Lompat ke isi

Sejarah Kalimantan Selatan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Sejarah Kalimantan Selatan merupakan catatan historis dari sebuah kawasan yang semula dihuni manusia prasejarah hingga menjadi kawasan provinsial berpemerintahan, yakni provinsi Kalimantan Selatan.

Masa Sebelum Abad ke-19

[sunting | sunting sumber]
Gedung Mahligai Pancasila salah satu bangunan dalam kompleks rumah jabatan Gubernur Kalimantan Selatan

Masa Kerajaan Negara Daha

[sunting | sunting sumber]
  • 1025, migrasi suku Melayu dari Kerajaan Sriwijaya akibat serangan tentara Cola Mandala (India).
  • 1355, Empu Jatmika mendirikan pemukiman dan Candi Agung (Amuntai) dengan pondasi tiang pancang ulin yang disebut kalang-sunduk di wilayah rawa daerah aliran sungai Amas dan menobatkan dirinya sebagai raja Kerajaan Negara Dipa sebagai bawahan Raja Kuripan yang tidak memiliki keturunan. Kemudian Empu Jatmika menaklukan penduduk asli batang Tabalong, Balangan, Pitap, Alai, Labuan Amas, Amandit serta daerah perbukitan yang dihuni suku Bukit, selanjutnya mendirikan Candi Agung (Amuntai) sebagai ibu kota yang baru, tetapi pelabuhan perdagangan tetap di Muara Rampiau. Ia menjadi penguasa Candi Agung, Candi Laras dan Kuripan.
  • 1360, Lambung Mangkurat, Patih Kerajaan Negara Dipa berangkat ke Majapahit untuk melamar Raden Putra, sebagai calon suami Putri Junjung Buih.
  • 1362, Wilayah Barito, Tabalong dan Sawuku menjadi daerah taklukan Kerajaan Majapahit. Hancurnya Kerajaan Nan Sarunai, kerajaan Suku Dayak Maanyan karena serangan Majapahit. Pangeran Suryanata dari Majapahit berhasil menjadi raja Negara Dipa.
  • 1362–1448, berdirinya Kerajaan Negara Dipa dibawah Maharaja Suryanata.
  • 1385–1421, masa pemerintahan Pangeran Surya Gangga Wangsa.
  • 1421–1436, masa pemerintah Raden Carang Lalean.
  • 1436–1448, masa pemerintahan Putri Kalungsu.
  • 1448-1526, masa Kerajaan Negara Daha, Raden Sekar Sungsang dengan gelar Maharaja Sari Kaburungan menjadi Raja pertama.
  • 1448, Bandar Muara Bahan ditetapkan sebagai Bandar kerajaan menggantikan Bandar Muhara Rampiau, ditunjuk Patih Arya Taranggana putera Aria Magatsari memimpin di bandar itu.
  • 1448–1486, masa pemerintahan Raden Sekar Sungsang dengan gelar Maharaja Sari Kaburangan.
  • 1486–1515, masa pemerintahan Raden Paksa dengan gelar Maharaja Sukarama.
  • 1511, migrasi suku melayu akibat runtuhnya Kerajaan Malaka diserang Portugis, migrant ini mendiami sepanjang sungai Kuin.
  • 1515, Maharaja Sukarama wafat, diwasiatkan yang menjadi raja adalah Pangeran Samudera.
  • 1515-1519, masa pemerintahan Arya Mangkubumi yang kemudian dibunuh Sa’ban atas suruhan Pangeran Tumanggung. Pangeran Samudra melarikan diri ke hilir Barito.
  • 1518-1521, Pati Unus, Sultan Demak menaklukan kerajaan-kerajaan Kalimantan, seperti Tanjungpura/Sukadana, Lawai dan Sambas sebelum menyerang Portugis di Malaka pada tahun 1521.
  • 1519–1526, masa pemerintahan Pangeran Tumanggung (Raden Panjang).

Masa Kesultanan Banjar

[sunting | sunting sumber]

Tahun 1520-1668

[sunting | sunting sumber]
  • 1520, penobatan Raden Samudera oleh Patih Masih sebagai raja di Muara Kuin dengan gelar Pangeran Samudera.
  • 6 September 1526, pertempuran antara Kerajaan Banjar dipimpin Pangeran Samudera dengan Kerajaan Negara Daha dipimpin Pangeran Tumenggung di Jingah Besar, Pangeran Samudra dibantu Kesultanan Demak.
  • 24 September 1526, kemenangan Pangeran Samudra dan pembentukan Kesultanan Banjar, dengan memasukkan Kerajaan Nagara Daha, selanjutnya Pangeran Tumenggung menetap ke hulu pada Alai dengan 1000 penduduk.
  • 1526-1545, masa pemerintahan Pangeran Samudera.
  • 24 September 1526/6 Zulhijjah 932 H, Pangeran Samudera memeluk Islam dengan gelar di dalam khutbah Sultan Suryanullah/Sultan Suriansyah.
  • 1550-1570, masa pemerintahan Sultan Rahmatullah (Raja II) di Banjarmasin
  • 1570-1620, masa pemerintahan Sultan Hidayatullah (Raja III) di Banjarmasin
  • 1520-1620, masa pemerintahan Marhum Panembahan dengan gelar Sultan Musta'inbillah (Raja IV) di Banjarmasin hingga 1612.
  • 1596, Belanda merampas 2 perahu lada dari Banjarmasin yang berdagang di Kesultanan Banten.
  • 14 Februari 1606, Ekspedisi Belanda dipimpin Koopman Gillis Michaelszoon tiba di Banjarmasin, karena perangainya yang buruk Michaelszoon tewas terbunuh.
  • 1612, Belanda menembak hancur Istana Raja di Kuin, sehingga ibu kota kerajaan dipindahkan dari Banjarmasin ke daerah Kayu Tangi, kota baru ini diberi nama Martapura oleh Sultan Mustainbillah.[1]
  • 1620 – 1637, masa pemerintahan Ratu Agung dengan gelar Sultan Inayatullah (Raja V).
  • 1634, VOC-Belanda mengirim 6 kapal dibawah pimpinan Gijsbert van Londensteijn kemudian ditambah beberapa kapal di bawah pimpinan Antonie Scop dan Steven Batrentz.
  • 29 November 1635, VOC Belanda mendirikan kantor dagang di Banjarmasin di bawah pimpinan Wollebrandt Gelenysen de Jonge.
  • 1637 – 1642, masa pemerintahan Ratu Anom dengan gelar Sultan Saidulllah (Raja VI).
  • 1638, seorang Asisten Belanda terbunuh di Benua Anyar, pertempuran juga menewaskan 64 orang bangsa Belanda, selanjutnya 27 orang Martapura terbunuh, dibalas 40 orang Belanda tewas.
  • 1642 – 1660, masa pemerintahan Pangeran Ratu dengan gelar Sultan Rakyat Allah (Raja VII).
  • 1650 - Di Banjarmasin terdapat perwakilan dagang VOC.[2]
  • 1660 – 1663, masa pemerintahan Raden Bagus (Suria Angsa) dengan gelar Sultan Amrullah Bagus Kasuma (Raja VIII).
  • 1660, diadakan perjanjian perdamaian antara Belanda dan Banjar; Pangeran Dipati Tuha (Suria Negara) bin Sultan Saidullah mengamankan wilayah Tanah Bumbu dari pendatang.[3]
  • 1663 – 1679, masa pemerintahan Pangeran Suryanata II degan gelar Sultan Agung.
  • 1664, perubahan nama Banjarmasih menjadi Banjarmassingh (dialek Belanda).
  • 1668, Portugis mendatangkan imam Katolik bernama Ventimiglia ke wilayah Kesultanan Banjarmasin.[4]

