Andi Sultan Daeng Radja: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Borgxbot (bicara | kontrib)
k Robot: Cosmetic changes
Kanzcech (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Pengembalian manual
(32 revisi perantara oleh 23 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{more citations needed|date=November 2022}}
{{rapikan}}
[[Berkas:Sultan-dg-raja.jpg|ka|jmpl|Andi Sultan Daeng Radja]]
'''Haji Andi Sultan Daeng Radja''' adalah seorang tokoh kemerdekaan Indonesia dari [[Sulawesi Selatan]]. Ia lahir di Matekko, Gantarang pada [[20 Mei]] [[1894]]. Beliau adalah putra pertama pasangan Passari Petta Lanra Karaeng Gantarang dan Andi Ninong. Semasa muda, Sultan Daeng Radja dikenal taat beribadah dan aktif dalam kegiatan Muhhamadiyah. Beliau merupakan pendiri Masjid di Ponre yang pada jamannya terbesar di Sulawesi Selatan.
'''Haji [[Andi (gelar)|Andi]] Sultan Daeng Radja''' ({{lahirmati|[[Matekko, Gantarang, Bulukumba]]|20|5|1894|Rumah Sakit Pelamonia [[Makassar]], [[Sulawesi Selatan]]|17|5|1963}}) adalah seorang tokoh kemerdekaan Indonesia dan pahlawan nasional dari [[Sulawesi Selatan]]. Ia adalah putra pertama pasangan Passari Petta Tanra Karaeng Gantarang dan Andi Ninong.


== Riwayat Hidup ==
Tahun 1902, Sultan Daeng Radja masuk sekolah ''Volksschool'' (Sekolah Rakyat) tiga tahun di Bulukumba. Tamat dari ''Volksschool'', beliau melanjutkan pendidikannya ke ''Europeesche Lagere School'' (ELS) di Bantaeng. Selesai mengenyam pendidikan di ELS, Sultan Daeng Radja melanjutkan pendidikannya di ''Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren'' (OSVIA) di Makassar.


=== Masa Kecil dan Pendidikan ===
Setelah menyelesaikan pendidikannya di OSVIA pada tahun 1913, Sultan Daeng Radja yang saat itu, masih berusia 20 tahun diangkat menjadi juru tulis kantor pemerintahan Onder Afdeeling Makassar. Bebeberapa bulan kemudian, beliau diangkat menjadi calon jaksa dan diperbantukan di Inl of Justitie Makassar. Tanggal 7 Januari 1915 diangkat menjadi Eurp Klerk pada Kantor Asisten Residen Bone di Pompanua.
Semasa muda, Sultan Daeng Radja dikenal taat beribadah dan aktif dalam kegiatan [[Muhammadiyah]]. Ia merupakan pendiri Masjid Tua di Ponre yang pada zamannya terbesar di Sulawesi Selatan.<ref>{{Cite news|url=https://bulukumbakab.go.id/rubrik/pementasan-klosal-perjuangan-andi-sulthan-daeng-radja-warnai-peringatan-hut-kemerdekaan-ri-tingkat-kabupaten-bulukumba|title=Pementasan Klosal Perjuangan Andi Sulthan Daeng Radja Warnai Peringatan HUT Kemerdekaan RI Tingkat Kabupaten Bulukumba|last=|first=|date=17 Agustus 2017|work=|access-date=5 Mei 2020}}</ref>


Tahun 1902, Sultan Daeng Radja masuk sekolah ''Volksschool'' (Sekolah Rakyat) tiga tahun di [[Kabupaten Bulukumba|Bulukumba]]. Tamat dari ''Volksschool'', dia melanjutkan pendidikannya ke ''Europeesche Lagere School'' (ELS) di Bantaeng. Selesai mengenyam pendidikan di ELS, Sultan Daeng Radja melanjutkan pendidikannya di ''Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren'' (OSVIA) di Makassar.<ref>Ensiklopedia Pahlawan Nasional. Kuncoro Hadi & Sustianingsih. Istana Media, Yogyakarta, 2015.</ref>
Selanjutnya, beliau dipindahkan lagi ke Kantor Controleur Sinjai sebagai Klerk. Dari Sinjai ditugaskan ke Takalar dan mendapat jabatan wakil kepala pajak. Selanjutnya ditugaskan ke Enrekang dengan jabatan kepala pajak. Tahun 1918, beliau ditugaskan sebagai Inlandsche Besteur Asistant di Campalagian, Mandar.


