Lompat ke isi

Suku Dayak

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 12 Mei 2011 10.03 oleh Jiwa Matahari (bicara | kontrib) (lokasi suku Dayak di Indonesia, minor typo corrections)
Suku Dayak
Bahasa
Dayak, Indonesia, Inggris dan Melayu.
Agama
Katolik, Protestan, Kaharingan, Islam
Kelompok etnik terkait
Melayu, Banjar

Dayak[1][2][3][4] atau Daya adalah kumpulan berbagai subetnis Austronesia yang dianggap sebagai penduduk asli[5] yang mendiami Pulau Kalimantan, lebih tepat lagi adalah yang memiliki budaya sungai dimasa sekarang yaitu setelah berkembangnya agama Islam di Kalimantan, sebelumnya Budaya masyarakat Dayak adalah Budaya Maritim atau bahari. Hampir semua nama sebutan orang Dayak mempunyai arti sebagai sesuatu yang berhubungan dengan "perhuluan" atau sungai, terutama pada nama-nama rumpun dan nama kekeluargaannya. Suku bangsa Dayak terdiri atas enam Stanmenras atau rumpun yakni rumpun Klemantan alias Kalimantan, rumpun Iban, rumpun Apokayan yaitu Dayak Kayan, Kenyah dan Bahau, rumpun Murut, rumpun Ot Danum-Ngaju dan rumpun Punan.

Etimologi

Istilah "Dayak" paling umum digunakan untuk menyebut orang-orang asli non-Muslim, non-Melayu yang tinggal di pulau itu.[6] Ini terutama berlaku di Malaysia, karena di Indonesia ada suku-suku Dayak yang Muslim namun tetap termasuk kategori Dayak. Terdapat beragam penjelasan tentang etimologi istilah ini. Menurut Lindblad, kata Dayak berasal dari kata daya dari bahasa Kenyah, yang berarti hulu [sungai] atau pedalaman. King, lebih jauh menduga-duga bahwa Dayak mungkin juga berasal dari kata aja, sebuah kata dari bahasa Melayu yang berarti asli atau pribumi. Dia juga yakin bahwa kata itu mungkin berasal dari sebuah istilah dari bahasa Jawa Tengah yang berarti perilaku yang tak sesuai atau yang tak pada tempatnya.[7]

Istilah “Dayak” secara kolektif merujuk kepada orang-orang non-Muslim atau non-Melayu yang merupakan penduduk asli Kalimantan pada umumnya.[8] Istilah itu sendiri muncul pada akhir abad kesembilan belas dalam konteks kependudukan penguasa kolonial yang mengambil alih kedaulatan suku-suku yang tinggal di daerah-daerah pedalaman Kalimantan.[9] Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Bagian Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Kalimantan Timur, Dr. August Kaderland, seorang ilmuwan Belanda, adalah orang yang pertama kali mempergunakan istilah Dayak dalam pengertian di atas pada tahun 1895.

Arti dari kata ‘Dayak’ itu sendiri masih bisa diperdebatkan. Commans (1987), misalnya, menulis bahwa menurut sebagian pengarang, ‘Dayak’ berarti manusia, sementara pengarang lainnya menyatakan bahwa kata itu berarti pedalaman. Commans mengatakan bahwa arti yang paling tepat adalah orang yang tinggal di hulu sungai.[10] Dengan nama serupa, Lahajir et al. melaporkan bahwa orang-orang Iban menggunakan istilah Dayak dengan arti manusia, sementara orang-orang Tunjung dan Benuaq mengartikannya sebagai hulu sungai. Mereka juga menyatakan bahwa sebagian orang mengklaim bahwa istilah Dayak menunjuk pada karakteristik personal tertentu yang diakui oleh orang-orang Kalimantan, yaitu kuat, gagah, berani dan ulet.[11] Lahajir et al. mencatat bahwa setidaknya ada empat istilah untuk penuduk asli Kalimantan dalam literatur, yaitu Daya', Dyak, Daya, dan Dayak. Penduduk asli itu sendiri pada umumnya tidak mengenal istilah-istilah ini, akan tetapi orang-orang di luar lingkup merekalah yang menyebut mereka sebagai ‘Dayak’.[12]

Asal mula

Secara umum seluruh penduduk di kepulauan Nusantara disebut-sebut berasal dari Cina selatan, demikian juga halnya dengan Suku Dayak. Tentang asal mula bangsa Dayak, banyak teori yang diterima adalah teori imigrasi bangsa Cina dari Provinsi Yunnan di Cina Selatan. Penduduk Yunan berimigrasi besar-besaran (dalam kelompok-kelompok kecil) diperkirakan pada tahun 3000-1500 SM (sebelum masehi). Sebagian dari mereka mengembara ke Tumasik dan semenanjung Melayu, sebelum ke wilayah Indonesia. Sebagian lainnya melewati Hainan, Taiwan dan Filipina.