Tahun 1680-1858

[sunting | sunting sumber]
  • 1680–1700, masa pemerintahan Sultan Amrulllah Bagus Kasuma (Suria Angsa) kembali, sedangkan adiknya menjadi Sultan Negara (bekas Negara Daha) bergelar Suria Negara.
  • 1714, Kapten Daniel Beeckman mengunjungi Banjar (Kuin).[5]
  • 1720-an Banjarmasin memiliki pelabuhan perdagangan yang setara dengan Makassar.[6]
  • 1700–1734, masa pemerintahan Sultan Ilhamidullah (Sultan Kuning).
  • 1733, panglima perang anak buah dari La maddukelleng gagal merebut Banjarmasin.[7]
  • 1734-1759, masa pemerintahan Sultan Tamjidillah I di Martapura.
  • 1734, VOC-Belanda membuat perjanjian monopoli lada dengan Sultan Banjar dan mendirikan benteng di Banjarmasin.[8]
  • 1734, Puana Dekke meminjam tanah di wilayah Tanah Kusan kepada Sultan Tamjidullah I yang dinamakan kampung Pagatan, kemudian Sultan Sulaiman menganugerahi gelar kapitan (panglima) kepada Hasan La Pangewa, yaitu Kapitan Laut Pulo sebagai raja pertama Kerajaan Pagatan.
  • 1750, Ketua Dewan Mahkota Pangeran Suryanata (sepupu Sultan Sepuh) mangkat di Martapura, kemudian almarhum digantikan oleh puteranya, Pangeran Prabukusuma sebagai ketua Dewan Mahkota Kesultanan Banjar.
  • 1759–1761, masa pemerintahan Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah dengan gelar Sultan Muhammadillah, mangkat tahun 1761.[9]
  • Tahun 1747, Belanda menduduki Banjarmasin.[10][11]
  • 1761–1801, masa pemerintahan Sultan Tahmidullah II/Sunan Nata Alam.
  • 1762, Saudara Sultan Nata yang bernama Pangeran Prabujaya dilantik sebagai mangkubumi oleh Dewan Mahkota Kesultanan Banjar.
  • 1767, Pangeran Sulaiman dilantik sebagai Sultan (Muda) Sulaiman II.
  • 1780, Ratu Intan I menjabat Raja negeri Cantung dan Batulicin, sedangkan Pangeran Prabu menjadi raja negeri Sampanahan, Bangkalaan, Manunggul dan Cengal serta Pangeran Layah menjadi raja negeri Buntar Laut.[3]Kota Banjarmasin di bawah otoritas Pangeran Dupa, putera tertua Sultan Banjar[12]
  • 1782, Pangeran Adam dilantik sebagai Sultan (Muda) Adam.
  • 1785, Sepuluh pambakal di Amuntai dibebaskan dari pajak hingga anak cucunya karena telah berjasa melawan laskar yang dipimpin Pangeran Surya dan Pangeran Ahmad, saudara tiri Sultan Nata. Keturunan dari sepuluh datu ini disebut golongan anak cucu orang sepuluh.[13]
  • 1786, Pangeran Amir (raja Kusan) tertangkap VOC Belanda.
  • 14 Mei 1787, Pangeran Amir (kakek Pangeran Antasari) diasingkan ke Srilangka.
  • 13 Agustus 1787, Sultan Tamjidullah I membuat kontrak perjanjian dengan VOC-Belanda.
  • 1792, VOC menempatkan administrasi sipil (onderkoopman) di Banjarmasin seperti sebelumnya.[14]
  • 24 April 1792, Sultan Sulaiman I mengirim surat kepada Gubjen. Willem Arnold Alting membicarakan harga barang-barang yang ditukar antara kedua pihak, serta keluhan bahwa hak Sultan atas separuh cukai tidak mau dibayar oleh Fetor setempat.[15]
  • 7 Oktober 1792, Sultan Sulaiman I mengirim surat kepada Gubjen. Willem Arnold Alting bahwa tugasnya sudah dijalankan sesuai dengan perjanjian, yaitu setiap kepala yang ditunjuk akan membuka kebun lada. Tiap kebun itu dikerjakan oleh 50 orang. Kalau tidak mengerjakan pekerjaan itu, mereka akan dihukum dengan hukuman berat. Juga dinyatakan bahwa mereka sudah menerima kiriman 10 tong obat bedil dan Raja Banjar juga minta dikirimi kertas air emas 12 lembar.
  • 20 November 1794, Sultan Sulaiman I mengirim surat kepada Gubjen. Willem Arnold Alting tentang penyerangan yang diderita dari orang Pasir dan Kutai. Banyak rakyat dibunuh, yang lain dipaksa mendirikan benteng. Sultan menanti perintah dari Kompeni. Harapannya agar Gur. Jen. menulis surat kepada Sultan Pasir untuk mengajak damai. Kalau ditolak, rencananya Pasir akan diserang dari laut oleh Belanda dan dari darat oleh Banjar. Juga diberitahukan tentang kebun lada yang sedang dikerjakan.
  • 17 Mei 1796, Sultan Sulaiman I mengirim surat kepada Gubjen. Willem Arnold Alting tentang pemberitahuan bahwa Sultan sudah menerima bingkisan, yang isinya didaftarkan satu per satu.
  • 1797, Pangeran Antasari dilahirkan.[16]
  • 1801–1825, masa pemerintahan Sultan Sulaiman Saidullah II.
  • 19 Mei 1809, Gubjen. Hindia Belanda Herman Willem Daendels memerintahkan meninggalkan Banjarmasin karena dianggap tidak menguntungkan.[17]
  • 1815–1816, Inggris menguasai Maluka, Liang Anggang, Kurau dan Pulau Lamai dibawah Alexander Hare yang menjadi Resident-commissioner sejak 1812. Kelak dinamakan Distrik Maluka[18][19][20][21]
  • 7 Oktober 1823, Pangeran Mangkoe Boemi Nata mengirim surat kepada Gubjen. G.A.G.Ph. van der Capellen menyatakan bahwa Mangkubumi bersedia diangkat sebagai kepala pemerintah Banjar dan telah bersumpah sesuai dengan perjanjian antara Kompeni dan negeri Banjar.
  • 1823, Pemerintah pusat Hindia Belanda melantik Pangeran Husin dengan gelar Pangeran Mangkoe Boemi Nata sebagai mangkubumi menggantikan Ratoe Anom Ismail.
  • 1825–1857, masa pemerintahan Sultan Adam al-Watsiqu billah.
  • 1825, bulan Juli, Raja Tanah Bumbu Pangeran Aji Jawi membuat kontrak politik dengan Hindia Belanda.
  • 1826, Sultan Adam membuat kontrak perjanjian dengan Hindia Belanda.
  • 1832, Pangeran Haji Musa menjabat raja Batulicin (1832-1840), raja Bangkalaan (1838-1840).
  • 1835, 15 Muharam 1251 H, pemberlakuan Undang-Undang Sultan Adam (UUSA 1835).
  • 1835, Zending dari Jerman mulai bekerja di selatan Kalimantan.[22]
  • 1841, Pangeran Mangku Bumi (Gusti Ali) menjabat raja Sampanahan sebagai kerajaan mandiri setelah mangkatnya atasannya Raja Aji Jawi.
  • 1842, Pemerintah pusat Hindia Belanda melantik Pangeran Noch dengan gelar Ratoe Anom Mangkoeboemi Kentjana sebagai mangkubumi Kesultanan Banjar.[23]
  • 1846, Daerah koloni Belanda di pulau Kalimantan memperoleh pemerintahan khusus sebagai Dependensi Borneo.[24]
  • 1849, Berdasarkan Staatsblad van Nederlandisch Indië tahun 1849 dibentuk wester-afdeeling van Borneo dan zuid-ooster-afdeeling van Borneo[25]
  • 1851, Ratoe Anom Mangkoeboemi Kentjana mangkat digantikan Pangeran Tamjidullah II sebagai mangkubumi (kepala pemerintahan).
  • 1852, Sultan Muda Abdul Rahman mangkat karena diracun diduga atas perintah Pangeran Prabu Anom.[26]
  • 1852, Surat Sultan Adam kepada Gusti Andarun tentang pemberian tanah badatu (tanah lungguh) dan penunjukkannya sebagai pengganti almarhum Sultan Muda Abdul Rahman.[27]
  • 8 Agustus 1852, pemerintah kolonial Hindia Belanda (dengan sengaja secara salah) melantik Pangeran Tamjidillah II sebagai Sultan Muda Kesultanan Banjar, dan sekaligus tetap menjabat Mangkubumi. Pelantikan ini ditolak Sultan Adam yang mencalonkan Pangeran Hidayatullah II sebagai Sultan Muda dan Pangeran Prabu Anom sebagai mangkubumi.
  • 1855, Secara diam-diam Sultan Adam melantik Pangeran Prabu Anom sebagai Raja Muda Kesultanan Banjar dan memecat Pangeran Tamjidillah II sebagai mangkubumi.[28]
  • 1855, Pemekaran dan pembentukan beberapa afdeeling baru[29]
  • 30 April 1856, Belanda menerima konsesi tambang batu bara yang ditandatangani Sultan Adam.
  • 9 Oktober 1856, Pemerintah kolonial Hindia Belanda melantik Pangeran Hidayatullah sebagai Mangkubumi, sedangkan Sultan Muda tetap Pangeran Tamjidillah II.
  • 1 November 1857, Sultan Adam wafat.[30]
  • 3 November 1857 – 25 Juni 1859, masa pemerintahan Sultan Tamjidillah II yang disetujui Belanda sebagai raja Banjar.
  • 3 November 1857, pertemuan rencana perang melawan Belanda di Martapura, antara Pangeran Hidayatullah, Pangeran Prabu Anom dan Nyai Ratu Kamala Sari (permaisuri Sultan Adam).
  • 23 Februari 1858, Pangeran Prabu Anom (anak Sultan Adam) dibuang ke Bandung.
  • September 1858, Tumenggung Jalil tidak mau lagi membayar pajak kepada Belanda.

