Doa Yesus: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Ign christian (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Ign christian (bicara | kontrib)
Baris 23: Baris 23:
St. [[:en:Teophan the Recluse|Teophan the Recluse]], seorang [[santo]] dari [[Gereja Ortodoks Rusia]], menganggap bahwa Doa Yesus lebih berkekuatan dibandingkan dengan doa-doa lain, karena berdasar pada kuasa [[Nama Yesus yang Tersuci]].<ref name="kallistos-ware">{{en}} ''On the Prayer of Jesus'' by Ignatius Brianchaninov, Kallistos Ware 2006 ISBN 1-59030-278-8 page xxiii-xxiv</ref> Pernyataan serupa juga dituliskan dalam KGK 2666, bahwa nama "[[Yesus]]" mencakup segalanya: [[Allah]] dan [[manusia]] dan seluruh tata ciptaan dan penebusan; siapa saja yang menyerukan nama-Nya, menerima [[Allah Anak|Putera Allah]] yang mengasihinya dan yang menyerahkan Diri-Nya baginya. KGK 2668 juga menyatakan bahwa menyerukan nama Yesus adalah cara paling sederhana untuk senantiasa berdoa. Ketika nama suci tersebut diulangi terus menerus oleh orang yang penuh [[kerendahan hati]], doa tersebut tidak tenggelam dalam banyaknya kata-kata ([[Matius 6]]:7) tetapi menyimpan "[[Logos|Kata]]" tersebut dan kelak ketekunannya akan berbuah ([[Lukas 8]]:15).<ref name="ccc4122"/>
St. [[:en:Teophan the Recluse|Teophan the Recluse]], seorang [[santo]] dari [[Gereja Ortodoks Rusia]], menganggap bahwa Doa Yesus lebih berkekuatan dibandingkan dengan doa-doa lain, karena berdasar pada kuasa [[Nama Yesus yang Tersuci]].<ref name="kallistos-ware">{{en}} ''On the Prayer of Jesus'' by Ignatius Brianchaninov, Kallistos Ware 2006 ISBN 1-59030-278-8 page xxiii-xxiv</ref> Pernyataan serupa juga dituliskan dalam KGK 2666, bahwa nama "[[Yesus]]" mencakup segalanya: [[Allah]] dan [[manusia]] dan seluruh tata ciptaan dan penebusan; siapa saja yang menyerukan nama-Nya, menerima [[Allah Anak|Putera Allah]] yang mengasihinya dan yang menyerahkan Diri-Nya baginya. KGK 2668 juga menyatakan bahwa menyerukan nama Yesus adalah cara paling sederhana untuk senantiasa berdoa. Ketika nama suci tersebut diulangi terus menerus oleh orang yang penuh [[kerendahan hati]], doa tersebut tidak tenggelam dalam banyaknya kata-kata ([[Matius 6]]:7) tetapi menyimpan "[[Logos|Kata]]" tersebut dan kelak ketekunannya akan berbuah ([[Lukas 8]]:15).<ref name="ccc4122"/>


St. Yohanes Klimakus menganggap [[keheningan]] (''hesychia'') adalah menyembah Allah tanpa henti sambil menunggu-Nya. Sehubungan dengan keheningan itu, St Yohanes menganjurkan pengenangan akan Yesus dalam setiap tarikan nafas untuk dapat menghargai nilai keheningan. Demikian berarti Doa Yesus akan mengantar seseorang kepada keheningan yang sesungguhnya.<ref name="climacus"/>
St. Yohanes Klimakus menganggap [[keheningan]] (''hesychia'') adalah menyembah Allah tanpa henti sambil menunggu-Nya. Sehubungan dengan keheningan itu, St Yohanes menganjurkan pengenangan akan Yesus dalam setiap tarikan nafas untuk dapat menghargai nilai keheningan.<ref name="climacus"/> Demikian berarti Doa Yesus akan mengantar seseorang kepada keheningan yang sesungguhnya.