=== Riwayat Pekerjaan ===
Tanggal 2 April 1921, pemerintah mengeluarkan surat keputusan mengangkat Sultan Daeng Radja menjadi pejabat sementara Distrik Hadat Gantarang menggantikan Andi Mappamadeng yang mengundurkan diri. Pada waktu itu pula, Sultan Daeng Radja mendapat kepercayaan menjadi pegawai pada kantor Pengadilan Negeri (Landraad) Bulukumba.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di [[Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren|OSVIA]] pada tahun 1913, Sultan Daeng Radja yang saat itu, masih berusia 20 tahun diangkat menjadi juru tulis kantor pemerintahan ''Onder Afdeling'' Makassar. Bebeberapa bulan kemudian, dia diangkat menjadi calon jaksa dan diperbantukan di Inl of Justitie Makassar. Tanggal 7 Januari 1915 diangkat menjadi Eurp Klerk pada Kantor Asisten Residen Bone di [[Pompanua, Ajangale, Bone|Pompanua]].


Selanjutnya, dia dipindahkan lagi ke Kantor Controleur Sinjai sebagai Klerk. Dari Sinjai ditugaskan ke Takalar dan mendapat jabatan wakil kepala pajak. Selanjutnya ditugaskan ke Enrekang dengan jabatan kepala pajak. Tahun 1918, dia ditugaskan sebagai ''Inlandsche Besteur Asistant'' di [[Campalagian, Polewali Mandar|Campalagian, Mandar]].
Kembalinya Andi Sultan Daeng Radja ke Bulukumba, mendorong Dewan Hadat Gantarang (Adat Duapulua) mengadakan rapat memilih calon kepala adat. Rapat tersebut kemudian memutuskan Andi Sultan Daeng Radja menjadi Regen (Kepala Adat) Gantarang. Jabatan ini diembannya hingga pemerintahan Belanda menyatakan pengakuannya atas kedaulatan Republik Indonesia.


Tanggal 2 April 1921, pemerintah mengeluarkan surat keputusan mengangkat Sultan Daeng Radja menjadi pejabat sementara Distrik Hadat Gantarang menggantikan Andi Mappamadeng Daeng Malette yang mengundurkan diri karena tidak bisa bekerjasama lagi dengan pemerintah kolonial Belanda. Pengunduran diri Andi Mappamadeng tersebut hingga kini masih menjadi kontroversi, sebab Andi Mappamadeng Daeng Malette merupakan sepupu satu kali dari Sultan Daeng Radja. Pada waktu itu pula, Sultan Daeng Radja mendapat kepercayaan menjadi pegawai pada kantor Pengadilan Negeri (Landraad) Bulukumba.
Tahun 1930, Andi Sultan Daeng Radja mendapat kehormatan menjadi Jaksa pada Landraad Bulukumba. Setelah proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, pemerintah NICA menuduh Andi Sultan Daeng Radja terlibat dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI sehingga ia tidak lagi digunakan sebagai pemerintah.


Kembalinya Andi Sultan Daeng Radja ke Bulukumba, mendorong Dewan Hadat Gantarang (Adat Duapulua) mengadakan rapat memilih calon kepala adat. Rapat tersebut kemudian memutuskan Andi Sultan Daeng Radja menjadi Regen (Kepala Adat) Gantarang. Jabatan ini diembannya hingga pemerintahan Belanda menyatakan pengakuannya atas kedaulatan Republik Indonesia. Pada tahun 1930, Andi Sultan Daeng Radja mendapat kehormatan menjadi Jaksa pada Landraad Bulukumba.
NICA kemudian menahan dan mengasingkan Sultan Daeng Radja ke Menado, Sulawesi Utara. Tanggal 8 Januari 1950, setelah Konferensi Meja Bundar (KMB) dan pengakuan kedaulatan RI oleh Pemeritah Belanda, Sultan Daeng Radja kemudian dibebaskan oleh Belanda dan kembali ke Bulukumba. Pada 1 Juli 1950 Andi Sultan Daeng Radja mundur dari jabatannya sebagai Kepala Adat Gantarang dan digantikan oleh putranya Andi Sappewali Andi Sultan.