Masa Perang Banjar

[sunting | sunting sumber]

Tahun 1859

[sunting | sunting sumber]
Kapal uap Celebes berperang melawan benteng rakit apung yang disebut Kotamara dikemudikan orang Dayak pada tanggal 6 Agustus 1859 di pulau Kanamit, sungai Barito.
  • 2 Februari 1859, kedatangan bantuan tentara Belanda dengan Kapal Arjuna, namun 3 hari kemudian dipulangkan lagi ke Batavia.
  • Februari 1859, Neneksuri Nyai Ratu Kamala Sari dan anak-anaknya menyerahkan kerajaan dengan Pangeran Hidayatullah.
  • 18 April 1859, pecahnya Perang Banjar, Pasukan Antasari dengan 300 prajurit menyerang tambang batubara milik Belanda di Pengaron.[31] Serangan di Marabahan, Gunung Jabuk dan Tabanio, dipimpin Demang Lehman, Haji Buyasin dan Kiai Langlang. Serangan di Pulau Petak, Pulau Telo dan di sepanjang Sungai Barito, dipimpin Tumenggung Surapati dan Pambakal Sulil. Sweeping di Banua Lima, dipimpin Tumenggung Jalil, Pambakal Gafur, Duwahap, Dulahat dan Penghulu Abdul Gani serta serangan terhadap Kapal Cipanas di Martapura.
  • 29 April 1859, tambang batu bara Oranye Nassau diserbu.
  • 1 Mei 1859, pasukan Antasari menyerang tambang batu baru Juliana Hermina, serangan di Kalangan, Banyu Irang dan Bangkal dipimpin Pangeran Arya Ardi Kesuma.
  • Juni 1859, pertempuran di Sungai Basarah dipimpin Pambakal Sulil.
  • 8 Juni 1859, Belanda mengumumkan keadaan darurat perang.
  • 12 Juni 1859, bantuan tentara Belanda datang dengan Kapal Arjuna, Celebes, Montrado, Bone dan van Os.
  • 14 Juni 1859, pertemuan Pangeran Hidayat dengan Augustus Johannes Andresen, namun buntu.
  • 15 juni 1859, Sweeping oleh Belanda di Martapura.
  • 17 Juni 1859, pertempuran di Sungai Raya.
  • 25 Juni 1859, Sultan Tamjidillah II dimakhzulkan oleh Belanda, terjadi pertempuran di Cempaka.
  • 30 Juni 1859, serangan ke Martapura dipimpin Demang Lehman, 10 pejuang gugur.
  • Juli 1859, tenggelamnya Kapal Cipanas di Pulau Kanamit.
  • 16 Juli 1859, Sultan Tamjidillah II dan Pangeran Adipati Panoto Negoro Adiprojo di buang ke Jawa.
  • Agustus 1859, serangan ke Banjarmasin dipimpin Kiai Mangun Karsa, pertempuran di benteng Tabanio, dipimpin Demang Lehman dan Haji Buyasin.[32]
  • September 1859, pertemuan Pangeran Hidayat dengan panglima-panglima, Pangeran Hidayat dinobatkan menjadi Raja.
  • 27 September 1859, pertempuran di Gunung Lawak, dipimpin Demang Lehman, Aminullah, Antaludin dan Ali Akbar.
  • 28 September 1859, bantuan tentara Belanda dari Surabaya.
  • 13 November 1859, Gustave Verspijck, mengeluarkan ultimatum agar Pangeran Hidayatullah menyerah dalam 20 hari.
  • 14 November 1859, gugurnya Pambakal Sulil di Sungai Basarah.
  • 23 Desember 1859, pertempuran di Kuala Kapuas oleh suku Dayak.
  • 26 Desember 1859, tenggelamnya Kapal Onrust oleh Tumenggung Surapati di Lontontour.
  • Desember 1859, Tumenggung Antaluddin bersama dengan Demang Lehman, Pangeran Aminullah, Kusin dan Ali Akbar, mempertahankan Benteng Munggu Tayur.