== Praktek ==
== Praktek ==

Revisi per 4 April 2015 17.54

Kristogram dengan Doa Yesus dalam bahasa Rumania: Doamne Iisuse Hristoase, Fiul lui Dumnezeu, miluieşte-mă pe mine păcătosul (Tuhan Yesus Kristus, Putera Allah, kasihanilah aku, orang berdosa)

Doa Yesus (Yunani: Η Προσευχή του Ιησού, i prosefchí tou iisoú, bahasa Inggris: Jesus Prayer) adalah suatu rumusan doa singkat (hanya 1 kalimat) yang umum digunakan dalam tradisi Ortodoks dan Katolik, khususnya Ritus Timur.[1] Doa ini telah diajarkan secara luas sepanjang sejarah Gereja. Pendarasannya diulang secara terus-menerus sebagai salah satu praktek asketis pribadi, dan penggunaannya juga merupakan bagian dari tradisi doa para eremit yang dikenal sebagai Hesikasme. Doa Yesus terutama sangat dihargai oleh para bapa rohani dari tradisi ini (Philokalia) sebagai suatu metode untuk membuka hati, sehingga dinamakan juga Doa Hati (Prayer of the Heart) --merupakan salah satu praktek "doa hening" (mental prayer) dalam tradisi Katolik. Doa Hati dianggap sebagai "doa tanpa henti" yang dianjurkan oleh Rasul Paulus dalam Perjanjian Baru.[1]

Katekismus Gereja Katolik (KGK) 2667 juga mencatat rumusan doa ini; menggunakan kata "kami", bukan "aku", untuk penggunaan dalam kelompok. Menurut KGK, rumusan umum doa ini dipopulerkan oleh para penulis rohani dari Gunung Sinai, Siria, dan Gunung Athos; merupakan gabungan himne Kristologi dari Filipi 2:6-11 dengan tangisan sang pengemis buta dan sang pemungut cukai (Markus 10:46-52; Lukas 18:13).[2]


Rumusan umum

Rumusan yang paling umum adalah:

Yunani: "Κύριε Ἰησοῦ Χριστέ, Υἱὲ τοῦ Θεοῦ, ἐλέησόν με τὸν ἁμαρτωλόν."

bahasa Inggris: "Lord Jesus Christ, Son of God, have mercy on me, the sinner."[1]

bahasa Indonesia: "Tuhan Yesus Kristus, Putera Allah, kasihanilah aku, orang berdosa."[3]

Makna teologis

Menurut KGK 432, nama "Yesus" menandakan nama besar Allah hadir dalam pribadi Putera-Nya, yang menjadi manusia untuk penebusan dunia secara definitif dari dosa-dosa. Nama ilahi-Nya saja yang membawa keselamatan, dan semua orang dapat menyerukan nama-Nya; karena Yesus telah menyatukan Diri-Nya dengan semua orang melalui penjelmaan-Nya menjadi manusia. (Roma 10:6-13, Kisah Para Rasul 4:12)[4]

Kemudian KGK 435 menyatakan bahwa nama Yesus adalah inti doa Kristen. Doa-doa liturgi ditutup dengan rumusan "demi Yesus Kristus Tuhan kami". Doa Salam Maria mencapai keagungannya pada kata-kata "terpujilah buah tubuhmu, Yesus". Demikian pula nama Yesus adalah inti dari Doa Yesus yang populer dalam Gereja Timur ini. Banyak orang Kristen yang meninggal (terutama para martir), misalnya Santa Joan of Arc, dengan kata "Yesus" terucap dari mulut mereka.[4]

Seorang Bapa Gereja dari abad ke-6, St. Yohanes Klimakus dalam tulisannya "Tangga Pendakian Ilahi" (The Ladder of Divine Ascent), menganjurkan untuk tidak bicara berlebihan dalam doa jika bingung mencari kata-kata untuk berdoa; menurutnya sepatah kata dari si pemungut cukai sudah cukup bagi Tuhan (Lukas 18:13-14), dan sepenggal ucapan dari si penjahat di kayu salib menyelamatkannya (Lukas 23:42-43,48). Maka St. Yohanes memandang pentingnya Doa Yesus sebagai suatu doa sederhana, dengan memanggil atau mengenang Nama Yesus.[5]