Menurut H.TH. Fisher, migrasi dari Asia terjadi pada fase pertama zaman Tertier. Benua Asia dan pulau Kalimantan merupakan bagian Nusantara yang masih menyatu, yang memungkinkan ras Mongoloid dari Asia mengembara melalui daratan dan sampai di Kalimantan dengan melintasi pegunungan yang sekarang disebut pegunungan “Muller-Schwaner”. Dari pegunungan itulah berasal sungai-sungai besar seluruh Kalimantan. Diperkirakan, dalam rentang waktu yang lama, mereka harus menyebar menelusuri sungai-sungai hingga ke hilir dan kemudian mendiami pesisir pulau Kalimantan.[13]

Di daerah selatan Kalimantan Suku Dayak pernah membangun sebuah kerajaan. Dalam tradisi lisan Dayak di daerah itu sering disebut Nansarunai Usak Jawa[14][15], yakni kerajaan Nansarunai dari Dayak Maanyan yang dihancurkan oleh Majapahit, yang diperkirakan terjadi antara tahun 1309-1389.[16] Kejadian tersebut mengakibatkan suku Dayak terdesak dan terpencar, sebagian masuk daerah pedalaman. Arus besar berikutnya terjadi pada saat pengaruh Islam yang berasal dari kerajaan Demak bersama masuknya para pedagang Melayu (sekitar tahun 1520).

Sebagian besar suku Dayak di wilayah selatan dan timur kalimantan yang memeluk Islam tidak lagi mengakui dirinya sebagai orang Dayak, tapi menyebut dirinya sebagai atau orang Banjar. Sedangkan orang Dayak yang menolak agama Islam kembali menyusuri sungai, masuk ke pedalaman, bermukim di daerah-daerah Kayu Tangi, Amuntai, Margasari, Watang Amandit, Labuan Amas dan Watang Balangan. Sebagian lagi terus terdesak masuk rimba. Orang Dayak pemeluk Islam kebanyakan berada di Kalimantan Selatan dan sebagian Kotawaringin, salah seorang pimpinan Banjar Hindu yang terkenal adalah Lambung Mangkurat menurut orang Dayak adalah seorang Dayak (Ma’anyan atau Ot Danum).

Tidak hanya dari Nusantara, bangsa-bangsa lain juga berdatangan ke Kalimantan. Bangsa Tionghoa diperkirakan mulai datang ke Kalimantan pada masa Dinasti Ming tahun 1368-1643. Dari manuskrip berhuruf hanzi disebutkan bahwa kota yang pertama dikunjungi adalah Banjarmasin. Kunjungan tersebut pada masa Sultan Hidayatullah I dan Sultan Mustain Billah.

Kedatangan bangsa Tionghoa di selatan Kalimantan tidak mengakibatkan perpindahan penduduk Dayak dan tidak memiliki pengaruh langsung karena mereka hanya berdagang, terutama dengan kerajaan Banjar di Banjarmasin. Mereka tidak langsung berniaga dengan orang Dayak. Peninggalan bangsa Tionghoa masih disimpan oleh sebagian suku Dayak seperti piring malawen, belanga (guci) dan peralatan keramik.

Sejak awal abad V bangsa Tionghoa telah sampai di Kalimantan. Pada abad XV Raja Yung Lo mengirim sebuah angkatan perang besar ke selatan (termasuk Nusantara) di bawah pimpinan Cheng Ho, dan kembali ke Tiongkok pada tahun 1407, setelah sebelumnya singgah ke Jawa, Kalimantan, Malaka, Manila dan Solok. Pada tahun 1750, Sultan Mempawah menerima orang-orang Tionghoa (dari Brunei) yang sedang mencari emas. Orang-orang Tionghoa tersebut membawa juga barang dagangan diantaranya candu, sutera, barang pecah belah seperti piring, cangkir, mangkok dan guci.[17]

Pembagian sub-sub etnis

Persebaran suku-suku Dayak di Pulau Kalimantan.