Tahun 1860

[sunting | sunting sumber]
  • 2 Januari 1860, serangan terhadap Kapal van Os di Pulau Petak
  • 9 Februari 1860, serangan terhadap Kapal Suriname di Lontontour hingga mengalami kerusakan dan pertempuran Masjid Amuntai.
  • 22 Februari 1860, serangan terhadap Kapal Montrado di Lontontour.
  • 31 Maret 1860, penyerbuan Benteng Amawang, dipimpin Demang Lehman.
  • 18 Maret 1860, pertempuran di Pamangkih, Walangku, Kasarangan, Pantai Hambawang, Barabai dan Aluan.
  • 15 Mei 1860, pertempuran di Tanjung, dipimpin Tumenggung Jalil.
  • 11 Juni 1860, Kesultanan Banjar dihapuskan secara sepihak oleh Belanda dengan proklamasi yang ditandatangani Residen Surakarta Frederik Nicolaas Nieuwenhuijzen yang merangkap Komisaris Pemerintah Belanda untuk Daerah Afdeeling Borneo Selatan-Timur.
  • 9 Agustus 1860, serangan terhadap Benteng Kelua, dipimpin Pangeran Antasari.
  • 17 Agustus 1860, Pangeran Antasari mendirikan Benteng Tabalong.
  • 27 Agustus 1860, serangan di Martapura dipimpin Pangeran Muda.
  • September 1860, pertempuran di Rumpanang dan Tambarangan, dipimpin Singa Jaya.
  • 3 September 1860, Pertempuran Benteng Madang pertama, dipimpin Demang Lehman dan Tumenggung Antaludin.
  • 4 September 1860, pertempuran Benteng Madang kedua.
  • 13 September 1860, pertempuran Benteng Madang ketiga.
  • 15 September 1860, pertempuran di Sungai Malang, Amuntai, dipimpin H. Abdullah.
  • 18 September 1860, pertempuran Benteng Madang keempat.
  • 22 September 1860, pertempuran Benteng Madang kelima.
  • 13 Oktober 1860, pertempuran Benteng Batu Mandi, dipimpin Tumenggung Jalil.
  • 17 Oktober 1860, pertempuran di Jati, dipimpin Kyai Jayapati.
  • 25 Oktober 1860, pertempuran di Bulanin, dipimpin Demang Lehman.
  • 27 Oktober 1860, pertempuran di Jati lagi, dipimpin Kyai Jayapati dan Demang Jaya Negara Seman.
  • November 1860, pertempuran di masjid Jati, dipimpin Tumenggung Diparaksa.
  • 1 November 1860, Belanda mendinamit bangkai Kapal Onrust di Lontontour.
  • 10 Desember 1860, Sultan Hidayatullah II membuat surat yang berisi pelantikan Gamar dengan gelar Tumenggung Cakra Yuda dan 3 orang lainnya untuk melancarkan Perang Jihad melawan Belanda.[33]

Tahun 1861

[sunting | sunting sumber]
Benteng Gunung Tungka.
  • 24 Februari 1861, pertempuran di Amalang dan Maleno, dipimpin Demang Lehman dan Guna Wijaya.
  • 3 Maret 1861, pertempuran di Rantau, dipimpin Jaya Warna.
  • 19 Maret 1861, pertempuran di Karang Intan, dipimpin Tumenggung Gamar.
  • 21 April 1861, Pertempuran benteng Amawang, 2 tahun Perang Banjar, dipimpin Tumenggung Antaludin dan Demang Lehman, tewasnya Von Ende.
  • 23 April 1861, serangan di Bincau.
  • April 1861, penangkapan dan hukuman mati untuk Pangeran Kasuma Ningrat (paman Pangeran Hidayat), Kyai Nakut dan Pambakal Matamin serta pertempuran di Binuang, Tumpakan Mati, Karang Jawa, Kandangan dan Nagara.[34]
  • 4 Mei 1861, pertempuran Paringin antara pasukan Antasari melawan Belanda.
  • 13 Mei 1861, pertempuran di Gunung Wowong, Karau, Dayu dan Sihong.
  • 16 Mei 1861, serangan di Paringin, dipimpin H. Dulgani.
  • 18 Mei 1861, pertempuran di Pagat.
  • 27 Mei 1861, pertempuran di Barabai, dipimpin Gusti Wahid.
  • Mei 1861, pertempuran di Martapura, Tanah Laut, Rantau, Kandangan, Barabai, Amuntai, Paringin, Tabalong dan daerah Barito.
  • 10 Juni 1861, pertempuran di Gunung Kupang, Awang Bangkal dan Batu Mahalon.
  • 18 Juni 1861, serangan awal di Martapura.
  • 19 Juni 1861, pertempuran di Gunung Pamaton, dipimpin Pangeran Hidayatullah.
  • 20 Juni 1861, pertempuran di Kuala Tambangan, dipimpin Tumenggung Gamar.
  • 22 Juni 1861, serangan di Mataraman dan Suwatu, dipimpin Pambakal Mail dan Tumenggung Buko.
  • 3 Juli 1861, serangan di benteng Barabai, dipimpin Raksa Yuda.
  • 18, 22, 24 Juli 1861, pertempuran di Buntok.
  • Agustus 1861, pertempuran di Gunung Pamaton dan Gunung Halau-halau, dipimpin Tumenggung Antaludin dan Kiai Cakrawati (Galuh Sarinah).
  • 1 Agustus 1861, pertempuran di benteng Limpasu, tewasnya Letnan Hoyyel.
  • 10 Agustus 1861, pertempuran di benteng Pagger, dipimpin Pangeran Singa Terbang.
  • 2 September 1861, pertempuran di benteng Batu Putih, gugurnya Pangeran Singa Anum dan Gusti Matali.
  • 24 September 1861, gugurnya Tumenggung Jalil pada pertempuran Benteng Tundakan.
  • 2 Oktober 1861, Demang Lehman masuk Martapura menemui Regent Martapura.
  • 6 oktober 1861, Demang Lehman ke Banjarmasin berunding dengan Resident Verpyck, perundingan secara empat mata, selesai perundingan rombongan kembali ke Martapura.
  • 8 Oktober 1861, pertempuran di Habang dan Kriniang, dipimpin H. Badur.
  • 18 Oktober 1861, pertempuran di Banua Lawas dipimpin H. Badur.
  • Oktober 1861, pertempuran di Banua Lawas dan Teluk Pelaeng, gugur 18 orang.
  • 6 November 1861, pertempuran di Pelari, dipimpin Pangeran Antasari dan Tumenggung Surapati.
  • 8 November 1861, pertempuran di Gunung Tungka dipimpin Pangeran Antasari, Tumenggung Surapati dan Gusti Umar, tewasnya Kapten Van Vloten.
  • 9 November 1861, serangan di Teluk Selasih, tewasnya Regent Amuntai.
  • 25 Nopember 1861, pertemuan Pangeran Hidayatullah dengan Demang Lehman dan diputuskan Pangeran Hidayatullah menemui Ibu Ratu Siti di Martapura.
  • November 1861, pertempuran di Gunung Marta Niti Biru dan Kria Wijaya Bepintu, dipimpin Kyai Karta Nagara.
  • 5 Desember 1861, pertempuran di Jatuh dipimpin Penghulu Muda, tewasnya Opsir Koch.
  • 15 Desember 1861, pertempuran di Banua Lawas, tewasnya Letnan Ajudan I Cateau van Rosevelt.
  • 16 Desember 1861, terbunuhnya Kontrolir Fujick di Margasari dan Letnan Croes juga tewas di Sungai Jaya, oleh Tagab Obang.