=== Riwayat Perjuangan ===
Setelah mundur dari jabatannya selaku Kepala Adat Gantarang, Menteri Dalam Negeri berdasarkan Surat Keputusan tertanggal 11 Juni 1951 mengangkatnya menjadi bupati pada kantor Gubernur Sulsel. Tanggal 4 April 1955, beliau ditugaskan sebagai Bupati Daerah Bantaeng dan diangkat menjadi pegawai negeri tetap.
Andi Sultan Daeng Radja berjuang menentang penjajahan kolonial Belanda dimulai sejak masih menjadi siswa di [[Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren|Opleiding School Voor Indlandsche Ambtenar (OSVIA)]] di Makassar. Ketidaksukaan Sultan Daeng Radja terhadap pemerintah kolonial dipicu oleh kesewenangan dan penindasan yang dilakukan Pemerintah Belanda terhadap rakyat Bulukumba.


Semangat untuk membela rakyat dan bangsa Indonesia yang terpateri dalam jiwa Sultan Daeng Radja, semakin berkobar saat dia aktif mengikuti perkembangan dan pertumbuhan organisasi kebangsaan yang muncul di Pulau Jawa seperti [[Budi Utomo]] dan [[Sarekat Islam|Serikat Dagang Islam]] yang didirikan sebagai wadah perjuangan melawan penjajahan kolonial Belanda.
Tahun 1956, Sultan Daeng Radja diangkat menjadi residen diperbantukan pada Gubernur Sulsel sesuai keputusan presiden. Setahun kemudian beliau diangkat menjadi Anggota Konstituante.
Andi Sultan Daeng Radja wafat pada 17 Mei 1963 di Rumah Sakit Pelamonia Makassar dalam usia 70 tahun. Semasa hidupnya, Andi Sultan Daeng Radja memiliki empat istri dan 13 anak.


Semangat Sultan Daeng Radja untuk membebaskan bangsanya dari penjajahan, membuat dia secara diam-diam mengikuti [[Kongres Pemuda Indonesia]] pada tanggal 28 Oktober 1928 yang kemudian dikenal dengan nama [[Sumpah Pemuda]]. Sepulang mengikuti kongres ini, tekad Sultan Daeng Radja semakin berkobar untuk mengusir kolonial Belanda dari Indonesia.


Bersama Dr. [[Sam Ratulangi]] dan [[Andi Pangerang Pettarani]], Andi Sultan Daeng Radja diutus sebagai wakil [[Sulawesi Selatan|Sulsel]] mengikuti rapat [[Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia|Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)]] di Jakarta. PPKI adalah badan yang bekerja mempersiapkan kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945.
== Sejarah Perjuangan Andi Sultan Daeng Radja ==


=== Masa Kemerdekaan Indonesia ===
Andi Sultan Daeng Radja berjuang menentang penjajahan kolonial Belanda dimulai sejak masih menjadi siswa di Opdeling School Voor Indlandsche Ambtenar (OSVIA) di Makassar. Ketidak-sukaan Sultan Daeng Radja terhadap pemerintah kolonial dipicu oleh kesewenangan dan penindasan yang dilakukan pemerintah Belanda terhadap rakyat Bulukumba.
Usai mengikuti rapat PPKI, Sultan Daeng Radja, langsung pulang ke Bulukumba untuk memberi penjelasan kepada rakyatnya mengenai hasil rapat PPKI dan menyusun rencana dalam rangka menindaklanjuti persitiwa bersejarah kemerdekaan RI. Kabar kemerdekaan RI yang disampaikan Sultan Daeng Radja, disambut rasa haru dan gembira oleh seluruh rakyat Bulukumba.


