melakukan interaksi yang menguntungkan dan tidak saling merugikan antara manusia dengan lingkungannya. Etika dan estetika dalam geografi dapat terjadi melalui penggunaan wilayah yang tidak sampai menimbulkan bencana alam yang dapat membahayakan manusia sebagai pemakai wilayah.[36]

Pendidikan tinggi

Di Indonesia, perguruan tinggi yang membuka program studi Geografi sebagai ilmu murni hanya lima perguruan tinggi negeri, yaitu Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Negeri Semarang (UNNES), Universitas Negeri Padang (UNP), dan Universitas Negeri Malang (UM), dan satu perguruan tinggi swasta (Universitas Muhammadiyah Surakarta). Sedangkan program studi Pendidikan Geografi ada di 45 perguruan tinggi.

UGM, Geografi telah berkembang lebih jauh sehingga menjadi Fakultas tersendiri sejak tahun 1963, yaitu Fakultas Geografi. Saat ini telah mempunyai jenjang pendidikan tinggi dari D3 (diploma) Penginderaan Jauh, dan SIG, S1, S2, dan S3. Fakultas Geografi UGM juga mempelajari ilmu Perencanaan, dan Pengembangan wilayah.

Di UI, Geografi menjadi jurusan dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA). Geografi dipelajari sebagai bagian terapan ilmu-ilmu murni sejajar dengan Matematika, Fisika, Kimia, Statistika dan Biologi.

Fakultas Geografi UMS didirikan oleh sejumlah alumni, dan dosen Fakultas Geografi UGM. Para Alumni Pendidikan Tinggi Geografi kemudian membentuk sebuah asosiasi profesi yang disebut dengan Ikatan Geograf Indonesia (IGI). Di samping itu, dalam wadah yang lebih sempit, para Geografiwan dari UGM juga mempunyai wadah Ikatan Geografiwan Universitas Gadjah Mada (disingkat IGEGAMA).

Badan Informasi Geospasial (BIG) yang dahulu disebut Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) adalah salah satu Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) berkumpul banyak alumni Geografi, baik dari UI, UGM, UNNES maupun UMS.

Ilmu penunjang geografi

Berikut adalah ilmu-ilmu penunjang atau bantu dalam geografi.

Ahli geografi

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Hermawan 2009, hlm. 2.
  2. ^ Priyono dan Yusgiantoro 2017, hlm. 2.
  3. ^ Sumantri, dkk. 2019, hlm. 9.
  4. ^ Nasution dan Lubis 2018, hlm. 45-46.
  5. ^ Hermawan 2009, hlm. 4.
  6. ^ Hermawan 2009, hlm. 5.
  7. ^ Hermawan 2009, hlm. 11.
  8. ^ Hermawan 2009, hlm. 12.
  9. ^ Hermawan 2009, hlm. 12-13.
  10. ^ Hermawan 2009, hlm. 13.
  11. ^ Hermawan 2009, hlm. 16.
  12. ^ Hermawan 2009, hlm. 18.
  13. ^ Hermawan 2009, hlm. 19.
  14. ^ Hermawan 2009, hlm. 24.
  15. ^ Hermawan 2009, hlm. 25.
  16. ^ Priyono dan Yusgiantoro 2017, hlm. 1.
  17. ^ Hermawan 2009, hlm. 43.
  18. ^ Hermawan 2009, hlm. 43-44.
  19. ^ a b c Media, Kompas Cyber. "Definisi Geografi Menurut Para Ahli Halaman all". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2020-08-24. 
  20. ^ Nasution dan Lubis 2018, hlm. 46.
  21. ^ a b Sumantri, dkk. 2019, hlm. 10.
  22. ^ a b Sumantri, dkk. 2019, hlm. 11.
  23. ^ a b c Sumantri, dkk. 2019, hlm. 12.
  24. ^ Sumantri, dkk. 2019, hlm. 13.
  25. ^ Sumantri, dkk. 2019, hlm. 13-14.
  26. ^ Sumantri, dkk. 2019, hlm. 14.
  27. ^ Utoyo, Bambang. 2007. Geografi:Membuka Cakrawala Dunia untuk SMA dan MA Kelas X. Bandung: Setia Purna. Hlm. 13.
  28. ^ Sumantri, dkk. 2019, hlm. 56-57.
  29. ^ a b Sumantri, dkk. 2019, hlm. 57.
  30. ^ a b Sumantri, dkk. 2019, hlm. 58.
  31. ^ Sumantri, dkk. 2019, hlm. 59-60.
  32. ^ Ekadinata, dkk. 2008, hlm. 17.
  33. ^ Ekadinata, dkk. 2008, hlm. 18.
  34. ^ Ekadinata, dkk. 2008, hlm. 2.
  35. ^ Ekadinata, dkk. 2008, hlm. 3.
  36. ^ Nasution dan Lubis 2018, hlm. 47.

Daftar pustaka

  1. Ekadinata, dkk. (2008). Sistem Informasi Geografis untuk Pengelolaan Bentang Lahan Berbasis Sumber Daya Alam Buku 1: Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh Menggunakan ILWIS Open Source (PDF). Bogor: World Agroforestry Centre. ISBN 978-979-3198-42-2. 
  2. Hermawan, I. (2009). Geografi: Sebuah Pengantar (PDF). Bandung: Private Publishing. 
  3. Nasution, T., dan Lubis, M. A. (2018). Konsep Dasar IPS. Yogyakarta: Samudera Biru. ISBN 978-602-5610-98-1. 
  4. Priyono dan Yusgiantoro (ed) (2017). Geopolitik, Geostrategi, Geoekonomi (PDF). Bogor: Unhan Press. ISBN 978-602-74999-3-5. 
  5. Sumantri, dkk. (2019). Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System) Kerentanan Bencana (PDF). Jakarta: CV. Makmur Cahaya Ilmu. ISBN 978-602-53845-8-5. 

Pranala luar