Tahun 1862-1905

[sunting | sunting sumber]
  • 28 Januari 1862, Pangeran Hidayatullah dan Ratu Siti masuk Martapura, berdiam di rumah Residen Martapura.
  • 30-31 Januari 1862, perundingan antara Pangeran Hidayatullah dengan Regent Letnan Kolonel Verpyck di pendopo rumah Asisten Resident, Pangeran Hidayatullah tertipu oleh janji Belanda.
  • 3 Februari 1862, Pangeran Hidayatullah menuju ke Pasayangan.
  • 4 Februari 1862, Pangeran Hidayatullah meninggalkan Pasayangan menuju Gunung Pamaton serta Masjid Pasayangan yang berumur 140 tahun dibakar Belanda.
  • 22 Februari 1862, tertangkapnya Ratu Siti serta dibawanya Pangeran Wira Kasuma ke Banjarmasin.
  • 28 februari 1862, Pangeran Hidayatullah masuk Martapura menemui Ratu Siti di pendopo Regent Martapura.
  • 3 Maret 1862, Pangeran Hidayatullah dibawa dengan Kapal Bali menuju Batavia, dikawal Kontrolir Kuin Letnan Verstege.[35]
  • 14 Maret 1862 (13 Ramadhan 1278 H), Pangeran Antasari dinobatkan sebagai Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin, sebagai kepala pemerintahan, pemimpin agama, dan panglima tertinggi pengganti Sultan Banjar.[36]
  • 11 Oktober 1862, wafatnya Pangeran Antasari di Tanah Kampung Bayan Begok Sampirang, Murung Raya.[37][38]
  • 1862 – 1905, masa pemerintahan Sultan Muhammad Seman.
  • 19 Oktober 1863, tertangkapnya Sultan Kuning.
  • 1864, serangan Tumenggung Surapati di Muara Teweh dan Montalat.
  • 27 Februari 1864, Demang Lehman dihukum gantung di lapangan Martapura, ketika tertangkap ia memegang pusaka Keris Singkir dan Tombak Kalibelah.
  • 1865, Penghulu Rasyid gugur di Kelua, Tumenggung Naro gugur di Gunung Kayu, Balangan.
  • 26 Januari 1866, Haji Buyasin gugur.
  • 1867, serangan Tagap Kurdi di Amuntai.
  • 1870, serangan Panglima Wangkang di Marabahan dan Banjarmasin.
  • 1875, wafatnya Tumenggung Surapati karena sakit.
  • 1883, serangan Sultan Muhammad Seman di Tanjung, Amuntai dan Balangan.
  • 1 Juli 1883, serangan di Lampihong.
  • 1885, tertangkapnya Pangeran Perbatasari di Pahu, Kutai, kemudian ia dibuang ke Kampung Jawa Tondano, Minahasa.
  • 1886, serangan Tumenggung Gamar di Tanah Bumbu.
  • 1898, perubahan susunan pembagian administratif di Kalimantan menurut Staatblaad tahun 1898 no. 178
  • 1899, Residen C.A Kroesen memimpin Zuider en Ooster Afdeeling van Borneo.
  • 1899, peristiwa Amuk Hantarukung dipimpin Bukhari
  • 1903, Banjarmasin dan Amuntai sudah mendapatkan jalur telegraf.[39]
  • 1904, wafatnya Pangeran Hidayatullah di Cianjur serta dibuangnya Gt. Muhammad Arsyad ke Bogor.
  • 24 Januari 1905, Sultan Muhammad Seman, putra Pangeran Antasari gugur melawan Belanda di benteng Baras Kuning.
  • 24 Agustus 1905, Panglima Batur ditangkap di Muara Teweh.
  • 1906, dibuangnya Ratu Zaleha ke Bogor, berkumpul bersama suaminya (Gt. Muhammad Arsyad).

Masa Perang Kemerdekaan

[sunting | sunting sumber]

Tahun 1913-1944

[sunting | sunting sumber]
Pegawai Kantor Governurment Borneo di Banjarmasin

Tahun 1945

[sunting | sunting sumber]
  • 17 April 1945, rakyat Banjarmasin mulai diwajibkan memberi hormat dengan membungkukkan badan kepada setiap tentara Jepang, baik yang naik sepeda, mobil dan sebagainya.
  • 6 Mei 1945, pembentukan TRI pasukan MN 1001, MKTI (MN adalah singkatan dari Mohamad Noor).
  • 23 Agustus 1945, berdirinya organisasi kelaskaran GEMIRI (Gerakan Rakyat Mempertahankan Republik Indonesia) di Kandangan.
  • Agustus 1945, berdirinya organisasi kelaskaran Badan Pemberontak Rakyat Kalimantan di Kandangan.
  • 2 September 1945, pemerintahan Sukarno-Hatta menunjuk Ir. H. Pangeran Muhammad Noor sebagai gubernur Kalimantan berkedudukan di Jakarta/Yogyakarta.
  • 23 September 1945, berdirinya organisasi kelaskaran Pasukan Berani Mati di Alabio.
  • November 1945, berdirinya organisasi kelaskaran Laskar Syaifullah di Haruyan.
  • 9 November 1945, pertempuran di Banjarmasin melawan Sekutu.
  • 20 November 1945, berdirinya organisasi kelaskaran Gerakan Rakyat Pengajar/Pembela Indonesia Merdeka di Amuntai, Hulu Sungai Utara.
  • 1945, berdirinya organisasi kelaskaran GERPINDOM (Gerakan Pemuda Indonesia Merdeka) di Birayang, Barisan Pelopor Pemberontakan (BPPKL) di Martapura dan Banteng Borneo di Rantau, serta Laskar Hasbullah di Martapura, Pelaihari, Rantau dan Hulu Sungai.
  • 30 Oktober 1945, penyusupan Hasan Basry dan kawan-kawan dari Surabaya dengan kapal Bintang Tulen.
  • 5 - 7 Desember 1945, Pertempuran Marabahan.

