Lompat ke isi

Watu Ngelak

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 4 Agustus 2023 10.05 oleh Edowidivirgian (bicara | kontrib)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)
Watu Ngelak

Watu Ngelak adalah sebuah situs bersejarah berupa sebuah batu besar yang membentang di pinggir Kali Opak. Situs ini berada di Dusun Puton, Desa Trimulyo, Jetis, Bantul. Menurut penduduk setempat, Watu Ngelak adalah tempat Sultan Agung Hanyakrakusumo bersemedi.

Watu Ngelak di Dusun Puton memiliki nilai sejarah yang telah dipercaya masyarakat secara turun temurun. Sejarah nama Watu Ngelak berawal ketika Sultan Agung Hanyakrakusumo berkelana dari Kraton Pleret. Ia menyusuri Sungai Opak menuju Laut Kidul untuk bersemedi. Di tengah perjalan, Sultan Agung berhenti di bebatuan (Bukit Batu) dan meraba-raba (istilah Jawa= gremeng-gremeng) sehingga lokasi tersebut kini dinamakan Gremeng (Dusun Sindhet). Ketika Sultan Agung merasa haus, seorang anak yang sedang mencari ikan memberinya minum air kelapa, sehingga Sultan Agung menamai bukit batu itu Watu Ngelak (lit. "Batu Haus"). Dusun di sekitar bukit batu diberi nama Puton (dari bahasa Jawa putu) yang berarti cucu, karena anak kecil yang memberinya minum adalah cucu seorang janda di desa Dadapan, sebuah wilayah di selatan dusun Puton.[1] Potensi wisata situs ini telah mendapat perhatian Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) dan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Bantul.[2]

Pada abad ke-17, Sultan Agung Hanyakrakusuma memimpin Kerajaan Mataram. Pada masa kepemimpinannya, tanah Jawa masih belum ditanami palawija dan sebagian besar masih berupa hutan belantara. Mata pencaharian masyarakat didapat dari perdagangan dengan bangsa Barat dan hasil alam. Sultan Agung cemas akan keberlangsungan hidup masyarakat serta ancaman dari luar Pulau Jawa. Sultan Agung merenungkan cara untuk lepas dari ancaman tersebut, dan ia ingin melihat pemandangan senja lebih dekat. Sultan Agung memutuskan pergi ke Pantai Selatan dan bersemedi agar mendapatkan wangsit bagaimana cara melepaskan tanah Jawa dari kekangan penjajah. Dalam perjalanannya menuju Pantai Selatan, Sultan Agung banyak menyinggahi desa-desa yang ia lewati dan memberi nama pada setiap desa-desa yang ia singgahi sebagai kenangan atas perjalanannya tersebut. Salah satu desa yang menarik perhatian Sultan Agung adalah sebuah desa yang menampakkan cahaya indah saat malam tiba, yaitu Puton.

Cahaya yang dilihat Sultan Agung berasal dari batu kristal yang terpantul oleh sinar bulan. Sultan Agung memutuskan untuk bermalam di tempat tersebut dan menunggu hingga terbitnya matahari. Ketika terbangun, seorang anak kecil yang membawakannya air kelapa seolah-olah tahu Sultan Agung sedang haus. Namun, Sultan Agung masih haus dan memutuskan untuk meminum air sungai di sebelah bebatuan tempatnya bermalam. Sejak itu, Sultan Agung senang pada tempat tersebut. Peristiwa itulah yang kemudian membuat tempat tersebut diberi nama Watu Ngelak yang bermakna batu yang disinggahi Sultan Agung saat ia sedang haus. Sedangkan pemukiman yang terletak di sekitar bebatuan tempatnya bermalam diberi nama Puton, yang berarti 'cucu' merujuk kepada anak kecil yang sudah memberikannya air kelapa.

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]