Dikarenakan arus migrasi yang kuat dari para pendatang, Suku Dayak yang masih mempertahankan adat budayanya akhirnya memilih masuk ke pedalaman. Akibatnya, Suku Dayak menjadi terpencar-pencar dan menjadi sub-sub etnis tersendiri.

Kelompok Suku Dayak, terbagi dalam sub-sub suku yang kurang lebih jumlahnya 405 sub (menurut J. U. Lontaan, 1975). Masing-masing sub suku Dayak di pulau Kalimantan mempunyai adat istiadat dan budaya yang mirip, merujuk kepada sosiologi kemasyarakatannya dan perbedaan adat istiadat, budaya, maupun bahasa yang khas. Masa lalu masyarakat yang kini disebut suku Dayak, mendiami daerah pesisir pantai dan sungai-sungai di tiap-tiap pemukiman mereka.

Etnis Dayak Kalimantan menurut seorang antropologi J.U. Lontaan, 1975 dalam Bukunya Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat, terdiri dari 6 suku besar dan 405 sub suku kecil, yang menyebar di seluruh Kalimantan.[18]

Dayak pada masa kini

Tradisi suku Dayak Kanayatn.

Dewasa ini suku bangsa Dayak terbagi dalam enam rumpun besar, yakni: Apokayan (Kenyah-Kayan-Bahau), Ot Danum-Ngaju, Iban, Murut, Klemantan dan Punan. Rumpun Dayak Punan merupakan suku Dayak yang paling tua mendiami pulau Kalimantan, sementara rumpun Dayak yang lain merupakan rumpun hasil asimilasi antara Dayak punan dan kelompok Proto Melayu (moyang Dayak yang berasal dari Yunnan). Keenam rumpun itu terbagi lagi dalam kurang lebih 405 sub-etnis. Meskipun terbagi dalam ratusan sub-etnis, semua etnis Dayak memiliki kesamaan ciri-ciri budaya yang khas. Ciri-ciri tersebut menjadi faktor penentu apakah suatu subsuku di Kalimantan dapat dimasukkan ke dalam kelompok Dayak atau tidak. Ciri-ciri tersebut adalah rumah panjang, hasil budaya material seperti tembikar, mandau, sumpit, beliong (kampak Dayak), pandangan terhadap alam, mata pencaharian (sistem perladangan), dan seni tari. Perkampungan Dayak rumpun Ot Danum-Ngaju biasanya disebut lewu/lebu dan pada Dayak lain sering disebut banua / benua. Di kecamatan-kecamatan di Kalimantan yang merupakan wilayah adat Dayak dipimpin seorang Kepala Adat yang memimpin satu atau dua suku Dayak yang berbeda.

Prof. Lambut dari Universitas Lambung Mangkurat, (orang Dayak Ngaju) menolak anggapan Dayak berasal dari satu suku asal, tetapi hanya sebutan kolektif dari berbagai unsur etnik, menurutnya secara rasial, manusia Dayak dapat dikelompokkan menjadi :

Tradisi Penguburan

Tradisi penguburan dan upacara adat kematian pada suku bangsa Dayak diatur tegas dalam hukum adat. Sistem penguburan beragam sejalan dengan sejarah panjang kedatangan manusia di Kalimantan. Dalam sejarahnya terdapat tiga budaya penguburan di Kalimantan :

  • penguburan tanpa wadah dan tanpa bekal, dengan posisi kerangka dilipat.
  • penguburan di dalam peti batu (dolmen)
  • penguburan dengan wadah kayu, anyaman bambu, atau anyaman tikar. Ini merupakan sistem penguburan yang terakhir berkembang.

Pada umumnya terdapat dua tahapan penguburan:

  1. penguburan tahap pertama (primer)
  2. penguburan tahap kedua (sekunder).

Penguburan sekunder

Penguburan sekunder tidak lagi dilakukan di gua. Di hulu Sungai Bahau dan cabang-cabangnya di Kecamatan Pujungan, Malinau, Kalimantan Timur, banyak dijumpai kuburan tempayan-dolmen yang merupakan peninggalan megalitik. Perkembangan terakhir, penguburan dengan menggunakan peti mati (lungun) yang ditempatkan di atas tiang atau dalam bangunan kecil dengan posisi ke arah matahari terbit.

Masyarakat Dayak Ngaju mengenal tiga cara penguburan, yakni :

  • dikubur dalam tanah
  • diletakkan di pohon besar
  • dikremasi dalam upacara tiwah.