Tahun 1946-1949

[sunting | sunting sumber]
  • 24 September 1946, penangkapan laskar Saifullah oleh Belanda di Kandangan pada saat pasar malam.
  • 18 November 1946, pembentukan Batalyon TNI AL RI DIVISI IV (A) oleh Hasan Basry dengan melebur Banteng Indonesia dan organisasi kemiliteran lainnya.
  • Mei 1947, pertempuran di Hambawang Pulasan, Barabai, dipimpin H. Aberanie Sulaiman, 48 serdadu Belanda tewas sedangkan 1 orang pejuang gugur, yaitu Made Kawis.[44]
  • 14 Januari 1948, terbentuknya satuan kenegaraan Daerah Banjar.
  • 3 Juli 1948, Belanda melantik Dewan Banjar.[45]
  • 18 Juli 1948, peristiwa pertempuran di Wawai, 16 orang pejuang gugur.
  • Agustus 1948, pertempuran di Hambawang Pulasan, dekat Barabai dipimpin Aliansyah.
  • 21 Desember 1948, pertempuran Hawang, Hulu Sungai Tengah.
  • 2 Januari 1949, pertempuran di Negara di Hulu Sungai Selatan, (Palagan Nagara).
  • 7 Januari 1949, pembentukan Panitia Persiapan Proklamasi Kalimantan, dengan ketua H. Aberanie Sulaiman.
  • 6 Februari, pertempuran Pagatan di Tanah Bumbu.
  • 14 Februari 1949, pertempuran di Batu Tangga, 2 orang pejuang gugur.
  • 15 April 1949, Pertempuran Batakan di Tanah Laut
  • 15 Mei 1949, perumusan teks proklamasi di Telaga Langsat, dipimpin H. Aberanie Sulaiman.
  • 16 Mei 1949, penandatanganan teks proklamasi Kalimantan di Ni'ih oleh Hasan Basry.
  • 17 Mei 1949, Proklamasi Gubernur Tentara AL RI DIVISI IV (A) Pertahanan Kalimantan oleh Letkol. Hasan Basry (Pahlawan Nasional).
  • 3 Juni 1949, Pertempuran Serangan Umum Kota Tanjung di Tabalong.
  • 8 Agustus 1949, Pertempuran Garis Demarkasi di Karang Jawa.
  • 2 September 1949, perundingan antara TNI AL RI DIVISI (A), yaitu Hasan Basry dengan Belanda diwakili Mayor Jenderal Suharjo dan UNCI sebagai penengah di Munggu Raya, Kandangan.
  • 2 September 1949, pengakuan Angkatan Perang Republik Indonesia terhadap TNI AL RI DIVISI (A) sebagai bagian dari angkatan perang dan mengangkat Hasan Basry sebagai Komandan Batalyon dengan pangkat Letnan Kolonel.
  • 1 November 1949, peleburan TNI AL RI DIVISI (A) ke dalam TNI Angkatan Darat Divisi Lambung Mangkurat dengan panglima Letkol Hasan Basry dan Kepala Staf Mayor H. Aberani Sulaiman.

Masa Pembangunan

[sunting | sunting sumber]

Tahun 1950-1965

[sunting | sunting sumber]
  • 4 April 1950, penghapusan daerah Banjar, Dayak Besar dan Kalimantan Tenggara dari Republik Indonesia Serikat, kemudian dimasukkan ke dalam Republik Indonesia Yogyakarta.
  • 01 Juni 1950, pembentukan Kabupaten Kotabaru.
  • 29 Juni 1950, Kepmendagri No. C/17/15/3 wilayah Kalimantan dibagi menjadi 6 Kabupaten Administratif dan 3 Swapraja. Salah satunya Afdeeling Van Hoeloe Soengai dibentuk menjadi Kabupaten Hulu Sungai dangan ibu kota Kandangan.
  • 14 Agustus 1950, pembentukan provinsi Kalimantan serta pembentukan Kabupaten Banjar.
  • 14 Agustus 1950 – 1953, masa Gubernur dr. Moerdjani.
  • 2 Desember 1950, pembentukan Kabupaten Hulu Sungai Selatan, dengan Bupati Syarkawi.
  • 1 Mei 1952, berdirinya Kabupaten Amuntai.
  • 1953–1955, masa Gubernur Mas Subardjo.
  • 14 Januari 1953, perubahan nama Kabupaten Amuntai menjadi Kabupaten Hulu Sungai Utara.
  • 2-3 September 1953, musyawarah tokoh-tokoh untuk pembentukan Kabupaten Barabai.
  • 24 September 1953, wafatnya Ratu Zaleha, putri Sultan Muhammad Seman, sebelumnya diasingkan ke Cianjur.
  • 11 Januari 1954, turun gunungnya Bulan Jihad (sahabat Ratu Zaleha) dari pedalaman Kalimantan.
  • 4 April 1954, pembentukan Panitia Penuntutan Kabupaten Barabai di rumah Asisten Wedana Abdul Muis Ridhani, ditunjuk sebagai ketua adalah A. Zaini.
  • 1955–1957, masa Gubernur Raden Tumenggung Arya Milono.
  • 7 Desember 1956, terbentuknya Provinsi Kalimantan Selatan, yaitu gabungan dari Kotawaringin, Dayak Besar, Daerah Banjar dan Federasi Kalimantan Tenggara.
  • 1957–1959, masa Gubernur Syarkawi.
  • 23 Mei 1957, wilayah Kotawaringin dan Dayak Besar membentuk provinsi Kalimantan Tengah.
  • 1958, musyawarah masyarakat Tapin di Balai Rakyat menghasilkan Badan Musyawarah Penuntut Kabupaten Tapin, yang diketuai H Isbat
  • 15 Maret 1958, pembentukan Panitia Penuntutan Kabupaten Tabalong dengan ketua Juhri.
  • 11 November 1958, pengangkatan kerangka Pangeran Antasari di Bayan Begak, Puruk Cahu untuk dimakamkan di Kompleks Makam Pahlawan Perang Banjar di Banjarmasin.
  • 1959 – 1963, masa Gubernur Maksid.
  • 24 Desember 1959, pembentukan Kabupaten Hulu Sungai Tengah.
  • 4 Januari 1960, pembentukan Kabupaten Barito Kuala.
  • 22 Agustus 1960, pembekuan kegiatan PKI dan ormasnya oleh Kepala Penguasa Perang Daerah Kalimantan Selatan, Brigjen Hasan Basry.
  • 3 Juni 1961, pembentukan Panitia Penuntutan Kabuapaten Tanah Laut (Panitia 17) dengan ketua Soeparjan.
  • 1-2 Juli 1961, musyawarah besar Tanah Laut menghasilkan pembentukan Panitia Penyalur Hasrat Rakyat Tuntutan Daswati II Tanah Laut yang diketuai H.M.N. Manuar.
  • 1963–1963, masa Gubernur Abu Jahid Bustami.
  • 1963–1968, masa Gubernur Aberani Sulaiman.
  • 30 November 1965, pembentukan Kabupaten Tapin.
  • 1 Desember 1965, pembentukan Kabupaten Tabalong.
  • 2 Desember 1965, pembentukan Kabupaten Tanah Laut.