Akhir Agustus 1945, Sultan Daeng Radja mengusulkan pembentukan organisasi Persatuan Pergerakan Nasional Indonesia (PPNI). Organisasi ini, dipimpin [[Andi Panamun]] dan Abdul Karim. PPNI dibentuk sebagai wadah menghimpun pemuda dalam rangka mengamankan dan membela Negara Indonesia.
Semangat untuk membela rakyat dan bangsa Indonesia yang terpateri dalam jiwa Sultan Daeng Radja, semakin berkobar saat beliau aktif mengikuti perkembangan dan pertumbuhan organisasi kebangsaan yang muncul di Pulau Jawa. Seperti Budi Utomo dan Serikat Dagang Islam yang didirikan sebagai wadah perjuangan melawan penjajahan kolonial Belanda.


Beberapa hari setelah kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, tentara sekutu mendarat di Indonesia termasuk di Bulukumba. Kehadiran tentara sekutu, diboncengi tentara Belanda lengkap dengan pemerintahan sipil yang disebut [[Pemerintahan Sipil Hindia Belanda|''Nederlands Indisch Civil Administration (NICA)'']]. Kehadiran NICA sama halnya kehadiran tentara Jepang yaitu ingin menjajah Indonesia. Setelah [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945]], pemerintah NICA kemudian menuduh Andi Sultan Daeng Radja terlibat dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI sehingga ia tidak lagi digunakan sebagai pemerintah.
Semangat Sultan Daeng Radja untuk membebaskan bangsanya dari penjajahan, membuat dia secara diam-diam mengikuti kongres pemuda Indonesia 28 Oktober 1928, yang dikenal dengan nama Sumpah Pemuda. Sepulang mengikuti kongres ini, tekad Sultan Daeng Radja semakin berkobar untuk mengusir kolonial Belanda dari Indonesia.


Sepak terjang Andi Sultan Daeng Radja sebelum kemerdekaan RI dan sesudah kemerdekaan dalam memperjuangkan kemerdekaan RI, ternyata membuat khawatir NICA. Apalagi, Sultan Daeng Radja menyatakan tidak bersedia bekerjasama dengan NICA. Tanggal 2 Desember 1945 NICA menangkap Andi Sultan Daeng Radja di kediamannya, Kampung Kasuara, Gantarang.
Bersama Dr Ratulangi dan Andi Pangerang Pettarani, Andi Sultan Daeng Radja diutus sebagai wakil Sulsel mengikuti rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) di Jakarta. PPKI adalah badan yang bekerja mempersiapkan kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945.


Andi Sultan Daeng Radja kemudian dibawa ke Makassar untuk ditahan. Pemerintah kolonial berharap, penangkapan Sultan Daeng Radja akan mematikan perlawanan rakyat Bulukumba. Tetapi yang terjadi malah sebaliknya. Penangkapan dia semakin membangkitkan perlawanan rakyat Bulukumba terhadap NICA.
Usai mengikuti rapat PPKI, Sultan Daeng Radja, langsung pulang ke Bulukumba untuk memberi penjelasan kepada rakyatnya mengenai hasil rapat PPKI dan menyusun rencana dalam rangka menindaklanjuti persitiwa bersejarah kemerdekaan RI. Kabar kemerdekaan RI yang disampaikan Sultan Daeng Radja, disambut rasa haru dan gembira oleh seluruh rakyat Bulukumba.


Para pejuang [[Kabupaten Bulukumba|Bulukumba]], kemudian membentuk organisasi perlawanan bersenjata yang dinamakan Laskar Pemberontak Bulukumba Angkatan Rakyat (PBAR) yang dipimpin Andi Syamsuddin. Dalam organisasi PBAR, Andi Sultan Daeng Radja didudukkan sebagai Bapak Agung. Meski dipenjara, seluruh kegiatan PBAR dipantau oleh Sultan Daeng Radja. Melalui keluarga yang menjenguknya, Sultan Daeng Radja memberi perintah kepada Laskar PBAR.
Akhir Agustus 1945, Sultan Daeng Radja mengusulkan pembentukan organisasi Persatuan Pergerakan Nasional Indonesia (PPNI). Organisasi ini, dipimpin Andi Panamun dan Abdul Karim. PPNI dibentuk sebagai wadah menghimpun pemuda dalam rangka mengamankan dan membela Negara Indonesia.


