Pasar Legi Kotagede
Pasar Legi Kotagede | |
---|---|
꧋ꦥꦱꦂꦊꦒꦶꦏꦸꦛꦒꦼꦣꦺ Pasar Lêgi Kuthågêdhé | |
Nama lain | Pasar Gedhe, Sargedhe |
Informasi umum | |
Jenis | Pasar tradisional |
Gaya arsitektur | Jawa |
Alamat | Jalan Mondorakan no.172B Kelurahan Purbayan, Kemantren Kotagede Kota Yogyakarta 55173 |
Negara | Indonesia |
Koordinat | 7°49′41″S 110°24′00″E / 7.828116°S 110.399875°E |
Mulai dibangun | Abad ke-16 |
Desain dan konstruksi | |
Arsitek | Ki Ageng Pemanahan |
Pasar Kotagede (dikenal pula dengan Pasar Gedhe atau Sargedhe) adalah salah satu pasar tradisional yang berada di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia.
Pasar ini juga disebut dengan "Pasar Legi", diambil dari nama hari pasaran jawa Legi, sebab pasar ini hanya digelar saat hari pasaran legi pada awal berdirinya. Pasar ini menjadi pasar tertua di Kota Yogyakarta, karena didirikan pada masa awal Kesultanan Mataram.
Sejarah
Masa awal
Keberadaan pasar ini berkaitan dengan pendirian Kesultanan Mataram. Ki Ageng Pemanahan yang merupakan leluhur dari Wangsa Mataram, pada tahun 1556 mendapat mandat dari Sultan Adiwijaya (raja Pajang) untuk membuka wilayah di sekitar Alas Mentaok setelah dirinya berhasil menahlukan Arya Penangsang. Alih-alih membangun istana atau pemukiman, ia memilih untuk membangun sebuah pasar terlebih dahulu. Alasannya, karena pasar merupakan jantung perekonomian.[1]
Disinilah kelak putranya, Sutawijaya atau Raden Ngabehi Saloring Pasar, kelak menjadi keturunan pertama darinya yang memimpin daerah tersebut dan di kemudian hari mendirikan kerajaan yang disebut Kesultanan Mataram dan menjadi pemimpin dengan gelar Panembahan Senapati.[2]
Perkembangan
Pada awal abad ke-20, wilayah Yogyakarta mulai dialiri listrik. Beberapa wilayah masuk dalam elektrifikasi ini, termasuk kawasan Keraton Lama Kotagede. Perusahaan listrik Hindia Belanda, yakni ANIEM (Algemeene Nederlandsche Indische Electriciteit Maatschappij) membangun infrastruktur berupa gardu listrik di dekat pasar ini. Sampai sekarang, gardu tersebut masih berdiri dan disebut oleh masyarakat sekitar dengan nama Babon Aniem.[3]
Wajah pasar tidak banyak mengalami perubahan. Renovasi menyeluruh terakhir kali dilakukan pada tahun 1986. Tepat 22 Februari 1986, pasar ini diresmikan oleh Soegiarto, Walikota Yogyakarta pada masa itu. Saat gempa bumi Mei 2006 melanda Yogyakarta, beberapa kerusakan terjadi pada fisik bangunan pasar meski tidak begitu parah.[1]
Struktur
Pasar ini terletak di tengah-tengah pusat kemantren Kotagede. Pasar ini juga dekat dengan beberapa peninggalan sejarah era keraton lama Kotagede, seperti Masjid Gedhe Mataram dan Benteng Cepuri. Hal tersebut dikarenakan pembangunan keraton Kotagede yang mengusung konsep Catur Gatra Tunggal, dimana keraton, pasar, alun-alun (sudah tidak ada) dan masjid dibangun berdekatan sebagai simbol keterkaitan.
Pasar ini memiliki luas 4.158 m², dengan total pedagang pada hari normal mencapai 608 orang.[4]
Isi
Kebanyakan pedagang menjual hasil pertanian seperti buah, sayur, dan beras. Dari tempat asalnya, penjual membawa dagangannya dengan cara digendong atau dipikul. Namun, pada hari pasaran Legi, pasar ini lebih ramai pedagang yang menjajakan dagangan lebih variatif, seperti alat-alat rumah tangga, hewan peliharaan, alat membatik, dan lain-lain.[1]
Pasar ini juga menjual jajanan pasar khas Kotagede, yakni Kipo, kue tradisional yang terbuat dari tepung ketan dan diisi unti kelapa.
Referensi
- ^ a b c Mengenal Pasar Legi Kotagede, Pasar Tradisional Tertua di Yogyakarta
- ^ Graaf, H.J.de. 1985. Awal Kebangkitan Mataram: Masa Pemerintahan Senapati. Seri Terjemahan Javanologi nr. 3. Terjemah dari KITLV. 1954. De Regering van Senapati Ingalaga. Jakarta:Graffiti Press
- ^ Bangunan Gardu ANIEM
- ^ Pasar Kotagede Yogyakarta