Tahun 1968-Sekarang

[sunting | sunting sumber]
  • 1968–1970, masa Gubernur Jamani.
  • 23 Maret 1968, pemberian Gelar Pahlawan Nasional untuk Pangeran Antasari.[46]
  • 1970–1980, masa gubernur Subarjo Sosroroyo.
  • 10 November 1974 - Oktober 1979, pembangunan Masjid Raya Sabilal Muhtadin.
  • 15 Januari 1979, wafatnya Ir. Pangeran Muhammad Noor, Gubernur Kalimantan pertama dimakamkan di Jakarta.
  • 1980–1984, masa Gubernur Mistar Cokrokusumo.
  • 1984–1995, masa Gubernur Ir. H. Muhammad Said.
  • 15 Juli 1984, wafatnya Brigjen Hasan Basry, dimakamkan di Simpang Tiga Liang Anggang, Banjarbaru.
  • 10 November 1991, peresmian Museum Wasaka oleh Gubernur Kalimantan Selatan Ir. H. Muhammad Said.
  • 23 April 1997, peresmian Jembatan Barito oleh Presiden Soeharto.
  • 23 Mei 1997, peristiwa Jum'at Kelabu di Banjarmasin, kampanye pemilu yang berakhir kerusuhan bernuansa SARA/partai.[47][48]
  • 1995–2000, masa Gubernur Gusti Hasan Aman.
  • 2000–2005, masa Gubernur Sjachriel Darham.
  • 20 April 2000, pembentukan Kota Banjarbaru.
  • 3 November 2001, pemberian gelar Pahlawan kemerdekaan untuk Brigjen Hasan Basry.
  • 15 Desember 2004, banjir besar di Amuntai, korban mencapai 200 jiwa.
  • 8 April 2006, pembentukan Kabupaten Balangan dan Tanah Bumbu.
  • 21 Desember 2006, peresmian Taman Siring di sempadan Sungai Martapura dengan panjang 320 meter.
  • 2005-2010, masa Gubernur Rudy Ariffin - H.M. Rosehan Noor Bahri.
  • 25 April 2008, peresmian Jembatan Rumpiang oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Barito Kuala.
  • Oktober 2008, dimulainya pembangunan runway Bandara Syamsudin Noor menuju Bandara Internasional.
  • 11 Februari 2009, pemancangan tiang pembangunan Kantor Gubernur di Banjarbaru.
  • 26 Februari 2009, dimulainya pembangunan PLTU di Asam-asam dengan kekuatan 2 x 65 megawatt.
  • 27 Mei 2009, pembukaan alur Sungai Barito bebas dari lumpur untuk jalur pelayaran dan pelabuhan.
  • 2010-2015, masa Gubernur Rudy Ariffin - Rudy Resnawan.
  • 1 Januari 2010, pemberlakuan Perda Pendidikan Al Qur'an bagi seluruh jenjang sekolah di Kalimantan Selatan.
  • 24 Juli 2010, pemberian gelar Pangeran kepada Ir. Gt. Khairul Saleh sebagai keputusan Musyawarah Tinggi Adat Banjar.
  • 12 Desember 2010, penobatan Ir. Gt. Khairul Saleh sebagai Raja Muda Kesultanan Banjar dengan gelar Pangeran Khairul Saleh.
  • 14 Agustus 2011, peresmian Sekretariat Daerah Propinsi Kalimantan Selatan yang baru di kecamatan Cempaka (Banjarbaru) yang berdiri pada perbukitan dengan ketinggian elevasi 44 meter di atas permukaan laut serta berjarak sekitar 60 km dari tapak kantor lama yang bersejarah sejak masa kolonial berlokasi di titik 0 km Banjarmasin di tepi sungai Martapura.[49][50][51][52]
  • 10 November 2011, pemberian gelar Pahlawan Nasional bagi KH. DR. Idham Chalid oleh Presiden.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ (Indonesia) Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto (1992). Sejarah nasional Indonesia: Jaman pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. PT Balai Pustaka. hlm. 86. ISBN 979-407-409-8. [pranala nonaktif permanen]ISBN 978-979-407-409-1
  2. ^ (Inggris) (2007)"VOC territories and trading posts in Asia, 1650". Digital Atlas of Indonesian History. Robert Cribb. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-05-12. Diakses tanggal 30 August 2011. 
  3. ^ a b (Belanda) Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Lembaga Kebudajaan Indonesia, Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde, Jilid 1, Lange & Co., 1853.
  4. ^ (Indonesia) J. U. Lontaan, Menjelajah Kalimantan, Penerbit Baru, 1985
  5. ^ (Inggris) Dalrymple, Alexander (1769). A plan for extending the commerce of this kingdom, and of the East India company. hlm. 49. 
  6. ^ (Inggris) G. J. Knaap, Heather Sutherland, Monsoon traders: ships, skippers and commodities in eighteenth-century Makassar, KITLV Press, 2004 ISBN 90-6718-232-X, 9789067182324
  7. ^ (Indonesia) Merle Calvin Ricklefs, Sejarah Indonesia modern 1200-2004, Penerbit Serambi, 2005 ISBN 979-16001-2-0, 9789791600125
  8. ^ (Indonesia) Gamal Komandoko, Ensiklopedia pelajar & umum: buku serba tahu tentang pengetahuan umum Indonesia dan dunia untuk pelajar, mahasiswa dan umum, Pustaka Widyatama, 2010 ISBN 979-610-371-0, 9789796103713
  9. ^ R. Soekmono (1973). Pengantar sejarah kebudayaan Indonesia. 1. Kanisius. hlm. 72. ISBN 9794132918. [pranala nonaktif permanen]ISBN 978-979-413-291-3
  10. ^ (Indonesia) Edi Songo, Genius Senior, WahyuMedia ISBN 979-795-092-1, 9789797950927
  11. ^ (Inggris) David Bulbeck, Southeast Asian exports since the 14th century: cloves, pepper, coffee, and sugar, Institute of Southeast Asian, 1998 ISBN 981-3055-67-7, 9789813055674
  12. ^ (Inggris) The New American encyclopaedia: a popular dictionary of general knowledge, Volume 2, D. Appleton, 1865
  13. ^ "Salinan arsip" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2012-01-18. Diakses tanggal 2011-08-27. 
  14. ^ (Inggris) (2007)"VOC civil administration in Indonesia, 1792". Digital Atlas of Indonesian History. Robert Cribb. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-05-12. Diakses tanggal 11 August 2011. 
  15. ^ Surat Beriluminasi Raja Nusantara
  16. ^ (Indonesia) Kisah Heroik Pahlawan Nasional Terpopuler. Galangpress Group. ISBN 6028620106. ISBN 978-602-8620-10-9
  17. ^ (Belanda) (1861)Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië. 23. hlm. 226. 