NICA kemudian menahan dan mengasingkan Sultan Daeng Radja ke [[Kota Manado|Menado, Sulawesi Utara]]. Tanggal 8 Januari 1950, setelah [[Konferensi Meja Bundar|Konferensi Meja Bundar (KMB)]] dan pengakuan kedaulatan RI oleh Pemeritah Belanda, Sultan Daeng Radja kemudian dibebaskan oleh Belanda dan kembali ke Bulukumba. Pada 1 Juli 1950 Andi Sultan Daeng Radja mundur dari jabatannya sebagai Kepala Adat Gantarang dan digantikan oleh putranya Andi Sappewali Andi Sultan. Setelah lima tahun di penjara di Makassar, pada tanggal 17 Maret 1949, pengadilan kolonial kemudian mengadili dan memvonis Sultan Daeng Radja dengan hukuman pengasingan ke Menado, Sulawesi Utara hingga 8 Januari 1950.
Beberapa hari setelah kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, tentara sekutu mendarat di Indonesia termasuk di Bulukumba. Kehadiran tentara sekutu, diboncengi tentara Belanda lengkap dengan pemerintahan sipil yang disebut Nederlands Indisch Civil Administration (NICA). Kehadiran NICA sama halnya kehadiran tentara Jepang, ingin menjajah Indonesia.


Setelah mundur dari jabatannya selaku Kepala Adat Gantarang, [[Daftar Menteri Dalam Negeri Indonesia|Menteri Dalam Negeri]] berdasarkan Surat Keputusan tertanggal 11 Juni 1951 mengangkatnya menjadi bupati pada kantor Gubernur [[Sulawesi Selatan|Sulsel]]. Tanggal 4 April 1955, dia ditugaskan sebagai [[Daftar Bupati Bantaeng|Bupati Daerah Bantaeng]] dan diangkat menjadi pegawai negeri tetap.
Sepak terjang Andi Sultan Daeng Radja sebelum kemerdekaan RI dan sesudah kemerdekaan dalam memperjuangkan kemerdekaan RI, ternyata membuat khawatir NICA. Apalagi, Sultan Daeng Radja menyatakan tidak bersedia bekerjasama dengan NICA. Tanggal 2 Desember 1945 NICA menangkap Andi Sultan Daeng Radja di kediamannya, Kampung Kasuara, Gantarang.


Tahun 1956, Sultan Daeng Radja diangkat menjadi residen diperbantukan pada Gubernur [[Sulawesi Selatan|Sulsel]] sesuai keputusan presiden. Setahun kemudian dia diangkat menjadi [[Daftar anggota Konstituante Republik Indonesia|Anggota Konstituante]] mewakili Fraksi [[Partai Masyumi]].<ref>{{Cite web|title=H. Andi Sultan Daeng Radja - Masjumi - Profil Anggota|url=https://www.konstituante.net/id/profile/MASJUMI_andi_sultan_daeng_radja|website=Konstituante.Net|access-date=2021-11-17}}</ref> Andi Sultan Daeng Radja wafat pada 17 Mei 1963 di Rumah Sakit Pelamonia Makassar dalam usia 70 tahun. Semasa hidupnya, Andi Sultan Daeng Radja memiliki empat istri dan 13 anak.
Andi Sultan Daeng Radja kemudian dibawa ke Makassar untuk ditahan. Pemerintah kolonial berharap, penangkapan Sultan Daeng Radja akan mematikan perlawanan rakyat Bulukumba. Tetapi yang terjadi malah sebaliknya. Penangkapan beliau semakin membangkitkan perlawanan rakyat Bulukumba terhadap NICA.


Perjuangan Andi Sultan Daeng Radja dalam melawan penjajahan di Indonesia, akhirnya mendapat penghargaan tinggi dari Pemerintah Indonesia. Berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 085/TK/Tahun 2006 tertanggal 3 November 2006, Presiden [[Susilo Bambang Yudhoyono|SBY]] menganugerahkan gelar [[Daftar pahlawan nasional Indonesia|Pahlawan Nasional]] dan Tanda Kehormatan [[Bintang Mahaputera Adipradana]] kepada Andi Sultan Daeng Radja, di Istana Negara pada tanggal 9 November 2006.
Para pejuang Bulukumba, kemudian membentuk organisasi perlawanan bersenjata yang dinamakan Laskar Pemberontak Bulukumba Angkatan Rakyat (PBAR) yang dipimpin Andi Syamsuddin. Dalam organisasi PBAR, Andi Sultan Daeng Radja didudukkan sebagai Bapak Agung. Meski dipenjara, seluruh kegiatan PBAR dipantau oleh Sultan Daeng Radja. Melalui keluarga yang menjenguknya, Sultan Daeng Radja memberi perintah kepada Laskar PBAR.