Manfaat

Ikonografi Transfigurasi Yesus, karya Theophanes the Greek

St. Teophan the Recluse, seorang santo dari Gereja Ortodoks Rusia, menganggap bahwa Doa Yesus lebih berkekuatan dibandingkan dengan doa-doa lain, karena berdasar pada kuasa Nama Yesus yang Tersuci.[6] Pernyataan serupa juga dituliskan dalam KGK 2666, bahwa nama "Yesus" mencakup segalanya: Allah dan manusia dan seluruh tata ciptaan dan penebusan; siapa saja yang menyerukan nama-Nya, menerima Putera Allah yang mengasihinya dan yang menyerahkan Diri-Nya baginya. KGK 2668 juga menyatakan bahwa menyerukan nama Yesus adalah cara paling sederhana untuk senantiasa berdoa. Ketika nama suci tersebut diulangi terus menerus oleh orang yang penuh kerendahan hati, doa tersebut tidak tenggelam dalam banyaknya kata-kata (Matius 6:7) tetapi menyimpan "Kata" tersebut dan kelak ketekunannya akan berbuah (Lukas 8:15).[2]

St. Yohanes Klimakus menganggap keheningan (hesychia) adalah menyembah Allah tanpa henti sambil menunggu-Nya. Sehubungan dengan keheningan itu, St Yohanes menganjurkan pengenangan akan Yesus dalam setiap tarikan nafas untuk dapat menghargai nilai keheningan.[5] Demikian berarti Doa Yesus akan mengantar seseorang kepada keheningan yang sesungguhnya.

Praktek

Dalam tradisi Gereja Timur, Doa Yesus didaraskan berulang-ulang, seringkali dengan bantuan sebuah 'tali doa' (prayer rope) —semacam manik rosario dalam Gereja Barat, walau tidak diwajibkan. Dapat juga disertai dengan sujud (prostration) dan tanda salib. Melalui tindakan-tindakan tersebut diharapkan seseorang memperoleh rasa sesal (atas dosanya) dan sebagai sarana untuk mewujudkan kerendahan hati dalam dirinya; demikian pula penggunaan kata-kata "orang berdosa" dimaksudkan agar pendoa merasa seolah-olah tidak ada orang lain yang berdosa selain dirinya sendiri. Para rahib sering menghabiskan waktu yang lama dalam doa ini, ratusan kali setiap malam sebagai wujud kedisiplinan mereka, dan dibantu oleh seorang pembimbing. Tujuan utama praktek doa ini adalah 'membatinkan' doa; sehingga suatu saat kemudian —seiring dengan ketekunan si pendoa— doa ini tidak lagi didaraskan dengan suatu upaya yang disengaja, namun terucap sendiri secara spontan dalam hati.[1]

Rumusan lainnya

Rumusan Doa Yesus cukup fleksibel sebagaimana prakteknya, tidak ada suatu standarisasi yang diberlakukan atas rumusannya. Rumusan doa ini dapat saja sedemikian pendek seperti "Tuhan kasihanilah aku/kami" (Kyrie eleison), "Kasihanilah aku", atau bahkan "Yesus" saja, sampai dengan rumusan yang paling umum. Bisa juga mengandung seruan kepada Sang Theotokos (Perawan Maria), atau para kudus. Namun elemen yang penting dan tetap ada yaitu nama "Yesus",[6] walau belum tentu terucapkan secara langsung dalam rupa kata. Beberapa contoh rumusan lain dari Doa Yesus:

  • Tuhan Yesus Kristus, Putera Allah, kasihanilah aku. (rumusan yang umum digunakan di Gunung Athos)[1]
  • Tuhan Yesus Kristus, kasihanilah aku.[7]
  • Tuhan Yesus Kristus, Putera Allah yang hidup, kasihanilah aku, orang berdosa ini.[3][8]
  • Yesus, Putra Daud, kasihanilah aku. (Lukas 18:38)[9]