  18. ^ (Indonesia) Anwar, Rosihan (2004). Sejarah kecil "petite histoire" Indonesia. 2. Penerbit Buku Kompas. hlm. 137. ISBN 979-709-141-4. ISBN 978-979-709-141-5
  19. ^ Alexander Hare en Maluka (II)
  20. ^ (Inggris) Far East and Australasia 2003. Routledge. 2002. hlm. 145. ISBN 1857431332. 
  21. ^ (Inggris) "John Clunies Ross (1786-1854)". ABC News. 16 November 2004. Diakses tanggal 1 August 2011. 
  22. ^ (Indonesia) Th. van den End, Ragi Carita 1, Jilid 1 dari Ragi carita: sejarah gereja di Indonesia, BPK Gunung Mulia, 1987, ISBN 979-415-188-2, 9789794151884
  23. ^ (Belanda) (1861)Tijdschrift voor Nederlandsch Indië. 23. Ter Lands-drukkerij. hlm. 70. 
  24. ^ (Inggris) Townsend, George Henry (1867). A manual of dates: a dictionary of reference to the most important events in the history of mankind to be found in authentic records (edisi ke-2). Warne. hlm. 160. 
  25. ^ (Belanda) Nederlandisch Indië (1849). "Staatsblad van Nederlandisch Indië". s.n. 
  26. ^ (Indonesia) Rachman, M. Fadjroel (2007). Bulan jingga dalam kepala: novel. Gramedia Pustaka Utama. hlm. 41. ISBN 9792228764. ISBN 978-979-22-2876-2
  27. ^ Surat Wasiat Sultan Adam Untuk Pangeran Hidayatullah
  28. ^ (Indonesia)Poesponegoro (1992). Sejarah nasional Indonesia: Nusantara pada abad ke-18 dan ke-19. Indonesia: PT Balai Pustaka. hlm. 275. ISBN 979-407-410-1. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-01-04. Diakses tanggal 2011-08-31.  ISBN 978-979-407-410-7
  29. ^ (Belanda) J. B. J Van Doren (1860). Bydragen tot de kennis van verschillende overzeesche landen, volken, enz. 1. J. D. Sybrandi. hlm. 241. 
  30. ^ (Belanda) (1866)De gids. 30. G. J. A. Beijerinck. hlm. 47. 
  31. ^ (Indonesia) Komandoko, Gamal (2006). Kisah 124 pahlawan & pejuang Nusantara. Pustaka Widyatama. hlm. 54. ISBN 9796610906. ISBN 978-979-661-090-7
  32. ^ (Belanda) R. L. de Haes, Eenige opmerkingen over het werk getiteld: de Bandjermasinsche Krijg van 1859 tot 1863, D. Noothoven Van Goor, 1866
  33. ^ (Belanda) van Rees, Willem Adriaan (1865). De bandjermasinsche krijg van 1859-1863. 2. D. A. Thieme. hlm. 162. 
  34. ^ (Belanda). Ter Landsdrukkerij. 1865 http://books.google.co.id/books?id=Os9SAAAAcAAJ&dq=DJAIJA%20PAMENANG&hl=id&pg=PA13#v=onepage&q=DJAIJA%20PAMENANG&f=false.  Teks "Verzameling der merkwaardigste vonnissen gewezen door de Krijgsraden te velde in de Zuid- en Ooster-afdeeling van Borneo gedurende de jaren 1859-1864: bijdrage tot de geschiedenis van den opstand in het Rijk van Bandjermasin" akan diabaikan (bantuan); Tidak memiliki atau tanpa |title= (bantuan)
  35. ^ Sekilas Riwayat Hidup Pangeran Hidayatullah
  36. ^ (Indonesia) Sudrajat, A Suryana (2006). Tapak-tapak pejuang: dari reformis ke revisionis (Seri khazanah kearifan). Erlangga. hlm. 17. ISBN 9797816109. ISBN 978-979-781-610-0
  37. ^ (Indonesia) 100 Pahlawan Nusantara: Mengenal Dan Meneladani Para Pahlawan Melalui Kisah Perjuangan Mereka Dalam Mewujudkan Dan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia. AgroMedia. hlm. 6. ISBN 6028526347. ISBN 978-602-8526-34-0
  38. ^ (Indonesia) Ajisaka,. Mengenal Pahlawan Indonesia (ed. Revisi). Kawan Pustaka. hlm. 20. ISBN 979-757-278-1. ISBN 978-979-757-278-5
  39. ^ (Inggris) (2007)"TTelegraph lines in the Netherlands Indies, 1903". Digital Atlas of Indonesian History. Robert Cribb. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-05. Diakses tanggal 11 August 2011. 
  40. ^ (Inggris) (2007)"Military garrisons in the outer islands, 1913". Digital Atlas of Indonesian History. Robert Cribb. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-05. Diakses tanggal 11 August 2011. 
  41. ^ (Inggris) (2007)"Towns with population greater than 10,000, rest of the Netherlands Indies, 1920". Digital Atlas of Indonesian History. Robert Cribb. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-05-12. Diakses tanggal 11 August 2011. 
  42. ^ (Inggris) (2007)"Representative councils in the Netherlands Indies, 1937". Digital Atlas of Indonesian History. Robert Cribb. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-05-12. Diakses tanggal 30 August 2011. 
  43. ^ (Indonesia) Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto (1992). Sejarah nasional Indonesia: Jaman Kebangkitan nasional dan masa akhir Hindia Belanda. PT Balai Pustaka. hlm. 38. ISBN 979407411X. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-07-31. Diakses tanggal 2011-08-25. ISBN 978-979-407-411-4
  44. ^ http://bumibanjar.blogspot.com/2010/05/pertempuran-hambawang-pulasan-1.html
  45. ^ (Indonesia) Pramoedya Ananta Toer, Koesalah Soebagyo Toer, Ediati Kamil, Kronik revolusi Indonesia, Jilid 4, Kepustakaan Populer Gramedia, 1999, ISBN 979-9023-88-2, 9789799023889
  46. ^ (Indonesia) Pahlawan Indonesia. Niaga Swadaya. hlm. 12. ISBN 979-1481-60-1. ISBN 978-979-1481-60-1
  47. ^ (Indonesia)Haris, Syamsuddin (1999). Kecurangan dan perlawanan rakyat dalam pemilihan umum 1997. Yayasan Obor Indonesia. hlm. 185. ISBN 979-461-313-4.  ISBN 978-979-461-313-9
  48. ^ Puslit Kemasyarakatan dan Kebudayaan (Indonesia), Ngrumat Bondo Utomo, PT. (2003). Muhamad Hisyam, ed. Krisis masa kini dan Orde Baru. Yayasan Obor Indonesia. hlm. 225. ISBN 9794614602. ISBN 978-979-461-460-0
  49. ^ Dewan: Jangan Jual Kantor Gubernur
  50. ^ Sore Ini Gedung Pemprov Diresmikan
  51. ^ "DPRD Kalsel Tetap Berkantor Di Banjarmasin". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-01-27. Diakses tanggal 2011-08-27. 
  52. ^ Kantor Gubernur Kalimantan Selatan dilihat dari udara