== Referensi ==
Setelah lima tahun di penjara di Makassar, pada tanggal 17 Maret 1949, pengadilan kolonial kemudian mengadili dan memvonis Sultan Daeng Radja dengan hukuman pengasingan ke Menado, Sulawesi Utara hingga 8 Januari 1950.
{{Reflist}}


{{PPKI}}{{Pahlawan Indonesia}}
Perjuangan Andi Sultan Daeng Radja dalam melawan penjajahan di Indonesia, akhirnya mendapat penghargaan tinggi dari Pemerintah Indonesia. Berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 085/TK/Tahun 2006 tertanggal 3 Nopember 2006, Presiden SBY menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional dan Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera Adipradana kepada Andi Sultan Daeng Radja, di Istana Negara pada tanggal 9 November 2006.


{{DEFAULTSORT:Daeng Radja, Andi Sultan}}
[[Kategori:Pahlawan nasional Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh Bugis]]
[[Kategori:Tokoh Sulawesi Selatan]]
[[Kategori:Tokoh Sulawesi Selatan]]
[[Kategori:Kelahiran 1894]]
[[Kategori:Tokoh dari Bulukumba]]
[[Kategori:Kematian 1963]]
[[Kategori:Tokoh dari Bantaeng]]
[[Kategori:Politikus Indonesia]]
[[Kategori:Politikus Partai Masyumi]]
[[Kategori:Anggota Konstituante Republik Indonesia]]
[[Kategori:Bupati Bantaeng]]
[[Kategori:Penerima Bintang Mahaputera Adipradana]]

Revisi per 28 Oktober 2023 06.13

Andi Sultan Daeng Radja

Haji Andi Sultan Daeng Radja (20 Mei 1894 – 17 Mei 1963) adalah seorang tokoh kemerdekaan Indonesia dan pahlawan nasional dari Sulawesi Selatan. Ia adalah putra pertama pasangan Passari Petta Tanra Karaeng Gantarang dan Andi Ninong.

Riwayat Hidup

Masa Kecil dan Pendidikan

Semasa muda, Sultan Daeng Radja dikenal taat beribadah dan aktif dalam kegiatan Muhammadiyah. Ia merupakan pendiri Masjid Tua di Ponre yang pada zamannya terbesar di Sulawesi Selatan.[1]

Tahun 1902, Sultan Daeng Radja masuk sekolah Volksschool (Sekolah Rakyat) tiga tahun di Bulukumba. Tamat dari Volksschool, dia melanjutkan pendidikannya ke Europeesche Lagere School (ELS) di Bantaeng. Selesai mengenyam pendidikan di ELS, Sultan Daeng Radja melanjutkan pendidikannya di Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA) di Makassar.[2]

Riwayat Pekerjaan

Setelah menyelesaikan pendidikannya di OSVIA pada tahun 1913, Sultan Daeng Radja yang saat itu, masih berusia 20 tahun diangkat menjadi juru tulis kantor pemerintahan Onder Afdeling Makassar. Bebeberapa bulan kemudian, dia diangkat menjadi calon jaksa dan diperbantukan di Inl of Justitie Makassar. Tanggal 7 Januari 1915 diangkat menjadi Eurp Klerk pada Kantor Asisten Residen Bone di Pompanua.

Selanjutnya, dia dipindahkan lagi ke Kantor Controleur Sinjai sebagai Klerk. Dari Sinjai ditugaskan ke Takalar dan mendapat jabatan wakil kepala pajak. Selanjutnya ditugaskan ke Enrekang dengan jabatan kepala pajak. Tahun 1918, dia ditugaskan sebagai Inlandsche Besteur Asistant di Campalagian, Mandar.