Dalam tradisi Katolik Roma, juga dikenal rumusan doa sederhana yang sepertinya merupakan asal mula perkembangan "Doa Hati" ini, yaitu ayat Mazmur 70:2 yang sangat dianjurkan oleh St. Yohanes Kasianus —seorang Bapa Gurun dari Mesir— sebagai doa singkat terbaik untuk diingat dan diulang-ulang:[10][11]

"O God, come to my assistance; O Lord, make haste to help me."[14]
("Ya Allah, bersegeralah menolong aku; Tuhan, perhatikanlah hamba-Mu.")[16]

Rumusan doa yang dipopulerkan St. Yohanes Kasianus tersebut didaraskan atau dinyanyikan berkali-kali setiap hari —khususnya dalam Gereja Barat— oleh kaum religius dan juga kaum awam, sebagai pembukaan suatu rangkaian Ibadat Harian (Horarium).[10]

Referensi

  1. ^ a b c d e (Inggris) "Jesus Prayer". OrthodoxWiki. 
  2. ^ a b (Inggris) "Catechism of the Catholic Church - The Way of Prayer". Holy See. 
  3. ^ a b Tim Carmelia (21 Februari 2009). "Cara-cara Doa". http://www.carmelia.net/.  Hapus pranala luar di parameter |publisher= (bantuan)
  4. ^ a b (Inggris) "Catechism of the Catholic Church - And in Jesus Christ, His only Son, Our Lord". Holy See. 
  5. ^ a b (Inggris) Saint John (Climacus). "John Climacus - The Ladder of Divine Ascent" (edisi ke-1982). Paulist Press. hlm. 44-45,48. ISBN 0-8091-2330-4. 
  6. ^ a b (Inggris) On the Prayer of Jesus by Ignatius Brianchaninov, Kallistos Ware 2006 ISBN 1-59030-278-8 page xxiii-xxiv
  7. ^ (Inggris) "Gleanings from Orthodox Christian Authors and the Holy Fathers". St. Nicholas Russian Orthodox Church, McKinney (Dallas area) Texas. 
  8. ^ (Inggris) Tom Wright. "Epilogue - The Prayer of the Trinity". http://ntwrightpage.com/.  Hapus pranala luar di parameter |publisher= (bantuan)
  9. ^ (Inggris) Fr. Steven Peter Tsichlis. "The Jesus Prayer". St. Nicholas Orthodox Church, Portland, Oregon. 
  10. ^ a b (Inggris) Carl McColman (February 29, 2012). "Before the Jesus Prayer". Patheos. 
  11. ^ (Inggris) St. John Cassian. "Nicene and Post-Nicene Fathers, Second Series, Vol. 11: Conference 10 - The Second Conference of Abbot Isaac. On Prayer" (edisi ke-1894). Christian Literature Publishing Co. (Revised and edited for New Advent). 
  12. ^ (Inggris) "Douay-Rheims Bible - The Book of Psalms" (edisi ke-1899). Catholic Software's Douay Bible (retrieved from EWTN). 
  13. ^ (Latin) "Nova Vulgata - Liber Psalmorum". Holy See. 
  14. ^ Terjemahan dalam bahasa Inggris sesuai Psalms 69:2 dari Alkitab Douay–Rheims;[12] dalam Nova Vulgata adalah Psalmus 70:2.[13]
  15. ^ Komisi Liturgi KWI. Puji Syukur (edisi ke-2010). Jakarta: Penerbit OBOR. ISBN 978-979-565-009-6. 
  16. ^ Terjemahan dalam bahasa Indonesia yang resmi dipergunakan pada Ibadat Harian di lingkungan Gereja Katolik Roma, sesuai yang tertulis dalam Puji Syukur no. 51, 69. Kalimat pertama didaraskan/dinyanyikan oleh pemimpin ibadat dan kalimat kedua didaraskan/dinyanyikan seluruh peserta ibadat; kemudian dilanjutkan dengan doksologi Kemuliaan,[15] biasanya sambil sujud seperti yang dilakukan Gereja Timur.