Prosesi penguburan sekunder

Prosesi penguburan sekunder

  1. Tiwah adalah prosesi penguburan sekunder pada penganut Kaharingan, sebagai simbol pelepasan arwah menuju lewu tatau (alam kelanggengan) yang dilaksanakan setahun atau beberapa tahun setelah penguburan pertama di dalam tanah.
  2. Ijambe adalah prosesi penguburan sekunder pada Dayak Maanyan. Belulang dibakar menjadi abu dan ditempatkan dalam satu wadah.
  3. Wara
  4. Marabia
  5. Mambatur (Dayak Maanyan)
  6. Kwangkai (Dayak Benuaq)

Agama

Agama asli suku Dayak adalah Kaharingan.

Konflik

Keterlibatan

Dayak (istilah kolektif untuk masyarakat asli Kalimantan) telah mengalami peningkatan dalam konflik antar etnis. Di awal 1997 dan kemudian pada tahun 1999, bentrokan-bentrokan brutal terjadi antara orang-orang Dayak dan Madura di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Puncak dari konflik ini terjadi di Sampit pada tahun 2001. Konflik-konflik ini pun kemudian menjadi topik pembicaraan di koran-koran di Indonesia. Sepanjang konflik tahun 1997, sejumlah besar penduduk (baik Dayak maupun Madura) tewas. Muncul berbagai perkiraan resmi tentang jumlah korban tewas, mulai dari 300 hingga 4.000 orang menurut sumber-sumber independen.[19] Pada tahun 1999, orang-orang Dayak, bersama dengan kelompok-kelompok Melayu dan Cina memerangi para pendatang Madura; 114 orang tewas.[20] Menurut seorang tokoh masyarakat Dayak, konflik yang terjadi belakangan itu pada awalnya bukan antara orang-orang Dayak dan Madura, melainkan antara orang-orang Melayu dan Madura.[21] Kendati terdapat fakta bahwa hanya ada beberapa orang Dayak saja yang terlibat, tetapi media massa membesar-besarkan keterlibatan Dayak. Sebagian karena orang-orang Melayu yang terlibat menggunakan simbol-simbol budaya Dayak saat kerusuhan terjadi.


Macam-macam suku Dayak

Dari sekian ratus sub suku dayak di antaranya adalah:

Rumpun Dayak Banuaka berbahasa Sulawesi Selatan[22]

Rumpun Dayak Iban berbahasa Melayik Borneo Barat

Rumpun Dayak Kanayatn berbahasa Melayik Borneo Barat[29]

Rumpun Dayak Darat[31]

Rumpun Malayic Dayak berbahasa Melayik Borneo Barat[33]

Rumpun Dayak Ot Danum berbahasa Barito Barat

Rumpun Dayak Ngaju berbahasa Barito Barat[38]

Rumpun Dayak Ngaju berbahasa Melayik Borneo Timur

Rumpun Dayak Ngaju DUSMALA (DUSun-MAanyan-LAwangan) berbahasa Barito Timur[42]

Rumpun Dayak Borneo Utara (Rumpun Punan, Rumpun Apau Kayan dan Rumpun Murut)

Rumpun Melanau-Kajang

  • Suku Dayak Bukitan [bkn] (Kalimantan Barat dan Malaysia (Sarawak))
  • Suku Dayak Kajaman [kag] (Malaysia (Sarawak))
  • Suku Dayak Lahanan [lhn] (Malaysia (Sarawak))
  • Suku Dayak Sekapan [skp] (Malaysia (Sarawak))
  • Suku Dayak Sian [spg] (Malaysia (Sarawak))
  • Suku Dayak Ukit [umi] (Malaysia (Sarawak))
  • Suku Dayak Melanau (Pusat) [mel] (Malaysia (Sarawak))
  • Suku Dayak Melanau Daro-Matu [dro] (Malaysia (Sarawak))
  • Suku Dayak Melanau Kanowit-Tanjong [kxn] (Malaysia (Sarawak))
  • Suku Dayak Melanau Sibu [sdx] (Malaysia (Sarawak))
  • Suku Dayak Seru [szd] (Malaysia (Sarawak))

Rumpun Sarawakan Utara

Rumpun Rejang-Sajau

  • Suku Dayak Basap [bdb] (Kalimantan Timur)
  • Suku Dayak Berusu [bqr] (Kalimantan Timur)
  • Suku Dayak Penan, Bah-Biau [pna] (Malaysia (Sarawak))
  • Suku Dayak Punan Merap [puc] (Kalimantan Timur)
  • Suku Dayak Sajau Basap [sjb] (Kalimantan Timur)