Tanggal 2 April 1921, pemerintah mengeluarkan surat keputusan mengangkat Sultan Daeng Radja menjadi pejabat sementara Distrik Hadat Gantarang menggantikan Andi Mappamadeng Daeng Malette yang mengundurkan diri karena tidak bisa bekerjasama lagi dengan pemerintah kolonial Belanda. Pengunduran diri Andi Mappamadeng tersebut hingga kini masih menjadi kontroversi, sebab Andi Mappamadeng Daeng Malette merupakan sepupu satu kali dari Sultan Daeng Radja. Pada waktu itu pula, Sultan Daeng Radja mendapat kepercayaan menjadi pegawai pada kantor Pengadilan Negeri (Landraad) Bulukumba.

Kembalinya Andi Sultan Daeng Radja ke Bulukumba, mendorong Dewan Hadat Gantarang (Adat Duapulua) mengadakan rapat memilih calon kepala adat. Rapat tersebut kemudian memutuskan Andi Sultan Daeng Radja menjadi Regen (Kepala Adat) Gantarang. Jabatan ini diembannya hingga pemerintahan Belanda menyatakan pengakuannya atas kedaulatan Republik Indonesia. Pada tahun 1930, Andi Sultan Daeng Radja mendapat kehormatan menjadi Jaksa pada Landraad Bulukumba.

Riwayat Perjuangan

Andi Sultan Daeng Radja berjuang menentang penjajahan kolonial Belanda dimulai sejak masih menjadi siswa di Opleiding School Voor Indlandsche Ambtenar (OSVIA) di Makassar. Ketidaksukaan Sultan Daeng Radja terhadap pemerintah kolonial dipicu oleh kesewenangan dan penindasan yang dilakukan Pemerintah Belanda terhadap rakyat Bulukumba.

Semangat untuk membela rakyat dan bangsa Indonesia yang terpateri dalam jiwa Sultan Daeng Radja, semakin berkobar saat dia aktif mengikuti perkembangan dan pertumbuhan organisasi kebangsaan yang muncul di Pulau Jawa seperti Budi Utomo dan Serikat Dagang Islam yang didirikan sebagai wadah perjuangan melawan penjajahan kolonial Belanda.

Semangat Sultan Daeng Radja untuk membebaskan bangsanya dari penjajahan, membuat dia secara diam-diam mengikuti Kongres Pemuda Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928 yang kemudian dikenal dengan nama Sumpah Pemuda. Sepulang mengikuti kongres ini, tekad Sultan Daeng Radja semakin berkobar untuk mengusir kolonial Belanda dari Indonesia.

Bersama Dr. Sam Ratulangi dan Andi Pangerang Pettarani, Andi Sultan Daeng Radja diutus sebagai wakil Sulsel mengikuti rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) di Jakarta. PPKI adalah badan yang bekerja mempersiapkan kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945.

Masa Kemerdekaan Indonesia

Usai mengikuti rapat PPKI, Sultan Daeng Radja, langsung pulang ke Bulukumba untuk memberi penjelasan kepada rakyatnya mengenai hasil rapat PPKI dan menyusun rencana dalam rangka menindaklanjuti persitiwa bersejarah kemerdekaan RI. Kabar kemerdekaan RI yang disampaikan Sultan Daeng Radja, disambut rasa haru dan gembira oleh seluruh rakyat Bulukumba.

Akhir Agustus 1945, Sultan Daeng Radja mengusulkan pembentukan organisasi Persatuan Pergerakan Nasional Indonesia (PPNI). Organisasi ini, dipimpin Andi Panamun dan Abdul Karim. PPNI dibentuk sebagai wadah menghimpun pemuda dalam rangka mengamankan dan membela Negara Indonesia.

Beberapa hari setelah kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, tentara sekutu mendarat di Indonesia termasuk di Bulukumba. Kehadiran tentara sekutu, diboncengi tentara Belanda lengkap dengan pemerintahan sipil yang disebut Nederlands Indisch Civil Administration (NICA). Kehadiran NICA sama halnya kehadiran tentara Jepang yaitu ingin menjajah Indonesia. Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, pemerintah NICA kemudian menuduh Andi Sultan Daeng Radja terlibat dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI sehingga ia tidak lagi digunakan sebagai pemerintah.

Sepak terjang Andi Sultan Daeng Radja sebelum kemerdekaan RI dan sesudah kemerdekaan dalam memperjuangkan kemerdekaan RI, ternyata membuat khawatir NICA. Apalagi, Sultan Daeng Radja menyatakan tidak bersedia bekerjasama dengan NICA. Tanggal 2 Desember 1945 NICA menangkap Andi Sultan Daeng Radja di kediamannya, Kampung Kasuara, Gantarang.

Andi Sultan Daeng Radja kemudian dibawa ke Makassar untuk ditahan. Pemerintah kolonial berharap, penangkapan Sultan Daeng Radja akan mematikan perlawanan rakyat Bulukumba. Tetapi yang terjadi malah sebaliknya. Penangkapan dia semakin membangkitkan perlawanan rakyat Bulukumba terhadap NICA.

Para pejuang Bulukumba, kemudian membentuk organisasi perlawanan bersenjata yang dinamakan Laskar Pemberontak Bulukumba Angkatan Rakyat (PBAR) yang dipimpin Andi Syamsuddin. Dalam organisasi PBAR, Andi Sultan Daeng Radja didudukkan sebagai Bapak Agung. Meski dipenjara, seluruh kegiatan PBAR dipantau oleh Sultan Daeng Radja. Melalui keluarga yang menjenguknya, Sultan Daeng Radja memberi perintah kepada Laskar PBAR.

NICA kemudian menahan dan mengasingkan Sultan Daeng Radja ke Menado, Sulawesi Utara. Tanggal 8 Januari 1950, setelah Konferensi Meja Bundar (KMB) dan pengakuan kedaulatan RI oleh Pemeritah Belanda, Sultan Daeng Radja kemudian dibebaskan oleh Belanda dan kembali ke Bulukumba. Pada 1 Juli 1950 Andi Sultan Daeng Radja mundur dari jabatannya sebagai Kepala Adat Gantarang dan digantikan oleh putranya Andi Sappewali Andi Sultan. Setelah lima tahun di penjara di Makassar, pada tanggal 17 Maret 1949, pengadilan kolonial kemudian mengadili dan memvonis Sultan Daeng Radja dengan hukuman pengasingan ke Menado, Sulawesi Utara hingga 8 Januari 1950.

Setelah mundur dari jabatannya selaku Kepala Adat Gantarang, Menteri Dalam Negeri berdasarkan Surat Keputusan tertanggal 11 Juni 1951 mengangkatnya menjadi bupati pada kantor Gubernur Sulsel. Tanggal 4 April 1955, dia ditugaskan sebagai Bupati Daerah Bantaeng dan diangkat menjadi pegawai negeri tetap.

Tahun 1956, Sultan Daeng Radja diangkat menjadi residen diperbantukan pada Gubernur Sulsel sesuai keputusan presiden. Setahun kemudian dia diangkat menjadi Anggota Konstituante mewakili Fraksi Partai Masyumi.[3] Andi Sultan Daeng Radja wafat pada 17 Mei 1963 di Rumah Sakit Pelamonia Makassar dalam usia 70 tahun. Semasa hidupnya, Andi Sultan Daeng Radja memiliki empat istri dan 13 anak.

Perjuangan Andi Sultan Daeng Radja dalam melawan penjajahan di Indonesia, akhirnya mendapat penghargaan tinggi dari Pemerintah Indonesia. Berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 085/TK/Tahun 2006 tertanggal 3 November 2006, Presiden SBY menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional dan Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera Adipradana kepada Andi Sultan Daeng Radja, di Istana Negara pada tanggal 9 November 2006.

Referensi

  1. ^ "Pementasan Klosal Perjuangan Andi Sulthan Daeng Radja Warnai Peringatan HUT Kemerdekaan RI Tingkat Kabupaten Bulukumba". 17 Agustus 2017. Diakses tanggal 5 Mei 2020. 
  2. ^ Ensiklopedia Pahlawan Nasional. Kuncoro Hadi & Sustianingsih. Istana Media, Yogyakarta, 2015.
  3. ^ "H. Andi Sultan Daeng Radja - Masjumi - Profil Anggota". Konstituante.Net. Diakses tanggal 2021-11-17.