Rumpun Sabahan

  • Suku Dayak Bisaya, Brunei [bsb] (Brunei)
  • Suku Dayak Bisaya, Sabah [bsy] (Malaysia (Sabah))
  • Suku Dayak Bonggi [bdg] (Malaysia (Sabah))
  • Suku Dayak Tatana [txx] (Malaysia (Sabah))
  • Suku Dayak Dusun, Central [dtp] (Malaysia (Sabah))
  • Suku Dayak Dusun Sugut [kzs] (Malaysia (Sabah))
  • Suku Dayak Dusun Tambunan [kzt] (Malaysia (Sabah))
  • Suku Dayak Dusun Tempasuk [tdu] (Malaysia (Sabah))
  • Suku Dayak Kota Marudu Tinagas [ktr] (Malaysia (Sabah))
  • Suku Dayak Minokok [mqq] (Malaysia (Sabah))
  • Suku Dayak Kadazan, Labuk-Kinabatangan [dtb] (Malaysia (Sabah))
  • Suku Dayak Gana [gnq] (Malaysia (Sabah))
  • Suku Dayak Kadazan, Coastal [kzj] (Malaysia (Sabah))
  • Suku Dayak Kadazan, Klias River [kqt] (Malaysia (Sabah))
  • Suku Dayak Kimaragang [kqr] (Malaysia (Sabah))
  • Suku Dayak Kota Marudu Talantang [grm] (Malaysia (Sabah))
  • Suku Dayak Kuijau [dkr] (Malaysia (Sabah))
  • Suku Dayak Lotud [dtr] (Malaysia (Sabah))
  • Suku Dayak Papar [dpp] (Malaysia (Sabah))
  • Suku Dayak Rungus [drg] (Malaysia (Sabah))
  • Suku Dayak Dusun Tobilung [tgb] (Malaysia (Sabah))
  • Suku Dayak Dumpas [dmv] (Malaysia (Sabah))
  • Suku Dayak Ida’an [dbj] (Malaysia (Sabah))
  • Suku Dayak Kinabatangan, Upper [dmg] (Malaysia (Sabah))
  • Suku Dayak Lobu, Lanas [ruu] (Malaysia (Sabah))
  • Suku Dayak Lobu, Tampias [low] (Malaysia (Sabah))
  • Suku Dayak Abai Sungai [abf] (Malaysia (Sabah))
  • Suku Dayak Dusun Tombonuo [txa] (Malaysia (Sabah))
  • Suku Dayak Yakan [yka] (Filipina)

Rumpun Punan Batu

  • Suku Dayak Punan Batu 1 [pnm] (Malaysia (Sarawak))

Lain-lain



Teks superscript

Lihat pula

Referensi

  1. ^ (Inggris)Davis, Joseph Barnard (1867). Thesaurus craniorum: Catalogue of the skulls of the various races of man, in the collection of Joseph Barnard Davis. Printed for the subscribers. 
  2. ^ (Inggris)Malayan miscellanies, Malayan miscellanies (1820). Malayan miscellanies . Malayan miscellanies.  Hapus pranala luar di parameter |title= (bantuan)
  3. ^ (Inggris)MacKinnon, Kathy (1996). The ecology of Kalimantan. Oxford University Press. ISBN 9780945971733.  Hapus pranala luar di parameter |title= (bantuan)ISBN 0-945971-73-7
  4. ^ (Inggris)East India Company, East India Company (1821). The Asiatic journal and monthly miscellany, Volume 12. Wm. H. Allen & Co.  Hapus pranala luar di parameter |title= (bantuan)
  5. ^ berdasarkan bukti-bukti arkeologis yang ditemukan di Gua Niah (Sarawak) dan Gua Babi (Kalimantan Selatan), penghuni pertama Kalimantan berasal dari ras Austro-Melanesia yang memiliki proporsi tulang kerangka yang lebih besar dibandingkan ras Austronesia (Dayak) penghuni Kalimantan masa kini
  6. ^ King, 1993:29
  7. ^ King, 1993:30
  8. ^ King, 1993.
  9. ^ Rousseau, 1990
  10. ^ Commans, 1987: 6
  11. ^ Lahajir et al., 1993:4
  12. ^ Lahajir et al., 1993:3
  13. ^ Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1977-1978
  14. ^ Templat:Mhy icon NANSARUNAI USAK JAWA
  15. ^ (Indonesia) Usak Jawa
  16. ^ Fridolin Ukur, 1971
  17. ^ Sarwoto Kertodipoero, 1963
  18. ^ Hukum Adat dan Istiadat Kalimantan Barat, J.U. Lontaan. 1975
  19. ^ MacDougall, 1999
  20. ^ Mac Dougall, 1999
  21. ^ lihat, misalnya Manuntung, 22 Maret 1999
  22. ^ (Inggris) Tamanic: On the Exact Nature of the Relation Between Tamanic Languages and South Sulawesi Languages
  23. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama embau
  24. ^ (Inggris) Ketungau language
  25. ^ (Indonesia) Wabup Buka Kongres Adat Dayak Bugau
  26. ^ a b c d e f (Indonesia) Awal Mula Pemukiman di Kotawaringin Barat
  27. ^ (Indonesia) DAYAK KETUNGAU BANYUR
  28. ^ (Indonesia) Bupati Motivasi Kaum Ibu di Jambu, Kayan Hilir, Kabupaten Sintang
  29. ^ (Inggris) Malayic Dayak: Arguments for a Bornean Homeland of Malay
  30. ^ BRUNEI: a language of Brunei
  31. ^ (Inggris) Land Dayak: Some Features They Have in Common With Orang Asli Languages
  32. ^ (Indonesia) Tanda Kepemilikan/Pekerjaan (Dalam Suku Dayak Ahe')
  33. ^ (Indonesia) POTENSI BUDAYA KABUPATEN MELAWI
  34. ^ (Indonesia) sejarah Kotawaringin Barat
  35. ^ (Indonesia) Santosa, Imam Budhi (2009). Kumpulan Peribahasa Indonesia dari Aceh sampai Papua. IndonesiaTera. hlm. 73. ISBN 9789797750619.  ISBN 979-775-061-2
  36. ^ (Indonesia) PERGUMULAN AGAMA ASLI DAYAK SIMPAKNG
  37. ^ lagu dayak krio tagua,from mateus bujal (kure village) kalimantan barat
  38. ^ (Inggris) Chapter 4. Borneo as a Cross-Roads for Comparative Austronesian Linguistics
  39. ^ a b Denny Saputra (8 Juli 2010). "Di Akhir Abad, 90 Persen Bahasa Daerah Hilang". Media Indonesia. 
  40. ^ (Indonesia) Melalatoa, M. J. (1995). Ensiklopedi suku bangsa di Indonesia. 1. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 
  41. ^ (Inggris) Schulze, Fritz (2006). Insular Southeast Asia: linguistic and cultural studies in honour of Bernd Nothofer. Otto Harrassowitz Verlag. ISBN 3447054778.  ISBN 9783447054775
  42. ^ (Inggris) East Barito: Who Were the Malayo-Polynesian Migrants to Madagascar?
  43. ^ (Inggris)Sellato, Bernard (1994). Nomads of the Borneo rainforest: the economics, politics,and ideology of settling down. University of Hawaii Press. ISBN 0-8248-1566-1. ISBN 9780824815660
  44. ^ (Indonesia) Suku Penjaga Patok Negara

http://jadiberita.com/2011/02/04/ternyata-suku-dayak-bukan-cuma-satu-jenis/

Referensi

  • Cfr. Tom Harrisson, "The Prehistory of Borneo", dalam Pieter van de Velde (ed.), Prehistoric Indonesia a Reader (Dordrecht-Holland: Foris Publications, 1984), hlm. 299-322
  • Bellwood, Peter, “The Prehistory of Borneo”, Borneo Research Bulletin, 24/9 (1992), hlm. 7-13
  • Kathy MacKinnon, The Ecology of Indonesian Series Volume III: The Ecology of Kalimantan, (Singapore: Periplus Editions Ltd., 1996), hlm. 255-363
  • bdk. P.J. Veth, "The Origin of the Name Dayak", dalam Borneo Research Bulletin, 15/2 (September 1983), hlm. 118-121
  • Fridolin Ukur, "Kebudayaan Dayak", dalam Kalimantan Review, 22/I (Juli-Desember 1992), hlm. 3-10
  • Keragaman Suku Dayak di Kalimantan, Institut Dayakologi, Pontianak
  • Edi Petebang, Dayak Sakti, Institut Dayakologi
  • Edi Petebang, Eri Sutrisno, Konflik Etnis di Sambas, ISAI, Jakarta

Pranala luar